• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit yang banyak dialami

masyarakat Indonesia pada saat ini. Seiring dengan gaya hidup yang tidak sehat,

tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita

diabetes melitus. Manifestasi dari penyakit diabetes melitus dikaitkan dengan

konsekuesnsi defisiensi metabolik insulin dimana pasien tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma pada saat keadaan normal (Price dkk.,

1995).

Glibenklamid atau yang sering disebut gliburid merupakan salah satu obat

antidiabetik oral. Glibenklamid ini salah satu pilihan pengobatan awal yang

digunakan untuk diabetes melitus tipe 2 (non insulin-dependent) pada pasien

dengan hiperglikemia yang tidak dapat dikontrol hanya dari diet makanan.

Mekanisme kerja dari glibenklamid adalah dengan menurunkan konsentrasi

glukosa darah.

Glibenklamid sebagai agen hipoglemik memiliki kelarutan rendah. Kelarutan

glibenklamid praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sukar larut pula dalam

etanol dan methanol, dan pada kloroform hanya terlarut sebagian. Glibenklamid

termasuk salah satu obat dalam BCS (Bio-Pharmacceutical Classificstion) kelas II,

yang memiliki permeabilitas tinggi namun kelarutan dalam air sangat rendah. Hal

ini menyebabkan absorbsi obat ke dalam tubuh akan lambat dan akibatnya efek

(2)

Sediaan glibenklamid yang sering dijumpai yaitu dalam bentuk tablet. Suatu

obat harus mempunyai kelarutan dalam pelarut pembawanya agar obat tersebut

manjur secara terapi sehingga obat dapat masuk ke sistem sirkulasi dan

menghasilkan efek terapetik yang diharapkan. Pembuatan bentuk sediaan tablet

dengan menggunakan teknik likuisolid merupakan salah satu upaya peningkatan

kelarutan dari suatu obat yang mempunyai kelarutan kecil atau praktis tidak larut

dalam air.

Teknik likuisolid merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam

pembuatan tablet yang dapat meningkatkan kelarutan dan memperbaiki disolusi

sehingga dapat meningkatkan bioavaibilitas suatu obat. Teknik ini didasarkan

dengan mencampurkan obat dengan pelarut non-volatile, bahan pembawa yang

tepat serta bahan pelapis. Penggunaan pelarut non-volatile ini dapat meningkatkan

pembasahan dan dispersi molekuler dari obat sehingga dapat meningkatkan

kelarutan obat.

Dalam penelitian kali ini dilakukan optimasi formula glibenklamid

menggunakan PEG 400 dan Avicel PH 200 dengan menggunakan teknik likuisolid

sehingga dapat meningkatkan kelarutan glibenklamid. Pelarut non-volatile

digunakan karena dapat meningkatkan pembasahan dimana obat akan terdispersi

secara molekular sehingga dapat meningkatkan kelarutan obat (Syed dan Pavani,

2012). Pelarut non-volatile yang sesuai untuk obat glibenklamid yaitu Poly Ethilene

Glycol 400 (PEG 400). Bahan pembawa yang dapat digunakan yaitu Avicel PH 200

sebagai penyerap cairan obat sekaligus mempertahankan sifat alir dan

(3)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah PEG 400 dan Avicel PH 200 berpengaruh terhadap sifat fisik tablet

likuisolid glibenklamid?

2. Berapa proporsi PEG 400 dan Avicel PH 200 untuk menghasilkan tablet

likuisolid glibenklamid yang optimum?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh variasi kadar PEG 400 dan Avicel PH 200 terhadap sifat

fisik tablet likuisolid glibenklamid.

2. Mengetahui proporsi optimum PEG 400 dan Avicel PH 200 dalam pembuatan

formulasi tablet likuisolid glibenklamid.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

penyusunan formula obat yang mengandung glibenklamid dengan menggunakan

teknik likuisolid sehingga dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi obat serta

mampu meningkatkan efek terapetik sebagai antidiabetik oral.

E. Tinjauan Pustaka 1. Glibenklamid

Glibenklamid merupakan turunan dari klormetoksi yaitu merupakan obat

pertama dari antidiabetika oral generasi ke-2 dengan khasiat hipoglikemisnya yang

(4)

Glibenklamid banyak digunakan pada pengobatan Non-Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM) ringan sampai sedang atau DM tipe 2. Mekanisme utama adalah

merangsang sekresi insulin dari sel beta pankreas, sehingga hanya efektif bila sel

beta pankreas masih dapat berproduksi.

