• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Tenaga Listrik

Struktur tenaga listrik atau sistem tenaga listrik sangat besar dan kompleks karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator, transformator, alat-alat pengaman dan pengaturan yang saling dihubungkan membentuk suatu sistem yang digunakan untuk membangkitkan, menyalurkan, dan menggunakan energi listrik. Namun secara mendasar sistem tenaga listrik dapat dikelompokkan atas 3 bagian utama yaitu :

1. Sistem Pembangkitan Pusat pembangkit tenaga listrik (electric power station) biasanya terletak jauh dari pusat-pusat beban dimana energi listrik digunakan.

2. Sistem Transmisi Energi listrik yang dibangkitkan dari pembangkit listrik yang jauh disalurkan melalui kawat-kawat atau saluran transmisi menuju gardu induk (GI).

3. Sistem Distribusi Energi listrik dari gardu-gardu induk akan disalurkan oleh jaringan tegangan menengah ke gardu-gardu distribusi untuk kemudian di salurkan ke konsumen-konsumen dengan berbagai golongan sesuai dengan kebutuhan.

(2)

Ketiga bagian utama (Pembangkitan, transmisi, dan distribusi) tersebut menjadi bagian penting dan harus saling mendukung untuk mencapai tujuan utama sistem tenaga listrik yaitu penyaluran energi listrik kepada konsumen.

Proses penyaluran tenaga listrik diawali dengan dihasilkannya tenaga listrik oleh pembangkit listrik besar dengan tegangan dari 11 kV sampai 24 kV kemudian dinaikan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV ,154kV, 220kV atau 500kV setelah itu disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan adalah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt, selanjutnya disalurkan oleh saluran

(3)

distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya, selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan menggunakan trafo step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.

2.2 Sistem Distribusi Tegangan Menengah

Sistem distribusi tenaga listrik berfungsi untuk mendistribusikan/menyalurkan tenaga listrik dari pusat sumber (Gardu induk) ke pusat-pusat/kelompok beban (gardu distribusi) dan konsumen dengan mutu yang memadai. Sistem distribusi tenaga listrik ada 2 macam, yaitu :

a) Sistem distribusi primer. b) Sistem distribusi sekunder.

Sistem distribusi sekunder adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dengan tegangan rendah, dari terminal sisi sekunder transformator distribusi sampai dengan titik pelayanan disisi konsumen. Sistem distribusi sekunder tegangannya adalah 220/380 volt. Sedang sistem distribusi primer adalah bagian dari suatu sistem penyaluran energi listrik yang terletak antara gardu induk dan gardu distribusi.

(4)

Tegangan kerja sistem distribusi primer di PT. PLN (persero) Jakarta Raya Dan Tangerang adalah 20 kV. Pasokan daya listrik pada sistem distribusi primer (20 kV) pada gardu-gardu distribusi didapat dari sistem penyaluran 150 kV melalui trafo tenaga yang berfungsi sebagai trafo penurun tegangan (Step down) 150 kV/20 kV yang terpasang di gardu induk dengan kapasitas yang bervariasi antara 5, 10, 20, 30, s/d 60 MVA. Keluaran (Outgoing) dari trafo daya dikumpulkan dulu pada bus 20 kV di kubikel pada Gardu Induk untuk kemudian didistribusikan melalui beberapa Penyulang 20 kV pada gardu-gardu distribusi atau konsumen melalui jaringan berupa Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) atau saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM). Pada daerah perkotaan yang memiliki kerapatan beban tinggi, biasanya menggunakan saluran kabel tegangan menengah untuk memiliki keandalan tinggi.

Ada beberapa jenis konfigurasi sistem distribusi jaringan tegangan menengah, yaitu :

1. Sistem distribusi primer tipe radial 2. Sistem distribusi primer tipe loop 3. Sistem distribusi primer tipe ring 4. Sistem distribusi primer tipe spindle 2.2.1.Sistem Distribusi Primer Tipe Radial

Sistem distribusi primer tipe radial adalah penyulang yang keluar dari pusat sumber (GI) melayani beban ke beberapa tempat secara memanjang. Sistem ini paling sederhana dan paling banyak dipakai di Indonesia, terutama untuk melayani

(5)

daerah yang mempunyai kerapatan beban rendah. Penyambungan gardu-gardu distribusi dapat dilakukan disepanjang penyulang utama dan penyulang cabangnya. Karena bentuk dari sistem ini memanjang, maka dapat digunakan penghantar yang bervariasi sebanding dengan kerapatan arus atau bebannya. Sistem ini pada umumnya merupakan saluran udara tegangan menegah (SUTM), sedangkan untuk saluran kabel tegangan menengah (SKTM) jumlahnya lebih sedikit. Kelemahan dari sistem distribusi tipe ini adalah tidak memiliki cadangan (redunancy) dan tanpa pembagian sehingga dalam pemakaian sistem distribusi bawah tanah radial ini sangatlah terbatas. Bentuk yang paling umum dari sistem Radial seperti pada gambar 2.1, Pada gambar terlihat bahwa sebuah penyulang memasok untuk sejumlah gardu distribusi. Bila terjadi gangguan pada jaringan tegangan menengahnya, maka pemutus tenaga yang ada di Gardu Induk akan membuka, hal ini akan membuat semua gardu distribusi akan mengalami pemadaman. Sepanjang setiap feeder terdapat trafo distribusi (TD) yang dilengkapi dengan sekering.

