• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pendidikan Karakter - NUR TRIANA BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pendidikan Karakter - NUR TRIANA BAB II"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter seharusnya sudah ditanamkan sejak dini, dimulai dari lingkungan terdekat yaitu lingkungan keluarga, siswa dapat belajar kerjasama antar anggota keluarga dalam mengerjakan tugas pekerjaan rumah. Pendidikan karakter di lingkungan keluarga juga dapat dibantu oleh orang tua dalam menanamkan karakter religius, kerja keras, jujur, disiplin, mandiri dan tanggung jawab. Pendidikan karakter religius dalam keluarga, orang tua dapat memberikan pengetahuan mengenai agama yang baik sesuai agama yang dianutnya. Pendidikan karakter kerja keras yaitu dengan cara selalu berusaha dalam mengerjakan pekerjaan apa pun.

(2)

Pendidikan karakter sudah diberikan dalam setiap pembelajaran, dalam observasi yang peneliti lakukan pada bulan desember 2015 mendapatkan informasi dari guru kelas 5 pada sekolah yang diteliti yaitu dalam seluruh mata pelajaran guru pasti menyampaikan karakter yang harus ditanamkan, sehingga tidak terpaut pada pelajaran agama saja dalam memberikan pengetahuan mengenai pendidikan karakter. Pendidikan karakter di Indonesia sangatlah penting untuk ditanamkan, karena pendidikan karakter sebagai modal utama pendidikan pada tingkat sekolah dasar. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Samani, 2011:42) adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

(3)

sehari-hari dan dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.

Tujuan pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional dalam Samani (2011:19), pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada,

a. Pendidikan Formal

Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMA/MAK dan perguruan tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atu ekstra-kurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

b. Pendidikan Non formal

Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan.

c. Pendidikan Informal

(4)

Simpulan dari teori di atas yaitu pendidikan karakter sangatlah penting ditanamkan kepada siswa sejak dini, karena pendidikan karakter juga sebagai modal utama dalam proses pendidikan. Guru menanamkan pendidikan karakter pada saat setiap mata pembelajaran. Sehingga siswa tidak hanya menerima materi pelajaran saja akan tetapi dapat menanamkan pendidikan karakter.

2. Karakter Kejujuran

Pendidikan karakter meliputi nilai karakter kejujuran atau jujur. Pendidikan kejujuran harus diterapkan sejak dini atau pendidikan sekolah dasar. Tidak semua orang dapat berkata jujur, sehingga dalam pendidikan harus diterapkannya karakter kejujuran pada siswa.

Terdapat indikator keberhasilan karakter kejujuran menurut Fitri (2012:40) sebagai berikut:

a. Membuat dan mengerjakan tugas secara benar. b. Tidak menyontek atau memberi sontekan. c. Membangun koperasi atau kantin kejujuran. d. Melaporkan kegiatan sekolah secara transparan.

e. Melakukan sistem perekrutan siswa secara benar dan adil.

f. Melakukan sistem penilaian yang akuntabel dan tidak melakukan manipulasi.

(5)

dipercaya oleh orang lain, hendaknya menjaga kepercayaan tersebut karena tidak semua orang dapat dipercaya dan bersikap jujur. Sikap jujur adalah sikap utama yang harus dimiliki setiap orang, diharapkan dapat bersikap jujur dalam berhadapan dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Akan tetapi tidak semua orang dapat berkata dengan jujur. Oleh sebab itu, tidak semua orang memiliki karakter jujur. Jujur harus dimulai dari dirinya sendiri.

Pengertian jujur pada diri sendiri menurut Wijaya (2014:111) adalah sikap memperlakukan diri kita sendiri dengan baik. Jujur pada diri sendiri juga dapat berarti mau membuka diri untuk menerima kritik atau koreksi terhadap diri sendiri, termasuk kesediaan menerima pujian yang diberikan orang lain kepada kita, akan tetapi ada juga sikap tidak jujur yang dapat ditemui pada saat di sekolah atau madrasah bahkan pada perguruan tinggi. Contoh sikap tidak jujur yaitu menyontek atau menyalin jawaban teman untuk diri sendiri.

Perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari menurut Wijaya (2014: 113) meliputi:

a. Jujur di Sekolah

(6)

b. Jujur di Rumah

Apabila siswa diperintah oleh orangtua untuk membeli sesuatu maka kembalian uang dari pembelian harus dikembalikan ke orangtua. Maka siswa tersebut sudah berperilaku jujur.

c. Jujur di Masyarakat

Apabila siswa dimintakan tolong seseorang untuk menunjukkan tempat. Jika siswa tersebut memberikan penjelasan benar, siswa berperilaku jujur.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada sekolah dasar yang ada di daerah purbalingga, terdapat beberapa faktor penyebab anak tidak jujur, antara lain;

a. Kurangnya rasa percaya diri yang ada dalam siswa untuk mengungkapkan perasaan.

b. Sudah terbiasa berbicara tidak jujur dari lingkungan keluarga c. Takut terkena hukuman apabila berkata jujur

d. Takut dimarahi oleh guru atau orang tua apabila berkata jujur e. Diajarkan berbohong oleh orang tua.

3. Menyontek

a. Pengertian Menyontek

(7)

siswa memiliki kebiasaan menyontek yang bermula dari rumah atau keluarga. Terdapat berita pendidikan di majalah Times (London) yang ditulis oleh Gwen Owen dalam (Hartanto, 2012:3) sebagai berikut:

Survey terhadap 2.000 orang ibu yang sebagian besar mengaku bahwa mereka membantu atau mengizinkan anak mereka dibantu dalam menyelesaikan tugas pekerjaan rumah (PR) untuk mendapatkan nilai terbaik. Orang tua tidak menyadari membantu mengerjakan PR tersebut dapat menjadi bumerang bagi anak mereka. Kebiasaan untuk dibantu mengerjakan PR tersebut akan terus melekat dan pada akhirnya membuat kemandirian anak rendah sehingga anak tidak terbiasa dengan tantangan. Hal tersebut ditengarai menjadi perilaku yang mendorong munculnya perilaku menyontek.

Terdapat beberapa pengertian mengenai menyontek yang dikemukakan oleh para ahli. Pengertian menyontek menurut Fatiharifah (2014:135) adalah mencuri informasi dengan cara yang tidak terpuji. Menyontek telah menjadi budaya hampir di setiap jenjang pendidikan. Sehingga budaya menyontek tersebut sangat sulit untuk dihilangkan. Oleh karena itu, sedini mungkin budaya tersebut harus dihilangkan terutama sejak sekolah dasar.

Menurut Delligton (dalam Hartanto, 2012:10) menyontek berarti upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak fair (tidak jujur).

(8)

Kesimpulan dari pengertian di atas, menyontek adalah menyalin informasi dari teman untuk diri sendiri dalam mengerjakan soal atau pada saat ujian untuk mendapatkan nilai yang memuaskan.

Pada dasarnya menyontek dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu menyontek dengan usaha sendiri dengan membuka buku catatan atau membuat berbagai catatan kecil yang ditulis pada kertas kecil, tangan atau tempat lain yang dianggap aman dan tidak diketahui oleh guru atau pengawas. Kategori yang kedua yaitu dengan meminta bantuan teman, misalnya dengan meniru jawaban dari teman atau dengan berkompromi menggunakan berbagai macam kode tertentu, menerima jawaban dari pihak luar dan mencari bocoran soal.

Terdapat Hadits Riwayat Thabrani dan Ibnu Majah mengatakan:َّ “Barang siapa yang menipu kami maka ia bukan

tergolong kami; pembuat makar dan tipu daya akan masuk neraka”.َّ

(9)

b. Faktor Penyebab Menyontek

Setiap siswa pasti mempunyai alasan yang beragam apabila ditanya mengapa menyontek pada saat ulangan. Faktor yang paling penting dalam kasus siswa menyontek karena setiap siswa saling berlomba dalam memperoleh nilai yang tinggi dan siswa takut apabila tidak naik kelas.

Menurut Burshway & Nash, dkk (Hartanto, 2012:37) menjelaskan penyebab individu menyontek:

1) Adanya tekanan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Setiap siswa memiliki keinginan yang sama, yaitu mendapatkan nilai yang baik (tinggi). Keinginan tersebut terkadang membuat siswa menghalalkan segala cara, termasuk dengan menyontek.

