• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengapuran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dolomit yang memiliki 60 mesh. Hasil analisa tanah latosol sebelum diberi dolomit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa Tanah Sebelum Diberi Dolomit. Jenis Tanah pH C-Org (%) N-Total (%) P2O5 Total (mg/100g) K2O Total (mg/100g) Al (me/100g) H2O KCl Tanah Latosol Ciampea 5,59 4,77 1,68 0,20 170 2,4 0,03

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Cimanggu Bogor, 2012.

Terlihat bahwa tanah bersifat masam ditunjukkan dengan pH tanah yang rendah yaitu 5,59. Sarief (1986) mengatakan bahwa tanah latosol memiliki warna merah, coklat sampai kekuning-kuningan dan memiliki pH berkisar antara 4,5 sampai 6,5 atau dari masam sampai agak masam. Setelah pemberian dolomit pH tanah meningkat. Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan pH meter. Menurut Stevens et al. (2001) untuk mengetahui pH tanah pada kondisi lapang dapat menggunakan pH meter genggam atau kertas pH. Alat ini dapat digunakan untuk mengetahui kemasaman dan alkalinitas tanah dengan cepat. Perlakuan dolomit taraf 0 ton/ha memiliki pH berkisar 5,79-6,09, taraf 12,5 ton/ha memiliki pH berkisar 6,61-6,7 dan taraf 25 ton/ha memiliki pH berkisar 6,94-7,28. Artinya pemberian dolomit dapat meningkatkan pH tanah. Munawar (2011) menyatakan bahwa dolomit dengan ukuran bahan kapur 60-80 mesh dapat meningkatkan pH tanah yang awalnya 5,0 menjadi 6,2 setelah satu tahun dengan dosis 2 ton/ha.

Tinggi Vertikal Tanaman

Pertumbuhan adalah proses yang dilakukan tanaman pada lingkungan tertentu untuk menghasilkan kemajuan perkembangan dengan menggunakan faktor lingkungan seperti CO2, unsur-unsur hara, air, dan radiasi matahari. Salah satu ciri

(2)

15 dari pertumbuhan tanaman adalah mengetahui tinggi vertikal. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator maupun parameter, untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Purnamasari, 2006). Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun rumput dilakukan pada minggu ke-3 setelah tanam. Hasil pengamatan tinggi tanaman tertera pada Gambar 2, yang menunjukkan tinggi tanaman setiap minggu semakin meningkat.

Gambar 2. Perubahan Tinggi Tanaman Rumput Afrika (a) dan Rumput Hawaii (b) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit.

Interaksi antar rumput dan perlakuan dolomit pada pengamatan minggu ke tiga dan ke empat setelah tanam menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata (P<0,05) namun perlakuan antar rumput tidak berbeda nyata (Lampiran 2 dan 3). Hasil penelitian Couto et al. (1991) menyatakan bahwa pemberian kapur dan pupuk TSP meningkatkan hasil rumput Andropogon gayanus pada tahun pertama. Pemberian dolomit dengan taraf 0 ton/ha memiliki tinggi vertikal yang tertinggi pada rumput hawaii. Hal ini berarti rumput hawaii memiliki tinggi vertikal yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput afrika tanpa diberi perlakuan dolomit. Selain hal tersebut dapat diartikan bahwa rumput hawaii lebih unggul dibanding rumput afrika.

(3)

16 Pemberian dolomit terhadap tinggi tanaman berpengaruh nyata terhadap rumput (P<0,05) mulai dari minggu ke enam sampai minggu ke delapan setelah tanam (Lampiran 5 sampai 7). Pemberian dolomit terhadap tinggi tanaman sangat berpengaruh nyata terhadap rumput (P<0,01) pada minggu ke sembilan hingga minggu ke sebelas setelah tanam (Lampiran 8 sampai 10). Rumput hawaii memiliki tinggi vertikal yang lebih tinggi dibanding rumput afrika. Hal ini berarti rumput hawaii lebih unggul dibandingkan dengan rumput afrika.

Interaksi antara rumput dengan pemberian dolomit tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tinggi vertikal tanaman mulai dari minggu ke lima hingga minggu kesebelas setelah tanam. Hal ini disebabkan rumput afrika dan hawaii masih tahan terhadap tanah masam (latosol). Penelitian Salwati (2001) menyatakan bahwa pemberian kapur tidak memberi pengaruh nyata terhadap tinggi vertikal rumput tropis. Hal ini dikarenakan sebagian besar rumput tropis tahan terhadap tanah yang masam seperti latosol dan podsolik. Soepardi (1983) juga menyatakan tanaman yang sangat menyukai kapur adalah kedelai, asparagus, kubis-bunga, dan salada. Namun hal tersebut berbeda dengan penelitian Zain (1998) yang memperlihatkan bahwa peranan kapur nampak sangat dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan rumput gajah mini yang ditanam pada tanah masam. Pagani (2011) menyatakan bahwa jagung responsif terhadap kapur pada tahun kedua setelah pengapuran.

Jumlah Daun Rumput

Bagian tanaman yang paling disukai ternak adalah daun. Selain hal tersebut pada bagian daun juga terjadi fotosintesis. Oleh sebab itu jumlah daun dapat dijadikan parameter untuk mengetahui produktivitas suatu tanaman. Hasil pengamatan jumlah daun tertera pada Gambar 3. Data jumlah daun setiap minggunya semakin meningkat. Namun pada minggu ke delapan jumlah daun mulai menurun, hal ini dikarenakan daun pada tanaman yang mulai menguning dan layu. Selain hal tersebut, rumput mulai memasuki fase generatif. Pada minggu ke delapan rumput hawaii berbunga.

Pertumbuhan daun dipengaruhi oleh unsur Ca dan Mg. Dolomit dapat memasok Ca dan Mg. Jumlah daun rumput hawaii lebih banyak dibanding rumput afrika. Ini berarti rumput hawaii memiliki kualitas yang baik. Mansyur et al. (2005)

(4)

17 menyatakan tanaman pakan ternak yang memiliki kemampuan menghasilkan daun yang banyak akan mempunyai kualitas yang baik, yaitu kandungan nutrisi yang tinggi dan kecernaan yang besar. Namun jumlah daun pada rumput afrika dan rumput hawaii menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Interaksi rumput dan dolomit terhadap jumlah daun tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Ini disebabkan rumput afrika dan hawaii masih tahan terhadap tanah masam (latosol). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Zain (1998) yang memperlihatkan bahwa peranan kapur nampak sangat dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan rumput gajah mini yang ditanam pada tanah masam.

Gambar 3. Perubahan Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika (a) dan Rumput Hawaii (b) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit.

Bobot Segar Daun dan Batang

Rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) adalah salah satu jenis hijauan unggul untuk makanan ternak karena berproduksi tinggi dan kualitasnya baik, dan daya adaptasinya tinggi. Produksi segar rumput gajah jenis hawaii berbulu di Indonesia mencapai 277 ton/ha/tahun (36 ton/ha/tahun bahan kering) (Sinaga, 2007). Penimbangan bobot segar daun dan batang dilakukan pada saat pemanenan sedangkan bobot kering dilakukan setelah tanaman dioven 600C. Produksi hijauan pakan ditunjukkan dengan produksi bahan kering yang diukur dari produksi daun dan batang (Polakitan dan Kairupan, 2009). Hasil pengamatan bobot segar daun dan batang rumput afrika dan rumput hawaii tertera pada Tabel 4 dan Tabel 5 sedangkan

(5)

18 bobot kering daun dan batang rumput afrika dan rumput hawaii tertera pada Tabel 6 dan Tabel 7. Bobot segar rumput afrika dengan perlakuan dolomit dengan taraf 0 ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 448,25, 383,20, dan 405,25 ton/ha/tahun. Bobot segar rumput Hawaii dengan perlakuan dolomit 0 ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 502,74, 426,51, dan 611,58 ton/ha/tahun. Hasil ini tergolong kepada hasil yang lebih baik dibanding penelitian Sinaga (2007). Menurut Sinaga (2007) di Indonesia produksi segar rumput gajah jenis hawaii berbulu mencapai 277 ton/ha/tahun.

Tabel 4. Bobot Segar Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(g/tanaman)---

D0 (0 ton/ha) 817±262 798±224 808±243

D1 (12,5 ton/ha) 683±109 783±219 733±164

D2 (25 ton/ha) 727±91 900±161 814±126

Rataan 742±154 827±201

Interaksi dolomit dengan rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot segar daun begitu juga dengan perlakuan antar rumput dan antar ketiga taraf dolomit (Tabel 4). Begitu juga dengan bobot segar batang. Interaksi dolomit dengan rumput tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot segar batang, hasil yang sama juga dengan perlakuan antar rumput (Tabel 5) menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Lugiyo dan Sumanto (2000) yang memperlihatkan bahwa berat segar rumput hawaii lebih tinggi dibanding rumput afrika. Penelitian Brown et al., (2008) menyatakan pengapuran dapat meningkatkan pH tanah namun pengapuran dengan sistem direct seeded (bibit atau biji langsung) tidak memberi pengaruh terhadap hasil panen.

(6)

19 Tabel 5. Bobot Segar Batang Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(g/tanaman)---

D0 (0 ton/ha) 2283±837 2393±842 2338±839

D1 (12,5 ton/ha) 1750±389 1925±527 1837±458

D2 (25 ton/ha) 1847±349 2983±377 2415±363

Rataan 1960±525 2433±582

Bobot Kering Daun dan Batang

Unsur hara sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya akan menghasilkan berat kering. Berat kering tidak akan didapatkan maksimal apabila pertumbuhan daun dan batang yang rendah. Berat kering tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Bobot kering rumput afrika dengan perlakuan dolomit dengan taraf 0 ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 62,73, 47,52, dan 47,47 ton/ha/tahun. Bobot segar rumput hawaii dengan perlakuan dolomit 0 ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 79,33, 64,98, dan 93,43 ton/ha/tahun. Hasil ini tergolong kepada hasil yang lebih baik dibanding penelitian Sinaga (2007) . Menurut Sinaga (2007) di Indonesia produksi berat kering rumput gajah jenis hawaii berbulu mencapai 36 ton/ha/tahun bahan kering.

Tabel 6. Bobot Kering Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(g/tanaman)---

D0 (0 ton/ha) 164,1±54,9 186,4±58,1 175,2±56,1

D1 (12,5 ton/ha) 151,2±23,0 158,9±44,8 155,1±33,9

D2 (25 ton/ha) 147,8±17,7 256,6±68,9 202,2±43,3

Rataan 154,3±31,8 200,6±57,2

Interaksi pemberian dolomit dengan rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot kering daun kedua rumput, begitu juga dengan perlakuan

(7)

20 antar rumput. Bobot kering tanaman biasanya berhubungan dengan umur tanaman. Semakin lama umur pemotongan kandungan bahan keringnya meningkat. Hal tersebut dikarenakan pada umur pemotongan yang lebih pendek kandungan air rumput akan lebih banyak dibandingkan dengan umur tua (Hindratiningrum, 2010).

Tabel 7. Bobot Kering Batang Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(g/tanaman)---

D0 (0 ton/ha) 234,2±111,2 317,3±99,3 275,7±105,2

D1 (12,5 ton/ha) 150,5±33,6 253,7±87,5 202,1±60,5

D2 (25 ton/ha) 153,6±26,3 336,6±62,8 245,1±44,5

Rataan 179,4±57,0 302,5±83,2

Interaksi pemberian dolomit dengan rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot kering batang kedua rumput, begitu juga dengan perlakuan antar rumput. Hal ini dikarenakan sifat kapur yang mudah tercuci (leaching) dan sifat rumput yang tahan pada tanah masam atau tidak responsif terhadap pemberian dolomit. Hasil penelitian Aromdhana (2006) menyatakan bahwa rumput gajah tumbuh dengan baik pada tanah subur dan tidak terlalu liat, pH tanah lebih kurang 6,5 dengan curah hujan sekitar 1000 mm/th. Selain hal tersebut Costa (2012) juga mengatakan bahwa tanaman jagung yang hampir menyerupai rumput gajah tidak responsif terhadap pemberian kapur, namun kacang tunggak sangat responsif terhadap pemberian kapur. Selain hal tersebut hasil penelitian Carvalho et al., (2000) juga menyatakan dolomit dapat meningkatkan pH tanah namun tidak memberi pengaruh nyata pada produksi bahan kering dan lemak kasar pada rumput Imperata brasiliensis Trin. Berbeda dengan dengan penelitian (Lovadini dan Bulisani, 1971) yang menyatakan bahwa pemberian dolomit memberi pengaruh yang signifikan terhadap produksi Glycine wightii.

Produksi per hektar hijauan segar dan berat kering serta perbandingan batang dengan daun dari hijauan segar dan berat kering rumput afrika dan hawaii selama

(8)

21 satu tahun di Ciampea, Bogor dengan prediksi tujuh kali pemanenan rumput dalam setahun terlihat pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 terlihat bahwa produksi hijauan segar maupun kering rumput hawaii lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput afrika. Hasil penelitian ini sama seperti penelitian Lugiyo dan Sumarto (2000) yang menyatakan produksi hijauan segar maupun kering rumput hawaii lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput afrika.

Tabel 8. Rata-rata Produksi Hijauan Rumput Afrika dan Hawaii di Ciampea, Bogor.

Jenis Rumput Taraf Dolomit Produksi Hijauan (ton/ha/tahun)

Perbandingan Batang dengan Daun (%)

Berat Segar

Berat Kering

Hijauan Segar Berat Kering Batang Daun Batang Daun D0 488,25 62,73 73,65 26,35 58,80 41,20 Afrika D1 383,20 47,52 71,93 28,07 49,88 50,12 D2 405,25 47,47 71,78 28,22 50,96 49,04 D0 502,74 79,33 74,97 25,03 63,00 37,00 Hawaii D1 426,51 64,98 71,08 28,92 61,49 38,51 D2 611,58 93,43 76,82 23,18 56,74 43,26

Analisa Serat Kasar, Protein Kasar, dan Mineral (Ca dan Mg)

Pertumbuhan tanaman dibedakan menjadi dua fase yaitu fase vegetatif dan fase generatif (Fuskhah et al., 2009). Fase pertumbuhan vegetatif akan terjadi perkembangan daun dan batang sebagai hasil penimbunan proses fotosintesis. Fase vegetatif umumnya akan diikuti dengan fase pertumbuhan generatif yang ditandai dengan pembentukan bunga, buah, dan biji. Kualitas hijauan yang terbaik terletak pada akhir fase vegetatif atau menjelang fase generatif. Melewati fase vegetatif, kualitas nutrisi sudah menurut dan kadar serat kasar meningkat. Hal ini berkaitan dengan waktu pemotongan. Bagian tanaman yang dijadikan sampel untuk analisa serat kasar, protein kasar, Ca, dan Mg adalah daun. Hal ini dikarenakan daun merupakan bagian tanaman yang disukai ternak. Selain itu, daun merupakan tempat terjadinya fotosintesis sehingga serat kasar, protein kasar, Ca, dan Mg terbesar ada di

(9)

22 daun. Menurut Mansyur et al. (2005) kandungan protein dan nutrisi lebih banyak terdapat pada daun. Pemberian kapur pada tanah akan meningkatkan serapan N, Ca, dan Mg pada tanaman kedelai (Husny, 1990). Namun pada penelitian ini interaksi dolomit dan kedua rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap serat kasar rumput afrika dan rumput hawaii (Tabel 9) begitu juga dengan perlakuan antar rumput.

Tabel 9. Kandungan Serat Kasar pada Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(%)---

D0 (0 ton/ha) 25,68±1,49 25,57±0,71 25,62±1,10

D1 (12,5 ton/ha) 25,18±0,61 25,75±0,56 25,46±0,58

D2 (25 ton/ha) 25,18±1,41 25,71±0,12 25,44±0,76

Rataan 25,34±1,17 25,67±0,46

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Pusat Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, 2012.

Interaksi dolomit dan kedua jenis rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap protein kasar rumput afrika dan rumput hawaii (Tabel 10) begitu juga dengan perlakuan antar rumput. Hal ini dikarenakan rumput afrika dan rumput hawaii tidak responsif terhadap kapur dan masih tahan pada tanah masam. Soepardi (1983) mengatakan tanaman yang sangat menyukai kapur adalah kedelai, asparagus, kubis-bunga, dan salada. Penelitian Carvalho et al. (2000) menyatakan dolomit dapat meningkatkan pH tanah namun tidak memberi pengaruh nyata terhadap lemak kasar pada rumput Imperata brasiliensis Trin. dan Brachiaria decumbens.

(10)

23 Tabel 10. Kandungan Protein Kasar pada Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(%)---

D0 (0 ton/ha) 10,92±0,79 11,50±1,19 11,21±0,99

D1 (12,5 ton/ha) 10,02±0,61 11,13±0,51 10,57±0,56

D2 (25 ton/ha) 10,87±1,13 11,72±0,66 11,16±0,89

Rataan 10,60±0,84 11,45±0,78

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Pusat Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, 2012.

Selain serat kasar dan protein kasar, pada penelitian ini juga dilakukan analisis mineral Ca dan Mg yang merupakan unsur hara makro sekunder yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif besar untuk perumbuhan tanaman. Unsur Ca memegang peranan penting di dalam tanaman. Unsur tersebut terlibat di dalam mengatur sejumlah proses metabolis, termasuk respon tanaman terhadap lingkungan dan zat-zat pengatur tumbuh (Munawar, 2011). Kisaran konsentrasi Ca di dalam tanaman sekitar 0,2%-1,0% (Munawar, 2011). Kekurangan Ca pada tanaman dapat menyebabkan warna hijau muda yang tidak merata pada daun-daun muda. Daun-daun muda gagal tumbuh sehingga berbentuk seperti mangkuk, berkerut, kuncup rusak, titik tumbuh batang dan bunga mati sebelum berkembang dan gugur, pertumbuhan akar buruk, dan struktur batang tanaman lemah (Wong 2005 diacu dalam Munawar, 2011).

Interaksi dolomit dengan kedua rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan Ca (Tabel 11) begitu juga dengan perlakuan antar rumput. Hasil ini berbeda dengan penelitian (Lovadini dan Bulisani, 1971) menyatakan bahwa pemberian dolomit memberi pengaruh yang signifikan terhadap produksi Glycine wightii. Namun pemberian dolomit sebagai sumber Ca dapat menurunkan efek superposfat (sumber P). Apabila Ca meningkat maka P menurun dengan kata lain Ca dan P memiliki hubungan negatif (Lovadini dan Bulisani, 1971).

(11)

24 Tabel 11. Kandungan Mineral Ca pada Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(%)---

D0 (0 ton/ha) 0,12±0,01 0,15±0,01 0,13±0,01

D1 (12,5 ton/ha) 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02

D2 (25 ton/ha) 0,14±0,01 0,12±0,01 0,13±0,01

Rataan 0,13±0,01 0,13±0,01

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor, 2012.

Tanaman membutuhkan Mg lebih sedikit dari Ca. Konsentrasi Mg di dalam tanaman beragam antara 0,1% dan 0,4% (Munawar, 2011). Dengan konsentrasi sekecil ini, peran paling penting Mg di dalam tanaman adalah sebagai komponen molekul klorofil pada semua tanaman hijau, dan berperan penting pada hampir seluruh metabolis tanaman dan sintesis protein (Munawar, 2011). Kekurangan Mg dapat menyebabkan gejala menguning pada daerah antartulang daun tua, daun-daun keriting tegak sepanjang bagian tepinya, dengan sisi bawah daun dan pucuk daun tetap berwarna hijau (Havlin et al. 2005 diacu dalam Munawar 2011). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi dolomit dengan kedua rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan Mg (Tabel 12) begitu juga dengan perlakuan antar rumput.

Tabel 12. Kandungan mineral Mg pada Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(%)---

D0 (0 ton/ha) 0,13±0,06 0,06±0,05 0,09±0,05

D1 (12,5 ton/ha) 0,02±0,00 0,07±0,05 0,04±0,02

D2 (25 ton/ha) 0,02±0,00 0,07±0,06 0,04±0,03

Rataan 0,05±0,02 0,06±0,05

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor, 2012.

(12)

25 Penelitian Pagani (2011) menyatakan bahwa hasil jagung lebih tinggi dengan menggunakan kapur CaCO3 dibanding menggunakan kapur dolomit (CaMg(CO3)2) yang ditanam pada tahun kedua setelah penanaman kedelai pada tahun pertama. Hal ini berarti kandungan Ca, Mg, serat kasar, dan protein kasar kemungkinan akan berbeda nyata setelah panen selanjutnya atau pada tahun kedua setelah pengapuran. Penelitian Oliveira et al. (2007) menyatakan dolomit dapat meningkatkan kandungan K, Ca, dan protein kasar pada hijauan dengan dosis 3 ton/ha.

Kandungan Ca, serat kasar, dan protein kasar dari penelitian ini masih dikatakan normal. Hasil ini hampir sama dengan analisis Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2003) yang menjelaskan bahwa kandungan serat kasar rumput gajah yaitu berkisar 26,0%-40,5%, Ca berkisar 0,14%-0,48% dan protein kasar menurut Lubis (1992) sebesar 9,66%. Kandungan Ca dan Mg pada penelitian ini berbeda dengan Munawar (2011) yang menyatakan kandungan Mg di dalam tanaman antara 0,1% dan 0,4% sedangkan kandungan Ca sekitar 0,2%-1,0%.

Gambar

Gambar  2. Perubahan Tinggi Tanaman Rumput  Afrika  (a) dan Rumput  Hawaii (b)  pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit
Gambar 3. Perubahan Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika (a) dan Rumput Hawaii  (b) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit
Tabel 9. Kandungan Serat Kasar pada Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Referensi

Dokumen terkait

&lt;note: this is currently ats.html with no assigned OGC document number&gt;How to create CRs using this form: Comprehensive information and tips about how to create CRs can be

Penggalian, Pengayaan dan Perumusan Gagasan Sosialisasi Gagasan kepada Mitra Kegiatan Pembentukan Kelompok Kerja Pelaksana bersama Warga dan Mitra Kegiatan Penjabaran

Kami telah mereviu Laporan Keuangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk Tahun Anggaran 2011 berupa Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan atas Laporan

Receiver, Radio Modem, GSM/GPRS Module, Antenna, Battery dan Data Collector sudah terintegrasi dalam satu sistem Untuk keperluan pengukuran yang sangat teliti, surveyor dapat

Efek Ekstrak Daun Singkong (Manihot utilissima) Terhadap Ekspresi COX-2 Pada Monosit yang Dipapar LPS E.coli.. Efek Penggunaan Siwak Pada Gigi

[r]

Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar nitrit pada Lobak menggunakan Air PDAM selama 7,5

Kondisi kemiskinan masyarakat di Desa Manukan pada saat ini sudah cukup berkurang karena dilihat dari kon- disi tempat tinggal yang sudah layak dan tingkat pendidikan