(6)

2.2.2 Sistem Distribusi Primer Tipe Loop

Sistem distribusi primer tipe loop yang ditunjukan pada gambar 2.3 pada dasarnya gabungan dari dua sistem distribusi primer pola radial yang ujung-ujungnya digabungkan dengan PMT. Sistem loop dapat dioperasikan secara terbuka ataupun secara tertutup. Pada dasarnya sistem ini terdiri atas dua penyulang yang dipisahkan suatu pemisah, yang dapat berupa sekering, alat pemisah. Sistem ini mendapat catu daya dari satu gardu induk dan digunakan pada beban yang mempunyai daerah melingkar, mempunyai beban padat yang memerlukan kontinuitas pelayanan tinggi. Syarat utama yang harus dipenuhi oleh sistem ini adalah harus mampu memikul beban, jika terjadi gangguan pada salah satu penyulangnya. Oleh karena itu biaya investasinya lebih mahal jika dibanding dengan sistem distribusi primer pola radial, akan tetapi kehandalanya lebih baik

(7)

2.2.3 Sistem Distribusi Primer Tipe Ring

Sistem distribusi tipe ring seperti pada gambar 2.4 adalah pengembangan dari sistem distribusi primer tipe radial. Pada sistem ini mendapat catu daya dari dua gardu induk yang berlainan, serta lebih handal jika dibandingkan dengan sistem distribusi primer tipe loop maupun radial. Sistem distribusi ini pada umumnya merupakan jaringan SUTM. Sistem distribusi tipe ini banyak digunakan di daerah luar kota. Perlu diperhatikan bahwa jika dipasok dari satu sistem (misalnya 150 kV) perlu diperhatikan juga diagram vector dari masing-masing gardu induk.

2.2.4 Sistem Distribusi Primer Pola Spindel

Spindel adalah tipe jaringan khusus yang ditandai dengan ciri adanya sejumlah kabel keluar dari Gardu Induk ( outgoing cables ) menuju kearah suatu titik temu yang disebut Gardu Hubung. Dalam satu spindel dimaksudkan untuk menyalurkan energi listrik ke suatu daerah pelayanan meliputi luas daerah tertentu,

(8)

Saluran yang digunakan pada sistem ini adalah saluran kabel tanah tegangan menengah (SKTM). Satu spindel terdiri dari lebih satu kabel kerja seperti pada gambar 2.5 ( Working Cables / Feeder ) dan sebuah kabel cadangan (Express Feeder ), kabel cadangan ini digunakan untuk menormalkan kembali penyaluran energi listrik ke seluruh bagian Feeder yang mengalami gangguan setelah bagian yang terganggu diketahui dan dipisahkan ( diisolasikan ) terhadap jaringan yang beroperasi, kabel cadangan ini harus diberi tegangan sehingga dapat segera diketahui bila sewaktu – waktu mengalami gangguan. Pada kondisi normal pemutus beban kabel kerja pada gardu hubung terbuka, sehingga kabel (saluran) melayani gardu-gardu distribusi secara radial dan express feeder selalu dalam posisi tertutup.

2.2 Penghantar

Penghantar adalah salah satu komponen utama yang berfungsi sebagai media untuk menyalurkan arus listrik dari satu titik ke titik yang lain. Penghantar yang digunakan dalam instalasi listrik pada umumnya berupa kawat berisolasi atau kabel.

(9)

Namun ada juga penghantar yang digunakan tanpa isolasi, penghantar tersebut antara lain seperti BC (Bare conductor),A3CS(All Alumunium Alloy Conductor Solation), ACSR(Alumunium conductor steel reinforced). A3C (All Alumunium Alloy Conductor), dan ACAR (Alumunium Conductor Alloy Reinforced). Jika dilihat dari bahannya, penghantar yang sering digunakan terbuat dari bahan alumunium dan tembaga. Alumunium dan tembaga mempunyai karakteristik yang berbeda, hal tersebut dapat kita lihat pada tabel perbandingan dibawah ini.

