• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENALAN WAJAH MANUSIA MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ADAPTIVE RESONANCE THEORY TWO (ART-2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENALAN WAJAH MANUSIA MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ADAPTIVE RESONANCE THEORY TWO (ART-2)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

PENGENALAN WAJAH MANUSIA MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

ADAPTIVE RESONANCE THEORY TWO (ART-2)

Fendi Setia Budi

Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Komunikasi dan Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Email : Fendie_lavigne@yahoo.co.id

Abstract :

Face recognition is a process to recognize someone by his face. The development of image processing technology now provides the possibility of human beings to create a system that can recognize a digital image. Every human being has special characteristics that distinguishes between one man and the other man called biometric. These traits such as DNA, fingerprints, retina, and face shape. Face recognition can be used for many things for example: security, airport security system, employee identity recognition, and crime subject identification. Face recognition also can be used to make many things more efficient and effective by reduce the using of password and identity card.

Identification system implemented using a Feature Extraction method principal component Analysis and the recognition process Adaptive Resonance Theory Neural network. Performed by first detecting the face and cut to the facefind library and then a pre-processing and feature extracting before entering to the Neurall network.

Feature Extraction with Principal Component Analysis to get the important feature information from face image and it value is taken as input to neural network. The face image recognized by comparing weight training image with the test image. From the testing result is obtained by level accuracy of face recognition system with the best classification is 90 % for can be recognized agenuine face image.

Key word : Principal Component Analysis, Adaptive Resonance Theory, Neural

network, Biometric, Feature Extraction, Pre-processing Abstrak:

Pengenalan wajah merupakan proses untuk mengenali seseorang. Perkembangan teknologi image processing sekarang ini menyediakan kemungkinan manusia untuk membuat suatu sistem yang dapat mengenali suatu citra digital. Setiap manusia memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan antara manusia satu dan manusia yang lainya yang disebut dengan biometric. Ciri-ciri tersebut berupa DNA, sidik jari, retina, dan bentuk wajah. Pengenalan wajah dapat digunakan dalam berbagai hal, diantaranya untuk keamanan, pengenalan identitas, meningkatkan efisiensi dan efektifitas berbagai kegiatan, yaitu dengan mengurangi pemakaian kartu identitas dan kata sandi.

(3)

2

Sistem pengenalan yang diimplementasikan ini menggunakan feature extracting dengan metode Principal Component Analysis (PCA) dan proses pengenalan menggunakan jaringan syaraf tiruan Adaptive Resonance Theory. Dengan terlebih dahulu dilakukan pendeteksian bagian wajah dan pemotongan dengan library facefind yang selanjutnya dilakukan preprocessing dan feature extracting sebelum masuk kedalam jaringan syaraf tiruan. Proses ekstraksi ciri dengan Principal Component Analysis (PCA) bertujuan untuk mendapatkan informasi ciri yang penting dari citra wajah dan nilainya diambil untuk inputan dalam pembelajaran jaringan syaraf tiruan.

Citra wajah dikenali dengan cara membandingkan bobot citra latih dengan citra uji, dimana citra wajah yang dikenali akan masuk kedalam salah satu kelas yang terbentuk dalam proses pelatihan. Dari hasil pengujian diperoleh tingkat keakuratan sistem pengenalan citra wajah dengan klasifikasi terbaik adalah sekitar 90 % untuk bisa mengenali citra wajah asli.

Kata kunci : Principal Component Analysis, Adaptive Resonance Theory, JST, Biometric, Feature Extraction, Preprocessing

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi image processing sekarang ini menyediakan kemungkinan manusia untuk membuat suatu sistem yang dapat mengenali suatu citra digital. Setiap manusia memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan antara manusia satu dan manusia yang lainya yang disebut dengan biometric. Ciri-ciri tersebut berupa DNA, sidik jari, retina, dan bentuk wajah. Diantara ciri-ciri tersebut bentuk wajah merupakan bentuk yang paling mudah untuk dikenali dan diamati karena bagian tersebut tidak tersembunyi.

