• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGURANGAN DOSIS PUPUK NPK PADA PADI SAWAH (Oryza sativa L.) MUSIM TANAM KEEMPAT DI KARAWANG, JAWA BARAT TRI HERDIYANTI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGURANGAN DOSIS PUPUK NPK PADA PADI SAWAH (Oryza sativa L.) MUSIM TANAM KEEMPAT DI KARAWANG, JAWA BARAT TRI HERDIYANTI A"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENGURANGAN DOSIS PUPUK NPK PADA PADI SAWAH

(

Oryza sativa

L.) MUSIM TANAM KEEMPAT

DI KARAWANG, JAWA BARAT

TRI HERDIYANTI

A24080046

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

PENGURANGAN DOSIS PUPUK NPK PADA PADI SAWAH

(

Oryza sativa

L.) MUSIM TANAM KEEMPAT

DI KARAWANG, JAWA BARAT

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

TRI HERDIYANTI

A24080046

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

Judul

:

PENGURANGAN DOSIS PUPUK NPK PADA

PADI SAWAH (

Oryza sativa

L.) MUSIM TANAM

KEEMPAT DI KARAWANG, JAWA BARAT

Nama

:

TRI HERDIYANTI

NIM

:

A24080046

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyanta, MSi. NIP. 19630115 198811 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(4)

RINGKASAN

TRI HERDIYANTI. Pengurangan Dosis Pupuk NPK pada Padi Sawah

(Oryza sativa L.) Musim Tanam Keempat di Karawang, Jawa Barat.

(Dibimbing oleh SUGIYANTA)

Laju peningkatan produksi padi di Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami pelandaian. Pemakaian pupuk anorganik secara intensif serta tidak diaplikasikannya bahan organik untuk mengejar hasil yang tinggi menyebabkan bahan organik tanah menurun. Pelandaian produktivitas padi salah satunya diduga karena menurunnya kesuburan lahan akibat tidak tepatnya penerapan pemupukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembenaman jerami, penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati terhadap penurunan dosis pupuk NPK pada padi sawah musim tanam keempat. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Penelitian berlangsung pada bulan November 2011 – Maret 2012. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang terdiri atas 13 perlakuan dan tiga ulangan.

Pengamatan pertumbuhan tanaman dan komponen hasil dilakukan terhadap 10 tanaman contoh setiap satuan percobaan. Peubah-peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, Bagan Warna Daun (BWD), bobot biomassa tanaman pada 8 minggu setelah tanam (MST), jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir, hasil basah dan kering per tanaman, hasil basah dan kering ubinan, hasil gabah kering per ha dan analisis tanah. Data hasil pengamatan pertumbuhan dan produksi dianalisis ragam uji F dan apabila menunjukkan hasil yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Dunnet yang dibandingkan dengan perlakuan tanpa jerami dan satu dosis pupuk NPK pada taraf 5 %.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pH dan N total di dalam tanah mengalami penurunan setelah penelitian, sedangkan C-organik meningkat sebesar 0.13 % - 1.34 % setelah penelitian. Secara umun P tersedia dan K2O total di dalam

tanah mengalami peningkatan setelah penelitian. Pengamatan terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah anakan, bagan warna daun (BWD) serta bobot biomassa

(5)

tanaman menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, pupuk organik padat (POP) dan pupuk organik cair (POC) menghasilkan pertumbuhan tanaman yang sama baiknya dengan penggunaan 100 % dosis NPK tanpa pembenaman jerami. Pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP dan POC menghasilkan komponen hasil dan hasil yang tidak berbeda secara statistik dengan perlakuan 100 % dosis NPK tanpa pembenaman jerami.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Propinsi Lampung pada tanggal 19 Desember 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara putri dari

pasangan Bapak Usman Effendi dan Ibu Dafina.

Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 1 Bandarsakti, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 2 Tumijajar. Penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Tumijajar dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (undangan seleksi masuk IPB) dan memilih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun 2008.

Selama kegiatan perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan dan organisasi. Organisasi yang pernah diikuti penulis diantaranya Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) KEMALA. Selain itu, penulis juga aktif di kepanitiaan kegiatan Fakultas maupun Departemen. Penulis juga telah mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengurangan Dosis Pupuk NPK Pada Padi Sawah

Musim Tanam Keempat di Karawang, Jawa Barat” dengan baik.

Penulisan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas akhir pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Ibu, Ayah, Kakak, Daniel dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungan yang tiada henti kepada penulis.

2. Dr. Ir. Sugiyanta, MSi. sebagai dosen pembimbing skripsi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama melaksanakan penelitian ini. 3. Dr. Ir. Heni Purnamawati, MSc. Agr. dan Dr. Ir. Hajrial Aswidinoor, MSc

sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS. Sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menempuh kegiatan perkuliahan.

5. Agus Rachman Nurrizky sebagai rekan penelitian serta Mia Budiman sebagai sahabat satu perjuangan penelitian padi atas bantuan dan dukungannya. 6. Bapak dan Ibu Entis serta keluarga (Karawang) yang telah membantu

kelancaran penelitian ini.

7. Ika Andriani, Ulya Zulfa, Hesti Yulianingrum, AA. Keswari K, Ni Wayan Sindra J dan semua sahabat yang telah memberikan motivasi dan persahabatan yang tulus.

8. Teman-teman Indigenous AGH 45 atas kebersamaannya selama di AGH. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pertanian.

Bogor, April 2012 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x DAFTAR GAMBAR ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Varietas Padi Ciherang ... 3

Reduksi Pupuk Anorganik ... 3

Pupuk Organik ... 4

Jerami Padi ... 5

Pupuk Hayati ... 7

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Penelitian ... 9

Pelaksanaan Penelitian ... 10

Pengamatan ... 11

Analisis Data ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Hasil ... 14

Pembahasan ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Mikroba dan Fungsi Beberapa Pupuk Hayati

Komersial di Indonesia ... 8

2. Rekapitulasi Sidik Ragam ... 17

3. Hasil Analisis Tanah (pH dan C-Organik) Sebelum dan Setelah Penelitian ... 18

4. Hasil Analisis Kandungan N-Total pada Tanah Sebelum dan Setelah Penelitian ... 19

5. Hasil Analisis Tanah (P tersedia dan K2O) Sebelum dan Setelah Perlakuan ... 20

6. Tinggi Tanaman Padi Sawah pada 3 MST – 8 MST ... 21

7. Jumlah Anakan Tanaman Padi Sawah pada 3 MST – 8 MST ... 22

8. Warna Daun Tanaman Padi Sawah pada 3 MST – 8 MST ... 23

9. Hasil Pengamatan Panjang Akar dan Volume Akar pada 8 MST ... 24

10.Hasil Pengamatan Bobot Basah dan Kering Tanaman (Akar dan Tajuk) pada 8 MST ... 24

11.Hasil Pengamatan Jumlah Anakan Produktif, Jumlah Gabah/ Malai dan Panjang Malai ... 25

12.Hasil Pengamatan terhadap Bobot 1000 Butir dan Persentase Gabah Isi ... 26

13.Hasil Pengamatan terhadap Hasil/Tanaman ... 27

14.Hasil Pengamatan terhadap Hasil Ubinan Basah dan Kering ... 27

15.Peningkatan Produktivitas Tanaman Padi ... 30

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah Petak Percobaan ... 41

2. Foto-Foto Tanaman Padi ... 42

3. Analisis Usaha Tani ... 44

4. Kandungan dan Komposisi Pupuk Hayati 1 ... 47

5. Kandungan dan Komposisi Pupuk Hayati 2 ... 47

6. Kandungan dan Komposisi Pupuk Hayati 3 ... 47

7. Hasil Analisis Pupuk Organik Padat (POP) ... 48

8. Deskripsi Padi Varietas Ciherang ... 49

9. Tanaman Padi pada 11 MST ... 41

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hama Keong yang Menyerang Tanaman Padi... 14

2. Serangan Penyakit pada 11 MST ... 15

3. Rebah Tanaman Padi pada 10 MST ... 15

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan penghasil karbohidrat yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia (96.87 % penduduk) dan merupakan penyumbang lebih dari 90 % kebutuhan kalori (Pranolo, 2001). Kecukupan pangan khususnya beras, berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi maupun politik. Beberapa tahun terakhir untuk mencukupi kebutuhan beras di dalam negeri, pemerintah Indonesia melakukan impor beras. Hal ini dilakukan karena laju produksi padi tidak dapat mengimbangi laju kebutuhan pangan akibat jumlah penduduk dan konsumsi per kapita masyarakat yang terus meningkat.