Menurut Biopharmaceutics Classification System (BCS), Glibenklamid

merupakan obat yang mempunyai kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi.

Sehingga masuk dalam BCS kelas II. Pada BCS kelas II obat memiliki kelarutan

rendah dan permeabilitas tinggi maka kecepatan absorbsi obat tersebut ditentukan

atau dibatasi tahapan kecepatan disolusi obat tersebut dalam cairan ditempat obat

diabsorbsi (Sulaiman, 2007).

2. Tablet likuisolid a) Definisi

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik pembuatan tablet yang relatif baru,

dimana digunakan untuk mengubah suatu bentuk cairan menjadi keadaan serbuk

kering yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas baik, melalui pencampuran fisik

sederhana dengan bahan pembawa dan penyalut tertentu (Spireas, 2002).

Teknik likuisolid memiliki tujuan antara lain untuk meningkatkan

pelepasan obat dari bahan aktif yang sukar larut atau memiliki kelarutan buruk

dalam air. Pembuatan tablet dengan teknik likuisolid akan melibatkan beberapa

bahan tambahan selain bahan obat, seperti bahan pembawa, bahan penyalut, dan

(5)

Keuntungan tablet likuisolid antara lain:

a. Banyak obat yang masuk dalam BCS kelas II (permeabilitas tinggi, kelarutan

rendah) dapat diformulasi menjadi tablet likuisolid.

b. Meningkatkan permeabilitas obat sukar larut air yang digunakan per oral.

c. Biaya produksi lebih rendah dibanding kapsul lunak gelatin.

d. Obat berada dalam bentuk terlarut sehingga meningkatkan wetting properties

dan bioavailabilitas.

e. Luas area obat yang kontak dengan medium disolusi lebih besar.

f. Dapat dibuat menjadi sediaan konvensional (immediate release) atau sediaan

lepas lambat (susteined release).

g. Obat terdispersi molekuler dalam formula.

h. Dapat diproduksi dalam skala industri.

Kekurangan tablet likuisolid antara lain:

a. Sulit memformulasi obat lipofilik dengan dosis tinggi.

b. Untuk mendapatkan sifat alir dan kompaktibilitas yang baik maka diperlukan

penambahan bahan pembawa (carrier) dan bahan penyalut (coating) dalam

jumlah banyak. Hal ini akan meningkatkan bobot tablet menjadi lebih dari satu

gram sehingga tablet menjadi sulit ditelan (Syed dan Pavani, 2012).

Cara pembuatan tablet dengan teknik likuisolid secara umum adalah sebagai

berikut:

1. Bahan obat, pertama-tama didispersikan dalam pelarut non volatile dengan

(6)

2. Campuran antara bahan pembawa dan bahan penyalut ditambahkan pada

liquid medication dengan pengadukan berkelanjutan di dalam mortir. Jumlah

bahan pembawa yang digunakan harus cukup untuk menghasilkan campuran

dengan sifat alir dan kompresibilitas yang baik.

3. Terhadap campuran tersebut, ditambahkan bahan penghancur dan bahan

tambahan lain yang diperlukan, campur di dalam mortir.

4. Campuran (serbuk likuisolid) diuji sifat alirnya dan jika memenuhi

persyaratan kemudian dicetak menjadi tablet.

5. Tablet yang dihasilkan diuji mutu tablet, meliputi keseragaman sediaan

(bobot dan kandungan) kekerasan tablet, kerapuhan tablet, waktu hancur

tablet, kandungan bahan aktif di dalam tablet, dan selanjutnya dilakukan uji

disolusi (Yadav dan Yadav, 2009).

b) Metode pembuatan dengan kempa langsung

Tablet likuisolid glibenklamid dibuat dengan metode kempa langsung.

Metode kempa langsung merupakan proses serbuk yang merupakan campuran

bahan aktif dan bahan tambahan yang sesuai dikempa secara langsung menjadi

tablet (Gohel dan Jogani, 2002). Bahan penyusun yang akan digunakan untuk

membuat tablet dengan metode kempa langsung harus mempunyai sifat alir dan

kompaktibilitas yang baik (Taher dan Sengaputra, 2013).

