• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan pada kolon dan atau rektum. Secara istilah, kanker memiliki arti yang sama dengan tumor ganas. Tumor atau neoplasma adalah pertumbuhan massa jaringan yang abnormal dan berlebihan. Tumor ada yang bersifat jinak dan ganas. Setiap tumor ganas dinamai berbeda sesuai dengan asalnya masing-masing. Adapun tumor ganas yang berasal dari epitel disebut dengan karsinoma; dari mesenkim disebut sarkoma; dari jaringan fibrosa disebut fibrosarkoma; dan dari kondrosit disebut kondrosarkoma (Kumar et al.,2007). Dalam penelitian ini, kanker kolorektal yang diteliti adalah jenis karsinoma kolorektal.

2.2 Anatomi Kolon dan Rektum

Secara anatomi, usus besar (kolon) manusia seperti terlihat pada gambar di bawah ini, yakni terdiri dari sekum, usus buntu, kolon ascenden, kolon transversum, kolon descenden, rektum, dan anus. Dengan panjang kira-kira 1,5 m terbentang dari ujung distal ileum hingga anus, usus besar ini memiliki fungsi mengabsorbsi air dan garam dan membentuk feses (Sanders, Scanlon, 2007) .

(2)

(Sumber: Sanders, Scanlon, 2007)

Gambar 2.1 Anatomi kolon dan rektum manusia 2.3 Epidemiologi

Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah kanker paru dan kanker payudara di dunia (International Agency for Research on Cancer, 2008). Adapun estimasi kasus baru pada tahun 2011 yakni sekitar 141.210 kasus baru dan 49.380 diantaranya meninggal disebabkan penyakit ini (American Cancer Society, 2011).

Beberapa negara di Asia, termasuk China, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, insidensi kanker kolorektal meningkat dua hingga empat kali lipat lebih tinggi selama beberapa dekade terakhir (Sung JJ, Lau JY, Goh KL, Leung WK, 2005).

(3)

Di Indonesia sendiri, menurut data dari GLOBOCAN Project, kanker kolorektal juga menempati urutan ketiga kanker terbanyak, namun setelah kanker payudara dan kanker paru. Adapun angka estimasi insidensinya sebanyak 292.600 dan mortalitasnya 214.600 seperti terlihat pada gambar dibawah ini (International Agency for Research on Cancer , 2008).

(Sumber : International Agency for Research on Cancer, 2008)

Gambar 2.2 Angka Estimasi Insidensi dan Mortalitas kanker kolorektal di Indonesia

Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, tercatat 210 pasien kanker kolorektal dari tahun 2005 hingga 2007.

(4)

Insidensinya dari tahun ke tahun semakin meningkat, yakni 39 kasus pada tahun 2005, 68 kasus pada tahun 2006, dan 103 kasus pada tahun 2007 (Tuhozaro Zendrato, 2009).

Menurut penelitian Anantharaju (2009) di RSUP H. Adam Malik dari Juni 2008-Desember 2009, kanker kolorektal terjadi pada penderita usia 50-59 tahun dengan penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu sebanyak 54,3% dan 45.7%. Sedangkan ditinjau dari jenis histopatologinya, gambaran yang paling sering dijumpai adalah jenis adenokarsinoma, yaitu sebanyak 98.4% dan mucinous adenocarcinoma sebanyak 1,6%.

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko

Sampai saat ini penyebab pasti dari karsinoma kolorektal belum jelas diketahui. Menurut CDC (2013), resiko berkembangnya karsinoma kolorektal meningkat seiring bertambahnya usia. Lebih dari 90% kasus terjadi pada orang-orang berumur diatas 50 tahun atau lebih tua. Adapun faktor resiko lainnya yang menyebabkan karsinoma kolorektal ini antara lain:

(1) Inflamasi kronis

Inflammatory bowel disease (IBS) yang bersifat kronis merupakan salah satu faktor etiologi yang signifikan dalam menyebabkan perkembangan adenokarsinoma kolorektal. Resiko terkena karsinoma kolorektal meningkat 8 hingga 10 tahun . Selain itu, jumlah kasus karsinoma koloektal tinggi pada pasien dengan onset yang cepat dan manifestasinya menyebar (pancolitis) (CDC, 2013).

(2) Riwayat personal atau keluarga yang pernah menderita kanker kolorektal atau polip kolorektal (CDC,2013).

(3) Sindrom genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP) atau hereditary nonpolyposis colorectal cancer syndrome (HNPCC yang disebut juga Lynch syndrome) (CDC,2013).

(4) Faktor makanan dan gaya hidup

Komposisi makanan merupakan faktor penting dalam kejadian adenokarsinoma kolon dan rektum. Makanan yang berasal dari daging hewan dengan kadar kolesterol yang tinggi serta kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung

(5)

serat dapat menyebabkan karsinoma kolorektal (Tambunan, 1991). Selain itu juga, insiden kanker ini tinggi kalori dan tinggi lemak hewani yang dikombinasikan dengan gaya hidup yang kurang melakukan aktivitas fisik (sedentary lifestyle). Sebuah studi epidemiologi juga mengindikasikan bahwa konsumsi daging hewan, merokok, dan alkohol merupakan faktor resiko dari kanker kolorektal (CDC, 2013). Menurut CDC (2013) disebutkan juga bahwa interaksi antara bakteri di dalam kolon dengan asam empedu dan makanan diduga memproduksi bahan karsinogenik dan ko-karsinogenik dalam menyebabkan karsinoma kolorektal. Mekanisme molekuler yang mendasari terjadinya studi diatas kemungkinan disebabkan oleh amin heterosiklik yang dihasilkan selama proses memasak daging, stimulasi level yang lebih tinggi dari asam empedu fekal dan produksi oksigen reaktif. Sedangkan kandungan sayuran yang bersifat antikarsinogenik seperti folat, antioksidan dan pemicu enzim yang mendetoksifikasi, ikatan karsinogen lumen, fermentasi serat untuk menghasilkan asam lemak volatile yang protektif, dan mengurangi waktu kontak dengan epithelium kolorektal karena waktu transitnya lebih cepat.