Tanaman padi memerlukan hara dalam jumlah yang cukup untuk dapat tumbuh dan berproduksi tinggi. Peningkatan produksi padi diupayakan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Penggunaan pupuk anorganik merupakan salah satu program intensifikasi yang dilakukan untuk meningkatkan produksi padi di Indonesia. Peran pupuk anorganik dalam meningkatkan produktivitas padi sawah telah ditunjukkan oleh keberhasilan mencapai swasembada beras pada tahun 1984 (Rochayati dan Adiningsih, 2002).

Pemakaian pupuk anorganik secara intensif serta tidak diaplikasikannya bahan organik untuk mengejar hasil yang tinggi menyebabkan bahan organik tanah menurun. Pelandaian produktivitas padi sejak akhir Pelita IV (1983-1988) diduga salah satunya karena menurunnya kesuburan lahan akibat tidak tepatnya penerapan pupuk (Radjagukguk, 2002).

Penggunaan pupuk yang kurang tepat, baik jenis, takaran, waktu dan cara aplikasi memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi sifat fisik, kimia, biologi dan lingkungan tanah secara keseluruhan. Aplikasi pupuk kimia yang berlebih tanpa pengembalian bahan organik ke lahan telah menyebabkan ketidak seimbangan hara tanah dan penurunan efisiensi serta pencemaran lingkungan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pelandaian produktivitas (levelling off) padi dan gangguan kesehatan tanah.

(13)

Jerami merupakan bahan organik utama bagi padi sawah yang dapat mengikat N pupuk selama dekomposisi dan melepas kembali secara perlahan-lahan (Cho dan Kobata, 2002). Menurut Sugiyanta et al. (2008) fungsi bahan organik tanah sangat penting karena sebagai kunci mekanistik untuk suplai hara. Pupuk organik merupakan bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn (Balai Penelitian Tanah, 2009). Pupuk hayati berperan dalam mempermudah penyediaan hara bagi tanaman karena mengandung beberapa mikroorganisme yang bermanfaat, diantaranya Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium yang dapat mengikat Nitrogen dan Pseudomonas yang dapat melarutkan fosfat dan kalium dalam tanah (Puspitasari, 2006). Penggunaan jerami, pupuk organik padat, pupuk organik cair dan pupuk hayati diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga dosis pupuk NPK buatan dapat dikurangi dan gangguan kesehatan tanah dapat diatasi.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembenaman jerami, penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati terhadap pengurangan dosis pupuk NPK pada padi sawah musim tanam keempat.

Hipotesis

Pembenaman jerami, penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan dosis pupuk NPK hingga 50 % dan meningkatkan hasil padi sawah.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Varietas Padi Ciherang

Ciherang merupakan salah satu varietas padi sawah yang berasal dari persilangan IR18349-53-1-3-1-3/2*IR19661-131-3-1-3//4*IR 64 Cere. Varietas Ciherang memiliki umur sekitar 116-125 hari. Bentuk tanaman varietas Ciherang adalah tegak dengan tinggi tanaman 107-115 cm. Varietas ini memiliki jumlah anakan produktif 14-17 batang. Varietas Ciherang dilepas pada tahun 2000. Padi ini akan berproduksi dengan baik jika ditanam pada sawah irigasi di dataran rendah sampai 500 m diatas permukaan laut (dpl). Ciherang memiliki ketahanan terhadap hama wereng cokelat biotipe 2 dan agak tahan pada biotipe 3. Selain itu, varietas ini juga tahan terhadap serangan penyakit hawar daun bakteri strain III dan IV (Suprihatno et al., 2007)

Morfologi varietas ini adalah batang berwarna hijau, serta telinga daun dan lidah daun tidak berwarna. Posisi daun varietas Ciherang adalah tegak dengan permukaan bagian bawah daun kasar jika diraba. Gabah varietas Ciherang berbentuk panjang ramping dengan warna kuning bersih. Kadar amilosa pada bulir padi varietas ini adalah 23 % yang membuat tekstur nasinya menjadi pulen. Bobot 1000 butir varietas Ciherang adalah 28 g dengan rata-rata hasil 6.0 ton/ha gabah kering giling (GKG), sedangkan potensi hasilnya adalah 8.5 ton/ha GKG (Suprihatno et al., 2007).

Reduksi Pupuk Anorganik

Pupuk menurut Direktorat Pupuk dan Pestisida (2011) merupakan bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Pupuk anorganik merupakan pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik dan atau biologis yang merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk (Lukitaningsih, 2008). Menurut Rochayati dan Adiningsih (2002) penggunaan pupuk pada tanaman pangan terutama padi, dimulai pada tahun 1960-an bersamaan dengan dicanangkannya program intensifikasi. Pengembangan varietas unggul berumur pendek, produktivitas

(15)

tinggi, dan tanggap terhadap pemupukan telah menempatkan pupuk anorganik sebagai faktor penting dalam upaya peningkatan produksi padi di Indonesia.

Hampir dua dekade terakhir, kenaikan produksi sudah tidak sebanding lagi dengan penggunaan pupuk. Laju kenaikan produktivitas menurun dan gejala ini disebut kejenuhan produksi atau levelling off yang merupakan petunjuk menurunnya efisiensi pupuk. Penurunan efisiensi pupuk berkaitan erat dengan faktor tanah dimana telah terjadi kemunduran kesehatan tanah baik secara kimia, fisik maupun biologi sebagai akibat pengelolaan tanah yang kurang tepat (Adiningsih, 2005).

Pengurangan pupuk anorganik merupakan salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik dengan disertai pengembalian bahan organik ke dalam tanah. Hasil penelitian Arafah dan Sirappa (2003) menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk, terutama pupuk K. Sugiyanta et al. (2008) menambahkan bahwa fungsi bahan organik tanah sangat penting karena sebagai kunci mekanistik untuk suplai hara tanaman.

Pupuk Organik

Zaini et al. (1996) menyatakan bahwa arah penelitian ke depan adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) dengan masukan bahan kimia rendah (low chemical input) yang dikenal dengan LEISA, yaitu suatu bentuk pertanian yang menggunakan sumberdaya lokal yang tersedia secara optimal dan meminimumkan penggunaan masukan dari luar. Menurut Razak (2005) penggunaan pupuk organik muncul terutama karena masalah pencemaran lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap produk pertanian, dan aspek penting dari hal tersebut adalah penggunaan bahan organik sebagai pengganti sebagian atau seluruh pupuk kimia tanpa mengurangi tingkat produksi tanaman.

Pupuk organik menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia (Permentan) Nomor 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau

(16)

limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu, menurut Suriadikarta dan Simanungkulit (2006) pupuk organik juga sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.

Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa tanaman (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur, limbah (pasar, rumah tangga dan pabrik), serta pupuk hijau. Oleh karena bahan dasar pembuatan pupuk sangat bervariasi, maka kualitas pupuk yang dihasilkan sangat beragam sesuai dengan kualitas bahan dasar. Pengelolaan bahan organik pada tanah sawah dapat dilakukan antara lain dengan: pengembalian jerami sisa panen, pemberian pupuk kandang, pemberian pupuk hijau, dan pemberian daun atau serasah tanaman (Mario et al., 2008).

