• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. PJP I telah mencapai sukses besar, yaitu mengantar Indonesia dari suatu negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. PJP I telah mencapai sukses besar, yaitu mengantar Indonesia dari suatu negara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional Indonesia. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang bekerja pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian di Indonesia pada periode PJP I telah mencapai sukses besar, yaitu mengantar Indonesia dari suatu negara pengimpor beras terbesar di dunia menjadi negara yang berswasembada beras. Sukses ini dirintis sejak tahun 1967 antara lain melalui peningkatan teknologi pertanian dengan menggunakan bibit unggul, penggunaan pupuk, obat-obatan dan teknik pengairan serta pengolahan tanah yang tepat (panca usahatani), sehingga produktivitas pertanian khususnya padi meningkat pesat. Peningkatan produktivitas padi yang tadinya hanya mampu memenuhi kebutuhan beras untuk konsumsi sendiri, meningkat mempunyai nilai surplus produksi yang dapat dijual ke pasar (Solahuddin, 2009).

Peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional terbukti nyata baik dalam kondisi perekonomian yang normal maupun saat menghadapi krisis. Hal ini dapat dilihat dari dua indikator penting, yaitu kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia dan penyerapan tenaga kerja. Dari kontribusinya terhadap PDB Indonesia tahun 2005, sektor pertanian menyumbang ketiga terbesar setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan yaitu, sebesar 14,54%. Sementara itu, dari penyerapan tenaga kerja sektoral, sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling tinggi, yaitu sebesar 44% (Haryanto, dkk., 2009).

(2)

Kabupaten Gresik yang terkenal dengan sektor industri, ternyata sektor pertaniannya merupakan penyumbang PDRB terbesar ketiga, yaitu sebesar 8,17% (Badan Pusat Statistik, 2012). Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Kabupaten Gresik. Hal ini dapat disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Nilai PDRB Kabupaten Gresik Tahun 2011

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Sektor pertanian merupakan sektor yang penting karena dari sektor ini dihasilkan berbagai macam pangan yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk kebutuhan hidupnya. Sektor pertanian dibagi menjadi lima subsektor, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Dari kelima subsektor tersebut, subsektor tanaman pangan merupakan penyumbang tertinggi PDRB di sektor pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Gresik mempunyai potensi yang tinggi dalam pertanian tanaman pangan (Badan Pusat Statistik, 2012).

Salah satu kecamatan di Kabupaten Gresik yang mempunyai potensi pertanian adalah Kecamatan Panceng. Sebagian besar wilayah di Kecamatan Panceng merupakan lahan pertanian, yaitu seluas 4.708,7 ha atau 75,23% dari luas

No Sektor 2011

Rupiah (Juta) %

1 Industri Pengolahan 9.051.121 50,07

2 Perdagangan, hotel, restoran 3.997.480 22,11

3 Pertanian 1.476.440 8,17

4 Jasa 881.551 4,88

5 Pertambangan 815.687 4,51

6 Bank/KEU/Perum 647.761 3,58

7 Angkutan/Komunikasi 610.944 3,38

8 Listrik dan Air Bersih 367.770 2,03

9 Bangunan 227.910 1,26

(3)

wilayah. Sisanya 1.550,4 ha atau 24,77% merupakan permukiman, hutan, tambak, industri dan lainnya.

Selain mempunyai potensi dalam sektor pertanian, Kecamatan Panceng juga mempunyai potensi dolomit melimpah dengan kualitas baik yang terdapat di Gunung Kukusan, Gunung Pundut, dan Gunung Guotowo (Riyanto dan Harsodo, 1994; Risyanto, dkk., 2001). Melimpahnya cadangan dolomit di Kecamatan Panceng menyebabkan banyaknya industri pengolahan dolomit beroperasi.

Industri pengolahan dolomit ini terletak di Desa Banyutengah, Kecamat-an PKecamat-anceng dKecamat-an didirikKecamat-an pada tahun 2005. KeberadaKecamat-an industri pengolahKecamat-an dolomit tersebut telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar industri. Aktivitas pengolahan dolomit menghasilkan debu sebagai hasil sam-pingannya. Debu yang dihasilkan tidak hanya mencemari lingkungan kerja tetapi juga di luar lingkungan kerja. Debu yang hanya beberapa mikron ukurannya berterbangan sehingga menyebabkan pencemaran udara, penurunan kualitas lingkungan hidup, dan terganggunya kesehatan terutama saluran pernafasan bagi pekerja industri dan masyarakat yang tinggal di sekitar industri.