2.2.1 Kabel Tanah

Kabel tanah adalah salah satu atau beberapa bagian kawat yang diisolasikan sehingga tahan terhadap tegangan tertentu, sehingga terhindar dari pengaruh garam-garam tanah dan bahan kimia yang berada dalam tanah. Pada saat ini kabel tanah telah banyak digunakan di indonesia, terutama dengan berkembangnya jaringan distribusi bawah tanah. Fungsi dari kabel bawah tanah ini adalah sebagai saluran atau penghantar tenaga listrik yang ditanam didalam tanah. Dalam pemakaian kabel tanah sebagai media jaringan distribusi terdapat beberapa keuntungan, Keuntungan tersebut antara lain :

ALUMUNIUM

TEMBAGA

1 Massa jenis

2,7 g/cm³

8,96 g/cm³

2 Kekuatan Tarik

20-30 kg/cm²

40 kg/cm²

3 Daya Tahan Jenis

0,0175 Ω.m/mm²

0,0175 Ω.m/mm²

4 Daya Hantar Jenis

57 mm²/Ω.m

58 mm²/Ω.m

BAHAN

SIFAT

No.

(10)

- lebih bersih tidak ada kawat di udara - lebih aman

- mudah penarikannya - peralatan lebih sederhana

Pada umumnya konstruksi kabel tanah yang digunakan untuk distribusi tegangan rendah dan tegangan menengah dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian utama dan pelengkap. Bagian utama : 1. Hantaran (konduktor) 2. Isolasi (insulation) 3. Tabir (screen) 4. Selubung (sheath) Bagian pelengkap : 1. Bantalan (bedding)

(11)

2. Perisai (armour) 3. Bahan pengisi (filler) 4. Sarung kabel (serving) 5. Lapiran penahan bocoran air

Kabel tanah terdiri dari beberapa macam jenis menurut kulit pelindungnya, konstruksi maupun pemasangannya, maka dibuat suatu pengkodean dengan tujuan untuk mempermudah pengenalan jenis kabel. Pengkodean kabel ini dibuat sesuai dengan standart SPLN yang telah dibakukan, sebagai berikut :

Keterangan :

N = Kabel Standar dengan inti tembaga

NA = Kabel Standar dengan Inti Aluminium sebagai penghantar Y = Isolasi PVC

G = Isolasi Karet A = Kawat Berisolasi

Y = Selubung PVC, Y pada akhir momen klatur

(12)

M = Selubung PVC 2X = Isolasi XLPE

R = Kawat Baja Bulat (perisai) Gb = Kawat Pita Baja ( perisai) S = Lapisan tembaga

I = Untuk isolasi tetap di luar jangkuan tangan re = Penghantar padat bulat

rm = Penghantar bulat berkawat banyak Se = Penghatar bentuk pejal (padat) Sm = Penghantar dipilin bentuk sektor f = Penghantar halus dipintal bulat ff = Penghantar sangat fleksibel

D = Penghantar 3 jalur yang ditengah sebagai pelindung H = Kabel untuk alat bergerak

rd = Inti dipilin bentuk bulat fe = Inti pipih

-1 = Kabel dengan sistem pengenal warna urat dengan hijau kuning -0 = Kabel dengan sistem pengenal warna urat tanpa hijau kuning Contoh pembacaan kabel dengan kode yang tertera

Kabel N2XS 1 x 150 Rm 12/20 kV, kode yang tertera tersebut menyatakan bahwa kabel tersebut berinti tunggal dengan tegangan nominal 12/20 kV. Berisolasi XLPE

(13)

dan berpenghantar tembaga dipilin bulat berkawat dengan luas penampang sebesar 150 mm².

2.2.2 Penentuan Pemakaian Penghantar

Untuk menentukan jenis penghantar baik itu kawat berisolasi maupun kabel, harus ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis yang meliputi tegangan nominalnya, konstruksi (ukuran), dan KHA (kuat hantar arusnya). Konstruksi atau luas penampang dari penghantar juga dapat ditentukan dengan melihat rapat arus nominal suatu penghantarnya. Pada dasarnya, yang akan ditimbulkan oleh aliran arus. Rapat arus (S) ini dapat dinyatakan sebagai berikut

S =𝐴𝐼

...(2.1) Keterangan :

S = rapat arus (A/mm2)

A = luas penampang kabel (mm2)

I = arus lewat (Amp)

Sedangkan untuk menentukan besar arus yang akan melewati kabel yang akan terpasang dapat dihitung dengan rumus berikut

1. Untuk arus searah I = 𝑃

𝑉𝑘...(2.2) 2. Untuk arus bolak-balik 1 fasa I = 𝑃

𝑉𝑘.𝑐𝑜𝑠 𝜑 ...(2.3) 3. Untuk arus bolak-balik 3 fasa I = 𝑃

(14)

Keterangan :

I = arus beban (Amp) cos𝜑 = faktor daya

P = daya yang diperlukan (Watt) Vk = tegangan kerja maksimum (Volt)