Jerami Padi

Jerami padi adalah semua hijauan padi selain biji dan akar yang dihasilkan tanaman padi (Purwanto, 1988). Dobermann dan Fairhurst (2000) menyatakan bahwa kandungan hara tertinggi dalam jerami selain Si (4-7 %) adalah kalium (1.2-1.7 %). Kandungan hara lainnya adalah N (0.5-0.8 %), P (0.07-0.12 %), dan S (0.05-0.10 %). Pengembalian jerami ke tanah dapat memperlambat pemiskinan K dan Si tanah. Hasil penelitian Adiningsih (1984), dengan membenamkan jerami 5 ton/ha/ musim selama 4 musim pada tanah sawah kahat K dapat mensubstitusi keperluan pupuk K dan memperbaiki kesuburan tanah sehingga hasil panen dapat meningkat. Setelah 4 musim tanam, jerami dapat meningkatkan kadar C-organik 1.5 %, K-dapat ditukar 0.22 me, Mg-dapat ditukar 0.25 me, Kapasitas tukar kation tanah 2 me/100 g tanah, serta Si tersedia dan stabilitas agregat tanah.

(17)

Sutanto (2002) menyatakan bahwa lima ton jerami padi mengandung 7 kg P dan S, 20 kg Ca, 5 kg Mg dan 350 kg Si. Meskipun kontribusi lima ton jerami terhadap kebutuhan N hanya 3 kg/ha/musim, dalam jangka panjang pengaruhnya akan tampak nyata. Penggunaan jerami secara berkesinambungan akan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan pasokan N dapat terjamin. Menurut Adiningsih (2006) apabila dihitung dalam hektar, sumbangan hara dari jerami setara dengan 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si, dan 1.7 ton C-organik/ha yang sangat diperlukan bagi kegiatan jasad mikro tanah. Jerami mengandung hara K yang cukup tinggi karena 80% K yang diserap tanaman padi berada dalam jerami (Balai Penelitian Tanah, 2009). Konsentrasi unsur hara mikro dari jerami padi sawah berkisar antara 5 mg/kg untuk Cu dan 200 mg/kg Fe. Membenamkan jerami kedalam tanah dapat meningkatkan ketersediaan Fe dan menurunkan Zn (Sutanto, 2002).

Pembakaran jerami sebelum dibenamkan ke tanah sering dilakukan di beberapa daerah. Pembakaran jerami merupakan kegiatan yang merugikan karena banyak hara yang hilang. Kehilangan hara akibat pembakaran jerami dalah 94 % C, 91 % N, 55 % P, 79 % K, 70 % S, 30 % Ca, dan 20 % Mg. Jika dikembalikan ke tanah secara konsisten selama beberapa musim, maka jerami dapat memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan efisiensi pemupukan (Juliardi dan Gani, 2002).

Jerami padi dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Jerami memperbaiki sifat fisik tanah antara lain dengan cara (1) memperbaiki struktur tanah karena dapat mengikat partikel tanah menjadi agregat yang mantap, (2) memperbaiki distribusi ukuran pori tanah sehingga daya pegang air (water holding capacity) tanah meningkat dan pergerakan udara (aerasi) di dalam tanah menjadi lebih baik, dan (3) mengurangi fluktuasi suhu tanah. Jerami juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah antara lain: (1) jerami dapat menyediakan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam seperti Al, Fe, dan Mn, sehingga logam-logam tersebut tidak meracuni tanaman. Selain memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, jerami juga dapat memperbaiki sifat biologi tanah. Jerami merupakan

(18)

sumber energi dan makanan bagi mikroba dan mesofauna tanah. Jika bahan organik yang cukup tersedia, aktivitas organisme tanah dapat memperbaiki ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro dan makro tanah (Balai Penelitian Tanah, 2009).

Pupuk Hayati

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia (Permentan) Nomor 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 pupuk hayati merupakan produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah. Formula pupuk hayati adalah komposisi mikroba atau mikrofauna dan bahan pembawa penyusun pupuk hayati. Menurut Vessey (2003) pupuk hayati mengandung mikroorganisme hidup, yang ketika diaplikasikan kepada benih, pemukaan tanaman, atau tanah dapat memacu pertumbuhan tanaman. Mikroba tanah sangat penting untuk membantu proses mineralisasi bahan organik tanah dan membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara. Mikroba tanah tersebut diantaranya adalah Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium, Bacillus yang dapat mengikat Nitrogen serta Pseudomonas yang dapat melarutkan fosfat dan kalium (Fadiluddin, 2009).

Menurut Tombe (2008) penambahan pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobiologis untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, pupuk hayati bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, menekan soil born disease, mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut Suriadikarta dan Simanungkulit (2006) kandungan mikroba dan fungsi beberapa pupuk hayati komersial di Indonesia adalah sebagai berikut :

(19)

Tabel 1. Kandungan Mikroba dan Fungsi Beberapa Pupuk Hayati Komersial di Indonesia

No. PH*)

Kandungan mikroba (cfu/g atau

Cfu/mL) Fungsi 1. - Azospirillum lipoverum (1.2x108) - Aspergillus niger (5.0x107 ) - Aeromonas punctata (5.0x108) - Azotobacter beijerinckii (1.9x108) Penambat N, pelarut P, pemantap agregat tanah

2. - Rhizobium (1.75x108) - Bakteri pelarut P (2.7x108) Penambat N, pelarut P 3. - Bakteri pelarut P (5.7x107) - Lactobacillus (3.7x107) - Rhizobium (1.33x108) - Azotobacter (1.7x107) - Actinomycetes (5.8x107) Pelarut P, penambat N, perombak bahan organik

4. - Bacillus (2.37x108)

- Ragi (3.62x106)

- Azotobacter (1.08x107)

- Acetobacter (2.13x107)

- Lactobacillus (4.15x107)

Penyubur tanah, pembaik struktur tanah,

pengendali penyakit

5. Bakteri, aktinomiset, ragi, jamur Perombak bahan organik 6. Trichoderma sp., Aspergillus niger,

Azotobacter sp., Azospirillum sp.

Perombak bahan organik 7. Trichoderma pseudokoningii, Cytophaga sp. Perombak bahan organik Keterangan : *) PH = Pupuk Hayati

(20)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Analisis tanah dilaksanakan di Balai Penelitian Tanah, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2011 – Maret 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi varietas Ciherang, jerami padi, pupuk hayati (PH1, PH2, PH3), pupuk organik padat (POP), pupuk organik cair (POC) dan pupuk NPK (30-6-8). Alat yang digunakan adalah alat budidaya tanaman, oven, timbangan, meteran, alat tulis dan bagan warna daun (BWD).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 13 perlakuan dan tiga ulangan sehingga terdapat 39 satuan percobaan. Satuan percobaan adalah petakan berukuran 20 m x 10 m. Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij =  + τ i + j + ij

Yij = Pengaruh pemupukan ke- i ulangan ke-j

 = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i (1, 2, 3, ..., 13)

j = Pengaruh ulangan ke- j (1, 2, 3)

 ij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j.

Perlakuan yang digunakan adalah aplikasi jerami padi, pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk NPK buatan. Perlakuan yang dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:

(21)

P1 : Jerami + 50 % Dosis NPK

P2 : Jerami + 50 % Dosis NPK + POP + POC P3 : Jerami + 50 % Dosis NPK + POP

P4 : Jerami + 50 % Dosis NPK + POP + PH 1 P5 : Jerami + 50 % Dosis NPK + PH 2

P6 : Jerami + 50 % Dosis NPK + PH 3 P7 : Jerami + 50 % Dosis NPK + PH 1

P8 : Jerami + 50 % Dosis NPK + POP + PH 2 P9 : Jerami + 100 % Dosis NPK

P10 : Tanpa Jerami + 100 % Dosis NPK P11 : Jerami + 50 % Dosis NPK + POP + PH 3 P12 : Tanpa Jerami + 50 % Dosis NPK

P13 : Tanpa pupuk

Keterangan :

POP : Pupuk Organik Padat POC : Pupuk Organik Cair PH 1 : Pupuk Hayati 1 PH 2 : Pupuk Hayati 2 PH 3 : Pupuk Hayati 3

Dosis jerami yang digunakan adalah 7.5 ton/ha, pupuk organik padat 300 kg/ha, pupuk organik cair 2 liter/ha/aplikasi, dan pupuk hayati 2 liter/ha/aplikasi untuk masing-masing jenis. Dosis pupuk anorganik yang digunakan adalah NPK 30-6-8 dengan dosis rekomendasi 400 kg/ha.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian diawali dengan menganalisis ketersediaan hara tanah yang dilakukan untuk mengukur pH, N total, C-organik, P tersedia dan K tersedia. Analisis tanah dilakukan sebelum dan setelah penelitian dilaksanakan. Pengolahan tanah dilakukan dengan sistem olah tanah sempurna, yaitu 2 kali pembajakan dengan traktor ditambah dengan rotary dan penggaruan. Jerami padi hasil panen

(22)

pada musim tanam sebelumnya dengan dosis 7.5 ton/ha ditaburkan diatas permukaan tanah (disesuaikan perlakuan) sebelum pengolahan tanah sehingga dapat terbenam pada saat pengolahan tanah pertama. Karena musim tanam pada musim hujan, jerami hasil panen sebelumnya telah melarut dan mudah untuk dibajak serta terbenam dalam tanah sawah.