2) Keinginan untuk menghindari kegagalan. Ketakutan mendapatkan kegagalan di sekolah merupakan hal yang sering dialami oleh siswa. Kegagalan yang muncul ke dalam bentuk (takut tidak naik kelas, takut mengikuti ulangan susulan) tersebut memicu terjadinya perilaku menyontek.

3) Adanya persepsi bahwa sekolah melakukan hal yang tidak adil. Sekolah dianggap memberikan akses ke siswa-siswi yang cerdas dan berprestasi sehingga siswa-siswi yang memiliki kemampuan menengah merasa tidak diperhatikan dan dilayani dengan baik. 4) Kurangnya waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah. Siswa

(10)

5) Tidak adanya sikap yang menentang perilaku menyotek di sekolah. Perilaku menyontek di sekolah kadang-kadang dianggap sebagai permasalahan yang biasa baik oleh siswa maupun oleh guru. Karena itu, banyak siswa yang memberikan perilaku menyontek atau terkadang justru membantu terjadinya perilaku ini.

Kesimpulan dari faktor penyebab siswa menyontek adalah persaingan dalam memperoleh nilai yang tinggi antara siswa dengan siswa lainnya. Sehingga siswa melakukan apa pun dalam mendapatkan jawaban yang dikiranya benar dan mendapatkan nilai yang bagus.

c. Fenomena Menyontek

Menurut Syahatah (2004:81) fenomena menyontek dalam ujian adalah disebabkan oleh hal-hal berikut:

1) Kualitas keimanan para pelajar dan para pengawas yang lemah, terutama lemahnya kualitas instropeksi diri yang akan melindungi diri seseorang dari berbuat kemungkaran, sebab adanya rasa takut kepada Allah SWT sebagai pengawas baginya, sesuaiَّ denganَّ firmanَّ Allah,َّ “Sesungguhnya Allah selalu

menjaga dan mengawasi kamu.”َّ(An-Nisa’:1)

(11)

mengambil hak-hak pelajar berprestasi, serta bohong dan menipu yang merupakan pencampuradukan antara yang hak dan yang batil

3) Bodoh atau tidak tahu hukum syariat yang berkenaan dengan hukum mencontek, karena mereka beranggapan bahwa hal itu termasuk membantu memberikan pertolongan serta kasih sayang pada mereka.

4) Hilangnya suri teladan. Banyak pelajar yang berpendapat bahwa sebagian guru membolehkan tindakan mencontek, misalnya seorang guru memberikan contekan untuk putra kepala sekolah, untuk putra wakil kepala sekolah, untuk putra rekan sesama pengajar. Terkadang ada juga guru yang memberikan contekan khusus bagi para pelajar yang ikut bimbingan privasi padanya. Ini semua merupakan bentuk suri teladan yang buruk.

5) Hukuman yang ringan bagi pelaku pelanggaran mencontek, bahkan terkadang ada pula orang berpengaruh yang mampu membebaskan pelaku pelnggaran tersebut dari hukuman.

(12)

7) Penguasa telah mempersempit gerak kelompok yang berjuang demiَّ menegakkanَّ amarَّ ma’rufَّ nahiَّ mungkarَّ dan menekan

pemimpin-pemimpin dakwah Islam dalam melaksanakan kewajibab mereka. Kemudian memecat setiap seseorang yang berusaha menentang kerusakan di dunia pendidikan dengan menghukumnya agar menjadi peringatan bagi yang lain serta memberikan julukan extrem dan teroris pada mereka.

8) Sebagian penguasa menyokong putra-putra mereka untuk mencontek, bahkan sebagian mereka mencari sarana resmi atau tidak resmi dalam rangka membantu anaknya. Padahal mereka banyak memberikan semangat dalam setiap ujian dengan ucapan-ucapan selamat dan kata-kata pujian.

9) Merebaknya fenomena belajar privat serta nurani sebagian guru yang telah mati dengan memfasilitasi contekan bagi para pelajar penerima bimbingan privat.