Keuntungan metode kempa langsung adalah:

i. Lebih ekonomis karena unit operasi yang dibutuhkan sedikit

ii. Cocok digunakan untuk bahan aktif yang tidak stabil terhadap panas dan

(7)

iii. Tablet yang dibuat dengan kempa langsung menunjukkan disolusi yang

lebih cepat disbanding tablet yang dibuat dengan granulasi basah

iv. Kontaminasi yang disebabkan oleh mikroba lebih rendah

Sedang kekurangan dari metode ini antara lain:

i. Terdapat kecenderungan terjadinya segregasi antara bahan aktif dengan

bahan tambahan karena perbedaan densitas dan muatan statis yang terjadi

saat pencampuran

ii. Bahan baku untuk kempa langsung umumnya lebih mahal

iii. Bahan aktif yang mempunyai flowability rendah sulit ditablet dengan kempa

langsung (Gohel danJogani, 2002).

c) Kontrol kualitas i. Sifat alir

Sifat alir dari granul memegang peran penting dalam pembuatan tablet. Uji

sifat alir granul dapat dilakukan dngan cara:

a. Sudut diam

Sudut diam adalah sudut tetap yang terjadi antara timbunan pertikel

berbentuk kerucut dengan bidang horizontal, jika sejumlah serbuk atau granul

dituang ke dalam alat pengukur. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh

bentuk, ukuran, dan kelembaban granul. Granul akan mengalir dengan baik jika

mempunyai sudut diam antara 25°-45°, nilai yang lebih rendah memiliki sifat

(8)

ii. Keseragaman bobot

Keseragaman bobot adalah salah satu pengujian yang penting karena jika

bobot tablet seragam maka kemampuan mengalir dari campuran bahan yang

akan dikempa baik. Keseragaman bobot tablet tiap bets produksi digunakan agar

zat aktif yang terkandung tiap tablet sama sehingga menimbulkan efek sama.

Perhitungan nilai penerimaan (NP) berdasarkan rata-rata nilai presentase dari

target bobot tablet yang didapat. Persyaratan keseragaman bobot terpenuhi

apabila NP kurang dari 15% (Departemen Kesehatan RI, 2014).

iii. Kekerasan

Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu agar dapat

bertahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan,

pengepakan, pendistribusian, dan penyimpanan. Alat yang digunakan untuk

mengukur kekerasan tablet adalah hardness tester. Kekerasan tablet menurut

Parrott (1971) adalah antara 4-8 kg.

iv. Kerapuhan

Kerapuhan adalah salah satu parameter dari ketahanan tablet dalam

melawan pengikisan dan goncangan selama proses pengangkutan dan

penyimpanan. Besaran yang digunakan adalah % bobot yang hilang selama

pengujian dengan alat abrassive. Kerapuhan dinyatakan sebagai massa partikel

yang dilepas dari tablet akibat beban pengisi mekanis. Tablet mempunyai

(9)

v. Keseragaman kandungan

Tablet bersalut, tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang, dan

bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji

keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan tiap tablet (Departemen

Kesehatan RI, 2014).

vi. Waktu hancur

Waktu hancur adalah waktu waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet

dalam medium yang sesuai, kecuali dinyatakan lain waktu yang diperlukan untuk

menghancurkan kelima tablet tersebut tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak

bersalut dan untuk tablet bersalut gula bersalut selaput tidak lebih dari 60 menit

(Departemen Kesehatan RI, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur tablet adalah sifat fisika

kimia granul, kekerasan, dan porositas tablet (Parrott, 1971). Faktor lain yang

dapat mempengaruhi waktu hancur antara lain bahan pengisi, bahan pengikat dan

jumlah yang ditambahkan, tipe dan jumlah bahan pengisi, serta tekanan kompresi

(Gordon dkk., 1990).

3. Bahan Tambahan Tablet

Bentuk sediaan tablet yang digunakan secara peroral selain mengandung

bahan aktif biasanya juga digunakan beberapa komponen tambahan. Komponen

yang ditambahkan masing-masing memiliki fungsi yang berbeda (Banker dan

(10)

a) Bahan pengisi

Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan pada formula dengan jumlah

zat aktif yang relatif kecil untuk menambah besar tablet agar sesuai. Bahan pengisi

yang ditambahkan harus memenuhi beberapa kriteria, seperti:

a) Bersifat tidak toksik dan memenuhi peraturan-peraturan dari negara dimana

produk akan dipasarkan

b) Tersedia dalam jumlah yang cukup di negara tempat produk itu dibuat

c) Harganya murah

d) Tidak saling berkontraindikasi dalam tiap bagian dalam populasi

e) Secara fisiologis harus inert dan netral

f) Stabil secara fisika dan kimia

g) Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas tablet

h) Bebas mikroba (Banker dan Anderson, 1986).