Benih padi varietas Ciherang (20 kg/ha) disemai pada lahan persemaian yang telah disiapkan. Perlakuan benih sebelum disemai adalah perendaman dengan air garam 3 % (30 g/L) untuk memisahkan benih yang bernas dengan benih yang hampa. Setelah itu, benih direndam satu malam di dalam air agar benih mengalami imbibisi dan diperam dalam karung basah satu malam. Benih disebar pada bedeng semai setelah akar radikal muncul.

Bibit padi dipindah tanam pada umur 10-13 hari dengan 1 bibit per lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 15 cm x 40 cm (legowo 2:1). Penyulaman dilakukan 1-3 minggu setelah tanam (MST) dari bibit padi Ciherang dengan umur yang sama. Penyulaman dilakukan hingga tanaman berumur 3 MST dikarenakan banyak bibit tanaman yang dimakan oleh keong.

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis dan waktu aplikasi yang telah ditentukan. Pupuk anorganik (NPK 30-6-8) diaplikasikan pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam (MST) sesuai dengan perlakuan. Pupuk organik padat (POP) diaplikasikan saat pengolahan tanah dengan dosis 300 kg/ha. Pupuk organik cair (POC) diaplikasikan tiga kali yaitu 1 MST, 3 MST dan 6 MST dengan dosis 2 l/ha/aplikasi. Pupuk hayati diaplikasikan tiga kali yaitu 3 hari sebelum tanam, 2 MST dan 4 MST dengan dosis 2 l/ha/aplikasi. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara menyiangi lahan pada 3 MST dan 5 MST. Pengendalian hama (keong) dilakukan secara manual dengan cara memunguti keong dan telurnya sedangkan pengendalian hama tikus dilakukan dengan membersihkan pematang sawah dari gulma. Pemanenan dilakukan pada 13 MST ditandai dengan 90-95 % bulir padi yang telah menguning.

Pengamatan

Terdapat tiga jenis pengamatan yang dilakukan pada tanaman padi, yaitu pengamatan pertumbuhan vegetatif yang dilakukan mulai 3 MST hingga 8 MST,

(23)

pengamatan biomassa tanaman yang dilakukan pada 8 MST, dan pengamatan panen. Peubah pertumbuhan vegetatif yang diamati pada 10 rumpun contoh meliputi:

 Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi yang telah membuka, diamati setiap minggu mulai tanaman berumur 3 MST hingga 8 MST dengan menggunakan meteran (cm).

 Jumlah anakan diamati tiap minggu mulai tanaman berumur 3 MST hingga 8 MST dari 10 tanaman contoh.

 Warna daun diamati dengan bagan warna daun, diukur dengan menggunakan bagan warna daun (BWD) pada daun bagian tengah rumpun yang telah membuka penuh.

 Peubah yang diamati pada saat pengamatan biomassa tanaman yaitu :

 Bobot biomassa yang terdiri atas bobot basah dan kering tajuk dan akar (g). Bobot kering akar dan tajuk diperoleh dengan memasukkan bagian akar dan tajuk tanaman ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 48 jam.

 Volume akar, dengan mencelupkan dalam gelas ukur yang diisi air (ml)

 Panjang akar, diukur dari batang yang muncul akar hingga ujung akar (cm).

Peubah komponen hasil dan hasil yang diamati meliputi :

1. Bobot ubinan (2.5 m x 2.5 m) per petak dengan dugaan Gabah Kering per Hektar.

2. Komponen hasil, yaitu jumlah anakan produktif, panjang malai (cm), jumlah gabah per malai, dan bobot 1000 butir (g).

3. Presentase gabah isi dan hampa dari 100 g contoh gabah.

4. Peningkatan hasil, dihitung berdasarkan dugaan hasil gabah kering per ha dengan menggunakan rumus :

Peningkatan Hasil = (BP −BK )BK x 100%

BP : dugaan hasil gabah kering per ha perlakuan

BK : dugaan hasil gabah kering per ha perlakuan satu dosis NPK tanpa pembenaman jerami

(24)

Analisis Data

Data hasil pengamatan pertumbuhan, komponen hasil dan hasil padi dianalisis menggunakan uji F (analisis ragam). Apabila hasil uji F nyata, maka dilanjutkan dengan uji t-dunnett yang dibandingkan dengan perlakuan kontrol (100 % dosis NPK tanpa pembenaman jerami) pada taraf 5 %.

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah petani beririgasi teknis di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pembenaman jerami telah dilakukan secara berkelanjutan selama 3 musim tanam dan penelitian ini adalah musim tanam ke 4. Bibit tanaman padi varietas Ciherang ditanam pada 13 hari setelah semai. Bibit ditanam dengan 1 bibit per lubang tanam. Penyulaman dilakukan pada 1 minggu setelah tanam (MST) hingga 3 MST dengan bibit padi yang berumur sama.

Hama yang menyerang di pembibitan dan bibit muda yang telah dipindah tanam ke lapang adalah hama keong mas (Pomacea canaliculata). Keong mas memakan bagian batang dan daun tanaman yang masih muda sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Pengendalian keong dilakukan secara manual dengan pengambilan keong dan telurnya dan mengatur pengairan. Lahan sawah dikeringkan sekitar 7 hari sehingga serangan hama keong berhenti.

Gambar 1. Hama Keong yang Menyerang Tanaman Padi

Pertanaman padi pada lahan penelitian juga terserang penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada 11 MST (Gambar 2). Petakan yang terserang penyakit ini adalah sekitar 6 petak atau 15 % dari total keseluruhan petak. Petakan yang paling parah terserang oleh penyakit ini adalah petakan A8 (perlakuan jerami + 50 % dosis NPK + Pupuk

(26)

organik padat (POP) + Pupuk hayati 2. Gejala yang ditimbulkan tanaman diantaranya daun tanaman padi mengering seperti terbakar. Karena penyakit ini menyerang pertanaman setelah fase pengisian bulir, sehingga dampaknya tidak terlalu besar terhadap penurunan hasil panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan 20 % sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai menurunkan hasil (BB Padi, 2011).

Gambar 2. Serangan Penyakit pada 11 MST

Kendala lain yang terjadi pada lahan penelitian adalah tanaman padi mengalami rebah (Gambar 3) batang pada 10 MST. Hal ini disebabkan oleh hujan deras dan angin kencang yang terjadi pada lahan penelitian. Menurut deskripsi varietas yang dikeluarkan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) varietas Ciherang memiliki tingkat kerebahan sedang. Meskipun terdapat 4 petakan (A8, A6, A5 dan A2) pada ulangan 1 yang terkena rebah, namun petakan-petakan ini masih memberikan hasil yang baik dengan rata-rata ubinan 8.1 - 8.8 kg/petak.