Untuk membangun program aplikasi pengenalan wajah

menggunakan komputer tedapat berbagai metode yang bisa digunakan, tetapi dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Principal component analysis (PCA) dan Adaptive Resonance Theory (ART) yang berbasiskan Jaringan Syaraf Tiruan (JST). PCA digunakan karena mampu mereduksi dari suatu obyek sehinggga ukuran obyek akan menjadi lebih ringkas dan mampu mengambil karakteristik yang penting dari obyek yang diolah (Smith, 2002). Jika dimensi obyek lebih kecil dan informasi yang terkandung lebih padat, maka obyek tersebut akan lebih spesifik dibandingkan obyek yang masih asli dan belum diolah sebelumnya. Hal

(4)

3 ini tentunya akan mempermudah dalam pemrosesan pengenalan obyek tersebut. JST digunakan karena memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman berupa data-data contoh yang pernah diberikan kepadanya.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat program aplikasi yang dapat mengenali wajah manusia dengan pengambilan ciri penting dari citra wajah menggunakan metode principal component analysis (PCA) dan proses pembelajaran menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan metode Adaptive Resonance Theory (ART-2)

METODE PENELITIAN

1. Metode principal component analysis

Flowchart pembentukan PCA dapat digambarkan sebagai berikut :

start

Masukan normalisasi

Mencari matriks covariance

Pencarian eigenvalue

Pencarian eigenvektor

Penentuan eigenfaces

stop

Gambar 1. Flowchart PCA 1) Normalisai Input

Dalam normalisasi input hal pertama yang harus dilakukan adalah memasukkan pixels setiap image kedalam bentuk matriks. Cara memasukkan pixel image kedalam matriks adalah dengan memasukkan kolom kedalam satu baris sampaim jumlah baris tersebut terisi atau habis, baru kemudian pindah ke kolom pada baris berikutnya. Misalkan ada M image yang masing-masing berdimensi 150 x 150 =22.500 pixels. Maka matriks baru yang memppresentasikan image-image training tersebut berdimensi jumlah wajah baris x 22.500 kolom.

u= [ 𝑢1,1 𝑢1,2 . . 𝑢1,𝑚 𝑢2,1 𝑢2,2 . . 𝑢2,𝑚 . . . . . . . . . . 𝑢22500,1 𝑢22500,2 . . 𝑢22500,𝑚]

2) Mencari Covariance Martiks Setelah data dari setiap pixels dimasukkan, kemudian rata-rata dari matriks u dapat dicari. Langkah pertama adalah mencari jumlah total dari tiap baris matriks u, kemudian dirata-ratakan dengan dibagi 22.500. Kemudian semua pixels pada baris

(5)

4 itu dikurangi dengan rata-ratanya.

𝑢̅ = 1

𝑚 ∑ 𝑈1,𝑘

𝑚

𝑘 = 1

Semua variasi yang memungkinkan diperoleh dari perpasangan vektor kolom dinyatakan sebagai covariance matriks. Covariance didapat dengan cara mengalikan matriks u dengan transpose-nya. Matriks baru yang dihasilkan berdimensi jumlah wajah baris x jumlah wajah kolom.

𝐶 = 𝑢𝑇 × 𝑢

3) Mencari EigenValue Dan EigenVektor

Setelah matriks covariance dihitung, langkah selanjutnya adalah mencari eigen value dan eigen vektor.

a) Eigen value

Nilai eigen merupakan nilai karakteristik suatu matriks. Secara sederhana nilai eigen merupakan nilai yang mempresentasikan suatu matriks dalam perkalian suatu vektor, dapat ditulis sebagai :

𝐴𝑥 = 𝜆𝑥

Dimana A merupakan suatu matriks, x merupakan vektor dan 𝜆

merupakan nilai egen dari matrik A.