(13)

disimpulkan bahwa penyebab siswa menyontek yaitu berasal dari faktor dari dalam diri sendiri (internal) dan faktor dari luar (eksternal).

d. Bentuk-Bentuk Menyontek dan Pelanggaran Menyontek

Menurut Hetherington and Feldman (dalam Hartanto, 2012:17) mencoba mengelompokkan empat bentuk menyontek, yaitu: individualistic-opportunistic, individualistic-planned, social-active,

and sosial-passive. Individual-oppor-tunisticdapat dimaknai sebagai perilaku dimana siswa mengganti suatu jawaban ketika ujian atau tes sedang berlangsung dengan menggunakan catatan ketika guru keluar dari kelas. Independent-planned dapat diidentifikasi sebagai menggunakan catatan ketika tes atau ujian berlangsung, atau membawa jawaban yang telah lengkap atau dipersiapkan dengan menulisnya terlebih dahulu sebelum berlangsungnya ujian. Ketiga, social-active adalah perilaku menyontek dimana siswa mengopi atau

melihat atau meminta jawaban dari orang lain. Sementara social-passive adalah mengizinkan seseorang melihat atau mengcopi

jawabannya.

Pelanggaran menyontek menurut Syahatah (2004:84) itu bisa terjadi dalam berbagai bentuk, di antaranya sebagai berikut:

1) Seorang pelajar memindahkan informasi contekan pada kertas kecil atau semisalnya.

(14)

jawaban dengan berbagai cara.

3) Seorang pengawas memberikan bantuan kepada para pelajar, baik dalam bentuk membekali mereka buku maupun catatan agar memindahkan jawaban dari sana atau dalam bentuk memberikan jawaban langsung untuk mereka, atau dengan cara membiarkan para pelajar saling bertukar informasi satu sama lain.

4) Soal ujian yang telah bocor kepada sebagian pelajar, baik dengan cara perantara maupun dengan cara lain.

5) Tindakan sekelompok orang dengan mengancam pengawas jika tidak membiarkan para pelajar untuk menyontek.

e. Cara Menangani Siswa Menyontek

(15)

soal sendiri tanpa melihat jawaban dari teman lainnya, walaupun nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan yang siswa inginkan.

Menurut Bergin (dalam Hartanto, 2012:45) memaparkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan menyontek. Yaitu melalui memberi siswa pilihan yang bermakna dalam kegiatan belajar, menggunakan buku teks yang terorganisir dengan baik, dan memberikan bantuan selama proses belajar berlangsung. Terdapat langkah lain yang dapat digunakan dalam menangani perilaku siswa menyontek adalah dengan mengurangi ketidaksiapan siswa dalam mengikuti pelajaran, menghilangkan materi yang mempersulit proses belajar.

Metode islam dalam mengatasi problem menyontek dalam ujian menurut Syahatah (2004: 91) sebagai berikut:

1) Memberikan pelajaran islam kepada para siswa sekaligus menyadarkan siswa bahwa Allah selalu mengawasinya serta memperkuat pedoman agama yang siswa miliki. Peran serta keluarga dan sekolah sangatlah penting,

2) Memberikan pelajaran akhlak kepada siswa, guru, dan semua pihak yang terkait dalam proses belajar mengajar,

(16)

4) Memberikan sanksi yang berat kepada para siswa pencontek dan kepada semua pihak yang berperan membantu dalam kegiatan menyontek.

5) Mengadakan pemeriksaan yang ketat pada para siswa ketika akan memasuki bangku ujian.

Berdasarkan pembahasan terkait dengan bentuk-bentuk menyontek dan pelanggaran menyontek serta cara penanganan kebiasaan siswa menyontek yang telah dibahas. Penelitian yang dilakukan oleh McCabe dkk. (dalam Hartanto, 2012:46) menyatakan bahwa penanganan perilaku menyontek akan lebih efektif apabila dilakukan dalam situasi kelas. Sementara itu McCabe mengungkapkan 10 prinsip yang harus dilakukan dalam menangani masalah menyontek. Prinsip tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.1 :

Tabel 2.1. Prinsip Penanganan Menyontek

No Prinsip

1. Memberikan penegasan atau penguatan tentang pentingnya integritas akademik

2. Mendorong kecintaan belajar

3. Memperlakukan siswa sebagai diri mereka sendiri

4. Membantu terciptanya perkembangan lingkungan yang saling percaya

5. Mendorong tanggung jawab siswa dalam meraih integritas akademik

6. Melakukan klarifikasi atas harapan siswa

7. Membuat atau menciptakan bentuk tes yang adil dan relevan

8. Mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakjujuran akademik

9. Melawan ketidakjujuran akademik yang terjadi

(17)