Gambar 3. Rebah Tanaman Padi pada 10 MST

(27)

Rekapitulasi Sidik Ragam

Hasil dari rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati (PH), pupuk organik padat (POP) dan pupuk organik cair (POC) umumnya memberikan pengaruh nyata dan sangat nyata pada pertumbuhan tanaman mulai dari 4 MST hingga 8 MST kecuali pada peubah warna daun yang memberikan pengaruh nyata mulai dari 3 MST hingga 8 MST. Pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC menghasilkan biomassa tanaman yang tidak berpengaruh pada peubah panjang akar, volume akar, bobot basah dan bobot kering akar dan tajuk.

Hasil pengamatan terhadap komponen hasil dan hasil menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata pada peubah jumlah anakan produktif, hasil gabah basah per tanaman, hasil gabah kering ubinan, dan hasil gabah kering per ha. Perlakuan pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC berpengaruh nyata pada hasil gabah kering per tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata pada peubah jumlah gabah per malai, panjang malai, bobot 1000 butir, dan persentase gabah isi.

Nilai koefisien keragaman menunjukkan ketepatan dalam suatu percobaan dan menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam suatu percobaan. Nilai koefisien keragaman masih tergolong normal bila berada dibawah 20 % (Gomez dan Gomez, 1995). Nilai koefisien keragaman pada penelitian ini berkisar antara 2.37 % - 17.70 % dan dapat dikatakan normal pada kondisi lapang.

(28)

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam

Peubah Pengamatan Perlakuan Koefisien Keragaman (%)

Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman 3 MST tn 5.81 4 MST ** 3.98 5 MST * 4.64 6 MST * 4.80 7 MST ** 3.90 8 MST * 3.46 Jumlah Anakan 3 MST tn 16.70 4 MST ** 10.35 5 MST * 9.38 6 MST * 9.74 7 MST tn 10.84 8 MST * 9.84 Warna Daun 3 MST ** 3.38 4 MST ** 1.20 5 MST ** 4.13 6 MST * 6.73 7 MST ** 4.80 8 MST ** 6.31 Pengamatan Biomassa Panjang Akar tn 12.48 Volume Akar tn 17.37

Bobot Basah Tajuk tn 17.47 Bobot Basah Akar tn 17.70 Bobot Kering Tajuk tn 17.17 Bobot Kering Akar tn 17.11

Hasil dan Komponen Hasil

Jumlah Anakan Produktif ** 8.56 Jumlah Gabah Per Malai tn 6.16

Panjang Malai tn 8.56

Bobot 1000 Butir tn 3.38 Persentase Gabah Isi tn 2.37 Hasil Gabah Basah per Tanaman ** 7.89 Hasil Gabah Kering per Tanaman * 10.21 Hasill Gabah Basah Ubinan ** 8.49 Hasil Gabah Kering Ubinan ** 7.49 Hasil Gabah Kering per Ha ** 7.68

(29)

Pengaruh Pembenaman Jerami, Pupuk Hayati, POP dan POC terhadap Kandungan Hara Tanah

Sebelum perlakuan, lahan sawah penelitian memiliki pH 6.9 – 7.4 yang berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah masuk dalam kategori netral. Setelah penelitian, pH tanah menjadi 6.1 – 7.0 atau terjadi penurunan 1.4 % - 16.2 %. Kandungan C-organik tanah pada awal penelitian menunjukkan bahwa tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan C-organik yang

sangat rendah ( < 1 %). Pembenaman jerami terlihat dapat meningkatkan C-organik tanah sebesar 0.29 % – 1.34 %. Secara rinci hasil analisis tanah

terhadap pH dan C-organik disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Tanah (pH dan C-Organik) Sebelum dan Setelah Penelitian

Perlakuan pH C-organik (%) S0 S1 S0 S1

Jerami + 50 % dosis NPK 7.00 6.70 0.55 0.91

Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 7.20 6.40 0.39 1.73

Jerami + 50 % dosis NPK + POP 7.10 6.20 0.56 1.17

Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 7.11 6.20 0.60 0.89

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 7.20 6.80 0.47 1.21

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 7.10 6.60 0.43 0.88

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 7.40 6.40 0.51 0.99

Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 7.20 6.10 0.47 0.93

Jerami + 100 % dosis NPK 6.90 6.10 0.49 1.18

Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 7.00 6.90 0.49 0.62

Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 7.40 6.20 0.38 1.03

Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 7.20 7.00 0.34 0.70

Tanpa pupuk 7.00 6.30 0.47 1.09 Keterangan = k) Kontrol ; S0 = sebelum ; S1= setelah penelitian

Kandungan N total pada awal penelitian termasuk ke dalam kategori rendah. Hasil analisis tanah setelah penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan N total pada hampir seluruh perlakuan kecuali perlakuan tanpa pemupukan yang kandungan N total sebelum dan setelah perlakuannya tetap. Penurunan kandungan N total pada penelitian ini berkisar antara 0.02 % - 0.14 % (Tabel 4).

(30)

Tabel 4. Hasil Analisis Kandungan N-Total pada Tanah Sebelum dan Setelah Penelitian

Perlakuan N-Total (%) sebelum setelah Jerami + 50 % dosis NPK 0.18 0.09 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 0.16 0.14 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 0.17 0.11 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 0.18 0.09 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 0.17 0.11 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 0.16 0.08 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 0.14 0.09 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 0.20 0.09 Jerami + 100 % dosis NPK 0.20 0.11 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 0.19 0.05 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 0.15 0.09 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 0.14 0.07

Tanpa pupuk 0.09 0.09

Keterangan = k) Kontrol

Kandungan P pada awal penelitian menunjukkan bahwa kandungan P tersedia di dalam tanah masuk dalam kriteria sangat rendah (2.30 ppm) hingga tinggi (10.86 ppm). Analisis unsur P setelah penelitian menunjukkan bahwa umumnya pembenaman jerami dan aplikasi pupuk hayati dapat meningkatkan unsur P tersedia di dalam tanah. Peningkatan P tersedia di dalam tanah yaitu sebesar 0.05 ppm - 4.59 ppm (Tabel 5).

Kandungan K pada awal penelitian menunjukkan bahwa tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan K yang rendah. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah masuk dalam kriteria kandungan K sedang jika berada pada nilai 10 mg/100g - 20 mg/100g. Hasil analisis kandungan K tanah setelah penelitian menunjukkan bahwa secara umum terdapat peningkatan unsur K. Peningkatan K tertinggi didapat pada perlakuan pengurangan 50 % dosis NPK dengan pembenaman jerami, aplikasi pupuk hayati 2, dan POP yaitu sebesar 20.55 ppm. Hasil analisis tanah (P tersedia dan K2O) sebelum dan setelah

(31)

Tabel 5. Hasil Analisis Tanah (P tersedia dan K2O) Sebelum dan Setelah Penelitian Perlakuan P tersedia (ppm) K2O Total (mg/100 g) S0 S1 S0 S1 Jerami + 50 % dosis NPK 7.28 8.40 7.57 10.49 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 5.76 8.60 10.32 11.80 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 8.32 8.20 12.39 10.44 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 10.86 9.40 10.15 9.09 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 8.12 9.30 8.81 8.79 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 6.21 10.80 10.26 14.05 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 4.67 7.70 7.77 8.85 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 9.25 9.30 8.35 28.90 Jerami + 100 % dosis NPK 5.40 6.20 12.21 27.13 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 5.70 5.10 10.93 7.54 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 10.16 10.60 11.29 8.83 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 7.58 10.40 6.92 12.78 Tanpa pupuk 2.30 4.90 0.68 2.31 Keterangan = k) Kontrol ; S0 = sebelum ; S1= setelah penelitian

Pengaruh Pembenaman Jerami, Pupuk Hayati, POP dan POC terhadap Pertumbuhan Tanaman

Tinggi Tanaman

Pengurangan 50 % dosis NPK dengan pembenaman jerami, aplikasi pupuk hayati, POP, POC tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada peubah tinggi tanaman sejak 3 MST - 8 MST (Tabel 6). Perlakuan aplikasi jerami dengan penambahan 100 % dosis NPK menunjukkan tinggi tanaman tertinggi pada 4 MST - 8 MST walaupun tidak berbeda secara statistik. Perlakuan tanpa pemupukan menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan seluruh perlakuan pada 4 MST - 8 MST. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk (baik organik maupun anorganik) dibutuhkan tanaman selama pertumbuhannya. Secara rinci pengaruh pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, POC terhadap tinggi tanaman padi sawah sejak berumur 3 MST hingga 8 MST disajikan pada Tabel 6.