Nilai eigen A dicari dengan

(𝐴𝑥 − 𝜆𝑥) = 0 (𝐴 − 𝜆)𝑥 = 0

b) Eigen vektor

Vektor eigen(x) merupakan solusi dari matriks (A-𝜆) untuk nilai A yang ada dimana x ≠ 0. Setelah nilai-nilai eigen diketahui maka nilai eigen dimasukkan kedalam persamaan:

(𝐴 − 𝜆)𝑥 = 0

Untuk memperoleh vektor eigan x yang bersesuaian dengan nilai eigen

𝜆.

Selanjutnya dilakukan dekomposisi eigen sehingga berlaku rumus sebagai berikut :

𝐶 × 𝑣 = 𝑒̈ × 𝑣

Keterangan :

𝑒̈ = matriks eigen value 𝑣 = matriks eigen vektor

Dimana V dan 𝑒̈ adalah matriks berdimensi n x n (n adalah jumlah pixels image ), sebagai berikut :

V = [ 𝑉1,1 . . . 𝑉1,𝑛 . . . . . . . . . . . . . . . 𝑉𝑛,1 . . . 𝑉𝑛,𝑛] ,

(6)

5 𝑒̈ = [ 𝜆1 0 0 0 0 0 𝜆2 0 0 0 0 0 . 0 0 0 0 0 . 0 0 0 0 0 𝜆𝑛]

Eigen value yang didapat diurutkan mulai yang terbesar sampai yang terkecil, dan eigen vector yang bersesuaian dengan eigen value tersebut juga diurutkan. Hasil dari operasi ini adalah matriks V yang berdimensi 22.500 x 22.500. Matriks ini selanjutnya disimpan dalam file untuk kemudian dapat dipanggil kembali ke memori sehingga tidak perlu melakukan proses training setiap kali akan mendeteksi suatu image.

4) Eigenface PCA

Matriks eigenface dihitung dengan cara mengalikan matriks u dengan meatriks eigen vektor dan dengan satu dibagi akar eigen value-nya.

𝐸𝑖𝑔𝑒𝑛𝑓𝑎𝑐𝑒 = 1

√𝐸𝑖𝑔𝑒𝑛𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒∗ 𝐸𝑖𝑔𝑒𝑛𝑣𝑒𝑐𝑡𝑜𝑟 ∗ 𝑢

Matriks u merupakan matriks berdimensi jumlah wajah baris x 22.500 kolom, sedangkan matriks eigenvektor berdimensi jumlah wajah baris × jumlah wajah kolom.

2. Metode Adaptive Resonance Theory

Algoritma ART menurut James A. Freeman dan David M. Skapura adalah sebagai berikut :

Inisialisasi bobot awal top-down dengan :

𝑡 (0) = 0

Inisialisasi bobot awal bottom-up dengan:

𝑏 (0)≤ 1

(1−𝑑)√𝑛 ,

Dari bobot-bobot awal tersebut kemudian, data diproses dengan algoritma sebagai berikut : 1) Lakukan inisialisasi

parameter-parameter: a, b ,c d, e, , ,

2) Lakukan langkah 2 sampai 9 sebanyak N epoch.satu epoch merupakan satu iterasi pelatihan untuk seluruh data masukan. 3) Untuk setiap vektor masukan S,

lakukan langkah 4 sampai 12. 4) Perbarui aktifasi-aktifasi unit F1.

𝑈 = 0 𝑊 = = 0 𝑥 = ‖ ‖ 𝑞 = 0 𝑣 = 𝑓 (𝑥 )

Perbarui kembali aktifasi-aktifasi unit F1:

(7)

6 𝑢 = ‖ ‖ 𝑊 = + 𝑎𝑢 𝑝 = 𝑢 𝑥 = ‖ ‖ 𝑞 = ‖ ‖ 5) Menghitung sinyal-sinyal kedalam unit-unit F2: = ∑ 𝑏 𝑝

6) Apabila terjadi reset, maka lakukan langkah g sampai i. 7) Cari unit F2 dengan nilai

terbesar, misalkan dinotasikan . Tentukan sehingga untuk = 1, 2, 3, ..., m.

