• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI SEDIMEN LAUT PERAIRAN TELUK JAKARTA SEBAGAI SUBSTRAT SEDIMENT MICROBIAL FUEL CELL. Fitriani Idham C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI SEDIMEN LAUT PERAIRAN TELUK JAKARTA SEBAGAI SUBSTRAT SEDIMENT MICROBIAL FUEL CELL. Fitriani Idham C"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI SEDIMEN LAUT PERAIRAN TELUK JAKARTA

SEBAGAI SUBSTRAT SEDIMENT MICROBIAL FUEL CELL

Fitriani Idham

C34053096

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

FITRIANI IDHAM. C34053096. Potensi Sedimen Laut Perairan Teluk Jakarta sebagai Substrat Sediment Microbial Fuel Cell. Dibimbing oleh BAMBANG RIYANTO dan NISA RACHMANIA MUBARIK.

Sedimen laut merupakan bagian dari sumber daya kelautan yang sangat besar bahkan memiliki peran penting dalam siklus karbon dan nutrien bagi kehidupan di dunia. Sedimen laut mengandung mikroorganisme yang berpotensi

untuk dimanfaatkan dalam teknologi berbasis microbial fuel cell (MFC). MFC

merupakan salah satu cara untuk memproduksi energi secara berkesinambungan dalam bentuk listrik dari bahan-bahan yang dapat didegradasi dengan bantuan

reaksi katalitik dari mikroorganisme. Sediment microbial fuel cell (SMFC)

merupakan salah satu bentuk dari biological fuel celldan merupakan turunan dari

microbial fuel cell (MFC). Potensi yang besar akan kandungan bahan organik pada sedimen perairan atau laut di Indonesia yang beriklim tropis dapat menjadikan pengembangan SMFC laut tropis menjadi salah satu alternatif teknologi yang menjanjikan. Mengingat begitu luas dan kompleknya permasalahan laut di Indonesia, perlu adanya kombinasi kajian awal yang tepat dalam menentukan karakteristik sedimen, potensi energi yang dihasilkan, dan pemilihan bentuk serta jenis mikroorganisme SMFC yang akan dikembangkan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk (1) mengetahui karakteristik sedimen laut yang berasal dari Teluk Jakarta, (2) mengetahui jumlah arus listrik (dalam bentuk

konversi current density) yang dapat dihasilkan melalui SMFC yang berasal dari

sedimen laut Teluk Jakarta, dan (3) mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri pada anoda SMFC yang berasal dari sedimen laut Teluk Jakarta.

Metode penelitian ini dibagi menjadi tujuh tahap, yaitu (1) karakterisasi sedimen laut Teluk Jakarta, (2) pembuatan rangkaian SMFC, (3) pengukuran arus listrik, (4) karakterisasi substrat SMFC, (5) isolasi bakteri dari anoda SMFC, (6) karakterisasi bakteri dari anoda SMFC, dan (7) identifikasi bakteri.

Sedimen Laut Teluk Jakarta memiliki karakteristik yang meliputi tekstur silty clay loam, karbon organik sebesar 2,19 %, nitrogen total 0,19 %, dan fosfor tersedia 128 ppm. Penggunaan SMFC menyebabkan perubahan pada karakteristik sedimen laut (substrat SMFC). Substrat SMFC memiliki kandungan karbon organik sebesar 1,88 %, nitrogen total 0,15 %, dan fosfor tersedia 88 ppm. Arus

listrik yang dihasilkan oleh sediment microbial fuel cell (SMFC) dengan

menggunakan resistor tetap bernilai 820 Ω ± 5 % mencapai puncak produksi arus

listrik pada hari ke-21, yaitu 139,51 mA/m2. Bakteri yang dapat dikulturkan dari

anoda SMFC diperoleh sebanyak 3 isolat bakteri, yaitu isolat m2, m5, dan m6.

Hasil identifikasi bakteri berdasarkan uji morfologi, fisiologi, dan kit MicrogenTM

GN-Identification menunjukkan bahwa isolat m2 diduga memiliki ciri-ciri

mendekati Aeromonas hydrophila, isolat m5 mirip Acinetobacter sp., dan isolat

(3)

POTENSI SEDIMEN LAUT PERAIRAN TELUK JAKARTA

SEBAGAI SUBSTRAT SEDIMENT MICROBIAL FUEL CELL

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Fitriani Idham C34053096

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(4)

Nama : Fitriani Idham

NRP : C34053096

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Bambang Riyanto, S.Pi., M.Si) (Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si)

NIP. 19690603 199802 1 001 NIP. 19671127 199302 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

(Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phil) NIP. 19580511 198503 1 002

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Potensi Sedimen Laut

Perairan Teluk Jakarta sebagai Substrat Sediment Microbial Fuel Cell adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2010

(Fitriani Idham) NRP. C34053096

(6)

Alhamdulilah, segala puji syukur penulis berikan kepada Allah SWT atas segala karunia, petunjuk, kelancaran serta kemudahan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian berlangsung sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Potensi Sedimen Laut Perairan Teluk Jakarta sebagai

Substrat Sediment Microbial Fuel Cell”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa selama penyelesaian skripsi ini penulis mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah bersedia membantu, diantaranya adalah:

1. Bapak Bambang Riyanto, S.Pi., M.Si dan Ibu Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si sebagai dosen pembimbing yang tidak henti-hentinya memberikan masukan, motivasi, dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Ibu Ir. Iriani Setyaningsih, MS. selaku dosen penguji yang selalu memberi pengarahan dan motivasi agar penulis menyelesaikan skripsinya dengan baik. 3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M. Phil selaku Ketua Departemen

Teknologi Hasil Perairan.

4. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl Biol sebagai komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5. Ayahanda H. Idham dan Ibunda Nurhidayati, serta seluruh keluarga yang berada di Bontang dan Sangatta, terima kasih atas segala doa yang tidak terputus dan dukungan baik materil maupun moril sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan di IPB.

6. Dosen dan Staf THP, Laboran THP (Ibu Ema, Rita, dan Mas Ipul) dan Laboran Mikrobiologi Biologi (Ibu Heni dan Pak Jaka) atas bantuan dan kerjasama selama penelitian berlangsung.

(7)

v

7. Saudara-saudaraku tersayang Luqman Hakim Idham, Kurniawati Idham, M. Lutfi Idham, dan M. Farid Rizky atas doa, kasih sayang, dan dukungannya selama ini.

8. Teman-teman satu bimbingan Sofia Halimi dan Fathu Rahman Hadi yang telah menjadi sahabat setia dalam segala suka dan duka selama pengerjaan dan penulisan skripsi ini.

9. Juning Tyas Anwar, Binanga P Dini H, Komalasari, Lili Handayani, Ian Pranita, Lina Karlina, Sri Maria, Wina Sundari, Galih Eka P, Sofya serta teman-teman Perwira 100 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan kesediannya menemani, mendengarkan, dan memberikan banyak bantuan kepada penulis.

10. Marcha Roseta, Siti Mirza, Choridatul Jannah, Riska Istiqomah, Brinaho FI, Febriyanto, Rinto, M. Irfan, Bayu, Yuanita A, Anggi, Adrian, Ary, Tia, Ika Zaharani Y, Melda, Uzainah A, Ulfa, Fahrulsyah, Erdita, Tika, Stefanus, dan semua teman-teman THP lainnya atas segala canda dan tawa selama empat tahun terakhir ini.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala bantuan dan doa yang telah diberikan kepada penulis.

Bogor, Juni 2010

(8)

Penulis memiliki nama lengkap Fitriani Idham, dilahirkan di Bontang, 17 Agustus 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Idham dan Ibu Nurhidayati. Penulis mengawali pendidikan formal tahun 1993 di SD Islam Yabis Bontang, kemudian pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) YPK Bontang dan Sekolah Menengah Umum (SMU) YPK Bontang pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2006 diterima pada Mayor Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi dan kepanitian. Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain: Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM-KM) periode 2005-2006, Aquaculture Product Science Club(APSC) yang

merupakan klub milik Himpunan Mahasiswa Hasil Perairan (HIMASILKAN) pada periode 2006-2007. Kegiatan kepanitian yang pernah diikuti antara lain, panitia Gemar Makan Ikan (GMI) tahun 2007, panitia Bina Desa FPIK dan kegiatan lainnya. Penulis juga pernah tercatat sebagai asisten mata kuliah Diversifikasi Produk Hasil Perairan, Hasil Samping dan Limbah Hasil Perairan, dan Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun 2008.

Penulis juga aktif mengikuti penulisan karya ilmiah dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), yaitu Fortifikasi Protein Tepung Ikan pada Weaning Food Instan Berbahan Tepung Maizena sebagai Alternatif MP-ASI Lokal (2008), Pelatihan Petanian Modern untuk Menciptakan Karakter Unggulan Insan Pesantren di Pesantren Darul Fallah, Ciampea, Bogor (2008), Alternatif

Baru Sumber Serat Kertas Air Filter Kendaraan Bermotor (2008), Inovasi Produk

Kreatif Mainan untuk pendidikan Anak-Anak Usia Dini dari Aneka Kulit Ikan Tersamak sebagai Bentuk Percontohan Pemberdayaan Wanita Nelayan di Desa Eretan Kulon, Indramayu (2008), Alternatif Baru Sumber Pembangkit Listrik

dengan Menggunakan Sedimen Laut Tropika Melalui Teknologi Microbial Fuel

Cell (2009), Isolasi dan Karakteristisasi Jenis Mikroorganisme pada Anoda

Sediment Microbial Fuell Cell (SMFC) sebagai Alternatif Bioremediasi terhadap Sedimen Laut (2009), Pengembangan Industri Pemurnian Enzim Protease dari Jeroan Ikan Tuna dengan Teknologi Membran Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis

(2009), dan Sediment Microbial Fuel Cell (SMFC) sebagai Teknologi Baru

(9)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Sedimen Laut... 4 2.2 Energi Alternatif... 5

2.3Sedimen Microbial Fuel Cell(SMFC) ... 6

2.4 Isolasi Bakteri... 7

2.5 Identifikasi Bakteri ... 9

3 METODOLOGI 11

3.1 Waktu dan Tempat ... 11

3.2 Bahan dan Alat ... 11

3.3 Metode Penelitian... 12

3.3.1 Karakterisasi Sedimen Laut Teluk Jakarta... 12

3.3.2 Pembuatan Rangkaian SMFC ... 13

3.3.3 Pengukuran Arus Listrik dengan Multitester ... 14

3.3.4 Karakterisasi Substrat SMFC... 14

3.3.5 Pengisolasian Bakteri pada Anoda SMFC ... 15

3.3.6 Karakterisasi Bakteri pada Anoda SMFC... 17

3.3.7 Identifikasi Bakteri pada Anoda SMFC... 17

3.4 Prosedur Pengujian... 17

3.4.1 Penentuan Tekstur Tanah dengan Metode Pipet (Sudjadi et al. 1971) ... 18

3.4.2 Pengukuran pH (Rayment & Hingginson 1992) ... 19

3.4.3 Pengukuran Daya Hantar Listrik (Rayment & Hingginson 1992) ... 19

3.4.4 Penetapan C-organik metode Walkey & Black (Rayment & Hingginson 1992) ... 19

3.4.5 Penetapan N metode Kjeldhal (Burt 2004) ... 20

3.4.6 Penetapan P-tersedia metode Olsen (Watanabe & Olsen 1965) ... 21

3.4.7 Penetapan Kapasitas Tukar Kation (Burt 2004)... 21

(10)

viii

3.4.11 Uji Katalase (Harley & Prescott 2002)... 23

3.4.12 Uji Motilitas (Harley & Prescott 2002) ... 23

3.4.13 Uji MicrogenTMGN-ID Identification... 23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25

4.1 Karakterisasi Sedimen Laut Teluk Jakarta... 25

4.2 Produksi Arus pada Sediment Microbial Fuel Cell(SMFC) ... 26

4.3 Karakteristik Substrat SMFC ... 28

4.4 Isolasi Bakteri pada SMFC... 30

4.5 Karakterisasi Isolat Bakteri ... 31

4.6 Identifikasi Bakteri ... 34

4.7 MicrogenTMGN-ID Identification... 37

5 KESIMPULAN DAN SARAN 40

5.1 Kesimpulan... 40

5.2 Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA... 41

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Karakteristik sedimen laut Teluk Jakarta dibandingkan data yang lain. 25 2 Karakteristik substrat SMFC dari sedimen laut Teluk Jakarta

dibandingkan data yang lain... 29 3 Bentuk morfologi koloni dan sel isolat m2, m5, dan m6 ... 31 4 Hasil pengujian fisiologi isolat m2, m5, dan m6... 38

(12)

Halaman 1 Perbandingan kandungan bahan organik sebagai fungsi kedalaman

sedimen dan kandungan mineral (Emerson & Hedges 2008). ... 4

2 Model produksi listrik MFC pada sedimen laut (Lovley 2006)... 7

3 Susunan SMFC... 14

4 Isolasi dengan metode cawan gores (Benson 2001)... 16

5 Produksi arus listrik SMFC. ... 27

6 Produksi arus listrik pada sedimen hidup dan sedimen steril yang dilakukan Holmes et al.(2004). ... 28

7 Reaksi-reaksi dalam SMFC (Bond et al. 2002). ... 29

8 Mekanisme transfer elektron (Rosenbaum et al. 2006) ... 30

9 Pertumbuhan isolat m2, m5, dan m6 pada media APW modifikasi... 31

10 Bentuk sel dan hasil pewarnaan Gram isolat: (a) m2, (b) m5, dan (c) m6 pada perbesaran mikroskop 1000 x. ... 32

11 Pewarnaan endospora pada isolat m6 pada perbesaran mikroskop 1000 x. ... 33

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kondisi perairan Teluk Jakarta dan proses pengambilan sedimen... 47 2 Peralatan yang digunakan dan perangkaian SMFC... 48 3 Pengukuran arus listrik dan kondisi SMFC... 49 4 Pengujian fisiologi isolat m2, m5, dan m6 dengan menggunakan kit

MicrogenTMGN-ID Identification... 50

5 Data pengukuran arus listrik (dalam mA/m2)... 51

6 Klasifikasi bakteri teridentifikasi ... 52

7 Analisis hasil pengujian sifat fisiologi dengan software

(14)

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan energi terbarukan dalam menggantikan bahan bakar fosil sudah menjadi pemikiran besar sejak tahun 1970 saat krisis energi di dunia ini berlangsung. Peranan ini menjadi sangat penting, terlebih dengan makin besarnya kadar emisi gas buang kendaraan bermotor yang mencapai sekitar 3 juta ton karbondioksida ke udara pada setiap tahunnya serta memberikan dampak yang

besar terhadap perubahan iklim global (U.S. Energy Information

Administration 2010). Berbagai sumber energi terbarukan telah dikembangkan, antara lain pemanfaatan energi matahari, tenaga angin, gelombang air laut, tenaga

nuklir (Turner 1999, Mason et al. 2010), dan berbagai sumber biomassa

(Berndes et al. 2003).

Microbial fuel cell (MFC) dikenal sebagai teknologi yang dapat menghasilkan energi listrik yang terbarukan, melalui proses degradasi bahan organik oleh mikroorganisme dengan reaksi katalitik (Logan 2008). Berbagai mikroorganisme berperan dalam MFC, baik yang bersifat aerob, anaerob fakultatif maupun anaerob obligat. MFC mempunyai berbagai kelebihan seperti efisiensi yang tinggi, kondisi operasi yang lunak, tidak dibutuhkannya energi input, dan dapat diaplikasikan pada berbagai tempat yang memiliki infrastruktur listrik yang kurang (Rabaey & Verstraete 2005).

Sediment microbial fuel cell (SMFC) merupakan turunan dari MFC. SMFC memanfaatkan mikroorganisme yang terdapat pada sedimen untuk mendegradasi bahan organik. Populasi alami mikroorganisme pada sedimen

anoksik juga dapat berperan pada proses transfer elektron

(Rabaey & Verstraete 2005). Berbagai jenis sedimen telah dicobakan dalam pengembangan SMFC ini, antara lain sedimen estuaria dari dekat Pantai Raritan

USA dan sedimen rawa asin dari Tuckerton USA (Reimers et al. 2001), sedimen

dari Danau Ilgam Seoul (Hong et al. 2008), sedimen dari Sungai Gongji

(Hong et al. 2009a), sedimen dari Danau Sihwa (Hong et al. 2009b), sedimen

(15)

2

(Mohan et al. 2009), serta sedimen laut dari Pelabuhan Boston

(Holmes et al. 2004).

Bagian utama rangkaian MFC dan SMFC umumnya terdiri atas anoda,

katoda, dan peralatan elektronik (Holmes et al. 2004). Berbagai bahan anoda yang

telah dicobakan pada MFC ialah stainless steel (Dumas et al. 2007), platina

(Schroder 2007), dan perak (Liu & Mattiasson 2002). Namun SMFC umumnya menggunakan karbon sebagai bahan anoda, karena bahan tersebut cocok untuk pertumbuhan bakteri, mudah dihubungkan dengan kabel dan harganya yang relatif

murah (Logan 2008, Scott et al. 2008). Posisi anoda biasanya ditanam dalam

sedimen, selanjutnya memanfaatkan mikroorganisme yang terdapat di dalamnya. Berbagai mikroorganisme yang diduga memanfaatkan dan banyak ditemukan pada anoda SMFC pada sedimen laut dari Pelabuhan Boston antara lain Geobacter chapelleii, Desulfuromonas acetoxidans, dan Geothrix fermentens

(Holmes et al. 2004). Mikroorganisme tersebut mengoksidasi bahan organik

kompleks pada sedimen sehingga mereduksi Fe (III) dan Mn (IV), serta menghasilkan produk fermentasi yang umumnya berupa asetat dan elektron. Elektron yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik akibat beda potensial yang terjadi, sehingga elektron tersebut dapat mengalir dari bagian anoda ke katoda. Elektron yang terdapat bagian katoda yang berada di atas sedimen selanjutnya bereaksi dengan oksigen membentuk air (Lovley 2006).

Sedimen laut diketahui memiliki peranan yang besar sebagai sumber bahan organik bagi berbagai kehidupan vegetasi laut, seperti mangrove, rumput

laut, dan padang lamun. Rochelle et al. (1994) bahkan menyatakan bahwa

sedimen laut memiliki peranan penting dalam siklus karbon dan nutrien bagi

kehidupan di dunia. Berdasarkan penelitian Ryckelyck et al. (2005) dan

Hong et al. (2009a), sedimen laut mengandung berbagai macam unsur bahan

organik yang tinggi dan kompleks dengan kandungan mencapai 0,5–20 % berat kering. Selanjutnya Gray dan Elliott (2009) melaporkan bahwa berbagai organisme dapat hidup pada sedimen laut ini, organisme tersebut terdiri dari jenis

diatom, khamir, dan berbagai jenis bakteri. Adapun Reimers et al. (2001)

(16)

sumber dari energi terbarukan dengan teknologi berbasis microbial fuel cell (MFC).

Jumlah bahan organik yang cukup besar dan suplai yang konstan pada sedimen laut tersebut menjadikan sedimen laut memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan bagi masyarakat dunia. Pemanfaatan sedimen laut dalam teknologi SMFC diharapkan dapat menjadi solusi krisis energi. Selain itu, mekanismenya yang relatif sederhana memungkinkan SMFC juga menjadi alternatif teknologi baru yang meminimalkan polusi sehingga tidak merusak lingkungan, seperti pada bahan bakar fosil yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global (Logan 2008).

Potensi yang besar akan kandungan bahan organik pada sedimen perairan atau laut di Indonesia yang beriklim tropis dapat menjadikan pengembangan SMFC laut tropis menjadi salah satu alternatif teknologi yang menjanjikan. Namun permasalahan laut di Indonesia begitu luas dan kompleknya, sehingga perlu adanya kombinasi kajian awal yang tepat dalam menentukan pemilihan bentuk dan jenis mikroorganisme SMFC yang akan dikembangkan.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui karakteristik sedimen laut yang berasal dari Teluk Jakarta.

2. Mengetahui jumlah arus listrik (dalam bentuk konversi current density) yang

dapat dihasilkan melalui SMFC yang berasal dari sedimen laut Teluk Jakarta. 3. Mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri pada anoda SMFC yang berasal

(17)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Laut

Sedimen merupakan partikel batuan, mineral, atau bahan organik yang terbentuk akibat proses pengendapan melalui perantara angin, air atau es (Gray & Elliot 2009). Menurut Jorgensen (1983), 5 sampai 10 milyar ton partikel bahan organik tenggelam dalam laut dunia dan terakumulasi sebagai sedimen. Sedimen laut menutupi 70% permukaan bumi dan berperan penting dalam siklus

karbon dan nutrien bagi kehidupan di dunia ini (Rochelle et al. 1994).

Menurut Hedges & Oades (1997), permukaan sedimen laut pada umumnya mengandung akumulasi bahan organik sebesar 0,1-10 %, sedangkan

Reimers et al. (2001) melaporkan bahwa sedimen dasar benua (<1000 m)

memiliki kandungan karbon organik sebesar 2-3% (bobot kering). Berdasarkan laporan Emerson & Hedges (2008) menunjukkan bahwa kecepatan sedimentasi bahan organik sangat dipengaruhi oleh kandungan dalam bahan organik itu sendiri. Bahan organik yang mengandung mineral akan lebih cepat tersedimentasi dibandingkan bahan organik yang tidak mengandung mineral (Gambar 1).

Gambar 1 Perbandingan kandungan bahan organik sebagai fungsi kedalaman sedimen dan kandungan mineral (Emerson & Hedges 2008).

(18)

Secara lengkap Hedges & Oades (1997) menyatakan bahwa sedimen laut

memiliki kandungan Na+, Ca2+, dan Mg2+ yang sangat tinggi dengan pH berkisar

antara 7-8. Mucci et al. (2000) juga melaporkan bahwa sedimen laut pada

kedalaman 0,56-0,59 m memiliki kandungan karbon organik sebesar 4,69 % bobot kering, fosfor 38 ppm, dan arsenik 29 mmol/gram.

Selain mengandung bahan organik, laut juga memiliki bakteri yang terdiri dari bakteri autotropik dan heterotopik. Konsentrasi bakteri pada air laut adalah

105sampai 107sel/cm3dengan konsentrasi tertinggi pada permukaan laut. Bakteri

heterotropik yang berada pada laut hidup sebagai individu pada air laut dan menempel pada permukaan partikel dan sedimen. Bakteri ini mengonsumsi bahan organik terlarut karena tidak mempunyai alat selain membran yang dapat memasukkan nutrien terlarut yang melaluinya. Beberapa bakteri menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi molekul berukuran besar sehingga dapat melalui dinding sel. Pada zona eufotik, bakteri heterotropik berperan penting dalam daur bahan organik. Sedangkan di bawah daerah eufotik dan pada sedimen, bakteri heterotropik bersama hewan berukuran besar bertanggung jawab terhadap berbagai jenis respirasi bahan organik (Emerson & Hedges 2008).

2.2 Energi Alternatif

Konsumsi energi dunia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu 406 quadrillion Btu pada tahun 2000 menjadi 500 quadrillion Btu pada

tahun 2010 (U.S. Energy Information Administration2010). Menurut U.S. Energy

Information Administration (2010), konsumsi energi dunia sebagian besar berasal dari bahan bakar minyak yaitu 34,57%, kemudian diikuti gas alam 23,45%, batu bara 26,04%, nuklir 5,53% dan bahan bakar terbarukan 10,41%. Peningkatan kebutuhan akan bahan bakar fosil ini serta keterbatasan terhadap cadangan persediaan sumber minyak bumi dunia menyebabkan krisis energi dunia menjadi cepat berlangsung. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama juga merupakan salah satu faktor utama makin meningkatnya kadar gas karbondioksida di udara yang menyebabkan timbulnya pemanasan global (Logan 2008).

Salah satu bentuk energi terbarukan ialah pemanfaatan energi alam, seperti energi angin, surya, dan gelombang pasang surut. Namun, penggunaan energi ini

(19)

6 membutuhkan teknologi penyimpanan yang baik ketika sumber energi tidak dapat

dimanfaatkan secara langsung (Sims et al. 2003). Selain itu, berbagai sumber

energi alternatif lain yang juga telah dikembangkan, antara lain meliputi biodisel

(Ranganathan et al. 2008), panas bumi (Mason et al. 2010), biomassa

(Berndes et al. 2003), dan microbial fuel cell(Hong et al.2009b).

2.3 Sedimen Microbial Fuel Cell (SMFC)

Sediment microbial fuel cell (SMFC) merupakan bentuk pengembangan

dari microbial fuel cell(MFC). Prinsip kerja dari SMFC sangat sederhana, dimana

dua elektroda yang saling terhubung ditempatkan, yaitu anoda pada kedalaman sedimen yang bersifat anaerobik dan katoda pada badan air laut yang mengandung oksigen terlarut (Lovley 2006). Secara alami, mikroorganisme mengoksidasi bahan organik yang tersedimentasi dari kolom air dan mereduksi Fe (III) atau Mn (IV). Beberapa jenis mikroorganisme juga mendegradasi bahan organik kompleks sehingga menghasilkan produk fermentasi, seperti asetat, dan penerima elektron, seperti senyawa aromatik dan asam lemak rantai panjang. Asumsi mekanisme kerja SMFC pada sedimen laut serupa dengan rantai makan mikroorganisme yang menggunakan anoda (elektroda) sebagai penerima elektron menggantikan Fe (III) dan Mn (IV) (Gambar 2).

Prinsip kerja dari MFC yang menggunakan mikroorganisme hidup dalam reaksi elektrokimia menjadikan sistem MFC sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang dapat membunuh mikroorganisme tersebut (Mench 2008). Struktur dan aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh berbagai parameter,

seperti pH, potensial oksidasi reduksi, kekuatan ion, dan suhu (Torres et al. 2008).

Liu et al. (2005) juga menyatakan bahwa kinerja MFC secara umum tergantung dari komponen-komponen penyusunnya, yang meliputi jenis dan struktur elektroda, ada atau tidaknya membran penukar proton, serta kelengkapan membran. Jenis bahan dan struktur anoda berdampak pada penempelan mikroorganisme, transfer elektron, dan oksidasi substrat. Bahan yang biasa

digunakan sebagai anoda ialah karbon (carbon cloth atau graphite felt) karena

stabil terhadap kultur mikroorganisme, memiliki konduktivitas yang tinggi, dan luas permukaan yang besar (Watanabe 2008). Namun penggunaan elektroda

(20)

(Kim et al. 2002), sehingga perlu dilakukan pelapisan dengan katalis, misalnya

platinum (Pham et al. 2004).

Gambar 2 Model produksi listrik MFC pada sedimen laut (Lovley 2006). Kondisi lingkungan, seperti konduktivitas, juga mempengaruhi kinerja dari SMFC. Air laut memiliki konduktivitas listrik yang tinggi, yaitu sebesar

∼50,000 S/cm, dibandingkan air sungai yaitu sebesar 500 S/cm. Oleh karena itu,

SMFC dengan menggunakan air laut dapat menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan air sungai (tawar). Produksi listrik pada SMFC juga ditentukan oleh jenis katalis pada katoda, bahan yang digunakan pada

elektroda dan jarak kedua elektroda (Lowy et al. 2006).

2.4 Isolasi Bakteri

Isolasi bakteri bertujuan mendapatkan isolat bakteri murni dari suatu bahan yang mengandung campuran mikroorganisme (Benson 2001). Isolasi penting untuk dilakukan, hingga kadang-kadang dilakukan secara berulang-ulang, agar isolat yang diperoleh benar-benar murni dan seragam.

Biasanya, setiap koloni pada cawan ditumbuhkan (disegarkan) pada media agar-agar miring dalam tabung reaksi. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kontaminasi dari bakteri lain, selain juga untuk menyegarkan bakteri agar selalu mendapatkan nutrisi yang cukup selama perkembangannya. Teknik umum yang digunakan dalam isolasi bakteri adalah teknik penggoresan agar. Teknik ini

(21)

8 dilakukan dengan cara menggoreskan inokulum pada permukaan media agar (padat) secara steril. Teknik ini umumnya digunakan karena lebih menguntungkan dibandingkan dari teknik tuang, yang biasa digunakan secara lebih spesifik dalam mendapatkan isolat murni. Selain itu, teknik penggoresan juga lebih menguntungkan bila ditinjau dari segi ekonomi dan waktu, namun teknik penggoresan ini memerlukan keterampilan tersendiri dalam mengisolasinya, karena bertujuan untuk dapat menghasilkan penggoresan yang sempurna serta meyakinkan koloni murni yang terpisah.

Isolasi dengan teknik tuang merupakan cara mengisolasi dengan menggunakan media cair sebagai medium pengenceran mikroorganisme. Dasar melakukan pengenceran adalah penurunan jumlah mikroorganisme, sehingga pada pengenceran terakhir akan didapat jumlah sel yang semakin sedikit dalam media. Tujuan teknik pengenceran ini adalah untuk mendapatkan jumlah bakteri yang optimum dan biasanya dilakukan isolasi koloni yang lebih spesifik kemurniannya. Teknik agar tuang lebih mudah, karena tidak memerlukan keterampilan spesifik dalam mendapatkan koloni yang terpisah (Lay 1994).

Apabila terdapat dua organisme yang tumbuh bersama dalam suatu biakan yang tidak murni, maka satu dari empat hal kemungkinan dapat terjadi, yaitu: 1. masing-masing organisme tumbuh secara bebas;

2. salah satu organisme kemungkinan memproduksi suatu substansi yang akan membuat organisme lain tumbuh atau tumbuh lebih baik dalam medium istimewa;

3. salah satu organisme kemungkinan memproduksi suatu substansi yang menghambat pertumbuhan organisme lain;

4. salah satu organisme kemungkinan tumbuh lebih cepat daripada organisme lain dan menghilangkan dua atau beberapa bagian penting dari suplai makanannya (Cowan & Steel’s 1993).

Isolasi bakteri menjadi isolat murni sangat penting dalam penelaahan, pengkarakterisasian, maupun pengidentifikasikan mikroorganisme melalui ciri-ciri kultural, morfologis, maupun fisiologis. Cara untuk mengisolasi kultur pada agar cawan adalah dengan gores kuadran. Metode yang umum dilakukan dalam cara penggoresan ini ialah metode cawan gores.

(22)

Uji karakterisasi yang biasa dilakukan adalah berdasarkan sifat sitologi (bentuk sel, gerak, sifat gram, dan endospora), sifat morfologi koloni, dan sifat

fisiologi. Bentuk sel bakteri terdiri dari coccus (bola), basil (batang), dan vibrio

(koma). Tidak semua bakteri dapat bergerak. Pada bakteri yang dapat bergerak biasanya memiliki flagel. Dalam pengujian sifat morfologi koloni sangat penting untuk identifikasi bakteri karena karakterisasi koloni pada medium lempeng dapat memiliki nilai identisasi, yaitu sifat-sifat koloni seperti ukuran, bentuk, warna, dan lain-lain memberi nilai diagnostik (Harley & Perscott 2002).

2.5 Identifikasi Bakteri

Secara teori, identifikasi bakteri adalah membandingkan bakteri yang telah teridentifikasi dengan bakteri yang belum diketahui. Semua yang diketahui dengan identifikasi berkaitan dengan segala sesuatu yang telah diketahui terlebih dahulu sebagai pembanding terhadap bakteri yang ingin diidentifikasi. Identifikasi sendiri merupakan proses pencarian kekerabatan suatu organisme agar mempermudah dalam proses pemberian tata nama. Metode yang umum digunakan

pertama kali oleh para ilmuwan adalah metode kunci dichotomous. Karakter yang

terdapat pada organisme yang akan diidentifikasi disamakan pada tabel kunci

yang telah tersedia. Tabel kunci yang tersedia disebut juga dengan flow chart,

dimana ada beberapa reaksi kimia yang dianjurkan untuk diperlakukan pada inokulasi sehingga dapat diketahui karakteristik dan sifat yang terdapat pada organisme tersebut (Manclark & Pickett 1961 dalam Cowan & Steel’s 1993).

Pengujian lain yang banyak digunakan untuk identifikasi bakteri adalah pewarnaan Gram. Prinsip pewarnaan Gram ini digunakan untuk mengetahui kemapuan dinding sel mengikat zat warna dasar (kristal violet) setelah pencucian dengan alkohol 96 %. Hal ini berhubungan dengan komposisi senyawa penyusun dinding sel, yaitu pada bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan yang lebih banyak daripada baktei Gram negatif. Bakteri Gram positif terlihat memiliki warna ungu karena asam-asam ribonukleat pada sitoplasma sel-sel Gram positif membentuk ikatan yang lebih kuat dengan kristal violet. Namun, sel-sel bakteri Gram negatif mempunyai kandungan lipid yang lebih tingggi dan umumnya lebih larut oleh alkohol sehingga mengakibatkan membesarnya pori-pori dinding sel. Hal ini mengakibatkan pemucatan pada sel-sel Gram negatif lebih cepat. Uji

(23)

10 sitologi lain adalah melihat ada tidaknya endospora pada bakteri tersebut. Endospora dibentuk bila kondisi lingkungan tidak memungkinkan untuk kelangsungan hidup bakteri.

Metode identifikasi modern yang cukup modern dan dapat dengan mudah

dilakukan adalah dengan menggunakan Microgen GN-ID Identification System.

Alat ini sangat mudah digunakan, dimana terdapat well (sumur tempat mengkultur

isolat) dan reagen (cairan kimia) yang mewakili uji pada identifikasi yang telah

tersedia. Alat tersebut telah banyak dikembangkan secara komersial dan banyak digunakan untuk mempercepat dan mempermudah dalam mengidentifikasi bakteri yang terdapat dalam makanan. Alat ini memiliki prosedur inokulum tersendiri dan memiliki banyak uji substrat. Semua teknik dan prosedur yang dilakukan bergantung pada kemurnian isolat yang akan diuji coba. Setelah inkubasi selama 24-48 jam akan dapat dilihat perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna ini merupakan indikator hasil reaksi terhadap bakteri. Hasil yang diperoleh akan

dicocokkan pada software (data bank identifikasi bakteri) sehingga menghasilkan

(24)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2009 hingga Januari 2010 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Balai Penelitian Tanah.

3.2 Bahan dan Alat

Sumber sedimen laut yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari perairan Teluk Jakarta (Lampiran 1) yang diambil pada bulan Juni. Tempat pengambilan sedimen laut dilakukan menggunakan Ekman grab yang telah diikat dengan tali tambang berskala, pada jarak 200 m dari garis pantai dan kedalaman ±4 m. Sedimen kemudian dikemas dengan kantong plastik dan diikat. Selain itu

juga dilakukan pengambilan air laut pada lokasi yang sama (Holmes et al. 2004).

Semua sampel sedimen dan air laut yang telah diambil disimpan pada cool box

dengan suhu 5-10 °C.

Bahan-bahan yang digunakan untuk pretreatment terhadap elektroda

adalah HCl 1 N, NaOH 1 N, dan akuades. Bahan-bahan yang digunakan untuk penyusunan SMFC adalah air laut yang diperoleh dari lokasi yang sama dengan pengambilan sampel sedimen dan air deionisasi. Bahan-bahan yang digunakan untuk karakterisasi sedimen laut dan substrat SMFC meliputi akuades, air bebas

ion, air bebas ion yang bebas CO2, NaCl, KCl, HCl, larutan ekstraksi Olsen,

karbon hitam, amonium asetat, kalium dikromat, larutan standar 5000 ppm C,

etanol 96 %, pasir kuarsa bersih, filter pulp. Bahan-bahan yang digunakan untuk

isolasi bakteri pada anoda adalah media Alkaline Peptone Water (APW) yang

terdiri dari NaCl, KCl, NH4Cl, KH2PO4, MgSO4.7H2O, NaHCO3, MgCl2.6H2O,

FeCl2.2H2O, gas murni N2, NaOH 5 M, media TrypticaseTMSoy Agar (TSA), dan

agar murni. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis secara biokimiawi ialah kristal ungu, garam fisiologis, alkohol 95%, spirtus, safranin, akuades, dan larutan iodium. Bahan yang dibutuhkan untuk uji katalase adalah hidrogen peroksida 3%. Bahan yang digunakan untuk identifikasi bakteri adalah isolat bakteri murni pada

(25)

12 agar miring, garam fisiologis, minyak mineral, reagen VP I, reagen VP II, reagen nitrate A, reagen nitrate B, reagen TDA, dan reagen Kovac’s.

Alat-alat yang digunakan untuk mengambil sedimen dan air laut ialah

botol tempat sampel air laut, tali, Ekman grab, cool box, kertas label, kantong

plastik, dan kamera. Alat-alat yang digunakan untuk membuat rangkaian SMFC ialah gelas piala 1000 ml, timbangan digital (ketelitian 0,0001), multitester

(Masda DT830D), elektroda karbon, solder, resistor tetap 820±5% Ω, dan kabel.

Alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi sedimen laut dan substrat SMFC ialah neraca analitik, pH meter, gelas piala, Bausch & Lomb Spectronic 70

Electrophtometric 70, shaker, erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur, labu semprot,

konduktometer dengan sel platina, kertas saring, tabung perkolasi, flamefotometer, dan atomic absorption spectrofotometer (AAS). Alat-alat yang digunakan untuk mengisolasi bakteri ialah botol bersumbat karet, tabung reaksi bersumbat karet,

cawan petri, sudip, jarum ose, syiringe, hot plate, kapas, platik wrapping, gelas

ukur, gelas erlenmeyer, pipet volumetrik, bunsen, jar anaerobik dan autoklaf.Alat

yang dibutuhkan untuk pewarnaan gram ialah kaca objek, jarum ose, bunsen, dan mikroskop (Olympus CX21FS1). Pengujian oksidase dilakukan dengan

menggunakan Oxidase Test Strip. Alat untuk uji katalase ialah kaca objek.

Alat-alat yang digunakan untuk identifikasi bakteri ialah MicrogenTM GN-ID

Identification, tabung reaksi, pipet mikro, vortex, bunsen, ruang inkubator, tabel

warna untuk membaca hasil, dan Microbact2000.

3.3 Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tujuh tahapan, yaitu: (1) karakterisasi sedimen laut Teluk Jakarta, (2) pembuatan rangkaian SMFC

yang mengacu pada penelitian Holmes et al. (2004), (3) pengukuran arus listrik

dengan multitester, (4) karakterisasi substrat SMFC, (5) isolasi bakteri pada anoda SMFC, (6) karakterisasi bakteri pada anoda SMFC, dan (7) identifikasi bakteri pada anoda SMFC.

3.3.1 Karakterisasi Sedimen Laut Teluk Jakarta

Karakterisasi sedimen laut dilakukan terhadap tekstur tanah, pH (H2O dan

(26)

fosfor tersedia, dan kapasitas tukar kation (KTK). Parameter yang diuji pada

karakterisasi sedimen laut Teluk Jakarta ini mengacu pada penelitian

Hong et al.(2009c).

3.3.2 Pembuatan Rangkaian SMFC

Elektroda yang digunakan untuk penyusunan SMFC adalah karbon berbentuk silinder dengan dimensi 39 x 7 mm yang diperoleh dari baterai. Penentuan jenis elektroda ini mengacu dari hasil penelitian Logan (2008), dimana karbon cocok untuk pertumbuhan bakteri, mudah dihubungkan dengan kabel dan

harganya yang relatif murah. Sebelum digunakan, elektroda karbon dinetralkan

(Holmes et al. 2004) dengan perlakuan:

1) elektroda direndam dengan 1N HCl selama 1 hari kemudian dibilas dengan akuades.

2) elektroda direndam dengan 1N NaOH selama 1 hari kemudian dibilas dengan akuades.

3) elektroda direndam dengan akuades hingga saat akan digunakan.

Masing-masing elektroda yang telah diberi perlakuan, dililit dengan kabel yang telah dibuka isolatornya dan ditutup dengan karet. Penutupan kabel dan

elektroda disempurnakan dengan menggunakan silicone rubberhingga kedap air.

Pengujian hasil perangkaian elektroda dan kabel dilihat dari adanya resistansi menggunakan multitester.

Kegiatan pembuatan rangkaian SMFC (Gambar 3) mengacu pada

penelitian Holmes et al. (2004), dimana sedimen laut Teluk Jakarta dimasukkan

ke dalam gelas piala hingga ketinggian 3 cm, kemudian sebuah elektroda yang terbuat dari karbon berbentuk silinder dengan dimensi 39 x 7 mm (anoda) ditutup dengan sedimen laut setinggi 2 cm. Selanjutnya air laut sebanyak 400 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur dan didiamkan selama 24 jam untuk membuat kondisi yang mengendapkan partikel-partikel sedimen laut. Pada hari berikutnya, sebuah elektroda yang juga terbuat dari karbon berbentuk silinder dengan dimensi 39 x 7 mm (katoda) ditempatkan 1 cm di atas permukaan sedimen laut. Kabel dari anoda dan katoda dihubungkan dengan resistor (820 Ω ± 5 %) membentuk rangkaian tertutup. SMFC dioperasikan pada kondisi gelap (tanpa pencahayaan)

(27)

14 dan suhu ruang (± 27 °C). Air yang hilang karena penguapan selama masa pengukuran arus listrik diganti dengan akuades demineralisasi.

Gambar 3 Susunan SMFC.

3.3.3 Pengukuran Arus Listrik dengan Multitester

Pengukuran arus listrik dilakukan menggunakan multitester dan hasilnya

dikonversi menjadi current density dengan lama pengukuran 40 hari. Penentuan

lamanya pengukuran arus listrik didasarkan pada pola kecenderungan perubahan arus listrik oleh kandungan organik pada sedimen dan mikroorganisme, dimana dalam pengukuran diperoleh puncak produksi arus listrik dan penurunan arus

listrik hingga hari akhir pengukuran (Holmes et al. 2004). Konversi current

densitydiperhitungkan dengan membagi jumlah arus yang dihasilkan dengan luas permukaan anoda.

3.3.4 Karakterisasi Substrat SMFC

Analisis karakteristik substrat SMFC yang dilakukan bertujuan untuk melihat perubahan kandungan bahan organik pada sedimen laut yang digunakan akibat proses dalam SMFC. Jenis analisis yang digunakan sama dengan analisis karakterisasi sedimen laut yang berasal dari Teluk Jakarta yang meliputi analisis kandungan karbon organik, nitrogen, dan fosfat, pengukuran pH, daya hantar listrik (DHL), serta kapasitas tukar kation (KTK). Analisis parameter ini mengacu

pada penelitian Hong et al.(2009c).

820±5% Ω 3 cm 2 cm 1 cm Anoda Kanoda

(28)

3.3.5 Pengisolasian Bakteri pada Anoda SMFC

Tahapan isolasi bakteri terdiri dari beberapa langkah, yaitu persiapan media cair, persiapan media padat, inokulasi bakteri, dan isolasi bakteri.

3.3.5.1 Persiapan Media

Media kultur pengkayaan (enrichment) yang digunakan adalah media

APW yang telah dimodifikasi (Holmes et al. 2004). Tiap liter media APW

modifikasi mengandung 20 g NaCl; 0,77 g KCl; 0,25 g NH4Cl; 0,1 g KH2PO4;

0,2 g MgSO4.7H2O, dan 2,0 g NaHCO3. Sebelum NaHCO3 ditambahkan, pH

diatur menjadi 7 dengan 5 N NaOH. Media kultur kemudian dituang pada tabung bersumbat karet dan disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu

121 °C. Media kemudian ditambahkan dengan 1 mM FeCl2 (dari 0,1 M FeCl2)

steril. Selanjutnya media cair dialiri dengan perbandingan gas N2 (99,999 %)

selama 15 menit untuk menghilangkan oksigen yang terlarut.

3.3.5.2 Persiapan Media Padat

Media isolasi bakteri menggunakan media APW modifikasi

(Holmes et al. 2004) yang ditambahkan agar murni (2%, b/v). Media kemudian

dididihkan dan disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 °C.

Media kemudian ditambahkan dengan 1 mM FeCl2(dari 0,1 M FeCl2) steril.

3.3.5.3 Inokulasi Bakteri

Inokulasi bakteri pada SMFC dilakukan dengan cara memasukkan elektroda pada media cair. Media yang telah diinokulasikan kemudian segera

dialiri gas N2 selama 30 menit. Setelah itu dilakukan inkubasi bakteri selama

3 hari pada suhu ruang dalam kondisi gelap. Bakteri yang telah tumbuh pada media cair selanjutnya diencerkan pada media yang sama dengan menggunakan syringesteril secara aseptik.

Bakteri tunggal diperoleh dengan cara menumbuhkan bakteri pada media padat dengan menggunakan metode cawan tuang. Masing-masing pengenceran

bakteri diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan syringesteril secara aseptik.

Kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri steril. Setiap pengenceran dipindahkan ke dalam 2 cawan petri steril (duplo). Selanjutnya ditambahkan 15 ml media agar APW yang telah dicairkan. Cawan petri digoyangkan secara

(29)

16 perlahan membentuk angka delapan supaya bakteri dan media menyebar merata. Setelah agar membeku sempurna, cawan petri disimpan dengan posisi terbalik

pada anaerob jar. Kondisi anaerob dicapai dengan cara memasukkan Gas Pak ke

dalam anaerob jar. Media diinkubasi pada suhu ruang pada kondisi gelap selama

48 jam.

3.3.5.4 Isolasi Bakteri

Bakteri diisolasi dengan menggunakan metode kuadran atau streak plate

(Gambar 4). Bakteri yang terpilih diambil secara aseptik dengan mengunakan jarum ose dan digoreskan pada media agar APW steril.

Setiap koloni murni pada cawan ditumbuhkan (disegarkan) pada media agar-agar APW miring pada tabung reaksi dengan metode gores. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan isolat dari kontaminasi bakteri yang masih terdapat pada media cawan petri dan juga menyegarkan bakteri agar selalu mendapatkan nutrisi yang cukup sehingga tidak cepat mati. Setiap akan memindahkan bakteri sebaiknya dilakukan pengujian pewarnaan Gram bakteri untuk mendapatkan informasi yang sama seperti sebelumnya, apabila data yang didapatkan berubah maka bakteri yang diisolasi terdahulu mungkin saja telah terkontaminasi. Koloni-koloni terpisah yang telah murni ditumbuhkan ke dalam agar miring sebagai stok dan disimpan dalam referigator (suhu 0-(-4) °C).

Gambar 4 Isolasi dengan metode cawan gores (Benson 2001)

Setiap isolat murni yang didapat, dipindahkan pada agar miring yang dipergunakan sebagai stok bakteri dan disegarkan setiap 1 minggu sekali untuk mensuplai kebutuhan nutrien dalam media dan diharapkan berfungsi untuk mengurangi terjadinya kontaminasi.

(30)

3.3.6 Karakterisasi Bakteri pada Anoda SMFC

Karakterisasi terhadap isolat bakteri bertujuan untuk mengetahui sifat morfologi dan fisiologinya. Sifat morfologi yang diamati meliputi morfologi koloni dan morfologi sel. Morfologi koloni terdiri atas bentuk atas, bentuk pinggir, bentuk penonjolan, dan warna koloni. Morfologi sel terdiri atas bentuk sel, pewarnaan Gram, endospora, dan motilitas. Pengamatan fisiologis meliputi katalase dan oksidase. Media yang digunakan pada karakterisasi bakteri ialah media APW yang ditambahkan dengan TSA sebanyak 4 g/liter.

3.3.7 Identifikasi Bakteri pada Anoda SMFC

Identifikasi bakteri ialah membandingkan bakteri yang telah teridentifikasi dengan bakteri yang belum diketahui. Identifikasi sendiri merupakan proses pencarian kekerabatan suatu organisme agar mempermudah dalam proses pemberian tata nama (Manclark & Pickett 1961 dalam Cowan & Steel’s 1993).

Buku manual yang digunakan ialah Bergey’s Manual of Determinative

Bacteriology 9th Ed. (Holt et al. 1994). Penggunaan buku manual tersebut dapat menelaah sistem identifikasi hingga tingkat genus. Identifikasi bakteri hingga tingkat spesies memerlukan uji lanjutan. Salah satu metode identifikasi lanjutan

ialah MicrogenTMGN-ID Identification.

MicrogenTM GN-ID Identification adalah alat pengidentifikasian yang

dapat digunakan untuk mengetahui reaksi biokimia bakteri. Alat ini cukup praktis digunakan dan dapat meminimalkan waktu identifikasi. Alat ini juga sangat

mudah digunakan dan terdiri well (sumur tempat mengkultur isolat) dan reagen

(cairan kimia) yang mewakili uji pada identifikasi yang telah tersedia.

Hasil identifikasi selanjutnya diolah dengan menggunakan Software

Microbact 2000.

3.4 Prosedur Pengujian

Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengujian karakteristik sedimen laut Teluk Jakarta, karakteristik substrat SMFC, karakterisasi bakteri pada anoda, dan identifikasi bakteri. Pengujian karakteristik sedimen laut Teluk Jakarta dan karakteristik substrat SMFC meliputi penentuan tekstur tanah dengan metode pipet, pengukuran pH, penentuan daya hantar listrik,

(31)

18 penetapan C-organik metode Walkey & Black, penetapan jumlah N total metode Kjeldhal, penetapan P-tersedia metode Olsen, dan penetapan kapasitas tukar kation. Karakterisasi bakteri yang dilakukan ialah pewarnaan Gram, uji oksidase, uji katalase dan uji motilitas. Identifikasi bakteri dilakukan menggunakan

MicrogenTMGN-ID Identification.

3.4.1 Penentuan Tekstur Tanah dengan Metode Pipet (Sudjadi et al. 1971)

Contoh tanah ukuran <2 mm ditimbang sebanyak 10 g dan dimasukkan ke

dalam piala gelas 800 ml, kemudian ditambah 50 ml H2O2 10% dan dibiarkan

semalam. Keesokan harinya campuran tersebut ditambah 25 ml H2O2 30% dan

dipanaskan sampai tidak berbusa. Selanjutnya ditambahkan 180 ml air bebas ion dan 20 ml HCl 2 N kemudian dididihkan di atas pemanas listrik selama lebih kurang 10 menit. Setelah diangkat dan agak dingin, campuran tersebut diencerkan dengan air bebas ion menjadi 700 ml dan dicuci dengan air bebas ion menggunakan penyaring Berkefield sampai bebas asam. Kemudian ditambah

10 ml larutan peptisator Na4P2O7 4 %. Pemisahan pasir dilakukan dengan

pengayakan suspensi tanah yang telah diberi peptisator dengan ayakan 50 mikron sambil dicuci dengan air bebas ion. Filtrat ditampung dalam silinder 500 ml untuk pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan dipindahkan ke dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya dengan air bebas ion menggunakan botol semprot. Selanjutnya dilakukan pengeringan (hingga bebas air) dalam oven pada suhu 105 °C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang (berat pasir = A g). Pemisahan debu dan liat dilakukan dengan pengenceran filtrat dalam silinder menjadi 500 ml dan diaduk selama 1 menit. Setelah itu, filtrat segera dipipet sebanyak 20 ml ke dalam pinggan aluminium. Kemudian filtrat dikeringkan pada suhu 105 °C selama semalam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang (berat debu + liat + peptisator = B g). Pemisahan liat dilakukan dengan pengadukan lagi selama 1 menit lalu dibiarkan selama 3 jam 30 menit pada suhu kamar. Suspensi liat dipipet sebanyak 20 ml pada kedalaman 5,2 cm dari permukaan cairan dan dimasukkan ke dalam pinggan aluminium. Suspensi liat dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang (berat liat + peptisator = C g). Penentuan jumlah pasir, debu, dan liat dilakukan berdasarkan perhitungan berikut:

(32)

fraksi pasir = A g fraksi debu = 25 (B - C) g fraksi liat = 25 (C - 0,0095) g Jumlah fraksi = A + 25 (B - 0,0095) g Pasir (%) = A / {A + 25 (B - 0,0095)} x 100 Debu (%) = {25(B - C)} / {A + 25 (B - 0,0095)} x 100 Liat (%) = {25 (C - 0,0095)} / {A + 25 (B - 0,0095)} x 100 Keterangan: A: berat pasir

B: berat debu + liat + peptisator C: berat liat + peptisator

3.4.2 Pengukuran pH (Rayment & Hingginson 1992)

Pengukuran pH tanah dalam KCl dilakukan dengan penimbangan 20 g tanah yang dimasukkan pada gelas piala. Kemudian ditambahkan 20 ml 1 N KCl dan didiamkan selama 30 menit sambil diaduk beberapa kali. Penentuan pH dengan menggunakan pH meter.

Pengukuran pH tanah dalam H2O dilakukan dengan penimbangan 20 g

tanah kering yang dimasukkan pada gelas piala.berukuran 50 ml. Kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan didiamkan selama 30 menit sambil diaduk beberapa kali. Pengukuran pH tanah dengan menggunakan pH meter.

3.4.3 Pengukuran Daya Hantar Listrik (Rayment & Hingginson 1992)

contoh tanah ditimbangan sebanyak 10 g ke dalam botol kocok dan tambahkan 50 ml air bebas ion. Kemudian botol dikocok dengan mesin pengocok selama 30 menit. pengukuran DHL suspensi tanah dilakukan dengan konduktometer yang telah dikalibrasi menggunakan larutan baku NaCl dan dibaca

setelah angka mantap (konstan). Nilai DHL dilaporkan dalam satuan dS m-1.

3.4.4 Penetapan C-organik metode Walkey & Black (Rayment & Hingginson 1992)

Tanah ukuran <0,5 mm ditimbangan sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml K2Cr2O71 N dan dikocok.

Selanjutnya ditambahkan 7,5 ml H2SO4pekat dan dikocok lalu didiamkan selama

30 menit. Larutan tersebut kemudian diencerkan dengan air bebas ion lalu dibiarkan dingin dan diimpitkan. Keesokan harinya dilakukan pengukuran

(33)

20 absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar 5.000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan pengerjaan sampel. Penetapan C-organik dilakukan berdasarkan perhitungan dibawah ini.

C-organik (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x fk = ppm kurva x 100 1.000-1 x 100 500-1 x fk

= ppm kurva x 10 500-1 x fk Keterangan

ppm kurva : kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

100 : konversi ke %

Fk : faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

3.4.5 Penetapan N metode Kjeldhal (Burt 2004)

Tanah ditimbangan sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam labu

Kjeldhal 25 ml. Selanjutnya ditambahkan 1,9 g campuran Se, CuSO4, dan NaSO4.

Kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat ke dalam labu dan digoyangkan

perlahan agar semua tanah terbasahi oleh H2SO4. Campuran tersebut lalu ditetesi

dengan parafin cair sebanyak 5 tetes. Labu Kjeldhal dipanaskan dengan api kecil kemudian secara bertahap api dibesarkan hingga diperoleh cairan yang bewarna terang (hijau-biru). Labu Kjeldhal tetap dipanaskan hingga 15 menit kemudian didinginkan. Selanjutnya ditambahkan air sebanyak 50 ml dan dihomogenkan dengan cara digoyangkan. Setelah itu, ditambahkan 5 ml NaOH 50 %. Proses destilasi dimulai dan hasil destilat ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang

berisi campuran 10 ml H3BO4 4% dan 5 tetes indikator Conway. Destilasi

dilakukan sampai isi destilasi mencapai 1000 ml. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl yang telah dibakukan sampai terjadi perubahan warna, dari hijau ke merah. Lakukan juga penetapan blanko. Penetapan N ditentukan berdasarkan perhitungan di bawah ini.

Kadar N (%) =

BKM

(34)

3.4.6 Penetapan P-tersedia metode Olsen (Watanabe & Olsen 1965)

Tanah ukuran <0,2 mm ditimbangan sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam botol kocok. Kemudian ditambahkan 20 ml pengekstrak Olsen dan dikocok selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan kertas saring. Apabila larutan keruh maka dilakukan penyaringan kembali. Ekstrak yang didapat, dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya bersama deret standar ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna fosfat dan dikocok hingga homogen. Larutan tersebut dibiarkan selama 30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Penetapan P-tersedia ditentukan berdasarkan perhitungan di bawah ini:

Kadar P2O5tersedia (ppm)

= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 1.000 g/g contoh x fp x 142/90 x fk = ppm kurva x 20/1.000 x 1.000/1 x 142/90 x fk

= ppm kurva x 20 x 142/90 x fk Keterangan:

ppm kurva : kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

fp : faktor pengenceran (bila ada)

142/190 : faktor konversi bentuk PO4menjadi P2O5

fk : faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

3.4.7 Penetapan Kapasitas Tukar Kation (Burt 2004)

Tanah kering yang telah diayak ditimbangan sebanyak 2,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi 15 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml

larutan NH4OAc pH 7. Campuran dikocok sampai merata dan dibiarkan selama

semalam. Selanjutnya campuran dikocok kembali lalu disentrifuse selama

10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Ekstrak NH4OAc didekantasi, disaring

dengan saringan, dan filtrat ditampung dalam labu takar 100 ml. Penambahan

NH4OAc diulangi sampai 3 kali. Setiap kali penambahan diaduk merata,

disentifuse dan ekstraksinya didekantasi ke dalam labu ukur 100 ml. Setelah itu

filtrat ditambahkan larutan NH4OAc sampai tanda tera. Ekstrasi ini digunakan

dalam penetapan kadar K, Na, Ca, dan Mg yang dapat dipertukarkan serta untuk

penetapan kejenuhan basa. Pencucian kelebihan NH4+ dilakukan dengan

penambahkan 10 ml alkohol 80 % ke dalam tabung sentrifuse yang berisi residu tanah tersebut. Campuran tersebut diaduk sampai merata, disentrifuse, dekantasi,

(35)

22

dan filtratnya dibuang. Pencucian kelebihan NH4 dengan alkohol ini dilakukan

sampai tanah dalam tabung sentrifuse bebas NH4. Hal ini dapat diketahui dengan

menambahkan beberapa tetes pereaksi Nessier pada filtrat tersebut. Apabila

terdapat endapan kuning berarti masih terdapat ion NH4+. Setelah bebas dari NH4+,

tanah dipindahkan secara kuantitatif dari tabung sentifuse ke dalam labu didih. Kemudian air ditambahkan sebanyak 450 ml ke dalam labu didih. Labu didih ditambahkan beberapa butir batu didih, 5-6 tetes paraffin cair, dan 20 ml NaOH 50 %, kemudian didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml

yang berisi 25 ml H2SO4 0,4 N dan 5-6 tetes indikator Conway. Destilasi

dihentikan jika destilat yang ditampung mencapai 150 ml. Kelebihan asam dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titik akhir titrasi dicapai bila warna berubah menjadi hijau. Destilasi tanpa tanah digunakan sebagai blanko. Penetapan nilai KTK dihitung berdasarkan rumus.

KTK me

100g =

(ml blanko-ml contoh)x N NaOH

bobot contoh tanah 105 °C X100

3.4.8 Pewarnaan Gram (Harley & Prescott 2002)

Pewarnaan gram dilakukan untuk mengetahui morfologi sel bakteri dan untuk mengetahui kelompok bakteri berdasarkan Gram positif atau Gram negatif. Kaca objek yang telah dibersihkan dengan menggunakan alkohol diolesi inokulum secukupnya kemudian difiksasi di atas api hingga kering. Kaca objek diletakkan pada rak dan digenangi dengan larutan kristal violet dan didiamkan selama satu menit. Larutan kristal violet dibuang dengan memiringkan kaca objek dan dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tisu. Selanjutnya kaca objek digenangi dengan larutan iodin selama dua menit dan dibilas dengan alkohol 95 %. Tahap akhir kaca objek digenangi dengan larutan safranin selama 30 detik dan dibilas dengan akuades serta dikeringkan dengan kertas tisu. Saat pemeriksaan dengan mikroskop, ditetesi dengan minyak imersi. Pengamatan dengan mikroskop dilakukan dengan perbesaran 100 kali pada lensa objek dan perbesaran 10 kali pada lensa okuler.

3.4.9 Pewarnaan Endospora (Harley & Prescott 2002)

Kaca objek yang telah dibersihkan dengan menggunakan alkohol diolesi inokulum secukupnya kemudian difiksasi di atas api hingga kering. Kaca objek

(36)

diletakkan pada rak dan digenangi dengan larutan malacite green dan dipanaskan

selama lima menit. Kaca objek ditambahkan larutan malacite green jika larutan

tersebut menguap. Selanjutnya kaca objek didinginkan dengan mengalirkan akuades selama 30 detik. Tahap akhir kaca objek digenangi dengan larutan safranin selama 90 detik dan dibilas dengan akuades serta dikeringkan dengan kertas tisu. Saat pemeriksaan dengan mikroskop, ditetesi dengan minyak imersi. Pengamatan dengan mikroskop dilakukan dengan perbesaran 100 kali pada lensa objek dan perbesaran 10 kali pada lensa okuler.

3.4.10 Uji Oksidase (Harley & Prescott 2002)

Sebanyak 1 ose koloni bakteri diambil dari media padat kemudian

digoreskan pada kertas Oxidase Test Strip. Perubahan warna yang terjadi pada tes

strip tadi diamati setelah didiamkan selama 20-60 detik. Apabila terjadi perubahan warna manjadi biru violet maka uji oksidase dinyatakan positif dan menandakan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri non-enterik. Sedangkan bila tidak terjadi perubahan warna maka uji oksidase dinyatakan negatif dan menandakan bakteri tersebut adalah bakteri enterik.

3.4.11 Uji Katalase (Harley & Prescott 2002)

Koloni bakteri dari media padat diambil sebanyak 1 ose, kemudian digoreskan di atas kaca objek yang kering. Hidrogen peroksida 3% diteteskan sebanyak 2-3 tetes pada usapan bakteri tadi. Apabila terbentuk gelembung udara maka uji katalase dinyatakan positif. Baktei aerob memberikan reaksi yang positif terhadap uji katalase sedangkan anaerob tidak menunjukkan reaksi yang positif.

3.4.12 Uji Motilitas (Harley & Prescott 2002)

Uji motilitas dilakukan dengan membuat preparat basah dan mengamati gerak bakteri di bawah mikroskop. Kaca objek yang telah dibersihkan dengan menggunakan alkohol ditambahkan biakan bakteri murni dari media cair. Kemudian preparat ditutup dengan kaca penutup. Motilitas bakteri diamati menggunakan miroskop dengan perbesaran 10 x 100.

3.4.13 Uji MicrogenTMGN-ID Identification

Uji bakteri dengan MicrogenTM GN-ID Identification memiliki tahapan

(37)

24

1) Bakteri yang akan di uji pada MicrogenTM GN-ID Identification sebaiknya

disegarkan terlebih dahulu selama 18-24 jam dalam keadaan steril dan murni koloninya.

2) Bakteri kemudian dilarutkan dalam garam fisiologis (0,85 %) sebanyak 6 ml dan dihomogenisasi. Jumlah bakteri harus dalam keadaan cukup banyak

untuk diidentifikasi (> 2 x 109).

3) Penutup MicrogenTMGN-ID Identification dibuka secara hati-hati. Kemudian

suspensi bakteri dipipet dengan pipet mikro steril sebanyak ± 200 µl dan

dimasukkan ke setiap sumur MicrogenTMGN-ID Identification. Sumur-sumur

tersebut terdiri dari 24 lubang atau 24 tes.

4) Setelah inokulasi ditambahkan minyak mineral sebanyak 3-4 tetes pada

sumur lysine, ornithine, H2S, arabinose, dan arginine. Jika isolat bersifat

oksidase positif maka tidak ditambahkan minyak mineral pada sumur arabinose.

5) MicrogenTM GN-ID Identification ditutup kembali kemudian dilakukan

inkubasi pada suhu 35-37 °C.

6) Hasil dibaca setelah 18-24 jam untuk Enterobacteriaceae dan setelah 48 jam untuk isolat yang bersifat oksidase positif.

7) Setelah inkubasi dapat dilihat perubahan warna pada setiap sumur. Reagen VP1 dan VP2 diteteskan pada sumur VP kemudian hasil dibaca setelah 15-30 menit. Reagen Kovac’s ditambahkan sebanyak 2 tetes pada sumur indole dan dibaca setelah 2 menit. Reagen TDA ditambahkan sebanyak 1 tetes pada sumur TDA dan hasil dibaca segera. Setelah pembacaan reaksi ONPG (sumur ke-7) telah dilakukan, pembacaan reduksi nitrat dilakukan pada sumur yang sama dengan menambahakan reagen Nitrate A dan Nitrate B.

8) Hasil perubahan warna dituliskan pada kertas hasil dan dimasukkan pada software Microbact 2000. Kemungkinan spesies isolat akan ditampilkan sebagai hasil.

(38)

4.1 Karakterisasi Sedimen Laut Teluk Jakarta

Sedimen laut Teluk Jakarta berupa tanah lumpur bewarna hijau yang terdiri atas pasir 20%, debu 49%, dan liat 31% (Lampiran 4). Sedimen laut Teluk Jakarta memiliki tekstur lempung berpasir serta memiliki kandungan bahan organik yang meliputi karbon organik sebesar 2,19±0,44%, kandungan nitrogen sebesar 0,19±0,06%, sehingga ratio C/N ialah sebesar 12, kandungan P yang

tersedia ialah 128±4,95 ppm, pH (H2O) 7,7±0,35, daya hantar listrik (DHL)

7,42 dS/m, salinitas 3405±841 mg/l, dan kapasitas tukar kation (KTK) 18,46±1,24 cmol(+)/kg (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik sedimen laut Teluk Jakarta dibandingkan data yang lain

Parameter Uji Hasil

Penelitian1 Hong (2009c)et al2. Hong (2008)et al3 . Hong (2009b)et al4.

Tekstur: Pasir (%) Debu (%) Liat (%) 20 49 31 11,5 85,1 3,4 -pH: H 2O KCl DHL (dS/ m) Salinitas (mg/ l) 7,7±0,35 7,3±0,14 6,39±1,46 3405±841 6,61±0,03 -0,473±0,008 -7,5 -Bahan Organik

(dalam contoh kering 105 °C): C (%) N (%) C/ N P 2O5(ppm) KTK (cmol(+)/kg) 2,19±0,44 0,19±0,06 12 128±4,95 18,46±1,24 1,7±0,2 -9,45±0,18 3,52 ± 0,38 -6,4 -Keterangan :

1 Karakteristik sedimen laut Teluk Jakarta berdasarkan hasil penelitian ini

(diuji di Balai Penelitian Tanah, Bogor)

2 Karakteristik sedimen Sungai Gongji, Korea berdasarkan hasil penelitian Hong et al. (2009c) 3 Karakteristik sedimen Danau Sihwa, Korea berdasarkan hasil penelitian Hong et al. (2009b) 4 Karakteristik sedimen Danau Ilgam, Seoul berdasarkan hasil penelitian Hong et al. (2008)

Karbon organik merupakan unsur utama dari bahan organik. Kandungan karbon organik pada ekosistem yang terbuka, seperti sedimen laut Teluk Jakarta

dan sungai (Hong et al. 2009c) relatif lebih rendah dibandingkan pada ekosistem

yang tertutup, seperti danau (Hong et al. 2008, Hong et al. 2009b) (Tabel 1).

Perbedaan ini diduga karena akumulasi bahan organik yang dipengaruhi oleh jumlah materi organik yang masuk, laju pengendapan pada sedimen, dan

(39)

26 kecepatan degradasi bahan organik (Killops & Killops 1993). Adanya perbedaan karakteristik substrat ini, seperti jumlah bahan organik, akan berdampak pada kinerja SMFC (Chauduri & Lovley 2003).

Kondisi perairan, seperti salinitas, juga akan mempengaruhi kinerja SMFC.

Penelitian Hong et al. (2009c) yang menggunakan sedimen sungai sebagai

substrat dalam SMFC melaporkan bahwa arus listrik maksimal yang dihasilkan

sebesar 20,2 mA/m2, sedangkan pada penelitian Holmes et al. (2004) yang

menggunakan sedimen laut sebagai substratnya menghasilkan arus listrik

maksimal sebesar 30 mA/m2. Menurut Lowy et al. (2006), air laut memiliki

konduktivitas listrik yang tinggi, yaitu sebesar ∼50,000 S/cm, dibandingkan air

sungai, yaitu sebesar 500 S/cm, sehingga mempengaruhi besarnya arus yang

dihasilkan. Selain itu, jenis sedimen juga berpengaruh terhadap jenis mikroorganisme dominan yang berperan dalam SMFC. Mikroorganisme sedimen

perairan tawar didominasi oleh bakteri dari famili Geobacteraceae, sedangkan

pada perairan laut oleh bakteri dari famili Desulfobulbaceae (Holmes et al.2004).

4.2 Produksi Arus pada Sediment Microbial Fuel Cell (SMFC)

Produksi arus listrik oleh SMFC selama 40 hari dilakukan dengan sebuah resistor tetap bernilai 820 Ω ± 5 % (Lampiran 4). Jumlah arus listrik yang

dihasilkan pada hari pertama pengukuran ialah sebesar 89,28 mA/m2dan menurun

secara drastis pada hari kedua, yaitu sebesar 19,53 mA/m2. Hal ini disebabkan

adanya akumulasi elektron yang telah ada pada sedimen. Peningkatan jumlah arus listrik setelah hari kedua merupakan hasil dari peningkatan aktivitas dan jumlah

mikroorganisme pada sedimen. Berdasarkan hasil penelitian Holmes et al.(2004),

substrat SMFC dengan rangkaian tertutup mengandung lebih banyak mikroorganisme dibandingkan pada substrat SMFC dengan rangkaian terbuka. Produksi arus listrik pada penelitian ini mencapai puncak pada hari ke-21

(Gambar 5), yaitu sebesar 139,51 mA/m2(mA per luas meter persegi permukaan

elektroda).

Penurunan jumlah arus listrik menjelang akhir pengukuran disebabkan bahan organik yang terdapat disekitar anoda berkurang. Transfer massa pada pembentukan sedimen menjadi faktor pembatas dalam produksi energi menggunakan SMFC ini. Kandungan karbon organik pada sedimen laut umumnya

(40)

berkisar antara 2-3% (berat kering) (Reimers et al.2001). Menurut Logan (2008) salah satu cara penyelesaian kondisi ini ialah dengan penambahan bahan organik pada sedimen, misalnya kitin.

Gambar 5 Produksi arus listrik SMFC.

Produksi arus listrik yang dihasilkan diduga merupakan hasil kegiatan dari mikroorganisme pada sedimen yang menguraikan bahan organik dan menghasilkan elektron. Hal ini dibuktikan oleh penelitan yang dilakukan oleh

Holmes et al. (2004) yang membuat SMFC menggunakan sedimen yang

disterilisasi dengan penambahan formalin 0,5 % dan disterilisasi dengan autoklaf

selama 1 jam. Berdasarkan hasil penelitian Holmes et al. (2004), jumlah arus

listrik pada kedua sedimen tersebut segera menurun setelah rangkain SMFC ditutup (Gambar 6).

Kinerja SMFC diduga dapat juga dipengaruhi oleh kecepatan degradasi substrat, kecepatan transfer elektron dari bakteri ke anoda, transfer proton dalam

larutan (Liu et al. 2005), aktivitas mikroorganisme, dan substrat yang digunakan

(Chauduri & Lovley 2003). Selain itu, jenis bahan dan struktur anoda berdampak pada penempelan mikroorganisme, transfer elektron, dan pada beberapa kasus, oksidasi substrat (Watanabe 2008).

139,51 mA/m2 0 20 40 60 80 100 120 140 160 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 C ur re nt d en si ty (m A /m 2) Hari

Gambar

Gambar 2 Model produksi listrik MFC pada sedimen laut (Lovley 2006). Kondisi  lingkungan,  seperti  konduktivitas, juga  mempengaruhi  kinerja  dari  SMFC
Gambar 5 Produksi arus listrik SMFC.
Gambar 6 Produksi  arus  listrik  pada  sedimen  hidup  dan  sedimen  steril  yang
Gambar 8 Mekanisme transfer elektron (Rosenbaum et al. 2006)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Koloni Geobacteraceae merupakan salah satu mikroorganisme pada anoda yang dapat mengoksidasi produk fermentasi tersebut menjadi karbon dioksida dengan mentrasfer elektron

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan yaitu: (1) terdapat perbedaan rapat arus yang signifikan dari sampel sedimen, namun perbedaan tersebut disebabkan oleh sampel