Berdasarkan kelarutan, bahan pengisi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

a) Bahan pengisi yang larut air, misalnya laktosa, sukrosa, manitol, glukosa, dan

dekstrosa.

b) Bahan pengisi tidak larut air, misalnya dikalium fosfat, kalium fosfat, amilum

termodifikasi, mikrokristalin selulosa (Sheth dkk., 1980).

b) Pelarut non volatile

Bahan ini untuk melarutkan atau mensuspensikan bahan obat yang

kelarutannya dalam air rendah. Pelarut non volatile yang digunakan sebaiknya

bersifat inert, dapat campur dengan pelarut organik, viskositas tidak terlalu tinggi,

(11)

dalam formulasi tablet likuisolid antara lain polietilen glikol 200 dan 400,

gliserin, polisorbat 80 dan propilen glikol. Pelarut non volatile tidak dikeringkan

selama proses, namun akan membawa obat dalam sistem cair sampai terbentuk

produk akhir (Spireas, 2002).

c) Bahan pembawa

Bahan Pembawa adalah bahan berpori yang memiliki kemampuan absorbsi

yang baik seperti mikrokristalin dan selulosa amorf. Bahan pembawa digunakan

untuk mengabsorbsi kelebihan cairan obat dalam teknik likuisolid, bahan dipilih

yang mempunyai sifat hidrofilik, misalnya Avicel PH 102, Avicel PH 200, laktosa

monohidrat, dan laktosa spray-dried (Spireas, 2002).

d) Bahan penghancur

Bahan penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya atau

hancurnya tablet dalam medium, sehingga pecah menjadi granul atau partikel

penyusunnya. Fragmen-fragmen tablet ini memungkinkan untuk larutnya obat dan

tercapai bioavaibilitas yang diharapkan. Jenis bahan penghancur yang umum

digunakan dan harganya murah yaitu pati dan jenis lainnya. Biasanya digunakan

dengan konsentrasi 5-20% dari berat tablet. Bahan penghancur yang sering

digunakan antara lain: amilum kering, derivat amilum, derivat selulosa, alginat,

agar (Lachman dkk., 1994).

e) Bahan penyalut (coating material)

Bahan penyalut merupakan bahan berukuran halus dan memiliki sifat

adsorbtif yang tinggi seperti berbagai macam silika. Bahan penyalut berkontribusi

(12)

kering dengan jalan mengadsorbsi kelebihan cairan. Partikel adsorbtif tersebut

memiliki diameter ukuran partikel antara 10 nm sampai 5000 nm (Spireas, 2002).

f) Bahan pelicin

Bahan pelicin digunakan untuk memudahkan pendorongan tablet ke atas

keluar ruang cetak melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang cetak

dengan permukaan tablet. Bahan pelicin sebaiknya dapat mengurangi dan

mencegah penggesekan stempel bawah pada ruang cetak, jika tidak stempel bawah

akan melekat pada ruang die (Voigt, 1984). Bahan pelicin yang biasa digunakan

adalah Mg stearat 0,1%-2% atau talk 1%-5% (Gunsel dan Kanig, 1976).

Bahan pelicin terbagi atas 3 fungsi, yaitu:

a. Anti adherent, berfungsi mencegah supaya bahan yang dikempa tidak melekat

pada dinding ruang cetak.

b. Glidant, berfungsi memperbaiki sifat alir granul yang akan dikempa.

c. Lubrikan, berfungsi mengurangi gesekan selama proses pengemmpaan antara

granul dengan dinding die serta mencegah gesekan antara punch dan die.

4. Simplex Lattice Design (SLD)

Simplex Lattice Design merupakan suatu cara untuk menentukan optimasi

pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam berapa

bagian. Simplex Lattice Design dapat digunakan untuk optimasi kadar komponen

suatu formula sediaan padat.