8) Cek kondisi reset:

𝑢 = ‖ ‖ 𝑝 = 𝑢 𝑑𝑡 Jika |𝑟| − 𝑒, maka 𝑥 = ‖ ‖ 𝑊 = + 𝑎𝑢 𝑞 = ‖ ‖ 𝑣 = 𝑓(𝑥) 𝑏𝑓(𝑞)

Jika tidak terjadi reset, maka dilanjutkan ke langkah 9.

9) Mengerjakan langkah 10 sampai 12 sebanyak N iterasi.

10) Perbaharui bobot-bobot untuk pemenang j. 𝑡 = 𝑑𝑢 *1 𝑑(𝑑 − 1)+𝑡 𝑏 = 𝑑𝑢 *1 𝑑(𝑑 − 1)+𝑏 11) Perbarui aktifasi-aktifasi F1: 𝑢 = ‖ ‖ 𝑊 = + 𝑎𝑢 𝑝 = 𝑢 𝑑𝑡 𝑣 = 𝑓(𝑥) 𝑏𝑓(𝑞 ) 𝑞 = ‖ ‖

12) Pengujian kondisi untuk perbaruan bobot.

13) Pengujian penghentian kondisi untuk epoch setelah jaringan mengalami kesetabilan.

Flowchart dari

keseluruhan proses diatas dapat dilihat sebagai berikut :

(8)

7 start Inisialisasi awal Parameter ART2 a,b,c,d,e,θ Inisialisasi awal Bobot BU dan TD Input data Memodifikasi aktifasi F1 w,x,u,v,p,q Hitung sinyal unit F2

Apakah kondisi RESET ?

Cari bobot terbesar unit F2 yang layak ikut

kompetisi

Masih ada unit F2 lain dengan bobot terbesar ? Apakah unit F2 tersebut dapat diterima ? Update aktifasi w,x,u,v,p,q,BU,TD

Buat unit F2 (neuron) baru Proses iterasi Apakah kondisi berhenti ? stop ya tidak tidak ya ya ti d ak tidak ya

Gambar 2. flowchart proses pembelajaran ART HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Urutan proses pengujian sistem yang dilakukan pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Diagram Blok urutan pengujian

1) Pemotongan Bagian Wajah Citra input sistem adalah citra wajah dengan berbagai latar belakang. Untuk memudahkan sistem pengenalan maka citra masukan dilakukan pendeteksian untuk mengambil bagian wajah yang akan dijadikan inputan sistem. Bagian wajah yang terdeteksi kemudian dipotong yang nantinya akan dipakai sebagai inputan.

Gambar 4. Pemotongan Bagian

Wajah

2) Pembuatan citra grayscale Untuk mempermudah algoritma dan proses perhitungan, maka sistem dirancang untuk terlebih dahulu memproses citra masukan yang berupa citra RGB kedalam level grayscale (tingkat abu-abu). Pembuatan citra grayscale bertujuan agar proses selanjutnya dapat dilakukan dengan komputasi dengan waktu yang cepat.

Citra format JPG

200x180 pixel Deteksi dan pengambilan bagian wajah

Citra abu-abu

pengontrasan

Deteksi tepi dengan

algoritma sobel Ektraksi ciri PCA

pengenalan Pemrosesan awal

klasifikasi

Output wajah yang dikenali

(9)

8 Gambar 5. Pembuatan Citra

Grayscale 3) Pengontrasan

Citra wajah hasil akuisisi terkadang memiliki tingkat pencahayaan yang sangat rendah, terutama pada detail obyek citra yang terlalu tipis dan terlihat kabur. Pengontrasan berfungsi untuk meningkatkan pencahayaan pada obyek citra, dengan mendistribusikan histogram citra pada daerah obyek yang diinginkan.

Gambar 6. proses pencahayaan 4) Deteksi tepi sobel

Pendeteksian tepi (Edge Detection) merupakan proses untuk menghasilkan tepi-tepi pada obyek-obyek citra, dengan tujuan untuk menandai bagian yang menjadi detail citra.dengan pendeteksian tepi dari wajah maka akan diperoleh letak-letak mata, hidung, dan mulut yang menjadi ciri dari citram wajah seseorang.

