BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Sikap Disiplin
a. Pengertian Disiplin Belajar
Disiplin secara umum yaitu merupakan sikap hidup yang harus dijadikan sebagai kebiasaan hidup dan bukan hanya menyangkut ketaatan. Jika dijadikan kebiasaan hidup, kapan pun, di mana pun kita akan melakukan disiplin secara konsisten, entah di sekolah, di rumah, maupun di dalam masyarakat (Wijaya, 2014:98). Sedangkan disiplin menurut Daryanto & Darmiatun (2013:135) yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
b. Macam-macam disiplin
Disiplin adalah kunci sukses karena dalam disiplin tumbuh sifat teguh memegang prinsip, pantang mundur dalam kebenaran, serta dapat berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara (Wijaya, 2014:99). Satu cara menjadikan kita disiplin adalah melalui kebiasaan dan kebiasaan itu terbentuk dari latihan. Ada 5 macam disiplin dalam kehidupan, yaitu
1) Disiplin pribadi yaitu pengarahan disiplin pribadi yang berkembang melalui kewajiban pribadi dalam diri individu. Disiplin sosial berawal dari tingkat kemampuan dan kemauan mengendalikan diri dalam mengamalkan nilai, ketentuan, peraturan, serta tata tertib yang berlaku di sekolah, masyarakat, dan negara.
2) Disiplin nasional yaitu kemampuan dan kemauan mengendalikan diri agar dapat mematuhi semua ketentuan yang telah ditentukan oleh negara.
3) Disiplin ilmu yaitu mematuhi semua ketentuan yang ditentukan sebagai seorang ilmuwan. Jika seorang ilmuwan memiliki sikap disiplin ilmu, ilmuwan itu memiliki kode etik (aturan) dan perilaku yang baik.
4) Disiplin tugas yaitu mematuhi semua ketentuan yang telah ditentukan oleh atasan atau kepala sekolah. Bentuk-bentuk ketaatan terhadap atasan adalah mendengarkan dan memahami perintah dengan sebaik-baiknya serta memohon penjelasan sampai jelas kemudian melaksanakannya dengan baik, melipatgandakan kesabaran ketika melaksanakan perintah tersebut serta ikhlas dan tidak mengurangi atau menambah sedikitpun, melaksanakan perintah dengan segera meskipun tidak sesuai dengan pendapatatau keinginannya serta saling memberi dan menerima nasehat, dan meminta izin dalam setiap urusan dan memberikan masukan sebelum pimpinan mengambil keputusan.
c. Indikator Disiplin Belajar
1) Indikator Sekolah meliputi a) Memiliki catatan kehadiran.
b) Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin.
c) Memiliki tata tertib sekolah.
d) Membiasakan warga sekolah untuk berdisplin.
e) Menengakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggaran tata tertib sekolah
2) Indikator Kelas meliputi
a) Membiasakan hadir tepat waktu b) Membiasakan mematuhi peraturan
c) Menggunakan pakaian praktik sesuai dengan program studi keahliannya
d) Penyimpanan dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian)
Tabel 2.1 Indikator Keterkaitan Nilai, Jenjang Kelas, dan
Indikator di Sekolah Dasar
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar menurut R.Gagne dalam buku Susanto (2013:1) adalah
“suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman”. Sedangkan menurut Muhibbin
(2013:4) “belajar merupakan kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan”. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri. Sedangkan menurut para ahli (Susanto, 2013:4) “belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa,
maupun bertindak”. Dari beberapa pengertian belajar dapat disimpulkan bahwa
dianggap telah belajar jika dapat menunjukkan perubahan perilaku pada dirinya sendiri.”
b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. 1) Faktor-faktor intern, meliputi:
a) Faktor Jasmaniah
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagaian-bagiannya/bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.
b) Faktor Psikologis
Faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar, antara lain: (1) intelegensi, (2) perhatian, (3) minat, (4) bakat, (5) motif, (6) kematangan, (7) kesiapan.
c) Faktor Kelelahan
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: (1) cara orang tua mendidik, (2) relasi antara anggota keluarga, (3) suasana rumah tangga, (4) keadaan ekonomi, (5) pengertian orang tua, (6) latar belakang kebudayaan, (4) bentuk kehidupan masyarakat.
b) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup: (1) metode mengajar, (2) kurikulum, (3) relasi guru dengan siswa, (4) relasi siswa dengan siswa, (5) disiplin sekolah, (6) pelajaran dan waktu sekolah, (7) standar pelajaran, (8) keadaan gedung, (9) metode belajar, dan (10) tugas rumah. d) Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Faktor masyarakat yang mempengaruhi ini mencakup: (1) kegiatan siswa dalam masyarakat, (2) media massa, (3) teman bergaul, dan (4) bentuk kehidupan masyarakat.
c. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Arifin (2009:12) Prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu Prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia
menjadi “Prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi
belajar” (achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning
outcome). Maka dari itu, prestasi belajar merupakan suatu masalah
yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing.
Prestasi belajar menurut Mulyasa (2013:189) yaitu hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar, sedangkan belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya.