Berdasarkan konstruksi dan kuantitasnya juga akan mempengaruhi besarnya nilai resistansi dari penghantar ,yang besarnya didasarkan oleh hukum ohm dalam panas

sebagai pengganti satuan listrik, yaitu :

R= 𝘱𝐿𝐴 ...(2.6) Keterangan : R = nilai resistansi (Ω)

𝘱

= resistivitas (Ω/m) L = panjang penghantar (m) A = luas penghantar (m²)

Namun, cara lain untuk mengetahui nilai resistansi dari suatu penghantar yang berinti tunggal ataupun banyak pada suhu tetap 20º C dapat juga dilihat pada tabel 2.2 berikut :

(15)

Sumber : PUIL 2000

(16)

2.2.3 Kuat Hantar Arus

Semua penghantar harus mempunyai KHA sekurang-kurangnya sama dengan arus yang akan mengalir melaluinya, ialah yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan arus maksimal yang akan dihitung. Kuat hantar arus suatu penghantar dibatasi dan ditentukan berdasarkan batasan-batasan dari aspek lingkungan, teknis material serta batasan pada konstruksi penghantar tersebut yaitu :

 Temperatur lingkungan

 Jenis penghantar

 Temperatur lingkungan awal

 Temperatur penghantar akhir

 Batas kemampuan termis isolasi

 Faktor tiupan angin

 Faktor disipasi panas media lingkungan

Apabila terjadi suatu penyimpangan pada ketentuan batasan tersebut diatas maka kemampuan hantar arus hartus dikoreksi. Kuat arus suatu penghantar listrik perlu mendapatkan perhatian sewaktu melakukan penarikan kawat. Selain itu perlu juga diperhatikan pada suatu penghantar adalah Kuat Hantar Arusnya (KHA), dimana masing-masing penghantar mempunyai kuat hantar arus yang berbeda-beda seperti yang terlihat pada tabel 2.3 dan tabel 2.4 dibawah ini yang menunjukan perbedaan nilai Kuat hantar arus berdasarkan penempatan kabel, jenis kabel, dan bahan penghantarnya.

(17)

Sumber : Buku pelayanan teknik

(18)

Sumber : Buku pelayanan teknik

(19)

2.3 Alat Pengukur Dan Pembatas Tegangan Menengah (APP-TM)

Pengukuran adalah untuk menentukan pemakaian daya dan energi listrik. Dalam pengukuran ini alat meliputi meter kWh, meter kVArh, meter kVA maksimum, meter arus dan meter tegangan. Sedang pembatasan adalah batas pemakaian daya tersambung yang mempergunakan alat pembatas yang meliputi untuk sambungan TR mempergunakan MCB, sambungan TM dan TT mempergunakan OLR (Over Load Relay). Cara untuk mengukur arus nominal pembatas menggunakan persamaan sebagai berikut

Untuk 1 fasa : In = ES ...(2.7)

Untuk 3 fasa : In = S

√3 .E...(2.8) Keterangan :

In = arus nominal dalam ampere (A)

E = tegangan untuk fasa-netral untuk fasa tunggal (V) = tegangan fasa-fasa untuk fasa tiga (V)

S = daya terpasang (VA)

Jadi alat Alat Pengukur dan Pembatas adalah suatu peralatan yang dipasang pada pelanggan untuk mengetahui/mengukur pemakaian energi yang digunakan serta membatasi daya yang digunakan sesuai daya kontraknya. Pada pelanggan

(20)

pengukuran TM alat ukur yang digunakan adalah KWh meter untuk mengukur energi aktif dan kVArh meter untuk mengukur energi reaktif yang digunakan pelanggan sedangkan pembatas dayanya digunakan Relay atau pemutus lebur. 2.3.1 kWh meter

KWh meter adalah suatu alat ukur integrasi yang digunakan untuk mengukur besarnya energi aktif yang digunakan pelanggan dalam satuan kilo watt jam (kWh). Alat ukur ini sangat populer dikalangan masyarakat umum, karena banyak terpasang pada rumah-rumah penduduk ( konsumen listrik ) dan menentukan besar kecilnya energi listrik yang dipakai oleh konsumen. Penyambungan tenaga listrik ke konsumen diatur dalam tarif dasar listrik yang dikeluarkan oleh PT. PLN(persero), dengan ketentuan batasan daya sebagai berikut

1.Pelanggan TT : > 30 MVA

2. Pelanggan TM : 200 KVA s/d 30 MVA 3. Pelanggan TR : 450 VA s/d 197 KVA

Ada 3 cara pemilihan kWh meter berdasarkan cara pengukurannya yang harus diketahui, hal itu antara lain

1.Sambungan tegangan rendah

Meter kWh mempergunakan meter 1 fasa 2 kawat atau 3 fasa kawat, dengan meter kWh kelas 1 dan kelas 2. Untuk meter kWh kelas 1 dipergunakan untuk pelanggan > 41,5 kVA dengan mempergunakan trafo arus, sedang untuk meter kWh kelas 2 dipergunakan untuk pelanggan < 41,5 kVA tanpa menggunakan trafo arus