Berdasarkan tabel prinsip penanganan mencontek yang dinyatakan oleh McCabe dkk. (dalam Hartanto, 2012:46) di atas. Prinsip tersebut didukung dan dapat di padukan dengan cara penanganan kebiasaan menyontek siswa menurut Bergin (dalam Hartanto, 2012:45) memaparkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan menyontek seperti melalui memberi siswa pilihan yang bermakna dalam kegiatan belajar, menggunakan buku teks yang terorganisir dengan baik, dan memberikan bantuan selama proses belajar berlangsung. Cara penanganan tersebut dapat lebih dikuatkan melalui metode islam yang diungkapkan oleh Syahatah (2004:91) pada pembahasan sebelumnya sebagai solusi dalam mengatasi problematika karakter kejujuran siswa dalam kehidupan sehari-hari dan kebiasaan menyontek siswa ketika menghadapai soal ulangan ataupun ujian.

4. Bimbingan Belajar

(18)

konseling karena sangat membantu dalam:

a. Menemukan dan menentukan tujuan program bimbingan dan konseling di sekolah dasar,

b. Menentukan kapan waktu upaya bimbingan dapat dilakukan.

Bimbingan dan konseling sangatlah diperlukan dalam pendidikan, apabila tidak adanya bimbingan dan konseling di sekolah maka siswa tersebut tidak mengetahui apa kesalahan yang telah siswa lakukan. Bimbingan dan konseling yang ada di sekolah, siswa diberi saran dan arahan dari guru maupun dari pihak sekolah agar dapat memperbaiki kesalahannya dan siswa juga dapat diberi arahan untuk kedepannya yang lebih baik lagi dan diharapkan tidak melakukan hal-hal yang dapat melanggar peraturan di sekolah.

Menurut Sukmadinata (2009 : 237) tujuan jangka panjang dari program bimbingan ini adalah agar siswa di sekolah mencapai perkembangan yang optimal, yaitu perkembangan yang setinggi-tingginya sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tujuan-tujuan yang lebih dekat untuk mencapai tujuan tersebut adalah:

a. Pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, tentang lingkungannya dan tentang arah perkembangan dirinya

b. Memiliki kemampuan dalam memilih dan menentukan arah perkembangan dirinya, mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya dan bagi lingkungannya.

(19)

lingkungannya

d. Memiliki produktivitas dan kesejahteraan hidup.

Terdapat jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar menurut Nurihsan (2007:53) sebagai berikut:

a. Layanan orientasi.

Pada layanan orientasi ditujukan untuk siswa baru guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasuki. Hasil yang diharapkan dari layanan orientasi ialah dipermudahnya penyesuaian siswa terhadap pola kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan kegiatan di sekolah lain yang mendukung keberhasilan siswa.

b. Layanan informasi.

Layanan informasi bertujuan untuk membekali siswa dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenali diri, merencanakan, dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat. Layanan informasi digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kegiatan dan prestasi belajar, mengembangkan cita-cita.

c. Layanan penempatan dan penyaluran.

(20)

duduk dalam kelas, kelompok belajar, kegiatan ekstrakulikuler, serta kegiatan lainnya sesuai dengan kondisi fisik dan psikisnya.

d. Layanan pembelajaran.

Layanan pembelajaran dimaksudkan untuk memungkinkan siswa memahami serta mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar siswa yang baik, keterampilan dan materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya.

e. Layanan konseling perorangan.

Dalam layanan ini siswa mendapatkan layanan langsung secara tatap muka dengan guru kelas atau pembimbing dalam pembahasan dan pengentasan permasalahannya.

f. Layanan bimbingan kelompok.

Pada layanan ini dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat.

(21)

bertanya kepada guru sehingga siswa kurang memahami pelajaran berikutnya.

5. Bimbingan Belajar di Sekolah

Bimbingan di sekolah menurut Sukardi (2008:7) mempunyai beberapa fungsi yaitu:

a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan siswa.

b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya siswa dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.

c. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh siswa.

d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif siswa dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

(22)

bagaimana siswa memberi arti (makna) pada setiap kejadian, masalah, dan situasi yang dihadapi. Alasan yang mendukung penggunaan konseling kognitif perilaku dalam menangani masalah ini melibatkan sejumlah faktor, yaitu: Pertama, kecemasan yang berlebihan berasal dari adanya ketidaksesuaian lingkungan dan kondisi individu. Kedua, dalam setting ini terdapat berinteraksi dengan sebayanya (sebagai contoh: berlatih membangun hubungan, melatih pengendalian diri, yang terkait dengan keyakinan diri).