Gambar 7. proses deteksi tepi Sobel 5) Ektraksi ciri dengan PCA

Cirta hasil pedeteksian tepi selanjutnya digunakan untuk ektraksi ciri. Hasil dari proses ektraksi ciri dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA) adalah vektor berukuran 50x1, vektor inilah yang dipakai untuk pengenalan dan pelatihan. Vektor ciri uji dapat dikenali apabila vektor ciri tersebut memiliki vektor yang mendekati vektor ciri citra latih dan memiliki kesamaan pola dengan citra latih. Vektor ciri yang dihasilkan sangat menentukan tingkat keakuratan sistem identifikasi.

6) Pembuatan Eigenfaces

Proses PCA yang dilakukan akan menghasilkan vektor ciri. Vektor ciri diperoleh dengan mencari eigenface dengan menggunakan metode PCA. Vektor ciri yang dipakai yaitu 50 vektor, dimana setiap vektor tersebut merupakan vektor dengan nilai eigen terbesar. 7) Selisih eigenfaces citra latih

(10)

9 Beigenfaces citra latih dengan citra uji memiliki perbedaan, perbedaan vektor antara keduanya ditunjukkan dengan selisih nilai vektor antara keduanya. Selisih vektor ciri inilah yang mempengaruhi tingkat keakuratan. Semakain kecil selisih antara vektor ciri latih dengan vektor ciri citra uji

maka akan menghasilkan tingkat keakuratan yang semakin besar pula. Pola ciri untuk citra wajah masing-masing orang sangat menentukan perbedaan ciri wajah antara orang satu dengan orang yang lainya. Gambar 8 menunjukkan grafik selisih antara ciri vektor latih terhadap ciri citra uji.

Gambar 8. Grafik Perbandingan Ciri Citra Latih dan Citra Uji Berdasarkan jarak antar pola yang

didapat dari hasil principal component analysis didapatkan hasil

pengenalan dengan cara membandingkan jarak (eauclidean distance) seperti berikut:

Tabel 1. hasil pengenalan dengan perbandingan jarak Jumlah vektor input Jumlah yang teridentifikasi Jumlah yang salah identifikasi Presentase keberhasilan

30 (1 set) 36 citra 114 citra 24 %

150 (5 set) 56 citra 94 citra 37,33 %

300 (10 set) 83 citra 67 citra 55,33 %

(11)

10 8) Pengujian harga learning

rate( )

Parameter dalam penentuan kecepatan belajar sangatlah penting, dalam hai ini adalah harga learning rate. Dalam algoritma ART ini harga learning rate berpengaruh pada unit cluster pemenang pada hasil kompetisi pada layer F2. Hal ini dapat dilihat pada persamaan berikut:

𝑡 = 𝑑𝑢 *1 𝑑(𝑑 − 1)+𝑡 𝑏 = 𝑑𝑢 *1 𝑑(𝑑 − 1)+𝑏

Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa semakin besar harga learning rate maka semakin besar pula perubahan bobot yang didapatkan dalam setiap epoch. Tabel 2. pengaruh harga learning rate dengan 1 epoch

Waktu (s) 150 citra 300 citra 450 citra 0.1 0.39 0.69 0.90 0.2 0.41 0.69 0.93 0.3 0.41 0.69 0.93 0.5 0.42 0.70 0.94 0.8 0.44 0.72 1.73 0.9 0.49 0.73 1.75 1 0.71 0.75 1.82

Dari data pada tabel 2., dimana semakin rendah harga learning rate maka waktu yang dibutuhkan dalam setiap epoch akan semakin sedikit. Apabila nilai learning rate besar maka jaringan akan cenderung pada mode “pembelajaran lambat”, sehingga memerlukan banyak waktu untuk mencapai kesetabilan klasifikasi. Apabila harga learning rate kecil maka jaringan akan bekerja pada mode “pembelajaran cepat” sehingga jaringan akan semakin cepat mencapai kesetabilan dan berresonansi. Pada saat proses belajar dengan harga learning rate dan jumlah data tertentu jaringan sedikit mengalami kesulitan dalam mencapai kesetabilan karena hasil operasi lapis F1-F2 yang tidak sesuai sehingga mempengaruhi proses kompetisi yang terjadi sampai terjadinya reset. Jika hal tersebut sering terjadi maka akan mempengaruhi banyaknya epoch yang dibutuhkan.