(21)

2.Sambungan tegangan menengah

Meter kWh mempergunakan meter kWh kelas 1 atau lebih teliti, dengan pengukuran (WBP dan LWBP), mempergunakan trafo arus (kls 0,2S) dan trafo tegangan (kls 0,2 atau 0,5) pada sambungan tegangan menengah dipasang juga kVArh sebagai pengukur pemakain daya reaktif, bila power faktor beban ≤ 0.85 3.Sambungan tegangan tinggi

Meter kWh mempergunakan meter kWh kelas 1 atau lebih teliti dengan pengukuran (WBP dan LWBP), mempergunakan trafo arus (kls 0,2S) dan trafo tegangan (kls 0,2 atau 0,5) pada sambungan tegangan tinggi dipasang juga kVArh sebagai pengukur pemakaian daya reaktif, bila power factor ≤ 0,85 dipasang meter KVA maksimum sebagai pengukur pemakaian daya dalam interval waktu 15 menit, yang dimaksud KVA maksimum adalah pemakaian daya sebesar :

KVA maks = 1/3 x jumlah Imaks masing-masing fasa x √3 x E untuk sistem 3

fasa 3 kawat atau 4 kawat

KVA maks = 1/2 x jumlah Imaks masing-masing fasa x √3 x E untuk sistem 3

fasa 3 kawat beban fasa seimbang. 2.3.2 Relay arus lebih

Relay pembatas adalah suatu alat yang digunakan untuk membatasi arus yang masuk ke pelanggan TM. Jenis Relay Pembatas menurut fungsinya ada 2 macam : Relay Over Load dan Relay Over Current. Sedangkan menurut penempatannya ada

(22)

a. Relay Primer

Peralatan relay dipasang langsung pada saluran utama tegangan menengah (rel TM Instalasi saklar pemutus tenaga PMT)Relay primer yang terpasang pada pelanggan TM secara bertahap akan diganti dengan Relay sekunder, sehingga tidak ada lagi pelanggan TM yang menggunakan Relay primer.

b. Relay Sekunder

Peralatan Relay dipasang atau disambungkan dari sisi sekunder peralatan bantu tarfo arus (CT) yang dipasang pada saluran Utama

Relay arus lebih / over current relay (OCR) Pada sistem tenaga listrik Relay Arus Lebih pada umumnya digunakan sebagai :

1. Pengaman utama Jaringan Tegangan Menengah (Distribusi). 2. Pengaman utama untuk trafo tenaga kapasitas kecil.

3. Pengaman cadangan untuk trafo tenaga kapasitas besar.

4. Pengaman untuk generator dengan kapasitas kecil ( < 5 MW ). 5. Pengaman utama untuk motor.

OCR bekerja berdasarkan kenaikan arus yang terdeteksi oleh Relay. Jika Relay dilewati arus yang melebihi nilai pengamanan tertentu (arus setting/ setelan waktu tertentu), maka Relay akan bekerja. Karakteristik OCR memberikan hubungan antara arus input dengan waktu kerja

(23)

1. Relay arus lebih seketika.

2. Relay arus lebih dengan tunda waktu.

Relay Arus Lebih Seketika (disebut juga instant atau moment) mempunyai waktu kerja (mulai kerja sampai selesainya kerja) sangat cepat / waktunya pendek (20– 100 milli detik), sedangkan untuk Relay Arus Lebih dengan tunda waktu (time delayed), jangka waktu Relay mulai pick-up sampai selesai kerja diperpanjang dengan nilai waktu tertentu.

2.3.3 Trafo Arus (CT)

Trafo arus adalah peralatan instrument yang berfungsi untuk ke mentransformasikan Arus dari nilai yang besar menjadi nilai yang rendah sebagai standarisasi untuk masukan alat-alat ukur maupun sistem proteksi Penurunan nilai arus ini digunakan untuk keperluan pengukuran energi listrik yangdigunakan pelanggan. Arus Primer yang banyak dipakai untuk TM adalah : 10/5 A, 15/5 A, 20/5 A, 25/5 A, 30/5 A, 40/5 A.

(24)

2.3.4 Trafo Tegangan (PT)

Trafo tegangan adalah peralatan instrument yang berfungsi untuk ke mentransformasikan tegangan dari nilai yang besar menjadi nilai yang rendah sebagai standarisasi untuk masukan alat-alat ukur maupun sistem proteksi Penurunan nilai tegangan ini digunakan untuk keperluan pengukuran energi listrik yang digunakan pelanggan. Tegangan Peimer yang banyak dipakai untuk TM adalah: 24 KV 22 KV, 20 KV dstnya. Sedangkan Tegangan pengenal untuk sisi sekunder adalah 57.7 Volt phase netral dan 100 V atau 110 V phase-phase.