Penurunan kualitas lingkungan hidup oleh industri pengolahan dolomit dikarenakan debu yang dihasilkan selama proses pengolahan dolomit berterbang-an di sekitar industri dberterbang-an terbawa berterbang-angin kemudiberterbang-an menempel di genteng-genteng rumah, pohon-pohon, dan tanaman pertanian yang terdapat di sekitar lokasi industri karena lokasi industri berdekatan dengan lahan pertanian.

(4)

Gambar 1.1 Lokasi Industri Pengolahan Dolomit

Debu yang dihasilkan oleh industri pengolahan dolomit tidak hanya mencemari lahan pertanian di Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik tetapi juga mencemari lahan pertanian di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Hal ini dikarenakan letak industri pengolahan dolomit yang berada di perbatasan. Industri pengolahan dolomit terletak di Desa Banyutengah yang berbatasan dengan Desa Tlogosadang dan Desa Waru Lor, yang termasuk Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Pemukiman Industri Tambak Lahan pertanian Tambang

(5)

Gambar 1.2 Debu Dolomit yang Menempel pada Tanaman Pertanian

Suatu tanaman dalam kondisi normal atau terganggu oleh lingkungannya dapat diketahui dari kondisi morfologis dan proses fisiologisnya. Kondisi morfologis dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman. Sementara proses fisiologis dapat diketahui dari kadar klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis. Debu yang menempel pada daun dapat menyebabkan penutupan stomata daun. Pada tengah hari yang panas, stomata menutup untuk mengurangi penguapan. Sementara pada waktu yang lain stomata terbuka. Stomata yang terbuka atau tertutup akan terganggu bila ada partikel debu menempel pada daun bahkan dapat merusak jaringan (Fandeli, 2000).

Tumbuhan secara fisiologis dapat meredam atau mengurangi efek negatif dari polutan yang ada di sekelilingnya (Grey dan Deneke, 1978 dalam Hesaki, 2004). Pada umumnya proses penangkapan debu oleh daun, cabang, dan ranting pohon dilakukan melalui dua proses, yaitu penyerapan dan penjerapan. Besarnya debu yang diserap maupun dijerap oleh tumbuhan bergantung dari luas permukaan bidang penangkap debu. Tumbuhan berdaun lebar, rimbun dengan

(6)

ranting dan cabang yang banyak, secara intensif cepat menangkap partikel lebih banyak dibanding tumbuhan berdaun sempit dan jarang (Fandeli, 2000).

Wardhana (1994) dalam Hesaki (2004); Kristanto (2004) menyatakan bahwa partikel yang paling berpengaruh terhadap tanaman adalah debu. Jika debu bergabung dengan uap air atau air hujan (gerimis) akan membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun yang tidak dapat tercuci oleh air hujan kecuali dengan menggosoknya. Lapisan kerak tersebut akan mengganggu proses fotosintesis pada tanaman karena menghambat masuknya sinar matahari dan terhalangnya pertukaran CO2 dari atmosfer. Terganggunya proses fotosintesis menyebabkan

pembentukan protein dan lemak sebagai sumber energi menjadi berkurang. Jika energi yang dihasilkan rendah, maka proses pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Lerman dan Darley (1984) dalam Hesaki (2004) menyatakan bahwa, jumlah buah cherry yang berasal dari pohon di pinggir jalan yang terletak di dekat pabrik semen berkurang jumlahnya. Hal ini dikarenakan debu yang menutupi stigma mencegah terjadinya pembentukan buah.

Pada penelitian lain, untuk mengetahui akibat pencemaran oleh debu batugamping terhadap vegetasi pada kondisi alami, Brandt dan Rhoades (1972) dalam Hesaki (2004) membandingkan komunitas hutan yang terkena debu batugamping dengan komunitas hutan yang tidak terkena debu batugamping dari hasil pabrik pemrosesan. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perubahan yang sangat berbeda pada struktur dan komposisi semak belukar, anak pohon, dan strata pohon yang tercemar oleh jatuhnya debu semen.

(7)

Mengacu pada berbagai konsep tersebut, maka keberadaan industri peng-olahan dolomit menyebabkan kerusakan lingkungan tanaman pertanian. Aktivitas industri pengolahan dolomit menghasilkan debu yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Sekitar lokasi industri pengolahan dolomit merupakan lahan pertanian tanaman jagung, ubi kayu, dan cabai rawit sehingga penelitian ini difokuskan pada kerusakan tanaman jagung, ubi kayu, dan cabai rawit.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut ini.

(1) Bagaimanakah sebaran kerusakan lingkungan tanaman pertanian akibat debu dari industri pengolahan dolomit yang menimbulkan masalah ling-kungan?

(2) Bagaimanakah nilai kerusakan lingkungan tanaman pertanian akibat debu dari industri pengolahan dolomit?

(3) Bagaimanakah strategi pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan keru-sakan lingkungan tanaman pertanian?

1.3 Keaslian dan Batasan Penelitian

Penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi sekaligus perbandingan untuk menunjukkan keaslian penelitian disajikan dalam Tabel 1.2.

(8)

Tabel 1.2 Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No Peneliti, Tahun,

Judul Tujuan Utama Metode Hasil

1. Chafid Fandeli (2000)

Dampak Debu Pabrik Semen terhadap Vegetasi

a)mengetahui emisi partikel debu pabrik semen di lingkungan ambien; b) me-ngetahui besarnya volume debu yang terjerap pada daun; dan c) mengetahui dampak partikel debu pabrik semen pada vegetasi pohon

Metode tabel silang dan grafis

Bahan penetapan baku mutu ambien atau lingkungan bagi daerah yang memiliki pabrik semen dan pemilihan jenis pohon yang dipergunakan untuk penghijauan kota 2. Gatot Suhariyono, M. Sri Saeni, Ahmad Bey (2003) Analisis Tingkat Bahaya Partikel Debu PM10 dan PM2,5 terhadap Kesehatan Penduduk di Sekitar Pabrik Semen, Citeureup-Bogor

Mengetahui partikel debu PM10 dan PM2,5 di

rumah-rumah sekitar pabrik semen di Citeureup dibandingkan dengan baku mutu udara ambien yang ditetapkan pemerintah Penggunaan cascade impactor yangdihubungkan dengan flowmeter, manometer dan pompa isap

Konsentrasi partikel debu PM10 dan PM2,5 di

rumah-rumah sekitar pabrik semen dan di pinggir jalan melebihi baku mutu udara ambien nasional

3. John L. Rantung (2006)

Dampak Polusi Udara pada Pohon Angsana

(Pterocarpus indicus Will)

Mengetahui efek polutan terhadap pohon Angsana di sekitar lokasi industri atau pabrik tertentu Metode observasional (expost facto) dengan rancangan cross sectional Polutan SO2, NO2, dan

debu berpengaruh terhadap luas kerusakan daun, indeks kerusakan daun, jumlah kerusakan stomata, indeks kerusakan stomata dan perubahan kandungan klorofil daun Angsana 4. Aditya Surya

Atmaja, Denny Ardyanto (2007)

Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja dan Keluhan Subyektif Pernafas-an Tenaga Kerja Bagian Finish Mill

a)mengukur kadar debu total di bagian Finish Mill PT Semen Gresik; b) mengidentifikasi keluhan subyektif pernafasan tenaga kerja bagian Finish Mill PT Semen Gresik

Metode deskriptif dengan

pendekatan cross sectional

Kadar debu di bagian Finish Mill masih di bawah Nilai Ambang Batas yang ditetapkan dan 87,5% tenaga kerja menderita keluhan saluran pernafasan 5. Sri Suryani, Gunawan, Ambo Upe (2010) Model Sebaran Polutan SO2 pada Cerobong Asap PT Semen Tonasa a)memodelkan sebaran polutan SO2 yang dikeluarkan PT Semen Tonasa; b) menentukan konsentrasi polutan SO2

dari jarak tertentu; dan c) menentukan tinggi cero-bong dan jarak cerocero-bong dari pemukiman penduduk

Metode analisis deskriptif kuantitatif dengan persamaan kepulan asap Gauss

Model sebaran polutan SO2 dan konsentrasi polutan SO2 6. Dini Atikawati (2013) Kajian Kerusakan Lingkungan Tanaman Pertanian Akibat Industri Pengolahan Dolomit di Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik a) mengkaji sebaran kerusakan lingkungan tanaman pertanian; b) menilai kerusakan lingkungan tanaman pertanian; dan c) merumuskan strategi pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan kerusakan lingkungan tanaman pertanian Metode observasi dengan analisis spasial, deskriptif kualitatif, dan deskriptif kuantitatif

Peta sebaran debu, peta sebaran debu pada tanaman pertanian, dan peta tingkat kerusakan tanaman pertanian serta strategi pengelolaannya

(9)

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dirumuskan per-bedaan penelitian ini, baik ditinjau dari objek material maupun formal, sekaligus sebagai batasan terhadap objek kajian dan lingkup analisis dalam penelitian ini. (1) Tinjauan dari sisi objek material

Objek material sebagai sasaran dari penelitian ini adalah tanaman pertanian. Tanaman pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu jagung, ubi kayu, dan cabai rawit. Objek material tersebut belum banyak dikaji oleh peneliti-peneliti terdahulu karena kebanyakan kajian terdahulu meneliti kadar debu semen, polutan SO2 dan NO2 terhadap kesehatan manusia dan pohon bukan

tanaman pertanian.

Kerusakan lingkungan tanaman pertanian dalam penelitian ini merujuk pada kerusakan tanaman yang didasarkan pada sebaran debu pada tanaman, kenampakan fisik, dan kondisi fisiologis tanaman serta penilaian kerusakan secara ekonomi. Kenampakan fisik yang diteliti meliputi daun, batang, dan buah. Kondisi fisiologis diteliti dengan menggunakan parameter kadar klorofil daun. Penilaian kerusakan secara ekonomi menggunakan perubahan produksi hasil pertanian yang kemudian dinilai dengan harga pasar.

Akhirnya, hasil dari penelitian ini berupa peta sebaran debu, peta sebaran debu pada tanaman pertanian, peta tingkat kerusakan tanaman pertanian, dan strategi pengelolaan lingkungan. Diharapkan temuan atau hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi daerah lain yang mempunyai kasus serupa.

(10)

(2) Tinjauan dari sisi objek formal

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya ditin-jau dari sisi objek formal, meliputi: metode analisis dan penyajian hasil penelitian.

(a) Metode analisis yang digunakan adalah analisis spasial, analisis deskriptif kualitatif, dan analisis deskriptif kuantitatif.

(b) Analisis spasial digunakan untuk menjelaskan sebaran debu, sebaran debu pada tanaman pertanian, dan tingkat kerusakan tanaman pertanian. (c) Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk membuat pengkelasan

debu dan penilaian kerusakan lingkungan secara ekonomi.

(d) Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan kenampakan fisik dan kondisi fisiologis tanaman pertanian serta merumuskan strategi pengelolaan lingkungan.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji sebaran kerusakan lingkungan tanaman pertanian akibat debu dari

industri pengolahan dolomit yang menimbulkan masalah lingkungan;

(2) menilai kerusakan lingkungan tanaman pertanian akibat debu dari industri pengolahan dolomit; serta

(3) merumuskan strategi pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan ke-rusakan lingkungan tanaman pertanian.

(11)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari aspek akademis dan praktis. (1) Ditinjau secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

kasanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang kajian kerusakan lingkungan tanaman pertanian akibat debu yang dihasilkan oleh aktivitas industri pengolahan dolomit dan sebagai informasi yang dapat digunakan untuk menunjang tuntutan ganti rugi terutama oleh petani yang menderita kerugian karena penurunan produktivitas pertanian.

(2) Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik kerusakan lingkungan tanaman pertanian, sehingga diketahui indikasi peringatan dini mengenai perubahan yang tidak dikehendaki pada tanaman pertanian. Selain itu, dapat dijadikan sebagai data autentik yang membuktikan bahwa keberadaan industri pengolahan dolomit memberikan dampak negatif terhadap tanaman pertanian, sehingga sebagai bahan informasi dan masukan kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan kerusakan tanaman pertanian.

Gambar

Tabel 1.1 Nilai PDRB Kabupaten Gresik Tahun 2011
Gambar 1.1 Lokasi Industri Pengolahan Dolomit
Gambar 1.2 Debu Dolomit yang Menempel pada Tanaman Pertanian
Tabel 1.2 Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Adapun obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Laporan Keuangan Untuk Menilai Tingkat Likuiditas dan Rentabilitas Perusahaan, yang diambil dari

Konsentrasi PCT yang hanya meningkat pada infeksi bakteri dan tetap rendah pada infeksi virus membuat biomarker ini banyak digunakan untuk penyakit seperti sepsis, meningitis

43.1.2.1.2 Honorarium tim dukungan administrasi pemeriksaan reguler diberikan kepada Pegawai Negeri yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan administrasi yang berfungsi

Beban kerja yang tinggi dan stres yang di alami oleh perawat bisa menurunkan kinerja perawat instalasi rawat jalan rumah sakit kanker dharmais2.

Dari hasil keseluruhan pengujian dapat ditarik kesimpulan bahwa FMIPv6 memiliki performansi jaringan yang lebih baik dibanding dengan MIPv6 karena dari data yang

Pelatihan Wirausaha Sanitasi terdiri dari beberapa sesi presentasi, diskusi pleno dan diskusi kelompok. Dalam pelatihan ini dilakukan pendekatan partisipatif agar peserta

Lian menyetujui rumusan kata yang lebih halus untuk spesifikasi produk dalam kontrak.. Nah, mari kita dengarkan kata-kata dan ungkapan baru pada tahap terakhir negosiasi antara

Sehingga dengan adanya industri kecil genteng pres tersebut dapat diharapkan pendapatan keluarga yang bergerak di bidang ini serta masyarakat sekitar akan semakin meningkat