9) Analisa nilai vagilance parameter

(12)

11 mempengaruhi hasil klasifikasi vektor input yang dimasukkan. Pengaruh parameter ini adalah ketika nilai parameter yang dipakai semakin kecil, maka pola vektor input yang memiliki perbedaan yang cukup besar bisa jadi ditempatkan dalam satu clusster yang sama, sehingga jumlah klaster yang terbentuk semakin sedikit. Pada kondisi ini jaringan akan dikatakan dalam kondisi plastis. Apabila nilai

rho semakin besar, maka perbedaan vektor input yang sekecil sekalipun jaringan akan cenderung mengaktifkan klaster baru, sehingga klaster yang terbentuk akan semakin banyak. Pada kondisi ini maka jaringan dikatakan bersifat sangat plastis. Oleh karena itu agar mendapatkan hasil pelatihan yang maksimal, maka nilai rho yang dipakai antara 0.90 < rho < 0.97.

Tabel 3. hasil klasifikasi dengan nilai rho yang berbeda Vigilance parameter ( )

Rho= 0.90 Rho = 0.91 Rho = 0.92 Rho = 0.94 Hasil Klasifikasi 1 1,5,29 1,5,29 1,5,29 1,5,29 2 2,6 2 2 2 3 3,9 3 3 3 4 4,7 4 4 4 5 8 6,17 6 6 6 10,14,28 7,14 7,14 7,14 7 11 8 8 8 8 12,22,24,25,26 9,24 9,24 9 9 15,18 10,28 10,28 10 10 13,16 11 11 11 11 17 12,25,26 12 12 12 19 13,16 13,16 13,16 13 20 15 15 15 14 21,23 18 17 17 15 27 19 18 18 16 30 20 19 19 17 21 20 20 18 22 21 21 19 23 22 22 20 27 23 23 21 30 25,26 24 22 27 25

(13)

12 23 30 26 24 27 25 28 25 30 Jumlah klaster 16 21 23 25

Pada tabel 3. nilai rho yang memiliki kekonsistenan paling bagus adalah 0.94, hal ini terjadi karena jarak antar vektor sangatlah kecil sehingga membutuhkan nilai rho yang mendekati 1, untuk mendapatkan toleransi antar vektor input yang sempit. Sehingga hak akses untuk setiap inputan samakin ketat, sehingga hanya inputan orang yang samalah yang memiliki hak untuk ditempatkan dalam satu klaster.

10) Analisa pengujian identifikasi dengan citra uji asli

Pada pengujian identifikasi dengan citra uji asli, parameter yang dipakai sebagai inputan jaringan adalah nilai-nilai bobot yang diperoleh selama proses pembelajaran dengan sejumlah citra latih. Jumlah citra yang dipakai sebagai inputan pengujian adalah 150 citra, dengan masing masing orang 5 citra foto.

Tabel 4. hasil pengenalan untuk citra uji asli

Jumlah Vektor input Jumlah Vektor uji Jumlah teridentifikasi Jumlah tidak teridentifikasi Presentase keberhasilan 30 (1 set) 150 (5 set) 53 97 35,33 % 150 (5 set) 150 (5 set) 97 53 64,67 % 300 (10 set) 150 (5 set) 129 21 86 % 450 (15 set) 150 (5 set) 135 15 90 %

Dari hasil pengujian ART dengan citra uji asli yang terlihat pada tabel 4. diperoleh presentase

pengenalan paling tinggi adalah 90% dengan jumlah vektor inputan berjumlah 450 dan vektor uji berjumlah 150. Dari hasil ini dapat

(14)

13 terlihat bahwa semakin banyak citra yang dilatih maka akan semakin tinggi pula tingkat pengenalanya, hal ini juga terpengaruh dengan perbedaan ekpresi antara citra latih yang akan mempengaruhi bobot yang dihasilkan.