(32)

Tabel 6. Tinggi Tanaman Padi Sawah pada 3 MST-8 MST

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Jerami + 50 % dosis NPK 50.67 64.51 74.10 81.37 94.62 100.86 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

POC 50.27 61.07 72.65 79.94 95.51 99.93 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 51.50 63.94 73.97 79.71 94.37 100.06 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 1 53.83 67.76 77.19 84.40 99.06 103.57 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 48.87 62.78 76.33 83.99 97.84 100.52 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 49.60 62.95 74.03 84.40 98.12 101.96 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 51.00 64.76 76.32 82.33 96.70 100.41 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 2 50.17 65.40 78.33 85.63 98.03 102.88 Jerami + 100 % dosis NPK 52.17 68.34 79.19 86.13 99.81 105.57 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 51.43 67.95 77.91 85.37 98.91 103.63 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 3 46.90 64.03 74.76 82.36 96.43 100.81 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 49.10 62.41 70.53 77.93 91.58 96.95 Tanpa pupuk 45.00 57.99* 68.06* 72.56* 85.66* 93.31*

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Jumlah Anakan

Jumlah anakan padi dihitung sejak tanaman berumur 3 MST hingga 8 MST. Jumlah anakan padi sawah meningkat setiap minggunya mulai tanaman berumur 3 MST hingga 6 MST, tetapi pada 7 MST hingga 8 MST mengalami penurunan karena terdapat anakan padi yang mati. Selain itu, pada beberapa petak terjadi serangan tikus yang memakan batang padi sehingga menurunkan jumlah anakan.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada peubah jumlah anakan antara perlakuan 100 % dosis pupuk NPK dengan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP dan POC. Pembenaman jerami, aplikasi pupuk hayati, POP dan POC pada 8 MST menghasilkan jumlah anakan sekitar 16.67 – 21.90 sedangkan 100 % dosis NPK menghasilkan anakan sebanyak 19.90 (Tabel 7). Perlakuan tanpa pemupukan menghasilkan jumlah anakan terendah mulai dari 3 MST hingga 8 MST. Hal ini diduga karena pada perlakuan tanpa pemupukan terjadi defisiensi unsur hara sehingga tidak dapat menghasilkan anakan secara optimal.

(33)

Tabel 7. Jumlah Anakan Tanaman Padi Sawah pada 3 MST-8 MST

Perlakuan Jumlah Anakan

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Jerami + 50 % dosis NPK 15.93 21.97 23.47 24.07 20.50 16.67

Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

POC 15.43 23.70 24.17 25.27 20.27 18.07

Jerami + 50 % dosis NPK + POP 17.53 22.07 23.23 23.70 20.30 17.57

Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 1 18.43 26.40 28.00 29.83 23.30 20.63 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 18.23 25.17 25.73 26.97 22.23 19.23

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 17.50 24.47 25.00 26.50 23.50 19.67

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 14.80 24.47 25.20 24.80 22.27 18.90

Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 2 18.30 28.83 29.67 28.93 25.47 21.90 Jerami + 100 % dosis NPK 17.87 24.93 26.03 26.50 22.40 19.60

Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 17.13 25.60 27.03 26.97 22.50 19.90

Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 3 15.63 23.53 24.40 24.30 20.90 18.20 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 15.97 23.40 24.40 24.60 21.77 18.20

Tanpa pupuk 12.00 18.17* 21.03* 20.63* 18.10 15.67 Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan

100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Bagan Warna Daun

Bagan Warna Daun (BWD) merupakan alat indikator yang dapat menunjukkan kecukupan unsur Nitrogen pada tanaman padi sawah. Nilai bagan warna daun 4 menunjukkan titik kritis yang berarti dibawah nilai tersebut tanaman mengalami kekurangan unsur N. Pembenaman jerami, aplikasi pupuk hayati, POP, POC dengan pengurangan 50 % dosis NPK terlihat menghasilkan bagan warna daun yang tidak berbeda bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Secara umum pembenaman jerami dengan penambahan pupuk hayati, POP dan POC dapat meningkatkan warna hijau daun pada 8 MST (Tabel 8). Perlakuan tanpa pemupukan menunjukkan skala bagan warna daun dibawah titik kritis yaitu dengan nilai skala 3.33. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi mengalami kekurangan unsur N jika tidak dilakukan pemupukan (baik organik maupun anorganik) sehingga pembentukan klorofil menjadi terganggu yang menyebabkan daun tanaman menjadi hijau kekuningan. Nitrogen termasuk dalam unsur hara yang bersifat mobil dan bila tanaman mengalami defisiensi terhadap unsur N maka akan terlihat gejala klorosis dan kerdil.

(34)

Tabel 8. Bagan Warna Daun Tanaman Padi Sawah pada 3 MST-8 MST

Perlakuan Bagan Warna Daun

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Jerami + 50 % dosis NPK 3.95 3.95 3.87 3.60 3.95 4.00

Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

POC 3.98 3.98 3.90 3.93 4.02 4.25

Jerami + 50 % dosis NPK + POP 4.00 4.00 3.93 3.70 3.88 4.17

Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 1 4.00 4.00 4.00 4.10 4.00 4.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 4.00 4.00 4.00 4.13 4.12 4.33

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 3.95 3.98 3.98 3.97 4.05 4.33

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.17

Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 2 4.00 4.00 4.00 4.17 4.22 4.17 Jerami + 100 % dosis NPK 4.00 4.00 4.00 3.97 3.98 4.33

Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 3.98 3.97 3.97 4.00 4.00 3.98

Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 3 3.97 3.98 3.98 4.00 4.00 4.00 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 3.95 3.95 3.95 3.67 3.80 4.00

Tanpa pupuk 2.98* 3.00* 3.00* 3.27* 3.23* 3.33* Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan

100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Pengamatan Biomassa Tanaman

Pengamatan biomassa tanaman dilakukan pada 8 MST dengan mengambil dua tanaman setiap petak selain tanaman contoh. Pengamatan biomassa tanaman dilakukan untuk mengetahui kemampuan fotosintesis tanaman selama pertumbuhan. Peubah yang diamati diantaranya volume akar, panjang akar, bobot basah dan bobot kering akar serta bobot basah dan kering tajuk. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan volume akar bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Hasil pengamatan panjang akar dan volume akar pada 8 MST secara rinci disajikan pada Tabel 9.

(35)

Tabel 9. Hasil Pengamatan Panjang Akar dan Volume Akar pada 8 MST Perlakuan Panjang Akar

(cm)

Volume Akar (ml) Jerami + 50 % dosis NPK 24.75 111.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 26.25 110.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 23.25 86.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 22.30 90.00 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 23.30 81.67 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 26.28 101.67 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 24.78 100.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 25.52 100.00 Jerami + 100 % dosis NPK 22.03 71.67 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 25.67 93.33 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 26.85 103.33 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 24.32 95.00

Tanpa pupuk 24.70 76.67

Keterangan : k) = kontrol

Hasil pengamatan terhadap bobot basah dan bobot kering akar dan tajuk menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, POC tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Perlakuan 100 % dosis NPK menghasilkan bobot kering akar tertinggi (37.54 g) dibandingkan dengan perlakuan lain walaupun secara statistik tidak berbeda (Tabel 10).