Suatu formula adalah campuran yang terdiri dari beberapa komponen. Setiap

(13)

satu variabel atau bahkan lebih fraksi komponen lain. Jika Xi merupakan fraksi dari

komponen ini dalam campuran maka:

0 ≤ Xi ≤ 1 i=1,2,3,....,... (1)

Campuran akan mengandung sedikitnya komponen dan jumlah fraksi semua

komponen adalah tetap (=1). Hal ini berarti

X1 + X2 + .... + Xq = 1 ... (2)

Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari

komponen-komponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas dari suatu gambaran

dengan q titik sudut dan q-1 dimensi. Jika 2 komponen berarti menunjukkan adanya

2 titik dan 1 dimensi (Bolton, 1997).

Profil saat campuran biner didapat dengan memplotkan persamaan yang

diperoleh berdasarkan SLD.

Untuk 2 campuran berbeda (A dan B) yaitu:

Y= X1 (A) + X2 (B) + X1,2(A)(B) ... (3)

Keterangan: Y = Respon

(A), (B) = Besarnya komponen A dan B

X1, X2, X1,2 =Koefisien dapat dihitung dari percobaan

Besarnya tiap komponen, bila campuran yang dibuat terdiri dari 2 faktor atau

komponen, didapatkan dengan melakukan tiga percobaan, yaitu:

a. Percobaan yang mempergunakan 1 bagian A, berarti 100% A dan 0% B

b. Percobaan yang mempergunakan 1 bagian B, berarti 0% A dan 100% B

c. Percobaan yang mempergunakan 1/2 bagian A dan ½ bagian B, berarti 50% A

(14)

Dengan demikian dengan metode SLD, dapat diketahui respon pada campuran

berapapun sepanjang bila dijumlahkan merupakan satu bagian.

5. Monografi Bahan a) Glibenklamid

Gambar 1. Struktur Glibenklamid

Glibenklamid1-(4-(2-(5-Kloro-2-metoksibenzamido)etil)benzenasulfonil)-3-sikloheksiurea. Glibenklamid mengandung tidak kurang 99,0 % dan tidak lebih dari

101,0 % C23H28CIN3O5S dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian

serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau.

Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sukar larut dalam etanol dan

dalam methanol, larut sebagian dalam kloroform (Departemen Kesehatan RI,

2014).

b) PEG 400

PEG 400 adalah poli etilen glikol H-(O-CH2-CH2)nOH dengan harga n antara

8 dan 9 berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, bau khas lemah, agak

higroskopis. Kelarutan: larut dalam air, dalam etanol (95%), aseton P, dalam glikol,

dan dalam hidrokarbon aromatik. Praktis tidak larut dalam eter P dan dalam

(15)

c) Avicel PH 200

Avicel merupakan nama dagang dari selulosa mikrokristal. Avicel diperoleh

melalui proses depolimerisasi dan pemurnian selulosa sehingga diperoleh serbuk

berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Guy, 2009). Sebagai bahan farmasi

avicel digunakan untuk bahan pengisi tablet yang dibuat secara granulasi maupun

cetak langsung, bahan penghancur tablet, adsorben dan bahan anti lekat. Avicel

diketahui mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang sangat baik.

Avicel sering dilakukan co-processing dengan karagenan, sodium

karboksimetil-selulosa dan guar gum (Rowe dkk., 2009). Partikel berukuran lebih

besar dengan densitas masa yang lebih tinggi umumnya memberikan sifat alir

serbuk yang lebih baik (Guy, 2009). Jenis Avicel yang digunakan dapat

mempengaruhi kekerasan, kerapuhan dan jumlah obat yang dilepaskan dari sediaan

tablet (Bastos dkk., 2008).

Selulosa mikrokristal dapat diperoleh secara komersial dari berbagai kualitas

dan merek dagang. Salah satu produk selulosa mikrokristal di perdagangan dikenal

dengan merek dagang Avicel. Ada beberapa macam jenis avicel, salah satunya

avicel PH 200. Pemerian berupa serbuk kristal poros, putih, tidak berbau, tidak

berasa, dan memiliki aliran yang baik. Praktis tidak larut dalam air, cairan asam,

dan kebanyakan pelarut organik, sedikit larut dalam larutan NaOH 5% b/v.