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan maka pengenalan dengan inputan vektor dari hasil

ektraksi ciri menggunakan PCA dan pembelajaran menggunakan jaringan syaraf tiruan adaptive resonance theory (ART) memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pengenalan dengan PCA dan euclidean distance. Hal ini seperti tampak pada gambar 9., yaitu grafik perbandingan hasil pengujian antara keduanya.

Gambar 9. grafik perbandingan pengenalan dengan euclidean distance dan ART KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil analisis terhadap pengujian yang dilakukan pada sistem pengenalan citra wajah mengunakan Principal Component Analysis dan Jaringan Syaraf Tiruan Adaptive Resonance Theory maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat keakuratan sistem pengenalan wajah dengan hasil terbaik adalah 90% untuk pengenalan wajah asli.

2. Keberhasilan sistem dalam pengenalan citra wajah pada 0% 20% 40% 60% 80% 100% 30 150 300 450 euclidean Distance ART

X

= jumlah citra latih

Y

= presentase pengenalan

X

(15)

14 dasarnya sangat dipengaruhi oleh jarak antar pola-pola vektor ciri citra wajah yang dimasukkan. Jika jarak antar vektor ciri dari orang yang berbeda sangat dekat maka dapat terjadi kesalahan pengenalan citra.

3. Ektraksi ciri menggunakan PCA cocok digunakan untuk pengambilan ciri dari teksture alami seperti wajah manusia, untuk mendapatkan ciri berdasarkan bentuk tektur citra. 4. Dengan memberikan

parameter-parameter jaringan yang sesuai, jaringan syaraf tiruan Adaptive Resonance Theory dapat memberikan hasil klastering yang maksimal, sehingga dapat digunakan sebagai pengenalan dengan hasil maksimal pula. 5. Pemilihan contoh citra wajah

pada proses pelatihan sebagai inputan database dapat mempengaruhi tingkat akurasi proses pengenalan. Semakin banyak citra tiap orang yang dipakai untuk disimpan dalam database latihan, maka sistem

akan semakin baik dalam melakukan proses pengenalan. 6. Waktu yang dibutuhkan dalam

proses pengenalan citra wajah adalah 1.2035 detik, sehingga sistem diharapkan dapat bekerja secara waktu nyata (real time). Saran

Saran dari penulis untuk pengembangan yang dapat dilakukan dari tugas akhir ini adalah :

1. Penggunaan metode lain dalam melakukan ektraksi ciri sehingga dapat menghasilkan ciri yang lebih komplek dan berbeda antar

citra-citra yang

dimasukkan,sehingga memiliki jarak antar pola ciri yang cukup jauh.

2. Pengembangan aplikasi dengan menggunakan sistem secara waktu nyata (real time) dengan menggunakan webcam.

3. Penggunaan sampel wajah yang digunakan lebih banyak dan lebih bervariasi sehingga sistem akan lebih komplek.

4. Pembelajaran menggunakan jaringan syaraf tiruan yang lain.

(16)

15

DAFTAR PUSTAKA

Atalay, Ilker.January. 1996. Faces Recognition Using Eigenfaces:Thesis-Istanbul Technical Unifersity.

Carpenter, Gail A. and Grossberg, Stephen. 1987 ART2: Selft-organization of Stable Category Recognition Codes For Analog Input Patterns. Applied Optics. Volume 26, No. 23. pp.4919-4930.

Demuth, Howard and Beale, Mark. 1994. Neural Network Toolbox For Use with Matlab. The Math Work.