2.4 Daya Listrik

Didalam sistem tenaga listrik dikenal tiga jenis daya listrik, yang masing-masing energi saling berhubungan dan dipengaruhi oleh besarnya nilai faktor kerja (𝐶os φ ). Sebuah sumber listrik arus bolak-balik (AC), memasok daya listrik dalam

(25)

bentuk daya aktif dan daya reaktif. Energi reaktif ini hanya ada jika bebannya berupa beban induktif atau beban kapasitif. Ketiga bentuk energi tersebut adalah

1. Daya aktif

Daya aktif adalah daya yang terpakai untuk melakukan energi sebenarnya, daya ini dinyatakan dengan simbol P dengan satuan Watt atau kW. Daya aktif ini diperlukan untuk diubah kedalam bentuk energi lain, misalnya : energi panas, cahaya dan sebagainya. Besarnya dari daya aktif ini, dinyatakan dengan rumus :

Rumus 1 phasa

P = V. I . Cos φ ...(2.9) Rumus 3 phasa

P = √3 . V. I . Cos φ ...(2.10) Keterangan :

P = daya nyata (Watt) Cos φ = faktor daya V = tegangan (V)

I = arus (Ampere) 2. Daya reaktif

Daya reaktif dinyatakan dengan simbol Q dengan satuan VAR (Volt Ampere Reaktif) atau kVAR. Jenis daya ini diperlukan untuk keperluan pembentukan medan magnet pada peralatan yang bekerja dengan sistem elektromagnet. Besarnya dari daya reaktif ini, dapat dinyatakan dengan rumus :

Rumus untuk 1 phasa Q = V.I.Sin φ

(26)

Rumus untuk 3 phasa

Q = √3 .V.I. Sin φ ...(2.12) Keterangan :

Q = daya reaktis (VAR) Sin φ = faktor kerja untuk daya reaktif V = tegangan (V)

I = arus (Ampere) 3. Daya semu

Daya semu adalah daya yang terbentuk dari daya aktif dan reaktif, daya ini dinyatakan dengan simbol S dengan satuan (Volt Ampere / VA). Daya nyata ini merupakan penjumlahan vector dari daya aktif dan reaktif. Hubungan dari ketiga jenis daya ini dapat kita lihat pada persamaan dan segitiga daya sebagai berikut : S = √P2+ 𝑄²... (2.13)

Dimana S = V. I ...(2.14)

(27)

2.5 Faktor Kerja (Cos φ)

Faktor kerja (Cos φ) merupakan sudut yang terbentuk antara daya nyata (S) dan daya aktif (P). Untuk mencari faktor kerja (Cos φ) dapat menggunakan dengan persamaan dibawah ini

Cos φ = p

S ...(2.15) Bila dilihat dari jenis bebannya, beban listrik itu terbagi kedalam tiga jenis kelompok beban yang berbeda, yaitu beban yang bersifat resistif, induktif dan kapasitif. Besarnya nilai dari faktor kerja (Cos φ) ini sangat ditentukan oleh jenis beban yang terpasang dalam instalasi. Sebuah instalasi listrik akan optimal, baik dilihat dari segi teknis maupun dari segi ekonomis jika instalasi yang terpasang tersebut memiliki faktor kerja (Cos φ) mendekati atau sama dengan satu.

2.6 Faktor Beban dan Faktor Looses

Faktor beban adalah perbandingan antara beban rata-rata terhadap beban puncak yang diukur dalam suatu periode tertentu. Beban rata-rata dan beban puncak dapat dinyatakan dalam kilowatt,kilovolt-ampere dan sebagainya, tetapi satuan dari keduanya harus sama. Faktor beban dapat dihitung untuk periode tertentu biasanya dipakainya harian, bulanan atau tahunan. Beban puncak yang dimaksud disini adalah beban puncak sesaat atau beban puncak rata-rata dalam interval tertentu (demand maksimum). Definisi dari faktor beban ini dapat dituliskan dalam persamaan berikut ini

Lf = 𝐼 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎

(28)

Sedangkan Untuk Faktor looses sendiri dapat didefinisikan sebagai perbandingan dari jumlah susut energi total pada periode tertentu dengan kerugian maksimum. Faktor rugi-rugi beban merupakan rugi-rugi sebagai fungsi waktu , berubah sesuai dengan fungsi dari waktu kuadrat. Oleh karena itu, faktor rugi-rugi ini tidak dapat ditentukan langsung dari faktor beban. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan oleh Buller dan Woodrow dengan menganalisa ratusan grafik diperoleh rumus empiris sebagai berikut :

Ls = 0,3 Lf + 0,7(Lf)² ...(2.17) 2.7 Energi Yang Hilang Pada Jaringan Distribusi

Energi yang hilang pada dasarnya sudah muncul dari sistem pembangkitan. Pada sistem transmisi pun juga terdapat energi yang hilang. Namun energi yang hilang tersebut diminimalisasi dengan penggunaan tegangan tinggi dan extra tinggi. Energi yang dalam perjalanan baik disaluran transmisi ataupun distribusi tersebut dinamakan rugi-rugi atau losses teknis. Sedangkan losses non teknis lebih banyak disebabkan oleh masalah-masalah yang berkaitan dengan pengukuran pemakaian energi listrik disisi pelanggan. Konsep dasar susut energi pada suatu sistem sebenarnya merupakan selisih energi yang keluar dari sistem. Pada aplikasinya susut sering juga dilihat dari segi daya. Untuk sistem distribusi dan transmisi dengan level tegangan yang tetap dapat juga dilihat dari segi tegangan atau sering disebut susut tegangan. Pada dasarnya susut energi pada sistem distribusi primer berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi :

(29)

b. Susut energi non teknis. 2.7.1 Susut Energi Teknis

Pada dasarnya susut energi teknis ini berdasarkan susut energi pada komponen yang diakibatkan ada kesalahan pada komponen tersebut. Sehingga berdasarkan hal tersebut diatas, susut energi teknis adalah sebagai berikut :

1. Penghantar

Berdasarkan rumus dasar susut daya :

P = I² x R x l...(2.18) Keterangan :

P = susut daya pada penghantar (Watt) R = resistansi total penghantar (Ω) I = arus beban rata-rata (A)

l = Panjang penghantar (km)

Maka besarnya susut energi adalah dipengaruhi oleh nilai R tersebut yang merupakan nilai R total seluruh panjang penyulang. Sedangkan secara empiris besarnya tahanan (R) adalah sebagai berikut :

R= 𝘱𝐿

𝐴 ...(2.19) Keterangan :

R = nilai resistansi (Ω) L= panjang penghantar (m)

𝘱

= resistivitas (Ω/m) A= luas penghantar (m²)

Sehingga kesimpulan bahwa nilai susut energi akan bertambah dengan besarnya

𝘱

(resistivitasi), dan bertambahnya panjang penghantar (L), sedangkan susut energi akan menurun dengan kenaikan A (luas

(30)

penampang). Sedangkan besarnya nilai susut energi dalam kWh nya tiap bulan adalah :

PkWh = Psusut Total x LS x 720 ...(2.20) Keterangan:

Pkwh = susut energi (kWh) Psusut Total = Susut daya total (W) LS = faktor losses

2. Kualitas sambungan (connector quality)

Terminasi kabel yang buruk kondisinya bisa menyebabkan panas, sehingga bahan isolasi kabel bisa menguap mengotori ruang dan permukaan isolator penyangga rel didalam kubikel. Pada kondisi ini, losses juga akan bertambah. Sistem koneksi antara dua jenis kabel yang jenis dan ukurannya berbedapun harus dikoneksikan dengan cable connector yang khusus, karena pengkoneksian yang buruk juga akan menaikkan nilai impedansi.

3. Beban tidak seimbang (Unbalance Current)

Adanya pembebanan yang tidak seimbang, yaitu ketidaksemaan pembebanan di masing-masing fasa, menyebabkan adanya arus bocor urutan nol (Io) yang besarnya akan sebanding dengan ketidak seimbangan fasa-fasa, makin besar terjadi ketidak seimbangan maka arus bocor urutan nolnyapun akan besar. Arus bocor mempunyai konstribusi terhadap rugi-rugi(losses) sistem tenaga listrik.

(31)

4. Sistem pengukuran 3 fasa 3 kawat.

Sistem pengukuran yang selama ini diterapkan adalah mempergunakan sistem 3 fasa 3 kawat, hal ini merugikan karena pada kenyataanya beban konsumen boleh dikatakan jarang yang seimbang. Hal ini dikarenakan pada sistem pengukuran 3 fasa 3 kawat ada satu fasa yang tidak terukur, sehingga hasil pengukuran tidak akurat lagi. Untuk menghindari kerugian ini.

5. Rugi-rugi pada transformator daya

Trafo distribusi menyumbang susut pada jaringan. Susut pada trafo meliputi Rugi tembaga, Rugi Arus Eddy, Rugi Hysteresis, dan susut pada penyambungan. Rugi-rugi (losses) trafo secara sederhana ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

P ( Losses ) = Po + A² . Pb ...(2.21) Keterangan :

Po = rugi-rugi beban nol

Pb = rugi-rugi akibat adanya transfer energi dari sisi primer ke sekunder ( Impedance loss) yang besarnya tergantung pada pembebanan trafo. A = faktor pembebanan = beban/beban nominal

6. Cos φ rendah

Faktor daya adalah nilai dari sudut antara tegangan dan arus pada suatu sistem. Dapat juga dicari dari suatu sudut antara daya aktif (P) dan daya semu (S). Faktor daya dipengaruhi oleh karakteristik beban. Beban yang

(32)

murni resistif memiliki nilai cos φ sama dengan satu. Tidak ada perbedaan fasa antara arus dan tegangan. Beban yang kapasitif memiliki nilai cos φ negatif. Terdapat fasa antar arus dan tegangan dimana arus mendahului tegangan atau sering disebut leading. Beban induktif memiliki nilai cos φ positif yang bernilai antara nol dan satu. Terdapat perbedaan fasa antara arus dan tegangan dimana arus tertinggal dari tegangan. Kondisi ini sering disebut juga kondisi lagging pada jaringan distribusi, diusahakan nilai cos φ yang mendekati satu. Jika nilai cos φ kecil maka untuk nilai S sama, besar P akan semakin kecil. Nilai cos φ juga mempengaruhi drop tegangan. Pada sistem induktif yang memili cos φ dapat ditambahkan kompensator seperti kapasitor bank dan motor sinkron untuk memperbesar nilai cos φ nya.

2.7.2 Susut Energi Non Teknis

Susut energi non teknis merupakan susut energi yang bukan diakibatkan kesalahan sistem, dalam arti penyebab susut energi adalah dari luar sistem atau berhubungan dengan sistem. Yang termasuk susut energi non teknis adalah sebagai berikut :

1. Pencurian listrik.

Bentuk pencurian listrik dapat dengan berbagai cara diantaranya dengan penarikan atau pemakaian energi listrik yang dilakukan oleh konsumen sendiri (sambungan liar), selain itu juga dengan cara penambahan energi listrik dengan tidak melalui aliran listrik (pencantolan) atau dengan cara

(33)

penggantian alat ukur dengan tujuan merubah besar kWh yang diterima pelanggan dengan jumlah meteran.

2. Pengaruh alat ukur.

CT (Current Transformer) dan VT (Voltage Transformer) adalah jenis transformer yang mengakibatkan susut energi, namun nilainya tidak terlalu besar, berdasarkan riset adalah sebesar 0.6 % dari jumlah susut energi (riset dilakukan oleh ahli-ahli dari inggris), serta pengaruh lain adalah perbedaan jenis kWh meter dan kelas meter. Karena antara kWh meter elekto mekanik dan elektronik mempunyai keakuratan mengukur yang berbeda. Begitupun juga masalah kelas meter, semakin kecil kelas meter maka semakin akurat kWh meter tersebut dalam mengukur sebagai contoh :

a. kWh meter elektronik mempunyai kelas meter 0,5 – 1 ini menandakan bahwa toleransi deviasi error kWh meter yang diperoleh sekitar ± 0,5 – 2%.

b. kWh meter elektro-mekanik mempunyai kelas meter 5 – 1, ini menandakan bahwa toleransi deviasi error kWh meter yang diperbolehkan sekitar ± 5 – 10%

3. Kesalahan pembacaan meter.

Pemasangan kVARh dilakukan oleh PLN disisi konsumen dengan harapan kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh turunnya power factor dapat dikompensir dan memperbaiki kualitas tegangan

Gambar

Gambar 2. 1 Komponen utama penyaluran tenaga listrik
Gambar 2. 2 Sistem distribusi primer tipe radial
Gambar 2. 3 Sistem distribusi primer tipe loop
Gambar 2. 4 Sistem distribusi primer tipe ring
+7

Referensi

Dokumen terkait

jaringan distribusi primer adalah jaringan dari trafo gardu induk ke gardu distribusi, yang dikenal dengan jaringan tegangan menengah, sedangkan jaringan distribusi

Transformator ( Transformer ) atau disingkat dengan Trafo yang digunakan untuk DC Power supply adalah Transformer jenis Step-down yang berfungsi untuk menurunkan tegangan

Tegangan pada jaringan distribusi primer umumnya adalah 20 kV setelah diturunkan dari 150 kV melalui jaringan Transmisi di gardu induk (GI). Jaringan distribusi primer

Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 KV dengan transformator penurun tegangan pada gardu distribusi, kemudian dengan sistem tegangan

Transformator distribusi adalah suatu peralatan listrik utama yang berperan penting untuk penyaluran daya listrik dalam suatu sistem distribusi, yang berfungsi untuk

Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dalam gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah

Gardu induk adalah suatu instalasi yang terdiri dari dari peralatan listrik yang berfungsi untuk mentransformasikan tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ke tegangan

Trafo Pemakaian sendiri di Gardu Induk 150 KV Pangkal Pinang 2 berfungsi untuk memenuhi kebutuhan Tenaga Listrik peralatan bantu, pada umumnya dibutuhkan untuk memasok daya listrik AC