F. Landasan Teori

Berdasarkan Biopharmaceutics Classification System (BCS) obat

(16)

memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi. Karena masuk dalam kelas II

maka kecepatan absorbsi obat tersebut akan ditentukan atau dibatasi oleh tahapan

kecepatan disolusi obat tersebut dalam cairan ditempat obat diabsorbsi. Karena

memiliki kelarutan rendah, obat yang akan diabsorbsi sedikit, sehingga

bioavaibilitas dalam tubuh juga rendah. Bioavaibilitas obat akan meningkat dengan

adanya kecepatan disolusi.

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik pembuatan tablet yang relatif baru

yang berguna untuk mengubah suatu bentuk cairan ke keadaan serbuk kering

sehingga memiliki sifat alir dan kompresibilitas baik, melalui pencampuran fisik

sederhana dengan bahan pembawa dan penyalut tertentu (Spireas, 2002). Jika tablet

glibenklamid yang dibuat dengan teknik likuisolid mempunyai kelarutan baik

sehingga obat yang akan diabsorbsi ke dalam tubuh akan tinggi dan bioavaibilitas

juga tinggi sehingga obat akan segera memberikan aksi yang lebih cepat dari tablet

biasa.

Pada penelitian kali ini dilakukan optimasi terhadap PEG 400 sebagai pelarut

non volatile dan Avicel PH 200 sebagai bahan pembawa dalam pembuatan tablet

likuisolid glibenklamid. Bahan Pembawa yang merupakan serbuk berpori yang

dapat mengabsorbsi cairan obat. Avicel PH 200 merupakan mikrokistalin selulosa

yang telah digunakan sebagai pembawa dalam formulasi tablet likuisolid

hidrokortison dan prednison. Avicel PH 200 mampu menghasilkan sifat alir lebih

baik dari Avicel PH 102. Sifat alir Avicel PH 200 pada kelarutan methyclothiazid

dalam penyerap PEG 400 (5% w/w) sebesar 9,2 g/detik, sedangkan Avicel PH 102

(17)

Penelitian Hadisoewignyo dkk pada tahun 2011 menunjukkan tablet

ibuprofen yang dibuat dengan teknik likuisolid dengan menggunakan gliserin

maupun propilen glikol sebagai pelarut non volatile dan PVP K-30 sebagai polimer

akan dapat meningkatkan disolusi ibuprofen dibandingkan dengan tablet ibuprofen

konvensional. Sediaan tablet yang mengandung bahan obat dengan kelarutan

rendah juga dapat di lakukan peningkatan kelarutan menggunakan teknik likuisolid

dengan pelarut non volatile dan bahan pembawa yang sesuai.

G. Hipotesis

1. Peningkatan proporsi PEG 400 dapat mempercepat waktu hancur, disolusi

serta menurunkan kekerasan dan kerapuhan tablet likuisolid glibenklamid,

sedangkan peningkatan Avicel PH 200 dapat mempercepat sifat alir tablet

likuisolid glibenklamid

2. Jumlah proporsi pelarut non volatile PEG 400 dan pembawa Avicel PH 200

Gambar

Gambar 1. Struktur Glibenklamid

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi ini merupakan dasar atau ketentuan yang diperlukan untuk dapat terwujudnya suatu item atau bagian, dan merupakan jawaban atas pertanyaan “ Apa yang dilakukan ? “. Suatu

dilakukannya suatu studi kelayakan investasi alat angkut Perum BULOG melalui optimasi rute dan jumlah kendaraan dalam penyaluran raskin divre DKI Jakarta dengan menggunakan

Mengingat akan luasnya pengertian-pengertian masalah yang ada maka dalam menyusun skripsi ini penulis hanya membatasi permasalahan yang dapat disajikan berkaitan dengan

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka penulis memilih modalitas fisioterapi yaitu Neurodevelopmental treatment (NDT). Setelah dilakukan 6x terapi, maka dilakukan

40 komponen aktivitas memasak dengan cara memanggang atau menggoreng Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker)

Terjadinya sengketa mengenai hak cipta karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun

Gambar 3.53 Sequence untuk hitung rute dengan Dual Genetic Algorithm 131 Gambar 3.54 Sequence untuk hitung rute dengan Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm 132 Gambar 3.55

5. Pelayanan sertifikasi karantina pertanian yang cepat, tepat dan simpatik. Adanya kesatuan peran serta masyarakat dalam kegiatan karantina pertanian. Pencegahan dan penangkalan