Tabel 10. Bobot Basah dan Kering Tanaman (Akar dan Tajuk) serta Tajuk pada8 MST

Perlakuan Bobot Basah (g) Bobot Kering (g) Akar Tajuk Akar Tajuk Jerami + 50 % dosis NPK 124.83 266.83 37.07 61.64 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 116.83 243.33 31.62 62.12 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 115.50 248.50 25.60 59.31 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 90.33 235.50 22.42 60.64 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 94.17 277.50 28.88 71.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 108.67 281.50 35.84 66.84 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 95.17 302.00 27.16 65.41 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 107.17 312.83 34.34 78.47 Jerami + 100 % dosis NPK 76.33 288.50 21.22 73.91 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 106.83 277.67 37.54 58.37 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 111.50 284.17 29.09 66.60 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 106.67 234.50 30.27 56.96 Tanpa pupuk 71.83 192.67 16.48 49.10 Keterangan : k ) = kontrol

(36)

Pengaruh Pembenaman Jerami, Pupuk Hayati, POP dan POC terhadap Komponen Hasil dan Hasil

Peubah komponen hasil yang diamati pada penelitian ini diantaranya jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, panjang malai, dan bobot 1000 butir gabah bernas. Pengamatan terhadap jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan 100 % dosis NPK tetapi berpengaruh nyata pada perlakuan tanpa pemupukan. Perlakuan Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 dan Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 mampu meningkatkan jumlah anakan produktif masing- masing sebesar 5.6 % dan 13.0 % bila dibandingkan dengan 100 % dosis NPK. Secara rinci pengaruh pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC terhadap jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai dan panjang malai disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Pengamatan Jumlah Anakan Produktif, Jumlah Gabah/ Malai dan Panjang Malai

Perlakuan Jumlah anakan produktif Jumlah Gabah/Malai (butir) Panjang Malai (cm) Jerami + 50 % dosis NPK 15.13 169.27 27.33 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 15.20 164.17 27.60 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 16.40 178.60 27.42 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 18.70 179.33 27.43 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 17.23 179.60 27.92 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 17.33 173.83 27.27 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 16.77 180.03 26.95 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 20.00 178.50 27.17 Jerami + 100 % dosis NPK 17.10 169.17 27.25 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 17.70 164.17 27.13 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 17.30 168.47 27.48 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 16.63 165.20 27.22 Tanpa pupuk 13.67* 153.27 26.81 Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan

100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Hasil analisis statistik terhadap bobot 1000 butir gabah bernas menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan 100 %

(37)

dosis NPK. Bobot 1000 butir gabah pada penelitian ini berkisar antara 27.3- 28.3 g (Tabel 12).

Pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada peubah persentase gabah isi. Secara umum seluruh kombinasi perlakuan dalam penelitian menunjukkan persentase gabah isi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol (92.0 %) kecuali pada perlakuan jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 (91.0 %). Persentase gabah isi pada penelitian ini rata-rata meningkat sebesar 0.76 - 4.34 %. Hasil pengamatan terhadap bobot 1000 butir gabah dan persentase gabah isi disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Pengamatan terhadap Bobot 1000 Butir dan Persentase Gabah Isi Perlakuan Bobot 1000 Butir (g) Gabah Isi (%) Jerami + 50 % dosis NPK 27.67 93.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 28.00 94.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 27.67 93.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 28.33 94.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 28.00 92.67 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 28.00 93.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 28.00 91.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 28.33 95.00 Jerami + 100 % dosis NPK 27.67 96.00 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 28.00 92.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 28.00 94.00 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 28.00 94.33

Tanpa pupuk 27.33 93.67

Keterangan : k) Kontrol.

Hasil analisis statistik terhadap hasil gabah basah dan kering per tanaman menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Perlakuan pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP dan POC menghasilkan gabah per tanaman sekitar 59.73 g – 73.83 g sedangkan perlakuan 100 % dosis NPK tanpa pembenaman jerami menghasilkan gabah per tanaman sekitar 67.33 g (Tabel 13).

(38)

Tabel 13. Hasil Pengamatan terhadap Hasil Gabah/Tanaman Perlakuan Hasil Gabah/Tanaman (g)

Basah Kering Jerami + 50 % dosis NPK 60.77 45.83 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 60.90 48.20 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 59.73 46.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 72.23 54.70 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 71.83 54.30 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 68.30 56.13 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 66.67 48.77 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 73.83 60.20 Jerami + 100 % dosis NPK 64.70 50.60 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 67.33 58.10 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 66.60 54.87 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 62.33 49.67 Tanpa pupuk 55.10* 44.03*

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata pada hasil ubinan basah dan kering per ha bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK, namun berpengaruh nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan. Secara rinci hasil pengamatan terhadap hasil ubinan basah dan kering padi sawah disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Pengamatan terhadap Hasil Ubinan Basah dan Kering Perlakuan Hasil Ubinan (Kg)

Basah Kering Jerami + 50 % dosis NPK 6.72 5.70 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 7.16 5.87 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 6.09 5.04 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 7.23 6.28 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 7.24 6.04 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 7.08 5.73 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 6.38 5.51 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 7.19 5.82 Jerami + 100 % dosis NPK 6.90 5.96 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 7.32 6.11 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 6.86 5.67 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 6.19 5.36

Tanpa pupuk 5.17* 4.19*

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

(39)

Dugaan hasil per hektar diperoleh dengan melakukan konversi dari hasil kering ubinan untuk memperoleh hasil gabah kering per ha. Pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, POP dan POC tidak berpengaruh nyata pada peubah gabah kering per ha bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Perlakuan tanpa pemupukan menghasilkan hasil gabah per ha yang paling rendah (6.7 ton/ha) bila dibandingkan dengan perlakuan lain. Penurunan produktivitas padi pada perlakuan ini disebabkan karena tanaman padi mengalami kekurangan unsur hara sehingga tidak dapat berproduksi secara optimal.

Pengurangan 50 % dosis NPK tanpa pembenaman jerami menghasilkan gabah kering sebanyak 8.6 ton/ha sedangkan pengurangan 50 % dosis NPK dengan pembenaman jerami menghasilkan gabah kering sebesar 9.1 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK diiringi dengan penambahan jerami dapat meningkatkan hasil gabah sebanyak 0.5 ton/ha (Gambar 4). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan pembenaman jerami menghasilkan gabah kering/ha yang tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Meskipun secara stastistik tidak berbeda, namun pengurangan 50 % dosis NPK menghasilkan gabah kering per ha yang lebih rendah (9.1 ton/ha) bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK (9.8 ton/ha). Hal ini diduga karena pada perlakuan pembenaman jerami dengan pengurangan 50 % dosis NPK saja belum dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi, sehingga dibutuhkan penambahan pupuk organik dan pupuk hayati untuk menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman.

Pembenaman jerami dan pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan pupuk hayati 2 maupun hayati 3 menghasilkan gabah kering masing-masing sebesar 9.7 ton/ha dan 9.2 ton/ha, sedangkan perlakuan pembenaman jerami dengan 50 % dosis NPK saja menghasilkan gabah kering sebanyak 9.1 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa selain dengan pembenaman jerami, perlu ditambahkan pupuk hayati untuk meningkatkan hasil tanaman. Aplikasi pupuk hayati 1 dengan pembenaman jerami dan pengurangan 50 % dosis NPK menghasilkan gabah kering yang lebih rendah bila dibandingkan dengan aplikasi pupuk hayati 2 dan hayati 3, tetapi dengan penambahan POP, pupuk hayati 1

(40)

mampu menghasilkan gabah kering yang tertinggi diantara seluruh perlakuan yaitu sebesar 10.1 ton/ha. Hal ini diduga karena pupuk hayati 1 membutuhkan bahan organik sebagai media untuk pertumbuhan mikroba. Hasil gabah kering per ha pada seluruh perlakuan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Dugaan Hasil Gabah Kering per Ha pada Seluruh Perlakuan

Peningkatan Hasil

Peningkatan hasil adalah selisih antara hasil pada suatu perlakuan dengan hasil dari perlakuan kontrol (100 % dosis NPK tanpa pembenaman jerami). Sampai musim tanam keempat pengurangan hingga 50 % dosis NPK umumnya masih menurunkan hasil, kecuali disamping dengan pembenaman jerami ditambahkan juga pupuk hayati, POP dan POC untuk menambah ketersediaan unsur hara. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa aplikasi 50 % dosis NPK dengan pembenaman jerami, pupuk hayati 1 dan POP dapat meningkatkan hasil gabah kering per ha sebesar 2.66 % bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK tanpa pembenaman jerami (Tabel 15). Penambahan jerami, pupuk hayati dan POP pada perlakuan ini diduga mampu mensubtitusi 50 % dosis NPK tanpa menyebabkan penurunan hasil (Tabel 15).