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi prstasi belajar menurut Mulyasa (2013:189) dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu
1) Bahan atau materi yang dipelajari 2) Lingkungan
3) Faktor Instrumental 4) Kondisi Peserta Didik
Faktor tersebut baik secara terpisah maupun bersama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap prestasi belajar peserta didik.
3. Matematika di Sekolah Dasar
a. Pengertian Matematika
Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2010:1) adalah bahwa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Pengertian matematika antara lain menurut Johnson dan Rising dalam Russefendi (Suwangsih & Tiurlina, 2006:4) bahwa
akurat respresentasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi”.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis tidak menerima pembuktian secara induktif, matematika mempunyai struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.
b. Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006:25) ciri-ciri pembelajaran matematika di sekolah dasar antara lain:
a) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatau topik matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.
b) Pembelajaran matematika bertahap
Materi pelajaran mateatika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit.
Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun, karena sesuai tahap perkembangan mental siswa maka pada pelajaran matematika di Sekolah Dasar digunakan pendekatan induktif. d) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya.
e) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna
Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan.
c. Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Tim Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar (2011: 1) menyatakan tahapan aktivitas penguasaan materi pelajaran matematika meliputi:
1) Penanaman Konsep
Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini pengajaraan memerlukan penggunaan benda konkrit sebagai alat peraga.
2) Tahap Pemahaman Konsep
peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkrit sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.
3) Tahap Pembinaan Keterampilan
Tahap pembinaan keterampilan merupakan tahap yang tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti mencongak dan berlomba. Pada tahap pengajaran ini alat peraga sudah tidak boleh digunakan lagi.
4) Tahap Penerapan Konsep
Tahap penerapan konsep yaitu penerapan konsep yang sudah dipelajari ke dalam bentuk soal-soal terapan (cerita) yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap ini disebut juga sebagai pembinaan kemampuan memecahkan masalah.
4. Pecahan
a. Pengertian Pecahan
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan (Depdikbud, 1999) dalam buku Heruman (2007:43) menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit diajarkan. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat diketahui bahwa materi yang akan dijadikan bahan penelitian adalah materi pecahan dengan kompetensi dasar penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Bilangan pecahan juga berlaku operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. Perhatikan contoh di bawah ini. (Burhan, 2008:172)
1) Penjumlahan pecahan dengan penyebut yang sama + = = =
Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak dijumlahkan
2) Penjumlahan pecahan dengan penyebut yang berbeda +
Penyelesaian dari pecahan dengan penyebut yang berbeda yaitu Bentuk yang senilai dengan adalah , , ,
, …
Bentuk yang senilai dengan adalah , ,
Pecahan yang senilai dengan dan yang berpenyebut sama dan
+ = + = = Jadi, + =
1. Samakan penyebut dengan KPK kedua bilangan (mencari bentuk pecahan yang senilai)
2. Jumlahkan pecahan baru seperti pada penjumlahan pecahan berpenyebut sama
3) Pengurangan pecahan dengan penyebut yang sama
- = = =
Pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan mengurangkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak dikurangkan.
Bentuk senilai adalah (mencari bentuk pecahan yang senilai).
2. Kurangkan pecahan baru seperti pada pengurangan pecahan berpenyebut sama.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
yang mewakili kelompoknya tetapi tidak sebelumnya tidak diberi tahu siapa yang akan menjadi wakil kelompok tersebut.
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran yang dilandasi oleh teori belajar Konstruktivis. Numbered Head Together (NHT) merupakan pendekatan struktural pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan oleh Spencer Kagan, dll (Ibrahim, 2000:25). Meskipun memiliki banyak persamaan dengan pendekatan yang lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Sehingga model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together berkaitan erat dengan teori belajar
Konstruktivisme. b. Langkah-langkahnya
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Suprijono (2009:92) yaitu
2) Guru memberikan nomer 1-8 kepada tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok.
3) Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan
kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban
atas pertanyaan dari guru.
4) Guru memanggil peserta didik yang memiliki nomer yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik yang bernomer yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT pada Pelajaran Matematika Materi Pecahan.
a) Peserta didik dibagi dalam kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 4 peserta didik, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor yang berbeda.
b) Guru memberikan tugas atau lembar kerja siswa (LKS) dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya.
d) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil memaparkan hasil kerja sama mereka.
e) Kemudian guru menunjuk nomor yang lain, untuk menanggapi temannya yang telah memaparkan hasil kerjanya.
f) Kesimpulan.
Menurut Rofiah (2015) ada empat langkah-langkah pembelajaaran kooperatif tipe Numbered Head Together yaitu: (a) Penomoran, (b) Pengajuan pertanyaan, (c) Berpikir bersama, (d) Pemberian jawaban. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah sesuai kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Penomoran / Numbering
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 atau 5 anak. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.
Langkah 3. Pertanyaan dan berpikir bersama / Head Together Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.
Langkah 4. Pemberian jawaban / Answering
Dalam tahap, ini guru menyebut salah satu nomor dan para siswa dari setiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Langkah 6.memberikan penghargaan
Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada siswa dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik.
6. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta Indikator
a. Standar Kompetensi : 1. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.
b. Kompetensi Dasar : 6.3 Menjumlahkan Pecahan 6.3 Mengurangkan Pecahan c. Indikator :
1) Melakukan operasi hitung penjumlahan pecahan berpenyebut sama.
2) Melakukan operasi hitung penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda.
3) Melakukan operasi hitung pengurangan pecahan berpenyebut sama.
7. Alat Peraga
a. Pengertian Alat Peraga
Menurut Estiningsih (1994) dalam buku Sukayati & Suharjana (2009:6) alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari. Contoh: papan tulis, buku tulis, dan daun pintu berbentuk persegi panjang dapat berfungsi sebagai alat peraga pada saat guru menerangkan bangun geometri dalam persegipanjang.
Menurut Anitah (2008:3) peraga berasal dari kata raga yang berarti jasad atau bentuk. Istilah alat peraga ini demikian melekat pada banyak pendidik sampai kurun waktu yang cukup lama. Bahkan sampai saat ini masih banyak orang menggunakan istilah alat peraga secara silih berganti dengan istilah lain seperti alat bantu, media, alat pelajaran, dan lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan dari pengertian alat peraga diatas bahwa alat peraga yaitu media pembelajaran atau alat bantu yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari. b. Blok Pecahan
Menurut Sukayati & Suharjana (2009:30) bilangan pecahan lazim disebut pecahan, maka untuk selanjutnya yang dimaksud pecahan adalah bilangan pecahan.
a) Pecahan , , , , ,
, ,
b) Pecahan senilai
c) Penjumlahan dan pengurangan pecahan
Gambar 2.1. Ilustrasi Gambar Blok Pecahan
a) Memperagaan konsep pecahan
Kosep pecahan yang dikenalkan kepada peserta didik dengan urutan dari an, an, dan an. Selanjutnya mengenalkan pecahan
an, an,
an, an, dan an. Satu lingkaran utuh digunakan untuk
memperagakan bilangan 1.
Lingkaran utuh digunakan untuk memperagakan bilangan 1.
bagian potongan yang diperhatikan/diambil).
“2” disebut penyebut (merupakan
banyaknya potongan yang sama dari yang utuh)
Lingkaran yang dipotong menjadi 4 bagian sama digunakan untuk memperagakan konsep pecahan an. Bila mengambil 2 potong maka disebut (dua per empat) dan bila mengambil 3 potong maka disebut (tiga per empat)
Peragaan dapat dilanjutkan untuk an, an, an,
an, an, dan an.
b) Memperagakan penjumlahan pecahan
1. Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama. Contoh
+ =
Kesimpulannya : penjumlahan dua pecahan berpenyebut sama dapat dilakukan dengan menjumlahkan pembilang dari kedua pecahan tersebut, sedangkan penyebutnya tetap.
Contoh
Digabung
Di ubah
+ = + =
Kesimpulannya : penjumlahan dua pecahan tidak sama dan salah satu penyebutnya merupakan kelipatan penyebut yang lain, dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu kemudian baru dijumlahkan.
c) Memperagakan Pengurangan Pecahan
1. Pengurangan pecahan yang berpenyebut sama Contoh
Diambil
Kesimpulannya : pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dapat dilakukan dengan mengurangkan pembilangnya, sedangkan penyebutnya sama dengan kedua pecahan tersebut.
2. Pengurangan pecahan yang berpenyebut tidak sama Contoh -
Diubah menjadi d
diambil diambil =
sisa
Jadi: - = - = =
B. Penelitian Relevan
Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) yang telah dilaksanakan oleh Ari Fatma tahun 2012 dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Koopeatif Tipe Numbered Head Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Pecahan Di Kelas V SDN 2 Karangnangka, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar
matematika materi pecahan di kelas lima.
Peneliti yang lain dilakukan oleh Septianti Nurjannah tahun 2015 dengan judul Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran tipe Numbered Head Together Menggunakan Media Kartu Bilangan Di Kelas IV SDN 1 Kalialang, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
matematika
C. Kerangka Berpikir
Untuk memberikan ketertarikan dan suasana menyenangkan kepada siswa, maka cara yang dapat ditempuh misalnya dengan mengaktifkan mereka dalam kegiatan pembelajaran matematika secara kelompok, adanya alat peraga dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika, guru yang baik harus menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan. Siswa akan lebih termotivasi dalam pembelajaran matematika apabila penyajiannya baik dan menarik. Dalam hal ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan alat peraga blok pecahan sangat membantu siswa
Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3. Kerangka Berpikir
KONDISI AWAL
Hasil belajar matematika siswa rendah
Tindakan Dalam pembelajaran guru
menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Head Together (NHT) dengan alat
peraga blok pecahan meningkat pada : sikap disiplin dan prestasi
D. Hipotesis Tindakan
Untuk mengatasi masalah yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan penelitian sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan alat peraga blok pecahan
dapat meningkatkan sikap disiplin siswa terhadap mata pelajaran matematika materi pecahan kelas IVB SD Negeri 1 Sambirata.