Fatta, Hanifal. 2009. Rekayasa Sistem Pengenalan Wajah. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Hecht-Nielsen, R.1988.Neurocomputer applications. In R.Eckmiller & C. von der Malsburg(Eds.),Neural Computers(pp.445-453).Berlin: Springer-Verlag. Hidayat Zayuman, Iman Santoso, Rizal Isnanto. “Pengenalan Wajah Manusia

Menggunakan Analisa Komponen Utama Dan Jaringan Syaraf Tiruan Perambatan-Balik”. Skripsi. Semarang:Universitas Diponegoro

Hoo, Robert. 2003. “Face Recognition Menggunakan metode Principal Component Analysis Dan Jaringan Syaraf Tiruan” Skripsi. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra.

Hotelling, H. 1933. ”The Most Predictable Criterion”. J.Educ.Psychol.26, 139-142.

Kurniawan, Eddy. 2006. “Pengenalan Citra Wajah Dengan Menggunakan Principal Component Analysis Dan Local Feature Analysis” Skripsi. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra.

Lily. 2003. ”Perancangan Program Aplikasi Pengenalan Wajah Berbasiskan Jaringan Syaraf Tiruan Dengan Menerapkan Metode Principal Component Analysis”. Skripsi. Jakarta : Universitas Bina Nusantara

Marvin & agus Prijono.Juli 2007.Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab.Bandung:Informatika

Nilsson. M, Nordberg.J, and Ingvar. C.2007.Face Detection Using Local SMQT Features And Split Up Snowclassifier:Sweden-Blekinge Institute of Technology.

Pratomo, Dedi. 2002. “Rancang Bangun Perangkat Lunak Pengenalan Wajah Dengan Menggunakan Hopfield Network”. Skripsi. Surabaya: Sekolah Tinggi Manejemen Informatika & Teknik Komputer

Smith, Lindsay. february 2002. A tutorial on Principal Components Analysis. Suyanto. 2008. Soft Computing. Bandung: Informatika.

T Sutojo. 2009.Aljabar linier & Matriks:Andi

Turk, Matthew And Pantland, Alex.Eigenfaces For Recognition:Visio and Modeling Group.

Gambar

Gambar 3. Diagram Blok urutan  pengujian
Gambar 8. Grafik Perbandingan Ciri Citra Latih dan Citra Uji  Berdasarkan  jarak  antar  pola  yang
Tabel 4. hasil pengenalan untuk citra uji asli  Jumlah  Vektor input  Jumlah  Vektor uji  Jumlah  teridentifikasi  Jumlah tidak  teridentifikasi  Presentase  keberhasilan  30 (1 set)  150 (5 set)  53  97  35,33 %  150 (5 set)  150 (5 set)  97  53  64,67 %
Gambar 9. grafik perbandingan pengenalan dengan euclidean distance dan ART KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

halaman awal dari sistem keamanan ini setelah user melakukan login. Pada form menu utama terdapat menu-menu yang dapat digunakan untuk menjalankan sistem keamanan

Hasil penelitian diperoleh ada hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja di SMA PGRI Pekanbaru, dengan OR 4,2 dan P value

Sehingga kepercayaan tersebut memunculkan hubungan sosial yang terjalin antara: (1) Hubungan sosial yang terjadi antara Tengkulak dan makelar menciptakan kepercayaan

Simpanan berjangka (Time deposits) Tabungan (Savings Deposit) Pinjaman yang diterima (Loans received) Surat berharga (Securities) Lainnya (Others) Bukan penduduk (Non-Citizens).

○ Jika Pembeli memilih produk utama &amp; tambahan untuk memenuhi syarat pembelian Kombo Hemat, harga dan batas pembelian dari Kombo Hemat yang akan berlaku. ○ Jika Pembeli

Pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang memungkinkan perusahaan dapat lebih memahami pelanggan, dan digunakan untuk menyesuaikan kapabilitas organisasi agar

Dari hasil penelitian setelah dilakukan perawatan luka di rumah pada pasien ulkus diabetes melitus terdapat pengaruh kecemasan yang semula sebelum dilakukan

”Salah satu cara yang dapat digunakan perusahaan untuk mencapai efisiensi biaya adalah melalui manajemen berbasis aktivitas atau Activity Based Management (ABM).” Activity