9.1 9.4 8.1 10.1 9.7 9.2 8.8 9.3 9.5 9.8 9.1 8.6 6.7* 0 2 4 6 8 10 12 Jerami + 50 % dosis NPK Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC Jerami + 50 % dosis NPK + POP Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 Jerami + 100 % dosis NPK Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK Tanpa pupuk H as il G ab ah K e r in g/ h a (to n /h a) Perlakuan

(41)

Tabel 15. Peningkatan Produktivitas Tanaman Padi Perlakuan Hasil Gabah Kering/ha (ton/ha) Peningkatan Hasil (%) Jerami + 50 % dosis NPK 9.12 -6.84 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 9.38 -4.18 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 8.06 -17.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 10.05 2.66 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 9.66 -1.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 9.16 -6.44 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 8.82 -9.91 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 9.30 -5.01 Jerami + 100 % dosis NPK 9.53 -2.66 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 9.79 0.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 9.07 -7.35 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 8.58 -12.36

Tanpa pupuk 6.71* -31.46

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Analisis Usaha Tani

Hasil analisis usaha tani menunjukkan bahwa perlakuan pembenaman jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 menghasilkan keuntungan (benefit) yang lebih tinggi (Rp. 25 685 000,-) bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK ( Rp. 25 550 000,-). Meskipun mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK, namun perlakuan jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 menghasilkan nilai net B/C yang lebih rendah dari perlakuan 100 % dosis NPK. Hal ini diduga karena aplikasi pembenaman jerami, pupuk organik dan pupuk hayati dapat meningkatkan biaya produksi yang dikeluarkan. Nilai net B/C terendah pada penelitian ini dihasilkan pada perlakuan tanpa pemupukan yaitu sebesar 1.54. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan tanpa pemupukan meskipun biaya yang dikeluarkan paling sedikit, namun hasil gabah per ha yang diperoleh juga rendah sehingga menghasilkan keuntungan terendah bila dibandingkan dengan perlakuan lain. Secara rinci pendapatan per ha, biaya usaha tani/ha, keuntungan per ha dan Net B/C pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 16.

(42)

Tabel 16. Hasil Analisis Usaha Tani Tiap Perlakuan Perlakuan Pendapatan /ha (Rp.) Biaya Usaha Tani/ha (Rp.) Keuntungan/ ha (Rp.) Net B/C Jerami + 50 % dosis NPK 34 125 000 10 700 000 23 425 000 2.19 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

POC 35 250 000 12 070 000 23 180 000 1.92

Jerami + 50 % dosis NPK + POP 30 375 000 11 350 000 19 025 000 1.68 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 1 37 875 000 12 190 000 25 685 000 2.11

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 36 000 000 11 720 000 24 280 000 2.07 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 34 500 000 11 420 000 23 080 000 2.02 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 33 000 000 11 540 000 21 460 000 1.86 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 2 34 875 000 12 370 000 22 505 000 1.82

Jerami + 100 % dosis NPK 35 625 000 11 350 000 24 275 000 2.14 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 36 750 000 11 200 000 25 550 000 2.28 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 3 34 125 000 12 070 000 22 055 000 1.83

Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 32 250 000 10 550 000 21 700 000 2.06 Tanpa pupuk 25 125 000 9 900 000 15 225 000 1.54 Keterangan : k) Kontrol.

Pembahasan

Analisis tanah setelah penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan C-organik sebesar 0.13 % - 1.34 %. Menurut Sirappa dan Razak (2007) jerami mempunyai peran yang cukup besar dalam meningkatkan kandungan hara tanah, terutama kandungan C-organik tanah. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Najata (2011) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan C-organik sebesar 0.49 % - 0.95 % pada perlakuan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, pupuk organik granul (POG) dan pupuk organik cair (POC).

Kandungan N total dan pH mengalami penurunan setelah penelitian. Penurunan N total setelah penelitian diduga karena saat pertumbuhan tanaman unsur N diserap oleh tanaman sehingga kandungan N di dalam tanah berkurang. Menurut Hardjowigeno (2007) serapan N dalam 8 ton/ha jerami padi adalah 35 kg/ha N, sedangkan pada 8 ton/ha bulir padi unsur N yang terserap sekitar 106 kg/ha N. Penurunan pH tanah setelah penelitian diduga karena dekomposisi bahan organik banyak menghasilkan asam-asam dominan sehingga tanah menjadi agak masam (Novizan dalam Harap (2008).

(43)

Setelah penelitian, umumnya terjadi peningkatan kandungan unsur P dan K. Peningkatan K diduga karena setelah 4 musim tanam, jerami dapat meningkatkan kadar C-organik, K dapat ditukar, Mg dapat ditukar, KTK tanah, Si tersedia, dan stabilitas agregat tanah. Pembenaman jerami 5 ton/ha/musim selama 4 musim tanam dapat menyumbangkan 170 kg/ha K, 160 kg/ha Mg, 200 kg/ha Si, serta 1.7 ton C-organik/ha (Balai Penelitian Tanah, 2009). Peningkatan kandungan P pada beberapa perlakuan diduga karena bakteri pelarut fosfat di dalam pupuk hayati bekerja dengan baik dalam melarutkan P yang berasal dari bahan organik dan pupuk NPK.

Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah anakan dan warna daun terlihat bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC memberikan hasil yang sama baiknya dengan perlakuan 100 % NPK. Hal ini diduga karena dengan pembenaman jerami, pupuk organik dan pupuk hayati dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Kecukupan hara tanaman ditunjukkan dengan bagan warna daun yang umumnya diatas skala 4 yang merefleksikan kecukupan hara N tanaman.

Menurut Adiningsih dan Rochayati (1988) penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dan P. Dobermann dan Fairhurst (2000) menyatakan bahwa unsur N sangat penting sebagai bahan dasar pembentukan protein dan klorofil yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman dan jumlah anakan, sedangkan unsur P berperan dalam meningkatkan jumlah anakan, perkembangan akar, awal pembungaan dan pemasakan. Jumin (2005) menambahkan bahwa unsur N berperan dalam mempertinggi kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara lain seperti P dan K, dan mengaktifkan pertumbuhan mikroba agar proses penghancuran bahan organik berjalan dengan lancar.

Hasil analisis statistik terhadap biomassa tanaman padi sawah pada 8 MST menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata dengan perlakuan 100 % NPK. Pertumbuhan biomassa tanaman padi menurut Dobermann and Fairhurst (2000) sangat ditentukan oleh kecukupan hara N dan P, sedangkan untuk

Gambar

Tabel 1. Kandungan Mikroba dan Fungsi Beberapa Pupuk Hayati     Komersial di Indonesia
Gambar 1. Hama Keong yang Menyerang Tanaman Padi
Gambar 2. Serangan Penyakit pada 11 MST
Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masukan atau input dari sistem informasi barang yang masuk yang nantinya akan menghasilkan berupa laporan data barang masuk yang ada di gudang, langkah

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (a) waktu efektif rata-rata penyelesaian pekerjaan pembuatan saluran reklamasi rawa adalah 67 hari, (b)

Teknik budidaya yang diterapkan masyarakat masih belum baik karena, belum ada pemupukan, varietas yang digunakan juga belum varietas yang sesuai/ toleran untuk lahan

• Initial State : The booking operator has logged onto the Reservation System, mounted Ticket Roll on the Printer and fed stock number in the system what is printed on the

Hasil penelitian ini sangat penting artinya bagi pemerintah (pembuat kebijakan pendidikan) dalam memperbaiki karakter guru sehingga memiliki pribadi yang ideal,

Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau di. Kabupaten Agam Nagari

Work-Family Conflict terjadi karena peran seseorang dalam keluarga menyebabkan susah untuk berpartisipasi pada perannya di tempat kerja dan dapat mempengaruhi

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin melihat mengenai kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada beberapa jenis ikan asin yang di produksi di kelurahan