Bimbingan dan konseling dilakukan oleh guru kelas masing-masing, guru kelas juga mengetahui setiap perkembangan yang ada di dalam lingkungan kelas. Guru memberikan bimbingan dan konseling mengenai menyontek dengan secara khusus, layanan bimbingan di sekolah dasar bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi sosial, pendidikan dan karier sesuai dengan tuntutan lingkungan menurut Depdikbud (dalam Setiawati, 2008:11) antara lain;

Dalam aspek perkembangan pribadi sosial, layanan bimbingan membantu siswa agar dapat:

a. Memiliki pemahaman diri b. Mengembangkan sikap positif

c. Membuat pilihan kegiatan secara sehat d. Mampu menghargai orang lain

(23)

Dalam aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan membantu murid agar dapat:

a. Melaksanakan cara-cara belajar yang benar b. Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan

c. Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai bakat dan kemampuannya

d. Memiliki keterampilan untuk menghadapi ujian.

Prinsip-prinsipp bimbingan belajar menurut Sukmadinata (2009:241) menjelaskan bahwa tugas guru di sekolah banyak sekali. Guru harus membuat perencanaan pengajaran yang sistematis, terperinci untuk setiap pelajaran yang akan diberikan pada siswa. Berdasarkan rencana tersebut guru melaksanakan pengajaran dan membuat evaluasi atas prosses dan hasil pengajaran yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan pengajaran tugas guru bukan hanya memberikan pelajaran saja tetapi juga harus memberikan bimbingan belajar kepada para siswa yang lambat agar perkembangannya sajajar dengan yang lain.

Dalam memberikan bimbingan belajar guru hendaknya memperhatikan beberapa prinsip diantaranya yaitu:

(24)

b. Sebelum memberikan bantuan, guru terlebih dahulu harus berusaha memahami kesulitan yang dihadapi siswa, meneliti faktor-faktor yang melatarbelakangi kesulitan tersebut. Setiap masalah atau kesulitan mempunyai latarbelakang tertentu yang berbeda dengan masalah lain atau pada siswa yang lainnya.

c. Bimbingan belajar yang diberikan guru hendaknya disesuaikan dengan masalah serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Terdapat keterkaitan antara masalah dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya, bantuan hendaknya disesuaikan dengan jenis masalah serta tingkat kerumitan masalah.

d. Bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik yang bervariasi. Karena perbedaan individual siswa, perbedaan jenis dan kerumitan masalah yang dihadapi siswa, perbedaan individual guru serta kondisi sesaat, maka dalam memberikan bimbingan belajar guru hendaknya menggunakan teknik bimbingan yang bervariasi.

e. Dalam memberikan bimbingan belajar hendaknya guru bekerja sama dengan staf sekolah yang lain. Bimbingan belajar merupakan tanggung jawab semua guru serta staf sekolah lainnya. Agar bimbingan berjalan efisien dan efektif diperlukan kerjasama yang harmonis antara semua staf sekolah dalam membantu mengatasi kesulitan siswa.

(25)

dari tanggung jawabnya kepada sekolah, tetapi tidak berarti mereka lepas sama sekali dari tanggung jawab tersebut. Orang tua dituntut untuk memberikan bimbingan belajar di rumah. Agar ada keserasian antara bimbingan yang diberikan guru di sekolah dengan orang tua di rumah maka diperlukan kerjasama antara kedua pihak.

g. Bimbingan belajar dapat diberikan dalam situasi belajar di kelas, di laboratorium dan sebagainya atau dalam situasi-situasi khusus (konsultasi) baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bimbingan belajar diberikan pada saat pelajaran berlangsung yaitu saat mengerjakan tugas-tugas atau latihan, saat diskusi kelas, praktik dan lain sebagainya. Bimbingan juga dapat diberikan di luar jam pelajaran, sebelum pelajaran dimulai, setelah pelajaran selesai atau sore hari, di sekolah atau di rumah.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan salah satu referensi untuk menunjukkan bahwa topik penelitian ini menarik dijadikan sebagai penelitian, namun tidak memiliki kesamaan pada penelitian yang sudah dilakukan, sehingga dapat menambah pembahasan mengenai studi kasus siswa menyontek di sekolah dasar, penelitian yang relevan dilakukan oleh:

1. Maria Luisa Famese dkk 2011 dengan judul “Cheating Behaviors in

Academic Context: Does Academic Moral Disengagement

Matter”`Penelitian ini menyimpulkan bahwa ternyata nilai moral atau

(26)

tindakan. Rendahnya nilai kejujuran yang dimiliki siswa hal tersebut dapat mempengaruhi siswa melakukan tindakan menyontek.

2. Mujahidahَّ 2009َّ halamanَّ 177َّ tentangَّ “Perilakuَّ Menyontek Laki-Laki Danَّ Perempuan:َّ Studiَّ Metaَّ Analisis”.َّ Penelitianَّ iniَّ menyimpulkanَّ

bahwa faktor jenis kelamin berperan dalam perilaku menyontek. Artinya bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam praktik menyontek.

3. Kris Pujiatni dan Sri Lestari 2010 halaman 103 tentangَّ“StudiَّKualitatifَّ PengalamanَّMenyontekَّpadaَّMahasiswa”.َّPenelitianَّiniَّmenyimpulkanَّ

bahwa perilaku menyontek pada mahasiswa menggambarkan mental mahasiswa yang kurang sehat yang dicirikan oleh sikap tidak realistik terhadap kenyataan yang benar, penerimaan diri yang kurang positif dan kurang kreatif. Perilaku menyontek juga menjadi bukti terjadinya peregangan moral pada mahasiswa sebagai akibat dari lemahnya internalisasi nilai-nilai kejujuran dan belum berfungsi sanksi diri.

C. Kerangka Pikir

(27)

Gambar 2.1.

Kerangka Pikir Penanaman Pendidikan Karakter Kejujuran melalui Bimbingan dalam Penanganan Kebiasaan Menyontek di Sekolah Dasar

Latar belakang dari adanya pendidikan karakter di sekolah dasar khususnya karakter kejujuran siswa yang sekarang ini mengalami kelemahan sehingga membutuhkan adanya tindakan berupa bimbingan. Karakter kejujuran siswa yang telihat semakin melemah saat ini menjadi salah satu faktor penyebab siswa melakukan tindakan menyontek. Menyontek sendiri merupakan tindakan curang yang seharusnya dihindari oleh siswa karena akan merugikan diri siswa sendiri. Perilaku menyontek biasanya muncul karena adanya beberapa faktor diantaranya yaitu kemampuan siswa yang kurang dalam memahami materi pembelajaran yang disampaikan guru, kemudian adanya kesempatan seperti kurangnya pengawasan guru terhadap siswa ketika mengerjakan soal tes maupun ujian, serta memang adanya kemauan niat atau perilaku negatif dari diri siswa yang dengan sadar melakukan tindakan menyontek tersebut.

Pendidikan Karakter

Kebiasaan Menyontek Karakter Kejujuran

Gambar

Tabel 2.1. Prinsip Penanganan Menyontek
tabel prinsip
Gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Regulasi • Belum adanya national policy yang terintegrasi di sektor logistik, regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral dan law enforcement lemah.. Kelembagaan

dalam catatan rujukan (CK,DP, CDK, dan DR).. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya perkawinan yang didahului kehamilan karena zina sebelumnya. Persoalan yang muncul adalah

Pemeriksaan data dilakukan dengan cara trianggulasi data dan trianggulasi metode, dengan model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model Context, Input, Process, Product

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian yang terkait dengan judul “ Pengaruh Gaya Hidup

tentang manfaat sekolah dengan minat belajar pada siswa kelas X SMK Abdi Negara Binjai. Hasil penelitian dilakukan menggunakan SPSS Version 20.0. HASIL DAN PEMBAHASAN

Administrator adalah pengguna yang dipercaya untuk mengelola data master seperti data operator, biaya kendaraan, parkir gratis, slot parkir, parkir keluar, dan

Tidak dilakukan proses hardening sama sekali, dengan kata lain material berada dalam kondisi as anneal karena AISI 4140 bila sudah di (Hardening dan Tempering) disuplai dengan

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon