• Tidak ada hasil yang ditemukan

LOYALITAS PELANGGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LOYALITAS PELANGGAN."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

J urusan Manajemen

Oleh :

DEDI GIYANTORO 0812010098 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

S K R I P S I

Oleh :

DEDI GIYANTORO 0812010098 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(3)

LOYALITAS PELANGGAN

Disusun Oleh :

DEDI GIYANTORO

0812010098 / FE / EM

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi J urusan Manajemen Fakultas Ekonomi

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal 31 J anuari 2013

Pembimbing : Tim Penguji :

Ketua

Dr s. Ec. Supriyono, MM Dra. Ec. Hj. Luky Susilowati, MP Sekretaris

Dr s. Ec. Supriyono, MM Anggota

Dr. Prasetyohadi, MM

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

(4)

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “LOYALITAS PELANGGAN” dengan baik.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.

Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MT, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Program Studi Manajemen UPN “Veteran” Jawa Timur

(5)

menghargai jasa Bapak dan Ibu. Namun teriring do’a semoga apa yang sudah diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan berkah dari sang Illahi. 6. Yang terhormat Bapak dan Ibu, sembah sujud serta ucapan terima kasih atas

semua do’a, restu, dukungan, nasehat yang diberikan kepada penulis.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Januari 2013

(6)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 9

2.2. Landasan Teori ... 11

2.2.1. Pengertian Pemasaran ... 11

2.2.2. Konsep Pemasaran ... 12

2.2.3. Tujuan Pemasaran ... 14

2.3. Kualitas Layanan ... 14

2.3.1. Pengertian Kualitas Layanan ... 14

(7)

2.4.2. Indikator Relationship Marketing ... 22

2.5. Kepuasan Konsumen ... 23

2.6. Loyalitas Pelanggan ... 25

2.6.1. Pengertian Loyalitas Pelanggan ... 25

2.6.2. Indikator Loyalitas Pelanggan ... 28

2.7. Pengaruh kualitas layanan terhadap relationship marketing 29

2.8. Pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen .... 29

2.9. Pengaruh relationship marketing terhadap loyalitas pelanggan 30 2.10. Pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan 31 2.11. Kerangka Konseptual ... 33

2.12. Hipotesis ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

3.1.1. Definisi Operasional ... 35

3.1.2. Pengukuran Variabel ... 38

3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 39

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.3.1. Jenis Data ... 40

3.3.2. Sumber Data ... 40

(8)

3.4.2. Model Indikator Refleksif Dan Indikator Formatif .. 43

3.4.2.1. Model Indikator Refleksif ... 43

3.4.2.2. Model Indikator Formatif ... 45

3.4.3. Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS) ... 49

3.4.4. Pengukuran Metode Partial Least Square (PLS) ... 49

3.4.5. Langkah-langkah PLS ... 50

3.4.6. Asumsi PLS ... 52

3.4.7. Ukuran Sampel ... 52

3.4.8. Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 56

4.1.1. Sejarah Singkat Alfamart ... 56

4.1.2. Visi, Misi dan Budaya ... 58

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 59

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 59

4.2.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 62

4.2.2.1. Deskripsi Kualitas Layanan (X) ... 63

4.2.2.2. Deskripsi Relationship Marketing (Y1) .... 64

4.2.2.3. Deskripsi Kepuasan Pelanggan (Y2) ... 66

(9)

4.3.2. Uji Inner Model (Pengujian Model Struktural) ... 72 4.3.3. Uji Kausalitas ... 73 4.4. Pembahasan ... 74

4.4.1. Pengujian Hipotesis Pengaruh Kualitas Layanan

(X) Terhadap Relationship Marketing (Y1) ... 74 4.4.2. Pengujian Hipotesis Pengaruh Kualitas Layanan

(X) Terhadap Kepuasan Pelanggan(Y2) ... 76 4.4.3. Pengujian Hipotesis Pengaruh Relationship

Marketing (Y1) Terhadap Loyalitas Pelanggan (Z) . 77

4.4.4. Pengujian Hipotesis Pengaruh Kepuasan

Pelanggan(Y2) Terhadap Loyalitas Pelanggan (Z) 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 81 5.2. Saran ... 81

(10)

Tabel 1.1 Penjualan Di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya Periode

Januari – September 2012 ... 4

Tabel 1.2 Jumlah Komplain Pelanggan Di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya Periode Januari – September 2012 ... 5

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 60

Tabel 4.3. Klasifikasi Pendapatan Responden ... 61

Tabel 4.4.Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Belanja di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya ... 62

Tabel 4.5. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kualitas Layanan (X) ... 63

Tabel 4.6. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Relationship Marketing (Y1) ... 65

Tabel 4.7. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kepuasan Pelanggan (Y2) ... 66

Tabel 4.8. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Loyalitas Pelanggan (Z) ... 67

Tabel 4.9. Outer Loading (Model Pengukuran dan Validitas) ... 69

Tabel 4.10 Outer Weight ... 71

Tabel 4.11. Average Variance Extracted (AVE) [CSV-Version ] ... 72

(11)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual... 33 Gambar 3.1. Composite Latent Variable (Formative) Model Untuk

Loyalitas Pelanggan (Z) ... 44 Gambar 3.2. Composite Latent Variable (Formative) Model Untuk

Kualitas Layanan (X) ... 47 Gambar 3.3. Composite Latent Variable (Formative) Model Untuk

Relationship Marketing (Y1) ... 48 Gambar 3.4. Composite Latent Variable (Formative) Model Untuk

Kepuasan Pelanggan (Y2) ... 48 Gambar 4.1. Model Pengukuran PLS Hubungan Kualitas Layanan (X)

Relationship Marketing (Y1), Kepuasan Pelanggan (Y2) dan

(12)

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Tanggapan Responden Terhadap Kualitas Layanan (X),

Relationship Marketing (Y1), Kepuasan Pelanggan (Y2) dan

Loyalitas Pelanggan (Z)

(13)

Oleh:

DEDI GIYANTORO

Abstraksi

Berdasarkan data penjualan data penjualan pada Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya mulai Januari – September 2012, telah terjadi ketidakstabilan dan kecenderungan penurunan pada tingkat penjualannya. Kecenderungan penurunan tingkat penjualan di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya tersebut didukung oleh kenaikan jumlah komplain pelanggan dalam setiap bulannya pada Januari – September 2012. Terjadinya kecenderungan penurunan pada penjualan serta kecenderungan meningkatnya jumlah komplain pelanggan di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya tersebut mengindikasikan tingkat kualitas layanan yang diberikan pihak Alfamart kepada pelanggan kurang bagus dan tingkat kepuasan pelanggan Alfamart yang semakin menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap loyalitas dengan relationship

marketing dan kepuasan sebagai variabel intervening di Alfamart Gubeng Kertajaya

3 Surabaya.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling

tepatnya purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria- kriteria tertentu, meliputi: respoden berusia minimal 21 tahun dan respoden pernah belanja ke Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya minimal 2 kali. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada asumsi SEM bahwa besarnya jumlah sampel yaitu 5-10 kali parameternya yang di estimasi. Pada penelitian ini ada 20 indikator, sehingga jumlah sampel yang diestimasi yaitu antara 100-200. Adapun jumlah sampel yang ditetapkan adalah (20x6) = 120 responden yang merupakan pelanggan di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas layanan tidak berpengaruh terhadap relationship marketing dan kepuasan pelanggan Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya, serta relationship marketing juga tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya. Sedangkan kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan pada Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya.

Key Words: Kualitas Layanan, Relationship Marketing, Kepuasan Pelanggan dan

(14)

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa selalu meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas, hal ini seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman, dampaknya adanya perilaku pelanggan dalam menentukan tempat pembelanjaan yang mereka anggap paling sesuai dan benar-benar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.

Semakin meningkatnya tempat pembelanjaan akan memberikan banyak alternatif kepada masyarakat sebagai pelanggan untuk memilih tempat pembelanjaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan financial pelanggan. Hal ini harus diimbangi oleh pedagang untuk berusaha menarik pelanggan agar mau membeli barang ditempat dimana dia membuka dagangannya. Pedagang harus cepat tanggap dan segera menyesuaikan akan perubahan selera dan kemampuan pelanggan, dengan memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada pelanggan sehingga nantinya kepuasan pelanggan akan dapat tetap terjaga.

(15)

Alfamart merupakan pasar swalayan yang berbentuk minimarket yang melakukan bisnis eceran dengan berhubungan langsung dengan pelanggan akhir bertujuan untuk memenuhi kebutuhan total pelanggan, yaitu tempat belanja terpadu yang menjual barang-barang beraneka ragam, dari barang kebutuhan sehari-hari, barang kebutuhan dapur, perabot rumah tangga, perabot kamar tidur, perabot kamar mandi, kosmetik, dan sebagainya.

Keberadaan minimarket Alfamart merupakan tuntutan masyarakat perkotaan yang cenderung membutuhkan tempat perbelanjaan dengan produk yang berkualitas dengan jenis produk bervariasi, dan pelayanan yang lebih baik karena hal tersebut mampu menarik pelanggan untuk melakukan belanja di Minimarket Alfamart.

Parasuraman, et, al (1996) dalam Edwin, et al (2007: 36) menyatakan bahwa kualitas layanan adalah persepsi pelanggan terhadap keunggulan suatu layanan. Pada dasarnya hanya pelanggan yang menilai kualitas layanan suatu badan usaha berkualitas atau tidak. Sedangkan pengertian loyalitas seperti dinyatakan oleh Zeithaml et.al (1996) dalam Edwin (2005: 37) adalah suatu keadaan dimana pelanggan memiliki sikap yang positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen pada merek tersebut dan berniat untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan merek tertentu tersebut di masa yang akan datang.

(16)

kesempatan berikutnya pada badan usaha tersebut, atau dapat dikatakan bahwa dengan kualitas layanan yang baik serta kepuasan konsumen tersebut menyebabkan loyalitas konsumen.

Untuk meningkatkan kualitas pelayanannya, Alfamart menerapkan program pemasaran relasional atau biasa disebut dengan relationship marketing. Penerapan program pemasaran relasional ini diharapkan mampu membuat pelanggan menjadi setia dan loyal sehingga hubungan yang terjadi tidak hanya hubungan antar penjual dan pembeli, tapi lebih mengarah hubungan sebagai mitra. Chan (2003: 6) menyatakan bahwa relationship marketing merupakan pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan badan usaha.

Hubungan relationship marketing dengan loyalitas pelanggan dinyatakan oleh Bruhn (2003) dalam Edwin, et al, (2007) menyatakan bahwa pemasaran relasional atau relationship marketing berhubungan dengan bagaimana perusahaan dapat membangun keakraban dengan pelanggannya, sehingga perusahaan dapat mengetahui keinginan dan harapan pelanggan, yang pada akhirnya perusahaan dapat mewujudkan loyalitas pelanggan.

Program pemasaran relasional yang dijalankan oleh Alfamart yaitu dengan memberikan member card bagi pelanggan Alfamart yang disebut dengan Kartu

AKU, A Card Flazz dan Kartu AKU BNI. Dengan memiliki kartu tersebut,

(17)

special dari Alfamart seperti: HematKu, Kalender Belanja, SpesialKu dan HadiahKu serta program ekslusif lainnya.

Pelaksanaan program pemasaran relasional masih dirasakan kurang efektif oleh pihak Alfamart. Masalah yang banyak terjadi adalah banyaknya pelanggan Alfamart yang memiliki member card pada saat melakukan kunjungan, mereka tidak mengetahui adanya manfaat yang dapat mereka peroleh sebagai pemegang

member card. Selain itu tidak adanya pemeliharaan hubungan antara pelanggan

pemegang member card dengan karyawan Alfamart, sehingga para karyawan Alfamart tidak mengetahui apakah pemegang kartu telah menggunakan manfaat dari member card atau belum menggunakan.

Berikut ini disajikan tabel 1.1 yang menunjukkan data penjualan pada Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya mulai Januari – September 2012, adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1

(18)

Berdasarkan tabel 1.1, dapat diketahui bahwa selama 9 bulan terakhir dari bulan Januari – September 2012 telah terjadi ketidakstabilan dan kecenderungan penurunan pada tingkat penjualan di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya.

Kecenderungan penurunan tingkat Penjualan Di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya ini didukung oleh kenaikan jumlah komplain pelanggan pada periode Januari – September 2012, sebagai berikut :

Tabel 1.2

Jumlah Komplain Pelanggan Di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya Periode Januari – September 2012

Periode Jumlah (Orang) Jenis Keluhan Jan 2012

Berdasarkan tabel 1.2, dapat diketahui bahwa selama 9 bulan terakhir dari bulan Januari – September 2012 telah terjadi kecenderungan kenaikan jumlah komplain pelanggan di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya.

(19)

adalah kualitas layanan yang diberikan pihak Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya kepada pelanggan yang kurang bagus.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Edwin Japarianto pada tahun 2007, tentang pengaruh kualitas layanan sebagai pengukur loyalitas pelanggan hotel majapahit surabaya dengan pemasaran relasional sebagai variabel intervening. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kualitas layanan berpengaruh secara langsung terhadap loyalitas pelanggan, dan kualitas layanan berpengaruh secara tidak langsung terhadap loyalitas pelanggan melalui pemasaran relasional sebagai variabel intervening.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian dan kajian yang lebih mendalam tentang hubungan relationship marketing, kualitas layanan, dan loyalitas pelanggan, untuk kemudian dijadikan sebagai penelitian dengan judul “LOYALITAS PELANGGAN”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diajukan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah kualitas layanan berpengaruh terhadap relationship marketing di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya ?

2. Apakah kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya ?

(20)

4. Apakah kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap relationship marketing

di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya

2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggandi Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya

3. Untuk mengetahui pengaruh relationship marketing terhadap loyalitas pelanggan di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya

4. Untuk mengetahui pengaruh kepuasan pelangganterhadap loyalitas pelanggan di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya

1.4. Manfaat Penelitian.

Sebagaimana layaknya karya ilmiah ini, hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan berhubungan dengan obyek penelitian antara lain :

1. Bagi Universitas

(21)

perguruan tinggi UPN “Veteran” Jatim pada umumnya dan Fakultas Ekonomi pada khususnya.

2. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pertimbangan maupun bahan informasi dalam rangka mengatasi permasalahan yang ada kaitannya dengan kualitas layanan, relationship marketing, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan.

3. Bagi Ilmu Pengetahuan

(22)

BAB II

TINJ AUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang releven dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh:

(23)

2. Licen Indahwati Darsono, 2010, dengan judul “Hubungan Perceived Service

Quality Dan Loyalitas: Peran Trust Dan Satisfaction Sebagai Mediator”.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan perceived service

quality terhadap loyalitas melalui trust dan satisfaction. Metode penarikan

sampel dilakukan dengan menggunakan purposive dan quota sampling. Kriteria pemilihan sampel adalah mahasiswa Unika Widya Mandala yang telah merasakan proses belajar minimal 2 semester. Penelitian mengunakan analisis SEM (Structural Equation Modelling) yaitu untuk mengetahui hubungan perceived service quality terhadap loyalitas melalui trust dan

satisfaction. Kesimpulan dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa trust

dan satisfaction berperansebagai mediator hubungan antara perceived service

quality terhadap loyalitas.

(24)

dengan kepuasan pelanggan sebagai variabel intervening. Kesimpulanya adalah bahwa kepuasan pelanggan dapat menjadi variabel intervening positif antara ekspektasi pelanggan dan aplikasi bauran pemasaran terhadap loyalitas toko modern.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Pemasaran

Banyak definisi pemasaran yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang ini walaupun masing–masing memberikan penekanan yang berbeda namun pada intinya tujuan mereka sama yaitu bertitik tolak pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Kotler (2002: 8) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Swastha (2004: 5) mendefinisikan pemasaran sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

(25)

mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial

Nystrom (2001: 42) menyatakan bahwa pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen

Philip dan Duncan (2004: 67) menyatakan bahwa pemasaran yaitu sesuatu yang meliputi semua langkah yang dipakai atau dibutuhkan untuk menempatkan barang yang bersifat tangible ke tangan konsumen.

Selanjutnya pengertian pemasaran menurut Asosiasi Pemasaran Amerika Serikat / American Merketing Association (2008) bahwa pemasaran adalah pelaksanaan kegiatan usaha pedagangan yang diarahkan pada aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen

Dari pengertian-pengertian pemasaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu bentuk kegiatan yang mencakup unsur pemasaran seperti merencanakan, menentukan harga, mempromosikan serta mendistribusikan barang dan jasa tersebut kepada pelanggan yang membutuhkannya.

2.2.2. Konsep Pemasaran

(26)

Menurut Peter dan Olson (2001: 3) menyatakan bahwa perusahaan harus memahami dan tetap dekat dengan pelanggan dalam menyajikan produk serta pelayanan yang baik, yang akan dibeli dan digunakan pelanggan.

Kotler dan Amstrong (2002: 17) mengemukakan bahwa konsep pemasaran merupakan falsafah manajemen pemasaran yang berkeyakinan bahwa pencapaian sasaran organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan penyampaian kepuasan yang didambakan itu lebih efektif dan efisien ketimbang pesaing.

Konsep pemasaran menurut Lamb, et. al. (2001: 6) adalah alasan keberadaan sosial dan ekonomi bagi suatu organisasi dalah memuaskan kebutuhan pelanggan dan keinginan tersebut sesuai dengan sasaran perusahaan. Hal tersebut tersebut didasarkan pada pengertian bahwa suatu penjualan tidak tergantung pada agresifnya tenaga penjual tetapi lebih pada keputusan pelanggan untuk membeli suatu produk, bahkan apa yang pelanggan pikirkan itulah yang mereka beli-nilai yang mereka persepsikan.

Konsep pemasaran menurut Lamb, et. al. (2001: 6) terdiri dari sebagai berikut :

1. Fokus pada kemauan dan keinginan pelanggan sehingga organisasi dapat membedakan produknya dari produk yang ditawarkan oleh para pesaing 2. Mengintegrasikan seluruh aktivitas organisasi, termasuk di dalamnya

produksi untuk memuaskan kebutuhan ini.

(27)

2.2.3. Tujuan Pemasaran

Ada empat tujuan pemasaran atau sasaran alternatif yang diajukan menurut Kotler dan Armstrong (2002: 17):

1. Memaksimalkan konsumsi

Banyak eksekutif bisnis percaya bahwa jabatan pemasaran semestinya dapat mendorong konsumsi maksimum, yang pada gilirannya akan menciptakan produksi, kesempatan kerja, dan kemakmuran maksimum.

2. Memaksimalkan kepuasan pelanggan

Pandangan lain menyatakan bahwa sistem pemasaran adalah untuk memaksimalkan kepuasan pelanggan, bukan jumlah konsumsinya.

3. Memaksimalkan pilihan

Memaksimalkan ragam produk dan pilihan pelanggan akan memungkinkan pelanggan mendapatkan barang yang benar-benar memuaskan selera mereka. 4. Memaksimalkan mutu kehidupan

Mutu kehidupan ini tidak hanya mencakup kualitas, kuantitas, ketersediaan dan harga barang, tetapi juga mutu lingkungan fisik dan budaya.

2.3. Kualitas Layanan

2.3.1. Pengertian Kualitas Layanan

Lovelock (1988: 229) dalam Laksana (2008: 86), definisi dari kualitas adalah sebagai berikut: “quality is degree of excellent intended and the control of

variability in achieving that excellent in meeting the customer requirements”.

(28)

keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk dapat memberikan kualitas layanan yang baik maka perlu dibinan hubungan yang erta antar perusahaan dalam hal ini adalah karyawan dengan pemakai jasa tersebut.

Dengan demikian kualitas adalah merupakan faktor kunci sukses bagi suatu organisasi atau perusahaan seperti yang dikemukakan oleh Laksana (2008: 88) bahwa kualitas merupakan jaminan terbaik kita atas kesetiaan pelanggan, pertahanan terkuat kita dalam menghadapi persaingan asing, dan satu-satunya jalan menuju pertumbuhan dan pendapatan yang langgeng.

Kotler dan Amstrong (2002; 681) yang menyatakan “Quality is the totally

and characteristics of the product and service that bear on its ability to satisfy

stated or implied needs”, maksud dari definisi adalah kualitas merupakan

keseluruhan dari keistimewaan dan karakteristik dari produk atau jasa yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan secara langsung maupun tidak langsung. Ini berarti badan usaha harus dapat memberikan produk atau layanan yang memenuhi kebutuhan pelanggan agar pelanggan akan merasa puas.

Parasuraman et. al (2000: 44): “Service quality is the customer

perception’s of the superiority of the service”. Maksudnya kualitas layanan adalah

persepsi pelanggan terhadap keunggulan suatu layanan. Pada dasarnya hanya pelanggan yang menilai kualitas layanan suatu badan usaha berkualitas atau tidak.

(29)

the basic and service it sells” komponen pelayanan dalam bisnis tidak dapat dipisahkan baik itu untuk perusahaan jasa maupun perusahaan dagang. Untuk perusahaan jasa, pelayanan ini sebagai produk yang berdiri sendiri, sedangkan pada perusahaan dagang dan industry sebagai produk tambahan yang selalu melekat pada produk utamanya.

Parasuraman, et. al. (2000: 261) telah mengidentifikasikan sejumlah kriteria sebagai berikut :

1. Service menghasilkan keunikan intangible (tak berwujud)

Intangibe menunjukkan keunikan pelayanan yang lebih jelas daripada

karakteristik yang lainnya.

2. Bersifat variabel dan non standard output

Sulit sekali bahwa tidak mungkin menstandarisasikan output dalam hal keinginan sebelum dan selama pelayanan.

3. Dapat rusak

Kontak dengan pelanggan yang tinggal dalam proses pelayanannya.

4. Service dikarakteristikan memiliki kontak dengan pelanggan yang sering

dalam proses pelayanannya.

5. Labor intensiveness

Service lebih menekankan pada pendekatan personal yang dilakukan karyawan.

6. Dezentralisation facility near customer

Service harusnya didekatkan dengan pelanggan khususnya service yang

(30)

7. Measure of effectiveness

Mengukur efektivitas service merupakan hal yang lebih sulit daripada menentukan kualitas fisik produk.

8. Quality Control Primarily Process Control

Pengendalian kualitas service melibatkan pelanggan dalam banyak hal dilakukan sebelum dan selama proses pelayanan.

9. Customer participation

Menjual ketrampilan secara langsung kepada pelanggan dalam banyak jasa pelanggan membeli ketrampilan prodider namun dalam hal yang lain kemampuan teknis sangat diperlukan.

2.3.2. Dimensi Kualitas Layanan

Mutu merupakan istilah yang mempunyai makna yang berbeda bagi setiap orang. Memahami dimensi mutu produk perusahaan merupakan langkah awal dalam mengembangkan dan memelihara keunggulan produk dalam persaingan bisnis. Ada beberapa pakar pemasaran telah mengimbangkan dimensi kualitas jasa atau sering disebut sebagai faktor utama yang mempengaruhi atau menentukan kualitas jasa berdasarkan pengalaman dan penelitiannya terhadap baberapa perusahaan baik manufaktur maupun jasa. Pakar tersebut antara lain :

Parasuraman, et, al. (1996) dalam Edwin, et al. (2007; 36) mengemukakan lima dimensi kualitas layanan yang terdiri dari :

1. Tangible, mencakup fasilitas fisik, perlengkapan, penampilan karyawan, dan

(31)

2. Reliability, mencakup kemampuan untuk memnuhi janji pelayanan secara cepat dan akurat.

3. Responsiveness, mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan

memberikan pelayanan secara sigap.

4. Assurance, mencakup kemampuan dan kesopanan karyawan.

5. Emphaty, mencakup kepedulian, perhatian terhadap individu yang diberikan

oleh perusahaan terhadap pelanggan mereka.

2.4. Relationship Marketing

2.4.1. Pengertian Relationship Marketing

Pada mulanya para pelaku bisnis melakukan bisnis dengan orientasi transaksi yang bertujuan untuk meningkatkan volume penjualan. Namun saat ini pelanggan sangat banyak bahkan mendunia. Para pelanggan lebih cenderung untuk memilih badan usaha yang mampu memberikan layanan yang berkualitas dan di beberapa lokasi yang berbeda, mampu dengan cepat mengatasi perbedaan lokasi, serta mampu bekerja lebih dekat dengan pelanggan. Pentingnya menelaah keterhubungan pelanggan (customer relationship) terlihat dari semakin banyaknya perusahaan yang menerapkan strategi relationship marketing dalam memasarkan produknya.

Pembinaan hubungan dengan pelanggan melalui pemasaran (relationship

marketing) merupakan filosofi berbisnis, suatu orientasi strategik, yang

(32)

mengasumsikan bahwa dalam mencari nilai (value) yang dibutuhkannya para pelanggan lebih suka mempunyai hubungan jangka panjang dengan satu organisasi dari pada terus-menerus berpindah dari organisasi yang satu ke organisasi yang lain. Atas dasar asumsi ini dan adanya kenyataan bahwa mempertahankan hubungan dengan pelanggan yang sekarang adalah memerlukan biaya yang jauh lebih murah daripada biaya untuk menarik pelanggan baru, maka para pemasar yang ingin berhasil (dalam jangka panjang) akan menjalankan strategi yang efektif dalam mempertahankan pelanggan yang ada sekarang.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai relationship marketing maka perlu mengetahui terlebih dulu konsep-konsep relationship marketing. Menurut beberapa ahli yang kelihatan agak berbeda, tapi sebenarnya memiliki maksud yang sama dan saling menunjang antara konsep yang satu dengan yang lain.

Menurut Chan (2003: 6) relationship marketing merupakan pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan badan usaha. Hubungan ini bersifat partnership, bukan sekedar hubungan antara penjual dan pembeli. Dengan demikian, tujuan jangka panjang adalah menghasilkan keuntungan terus menerus dari kelompok pelanggan : pelanggan sekarang dan pelanggan baru.

Relationship marketing menurut Tjiptono (2003; 102) yaitu strategi

(33)

kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulangan (repeat business). Elemen pusat dalam relationship marketing adalah kepercayaan antara badan usaha dengan pelanggannya. Relationship marketing menentukan pelanggan-pelanggan mana yang paling penting terhadap masa depan penjual dan membuat pelanggan suka terhadap seluruh aspek badan usaha. Relationship marketing menunjukkan adanya peningkatan hubungan antara badan usaha dengan pelanggan-pelanggannya dari sekedar sales driven ke customer driven, dari sekedar

manipulating customer ke involving customer, dari sekedar selling dan telling ke

asking dan satisfying. Jadi pelanggan bukan hanya sebagai pembeli saja, tapi

sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari badan usaha dalam melakukan bisnis.

Menurut Kotler & Armstong (2002; 195) suatu relationship marketing

(34)

memberikan sesuatu yang sifatnya pribadi atau perindividu. Mengetahi secara lebih detail apa yang sekaramg ini dibutuhkan oleh para pelanggan tersebut.

(3) Structural ties (ikatan structural) Pendekatan yang ketiga ini untuk

membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan melalui ikatan structural. Dalam ikatan structural ini badan usaha berusaha untuk membantu pelanggan dan selalu memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang diperlukan, sehingga pelanggan yang dibantu dan diperhatikan akan merasa sangat dihargai dan lebih puas pada badan usaha.

Kotler (2000; 13) dalam Edwin, et al, (2007; 36) menyatakan bahwa pemasaran relasional selain membangun hubungan dengan pelanggannya juga dibangun berdasarkan hubungan jangka panjang yang dapat memuaskan dengan pihak-pihak kunci lainnya, seperti pemasok, penyalur, dan lain-lain gunan mempertahankan preferensi dan bisnis jangka panjang mereka. Fungsi utama pemasaran relasional adalah mencakup semua langkah-langkah yang dilakukan perusahaan untuk mengenal dan melayani pelanggan dengan baik.

(35)

biasanya tidak membatasi komitmen dengan pelanggan namun tidak demikian pada pemasaran transaksional; (5) dominasi fungsi pemasaran pada relationship

marketing adalah pemasaran interaktif yang didukung oleh bauran pemasaran,

sedang pada pemasaran transaksional dominasi hanya pada bauran pemasaran; (6) peran pemasaran internal lebih substantif pada relationship marketing dibanding dengan pada pemasaran transaksional (Payne, 2000; 56).

2.4.2. Indikator Relationship Marketing

Bruhn (2003) dalam Edwin, et al, (2007; 36) menyatakan bahwa pemasaran relasional atau relationship marketing berhubungan dengan bagaimana perusahaan dapat membangun keakraban dengan pelanggannya. Untuk membangun hubungan yang akrab, maka sebuah perusahaan harus memperhatikan beberapa hal yang merupakan indikator dari relationship

marketing, antara lain:

1. Harmony

Adalah adanya pemeliharaan hubungan yang terjalin dengan harmonis dengan saling memahami peran baik perusahaan maupun pelanggan.

2. Acceptance

Adalah adanya hubungan saling menerima berdasar kejelasan dari maksud dan tindakan yang diambil masing-masing pihak.

3. Participation Simplicity

(36)

2.5. Kepuasan Konsumen

Gasperz (1997) dalam Laksana (2008: 10) menyatakan bahwa kepuasan konsumen dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi.

Menurut Tjiptono dan Chandra (2005: 194) bahwa kepuasan konsumen telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen. Bisa dipastikan bahwa semua buku teks laris di bidang strategi bisnis, pemasaran, dan perilaku konsumen mengupasnya. Organisasi bisnis dan non bisnis pun berlomba mencanangkannya sebagai salah satu tujuan strategiknya, misalnya melalui slogan-slogan seperti “Pelanggan adalah Raja”, “Kepuasan Anda Adalah Tujuan Kami”, “We Care For Customer” dan sejenisnya. Berkembangnya riset kepuasan pelanggan dan penganugerahan award buat kesuksesan perusahaan dalam meraih skor tertinggi indeks kepuasan pelanggan nasional (national customer satisfaction

indeks) juga berkontribusi pada peningkatan kepedulian produsen dan konsumen

terhadap pentingnya kepuasan pelanggan.

(37)

lebih menyenangkan tentang sebuah produk dengan merek yang sudah mereka anggap positif.

Menurut Tjiptono dan Chandra (2005: 195) bahwa kata kepuasan

(satisfaction) berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan

“facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai “upaya

pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai”. Richard L Oliver (1997) dalam bukunya berjudul “satisfaction: A Behavioral Perspective On The

Customer” menyatakan semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu

diminta mendefinisikannya kelihatannya tak seorang pun tahu.

Kotler (1995) dalam Laksana (2008: 9) menyatakan bahwa “customer

satisfaction is the outcomes felt by buyers who experiented a company

performance that has fulfilled expectations” maksudnya adalah menyangkut

komponen harapan dan kinerja / hasil yang dirasakan.

Pelanggan membandingkan persepsi mereka atas kualitas produk setelah menggunakan produk tersebut sesuai dengan ekspektasi kinerja produk sebelum mereka membelinya. Tergantung pada bagaimana kinerja actual dibandingkan dengan kinerja yang diharapkan. Mereka akan mengalami emosi yang positif, negatif atau netral. Tanggapan emosional ini bertindak sebagai masukan atau input dalam persepsi kepuasan atau ketidakpuasan mereka.

(38)

produk atau layanan yang dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan dari pelanggan sehingga mencapai kepuasan dari pelanggan dan lebih jauh lagi dapat menciptakan kesetiaan pelanggan.

Hanan dan Karp (1989) dalam Samuel (2006: 57) menyatakan bahwa didalam mengevaluasi kepuasan pelanggan terhadap suatu produk selalu mengacu pada atribut- atribut pembentuk kepuasan yang dikenal dengan The Big Eight, yang terdiri dari:

1. Value to price relationship, merupakan harga produk

2. Product quality, merupakan kualitas produk

3. Product features, merupakan ciri produk yang membedakan dengan pesaing

4. Reliability, merupakan keandalan produk

5. Warranty, merupakan garansi produk

6. Response to and remedy of problem, merupakan respon dan solusi terhadap

masalah

7. Sales experience, merupakan pengalaman penjualan yang dimiliki

perusahaan.

8. Convenience of acquisition, merupakan kemudahan mendapatkan

pengetahuan tentang produk

2.6. Loyalitas Pelanggan

2.6.1. Pengertian Loyalitas Pelanggan

(39)

pelanggan memandang perusahaan itu sebagai perusahaan yang baik. Di mata pelanggan, suatu perusahaan itu baik bila pelanggan melakukan pembelian pertama dari perusahaan, dan setelah pembelian pertama, pelanggan punya keinginan untuk melakukan pembelian berikutnya.

Pelanggan adalah orang yang biasa membeli pada suatu badan usaha secara tetap. Kebiasaan ini dibangun melalui pembelian dan interaksi pada tiap frekuensi kesempatan selama suatu periode waktu tertentu. Tanpa adanya jalanan hubungan yang kuat dan pembelian secara berulang-ulang, orang tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pelanggan, tetapi hanya merupakan seorang pembeli.

Kesetiaan adalah kesediaan dari pelanggan untuk melakukan pembelian produk atau layanan hanya pada satu badan usaha. Seorang pelanggan dapat dikatakan setia terhadap suatu badan usaha jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu melakukan pembelian secara berulang pada badan usaha yang sama. Membeli melalui line produk dan jasa yang ditawarkan oleh badan usaha yang sama memberitahukan kepada orang lain kepuasan-kepuasan yang didapat dari suatu badan usaha dan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran usaha pesaing.

(40)

Kesetiaan pelanggan mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu. Kesetiaan sebagai suatu komitmen untuk membeli kembali secara konsisten barang atau jasa di masa yang akan datang.

Kesetiaan pelanggan pada suatu merek tidak terbentuk dengan sendirinya dalam waktu yang singkat tetapi perlu proses belajar dan pengalaman dari pelanggan itu sendiri. bila dari pengalamannya pelanggan tidak mendapatkan merek produk yang memuaskan maka pelanggan akan terus membeli dan mencoba bermacam-macam merek sampai mendapatkan produk yang sesuai dengan keinginannya.

Menurut Mowen (2000: 108) Kesetiaan merek didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana pelanggan memiliki sikap yang positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen pada merek tersebut dan berniat untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan merek tertentu tersebut di masa yang akan datang. Pendapat ini didukung oleh Keegan, Moriarty dan Duncan (1995: 6) pelanggan yang setia akan bersikap positif terhadap produk dan cenderung melakukan pembelian yang berulang-ulang terhadap produk tersebut.

(41)

Produsen selalu berusaha memuaskan keinginan pelanggan agar pelanggan setia pada suatu merek, karena dengan semakin banyaknya pelanggan yang setia penjualan akan semakin meningkat, biaya pemasaran dapat berkurang dan timbulnya kemungkinan untuk menarik pelanggan baru. Setia tidaknya pelanggan pada suatu merek dapat dilihat dari sikapnya, seperti yang dinyatakan Assael (1995 : 131) yaitu kesetiaan merek merupakan sikap terhadap suatu merek yang ditunjukkan dengan pembelian yang konsisten dan terus menerus terhadap merek tersebut. Jika pelanggan sudah membeli suatu produk dengan merek tertentu secara berulang-ulang maka pelanggan tersebut memiliki loyalitas terhadap merek.

2.6.2. Indikator Loyalitas Pelanggan

Parasuraman et. al, (1996) dalam Edwin (2005; 37) menjelaskan bahwa loyalitas pelanggan diukur dengan menggunakan 3 indikator, antara lain:

1. Say Positive things adalah mengatakan hal yang positif tentang produk yang

telah dikonsumsi

2. Recommend Friends adalah memberikan rekomendasi tentang produk yang

telah dikonsumsi kepada orang lain

3. Continue Purchasing adalah melakukan pembelian secara terus-menerus

(42)

2.7. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Relationship Marketing

Edwin, et al, (2007; 37) menyatakan bahwa kualitas layanan yang baik akan menimbulkan pemasaran relasional (relationship marketing) yang kuat berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan. Dalam hal ini pemasaran relasional (relationship marketing) diposisikan sebagai variabel antara atau intervening karena berhubungan secara tidak langsung antara kualitas layanan dan loyalitas pelanggan.

Lovelock (1988: 229) dalam Laksana (2008: 86), definisi dari kualitas adalah sebagai berikut: “quality is degree of excellent intended and the control of

variability in achieving that excellent in meeting the customer requirements”.

Dikatakan bahwa kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk dapat memberikan kualitas layanan yang baik maka perlu dibina hubungan pemasaran (relationship marketing) yang baik antar perusahaan dalam hal ini adalah karyawan dengan pemakai jasa tersebut.

2.8. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler (1995: 46) dalam Laksana (2008: 96) yaitu: “customer

satisfaction is the outcome felt by buyers who have experiented a company

performance that has fulfilled expectations”. Maksudnya yaitu menyangkut

(43)

maupun jasa, sedangkan kinerja atau hasil yang dirasakan merupakan persepsi pelanggan terhadap apa yang diterima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Untuk itu manajemen harus memiliki persepsi yang sama dengan pelanggan agar supaya diperoleh hasil yang melebihi atau paling tidak sama dengan harapan pelanggan.

Sedangkan menurut Laksana (2008: 96) bahwa dengan demikian kepuasan dan ketidakpuasan merupakan perbandingan antara harapan pelanggan dan kenyataan dari kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan yang menjadi tujuan perusahaan agar selalu dipuaskan.

Menurut Kurz and Clow (1998: 382) dalam Laksana (2008: 96) menyatakan bahwa pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan dijelaskan sebagai berikut: “if the service perform at the level that is expected or predicted,

the satisfaction level is considered to be just OK” artinya jika pelayanan yang

diberikan kepada pelanggan sesuai yang diharapkan maka akan memberikan kepuasan. Dengan demikian kualitas pelayanan terus ditingkatkan sehingga mencapai apa yang diharapkan oleh pelanggan maka akan puas.

(44)

Kotler (2002: 48) menyatakan bahwa customer retention dapat dilayani lebih baik oleh badan usaha dengan memberikan kepuasan yang tinggi bagi pelanggan, dengan demikian akan lebih sulit bagi pesaing untuk menanggulangi hambatan - hambatan bilamana pesaing hanya menawarkan harga rendah/sekedar mengadakan bujukan terhadap pelanggan. Di sini relationship marketing dapat dipakai untuk menciptakan customer loyalty yang kuat bagi badan usaha.

Lamb, et. al. (2001: 34) mengemukakan pendapat tentang pengaruh

relationship marketing terhadap customer loyalty sebagai berikut, yaitu bahwa

relationship marketing adalah strategi yang dipakai untuk mengembangkan

kesetiaan pelanggan yang kuat dengan menciptakan pelanggan-pelanggan yang loyal yang akan membeli tambahan jasa dari badan usaha. Relationship marketing

bertujuan untuk menciptakan hubungan abadi yang kuat antara badan usaha dengan pelanggannya.

Dari pendapat para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan melaksanakan pemasaran relasional atau relationship marketing yang baik dapat meningkatkan loyalitas pelanggan.

2.10. Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan

Menurut Tjiptono (1997:126), kepuasan pelanggan merupakan salah satu faktor penentu loyalitas pelanggan, bila loyalitas pelanggan terbentuk maka profitabilitas dan pertumbuhan pendapatan perusahaan akan terjamin.

(45)

yang sesuai dengan harapannya. Pelanggan yang merasa puas kalau harapan mereka terpenuhi dan merasa amat gembira kalau harapan mereka terlampaui. Pelanggan yang puas cenderung tetap loyal lebih lama. Pelanggan yang amat bergembira menciptakan keterkaitan emosional untuk produk dan jasa, bukan hanya pilihan rasional dan ini menciptakan loyalitas pelanggan yang tinggi.

(46)

2.11. Kerangka Konseptual

(47)

2.12. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Kualitas layanan berpengaruh positif terhadap relationship marketing pada Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya

2. Kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan pada Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya

3. Relationship marketing berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan pada

Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya

(48)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Kualitas Layanan (X)

Kualitas layanan (X) adalah persepsi pelanggan terhadap keunggulan suatu layanan. Kualitas layanan (X) dibentuk oleh 5 dimensi (Edwin, 2005; 37) antara lain:

X1 Tangible, adalah penampilan dari fasilitas-fasilitas fisik, perlengkapan

individu dan alat-alat komunikasi. Indikator tangible antara lain : - Kondisi gedung (bangunan) yang bagus

- Lay out (tata letak) produk yang rapi

X2 Reliability, adalah kemampuan karyawan untuk memberikan layanan

yang dapat diandalkan dan akurat. Indikator reliability antara lain : - Karyawan mengerti tentang fungsi dari produk yang dijual

- Karyawan mengetahui stok produk yang tersedia dan produk yang kosong di gudang

X3 Responsiveness adalah kesediaan membantu dan memberikan layanan

yang tepat bagi pelanggan. Indikator responsiveness antara lain:

(49)

- Karyawan cekatan dalam menangani antrian panjang pada saat pembayaran dengan membuka meja pembayaran yang lain supaya pelanggan tidak menunggu terlalu lama

X4 Assurance, adalah pemberian jaminan dan pemberian ganti rugi jika

perusahaan melakukan kesalahan yang merugikan pelanggan. Indikator assurance antara lain :

- Alfmart menjamin keamanan dan kenyamanan pelanggan saat berbelanja

- Alfamart bersedia memberi ganti rugi bila ada barang yang tidak sesuai dengan pesanan pelanggan

X5 Emphaty, mencakup kepedulian, perhatian yang unik dan berkualitas

dari badan usaha menyebabkan menjadi pelanggan. Indikator emphaty

antara lain :

- Pelayanan yang diberikan tanpa membedakan pelanggan

- Karyawan selalu mengucapkan selamat datang pada pelanggan yang datang dan mengucapkan terima kasih pada saat pelanggan meninggalkan alfamart

2. Relationship Marketing (Y1)

Merupakan pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan badan usaha. Relationship

(50)

Y1.1 Harmony merupakan pemeliharaan hubungan yang terjalin dengan harmonis dan saling memahami antara pelanggan dengan perusahaan. - Alfamart sudah menjalin hubungan yang baik dengan para

pelanggan

Y1.2 Acceptance merupakan hubungan saling menerima berdasar kejelasan dari maksud dan tindakan yang diambil masing-masing pihak.

- Alfamart menjelaskan maksud dari kartu langganan sehingga bisa diterima para pelanggan

Y1.3 Participation simplicity merupakan kemudahan yang dirasakan oleh pelanggan untuk menghubungi alfamart

- Pelanggan mudah untuk menghubungi Alfamart bila berminat untuk memesan barang

3. Kepuasan Konsumen (Y2)

Adalah perasaan senang atau kecewa (ketidakpuasan) seseorang setelah membandingkan kinerja (performance) produk dengan apa yang diharapkan

(expectation).

Hanan dan Karp (1989) dalam Samuel (2006: 57) menyatakan bahwa didalam mengevaluasi kepuasan pelanggan terhadap suatu produk selalu mengacu pada atribut- atribut pembentuk kepuasan yang terdiri dari:

Y2.1 Product price, merupakan harga produk

Y2.2 Product quality, merupakan kualitas produk

Y2.3 Product reliability, merupakan keandalan produk

Y2.4 Sales experience, merupakan pengalaman penjualan yang dimiliki

(51)

3. Loyalitas Pelanggan(Z)

Adalah suatu keadaan dimana pelanggan memiliki sikap yang positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen pada merek tersebut dan berniat untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan merek tertentu tersebut di masa yang akan datang. Loyalitas pelanggan (Z) diukur oleh 3 indikator (Edwin, 2005; 37) antara lain:

Z1 Say positive things adalah mengatakan hal yang positif tentang produk

yang telah dikonsumsi

- Pelanggan akan mengatakan hal-hal yang baik tentang Alfamart

Z2 Recommend friends adalah memberikan rekomendasi tentang produk

yang telah dikonsumsi kepada orang lain

- Pelanggan akan menganjurkan kepada orang lain untuk berbelanja di Alfamart

Z3 Continue purchasing adalah melakukan pembelian secara

terus-menerus terhadap produk yang telah dikonsumsi.

- Pelanggan akan melakukan pembelian lagi di Alfamart

3.1.2. Pengukuran Variabel

(52)

berada dalam rentang dua sisi. Digunakan jenjang 7 dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut :

1 7

Sangat tidak setuju Sangat setuju

Tanggapan atau pendapat pelanggan dinyatakan dengan memberi skor yang berada dalam rentang nilai 1 sampai dengan 7 pada kotak yang tersedia di sebelahnya, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 7 nilai tertinggi. Jawaban dengan nilai antara 1-4 berarti kecenderungan untuk tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan, sedangkan jawaban dengan nilai antara 5-7 berarti cenderung setuju dengan pernyataan yang diberikan.

3.2. Teknik Penentuan Sampel a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2008: 80). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pelanggan Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya

b. Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008: 80).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability

sampling tepatnya purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan

(53)

21 tahun dan respoden pernah belanja ke Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya minimal 2 kali. (Sugiyono, 2008:85)

Jumlah sampel didasari oleh asumsi SEM bahwa besarnya jumlah sampel yaitu 5-10 kali parameternya yang di estimasi (Augusty, 2002:48). Pada penelitian ini ada 20 indikator, sehingga jumlah sampel yang diestimasi yaitu antara 100-200. Adapun jumlah sampel yang ditetapkan adalah (20x6) = 120 responden. Hal ini dilakukan agar dapat memenuhi persyaratan jumlah minimal sampel yang dikehendaki oleh alat analisis kuantitatif yang ditetapkan

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. J enis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah jenis data primer yaitu jenis yang diperoleh dengan jalan penyebaran kuisioner secara langsung pada pelanggan yang sedang belanja di Alfamart Gubeng Kertajaya 3 Surabaya untuk mengetahui pendapat mereka secara langsung.

3.3.2. Sumber Data

(54)

3.3.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan riset lapangan yaitu kegiatan penelitian dengan tujuan langsung ke obyek penelitian dengan :

a. Interview

yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara secara langsung terhadap responden untuk mengetahui pendapat mereka.

b. Kuesioner

yaitu cara pengumpulan data dengan jalan memberikan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang dibagikan kepada para responden.

3.4.Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode SEM berbasis komponen dengan menggunakan PLS dipilih sebagai alat analisis pada penelitian ini. Teknik Partial Least Square (PLS) dipilih karena perangkat ini banyak dipakai untuk analisis kausal – prediktif yang rumit dan merupakan teknik yang sesuai untuk digunakan dalam aplikasi prediksi dan pengembangan teori seperti pada penelitian ini.

(55)

yang dipengaruhinya juga dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi terhadap variabel laten yang dipengaruhi juga dapat dengan mudah dilakukan.

SEM berbasis kovarian membutuhkan banyak asumsi parametrik, misalnya variabel yang diobservasi harus memiliki multivariate normal

distribution yang dapat terpenuhi jika ukuran sampel yang digunakan besar

(antara 200-800). Dengan ukuran sampel yang kecilakan memberikan hasil parameter dan model statistik yang tidak baik (Ghozali, 2008)

PLS tidak membutuhkan banyak asumsi. Data tidak harus berdistribusi normal multivariate dan jumlah sampel tidak harus besar (Ghozali merekomendasikan antara 30 – 100). Karena jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini kecil (<100) maka digunakan PLS sebagai alat analisisnya. Untuk melakukan pengujian dengan SEM berbasis komponen atau PLS, digunakan dengan bantuan Smart PLS. PLS mengenal dua macam komponen dalam model kausal yaitu model pengukuran (measurement models) dan model structural (structural model).

(56)

Pendekatan PLS didasarkan pada pergeseran analisis dari pengukuran estimasi parameter model menjadi pengukuran prediksi yang relevan. Sehingga fokus analisis bergeser dari hanya estimasi dan penafsiran signifikan parameter menjadi validitas dan akurasi prediksi. Didalam PLS variabel laten bisa berupa hasil pencerminan indikatornya, diistilahkan dengan indikator refleksif (reflective indicator). Disamping itu, juga bisa konstruk dibentuk (formatif) oleh indikatornya, diistilahkan dengan indikator formatif (formative indicator).

3.4.2. Model Indikator Refleksif Dan Indikator For matif 3.4.2.1 Model Indikator Refleksif

Dikembangkan berdasarkan pada classical test theory yang mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran konstruk merupakan fungsi dari

true score ditambah error. Jadi konstruklaten seolah-olah mempengaruhi variasi

pengukuran dan asumsi hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator. Model refleksif sering juga disebut principal factor model dimana kovarian pengukuran indicator seolah-olah dipengaruhi oleh konstruklaten atau mencerminkan variasi dari konstruklaten.

(57)

Walaupun reliabilitas (Cronbach Alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu indikator dihilangkan.

Contoh model indicator refleksif adalah konstruk yang berkaitan dengan sikap (attitude) dan niat membeli (purchase intention). Sikap umumnya dipandang sebagai jawaban dalam bentuk favorable (positif) atau unfavorable (negatif) terhadap suatu obyek dan biasanya diukur dengan skala multi item dalam bentuk semantik differences seperti, good-bad, like-dislike, dan favorable unfavorable. Sedangkan niat membeli umumnya diukur dengan ukuran subyektif seperti how likely-unlikely, probable-improbable, dan/ atau possible-impossible.

Gambar 3.1

Composite Latent Variable (Formative) Model Untuk Loyalitas Pelanggan (Z)

(58)

Ciri-ciri model indikator reflektif adalah:

• Arah hubungan kausalitas seolah-olah dari konstruk ke indikator.

• Antar indikator diarapkan saling berkorelasi (memiliki internal consitency Reliability).

• Menghilangkan satu indikator dari model pengukuran tidak akan merubah makna dan arti konstruk.

• Menghitung adanya kesalahan pengukuran (error) pada tingkat indikator.

3.4.2.2 Model Indikator For matif

Konstruk dengan indikator formatif mempunyai karakteristik berupa komposit, seperti yang digunakan dalam literatur ekonomi yaitu index of sustainable economics welfare, the human development index, dan the quality of life index. Asal usul model formatif dapat ditelusuri kembali pada “operational definition”, dan berdasarkan definisi operasional, maka dapat dinyatakan tepat menggunakan model formatif atau refleksif. Jika η menggambarkan suatu variabel laten dan x adalah indikator, maka: η = x

(59)

mengalir dari indikator ke konstruk laten dan indikator sebagai group secara bersama-sama menentukan konsep, konstruk atau laten.Oleh karena, diasumsikan bahwa indikator seolah-olah mempengaruhi konstruk laten, maka ada kemungkinan antar indikator saling berkorelasi, tetapi model formatif tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator secara konsisten. Sebagai misal komposit konstruk yang diukur oleh indikator yang saling mutually exclusive, adalah konstruk Status Sosial Ekonomi diukur dengan indikator antara lain Pendidikan, Pekerjaan dan Tempat Tinggal.

Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasi maka ukuran internal konsistensi reliabilitas (Alpha Cronbach) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif. Kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah. Untuk menilai validitas konstruk perlu dilihat vaiabel lain yang mempengaruhi konstruk laten. Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten, peneliti harus menekankan pada nimological dan atau criterion-related validity.

(60)

Model formatif memandang (secara matematis) indikator seolah-olah sebagai variabel yang mempengaruhi variabel laten, dalam hal ini memang berbeda dengan model analisis faktor, jika salah satu indikator meningkat, tidak harus diikuti oleh peningkatan indikator lainnya dalam satu konstruk, tapi jelas akan meningkatkan variabel latennya.

Model refleksif mengasumsikan semua indikator seolah-olah dipengaruhi oleh variabel konstruk, oleh karena itu menghendaki antar indikator saling berkorelasi satu sama lain. Dalam hal ini konstruk diperoleh menggunakan analis faktor. Sedangkan, model formatif (konstruk diperoleh melalui analisis komponen utama) tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator, atau secara konsisten berasumsi tidak ada hubungan antar indikator. Oleh karena itu, internal konsisten (Alpha Cronbach) kadang-kadang tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif.

Gambar 3.2

Composite Latent Variable (Formative) Model Untuk Kualitas Layanan (X)

(61)

Gambar 3.3

Composite Latent Variable (Formative) Model Untuk Relationship Marketing (Y1)

Sumber: Prof. Dr. Imam Ghozali, M.Com, Akt., “Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square, Jan 2004, hal 11.

Gambar 3.3

Composite Latent Variable (Formative) Model Untuk Kepuasan Pelanggan (Y2)

(62)

Ciri-ciri model indikator formatif adalah:

• Arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk.

• Antara indikator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji konsistensi internal atau cronbach alpha ).

• Menghilangkan satu indikator berakibat merubah makna dari konstruk • Kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat konstruk (zeta)

• Konstruk mempunyai makna “surplus” • Skala skor tidak menggambarkan konstruk

3.4.3 Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS)

Kegunaan PLS adalah untuk mendapatkan model struktural yang powerfull untuk tujuan prediksi. Pada PLS, penduga bobot (weight estimate) untuk menghasilkan skor variabel laten dari indikatornya dispesifikasikan dalam outer model, sedangkan inner model adalah model struktural yang menghubungkan antar variabel laten.

3.4.4 Pengukuran Metode Partial Least Square (PLS)

Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :

1. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. 2. Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan

estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.

(63)

Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan penduga bobot (weight estimate), tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta). Pada dua tahap pertama proses iterasi dilakukan dengan pendekatan deviasi (penyimpangan) dari nilai means (rata-rata). Pada tahap ketiga, estimasi bisa didasarkan pada matriks data asli dan taua hasil penduga bobot dan koefisien jalur pada tahap kedua, tujuannya untuk menghitung means dan lokasi parameter.

3.4.5 Langkah-langkah PLS

1. Langkah Pertama: Merancang Model Struktural (inner model)

Inner model atau model stuktural menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory perancangan model struktural hubungan antar variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitihan.

2. Langkah Kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)

Outler Model atau model pengukuran mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latenya. Perancangan model menentukan sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah refleksi atau formatif, berdasarkan devinisi oprasional variabel.

3. Langkah Ketiga: Mengkonstruksi Diagram Jalur

(64)

N = β0 + β ŋ + Γ + ξ Nj = ∑i βji ŋi + ∑i yjb b + ξj

b. Model persamaan dasar Outer Model dapat di tulis sebagi berikut: Χ = Λ x + ɛ x Y = Λy ŋ + ɛ y

4. Langkah Keempat: Estimasi: Weight, koofesien jalur, dan loading

Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat terkecil (Least squere methods). Proses perhitngan dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi kenvargen. Penduga parameter di dalam PLS meliputi 3 hal , yaitu:

• Weight estimasi yang digunakan untuk menghitung data variabel laten.

• Path estimasi yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi

loading antara variabel laten dan indikatornya.

• Means dan Parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk

indikator dan variabel laten. 5. Langkah Keenam: Goodness of Fit

Goodness of Fit Model diukur menggunakan R2 variabel laten dipenden dengan interpretasi yang sama dengan regresi. Q2 predictive relevance untuk model struktural mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya.

Q2 = 1-(1-R22) (1-R22)...(1-Rp2)

(65)

6. Langkah Ketujuh: Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping)

Pengujian hipotesi (β, Y, dan Λ ) dilakukan dengan metode resampling boostrap yang dikembangkan oleh geisser dan stone statistik uji yang digunakan adalah statistik t atau uji t. Penerapan metode resampling, memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas (distribution free) tidak memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar (direkomendasikan sampel minimum 30). Pengujian dilakukan dengan t-test, bilamana diperoleh p-value <>

3.4.6 Asumsi PLS

Asumsi pada PLS hanya berkait dengan pemodelan persamaan struktural, dan tidak terkait dengan pengujian hipotesis, yaitu:

1) Hubungan antar variabel laten dalam inner model adalah linier dan aditif 2) Model struktural bersifat rekursif

3.4.7 Ukuran Sampel

Dasar yang digunakan untuk pengujian hipotesis pada PLS adalah resampling dengan Bootstrapping yang dikembangkan oleh Geisser & Stone. Ukuran sampel dalam PLS dengan perkiraan sebagai berikut:

(66)

Adapun alasan penulis memilih dan menggunakan PLS adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan PLS tidak mengharuskan jumlah sampel besar, karena ada

keterbatasan jumlah sampel yang akan didapatkan sebagai responden pada penelitian maka pendekatan model PLS lebih bias diterapkan

2. Pada penelitian ini akan mengembangkan model untuk tujuan prediksi 3. Pada PLS tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, data berupa

nominal, ordinal, interval dan rasio.

3.4.8 Uji Validitas Dan Reliabilitas

Hasil pengumpulan data yang didapat dari kuesioner harus diujikan validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian dikatakan valid, bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2008, 348) instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Pada PLS evaluasi validitas model pengukuranatau outer-model yang menggunakan indicator refleksif dievaluasi dengan convergent dan diskriminan validity.

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Gambar 3.1 Composite Latent Variable (Formative) Model
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggalan ayat surah Al’Alaq ayat 1-5 menjelaskan bahwa proses belajar mengajar yang baik adalah memanfaatkan media pembelajaran dengan membaca (tulisan). Membaca

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa software Accurate Hijri Calculator 2.2 (AHC) yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan

Guna meningkatkan kenyamanan dan kemudahan penggunaan ashitaba maka diformulasikan granul effervescent, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa e-modul teknik animasi 2 dimensi berbais pendekatan scientifik untuk kelas XI Multimedia di SMK Negeri

Uji reliabilitas adalah untuk melihat apakah rangkaian kuesioner yang dipergunakan untuk mengukur suatu konstruk tidak mempunyai kecenderungan tertentu.Sifat reliable

Dilihat dari tingkat perkembangan masyarakat, kepadatan penduduknya dan banyaknya orang yang tidak masuk rumah sakit dan jumlah kelahiran bisa disimpulkan kesehatannya mencapai 75

Aktivitas pengendalian adalah tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan arahan manajemen untuk mengurangi risiko terhadap

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang diambil adalah bahwa air perasan kulit jeruk manis dapat digunakan sebagai larvasida Aedes ae- gypti