(5) Iradiasi

Faktor ini jarang menjadi etiologi dalam neoplasia kolorektal, akan tetapi terapi iradiasi pelvis diakui juga bisa menjadi etiologi penyakit ini.

2.5 Lokalisasi

Pada umumnya, karsinoma kolorektal berlokasi di kolon sigmoid dan rektum, akan tetapi beberapa tahun terakhir beberapa bukti menunjukkan perubahan yakni lokasi karsinoma kolorektal lebih mengarah ke proksimal. Patologi molekuler juga menunjukkan lokasi perbedaannya : tumor dengan high levels of microsatellite instability (MSI-H) atau mutasi ras proto-oncogene sering terjadi di daerah sekum, kolon asendens, dan kolon transversum. (WHO,2000)

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berkaitan dengan besar dan lokasi

(6)

dari tumornya. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, perdarahan dan simptomatik anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat badan) (Kumar, et al.,2007).

Di sisi lain, tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi. Sedangkan, tumor pada rektum atau sigmoid biasanya prognosisnya lebih jelek. (Kumar et al., 2007). Beberapa pasien pada tahap lanjut bisa mengalami komplikasi berupa obstruksi atau perforasi (WHO,2000).

2.7 Klasifikasi

Tumor kolorektal diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis histopatologi menurut WHO. Adapun klasifikasinya yaitu dibagi menjadi tumor epitel, tumor non-Epitel, dan tumor sekunder. Untuk lebih lengkapnya mengenai jenis-jenisnya terdapat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi histologi tumor pada kolon dan rektum

Epithelial tumours

Adenoma Tubular

Villous Tubulovillous Serrated

(7)

Intraepithelial neoplasia (dysplasia) associated with chronic inflammatory diseases

Low-grade glandular intraepithelial neoplasia

High-grade glandular intraepithelial neoplasia

Carcinoma Adenocarcinoma

Mucinous adenocarcinoma Signet-ring cell carcinoma Small cell carcinoma Squamous cell carcinoma Adenosquamous carcinoma Medullary carcinoma Undifferentiated carcinoma Carcinoid (well differentiated endocrine neoplasm)

EC-cell, serotonin-producing neoplasm

L-cell, glucagon-like peptide and PP?PYY producing tumour Mixed carcinoid-adenocarcinoma Non-epithelial tumours Lipoma Leiomyoma Gastrointestinal stromal tumour Leiomyosarcoma Angiosarcoma Kaposi sarcoma Malignant melanoma

Malignant lymphomas Marginal zone B-cell lymphoma of MALT Type Mantle cell lymphoma

Diffuse large B-cell lymphoma Burkitt lymphoma

(8)

Burkitt-like /atypical Burkitt-lymphoma Secondary tumours Polyps Hyperplastic (metaplastic) Peutz-Jeghers Juvenile (Sumber: WHO,2000)

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa kanker kolorektal yang diteliti dalam hal ini khususnya adalah ini adalah jenis karsinoma kolorektal karena jenis jenis tumor ganas ini adalah yang paling sering dijumpai. Berdasarkan klasifikasi histopatologi kanker kolon dan rektum dari WHO (2000), khususnya karsinoma terdiri dari adenocarcinoma, mucinous adenocarcinoma, signet-ring cell carcinoma, small cell carcinoma, adenosquamous carcinoma, medullary carcinoma, dan undifferentiated carcinoma. Berikut dibawah ini penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis karsinoma.

a. Mucinus adenocarcinoma

Karsinoma jenis ini ditandai jika >50% dari lesinya terdiri dari musin. Karakteristiknya ditandai dengan sekumpulan musin ekstrasel yang mengandung epitel malignan sebagai struktur asinus atau sel tunggal.

b. Signet-ring cell carcinoma

Varian adenokarsinoma ini ditandai dengan keberadaan >50% sel-sel tumor yang mengandung banyak musin intrasitoplasma, secara tipikal disebut signet-ring cell carcinoma. Sel-sel ini memiliki vakuola musin yang besar yang mengisi sitoplasma dan menggantikan nukleus.

c. Adenosquamous carcinoma

Tumor jenis jarang dan memberikan gambaran gabungan dari karsinoma skuamous dan adenokarsinoma, bisa dalam area tumor yang terpisah atau pun bergabung. Untuk lesi jenis ini pada massa tumornya harus harus ada banyak fokus-fokus kecil dari diferensiasi skuamous.

(9)

Varian ini jarang dan memiliki karakteristik sel-sel malignan dengan inti vesikular, nukleolus yang banyak, dan sitoplasma berwarna merah jambu yang banyak oleh karena infiltrasi limfosit intraepitel. Prognosisnya paling bagus dibandingkan dengan klasifikasi jenis lain.

e. Undifferentiated carcinoma

Tumor ini memiliki bukti diferensiasi morfologi yang sedikit, akan tetapi fitur histologinya bervariasi. Meskipun penampilannya tidak terdiferensiasi, tumor ini secara genetik berbeda dan secara tipikal diasosiasikan dengan MSI-H.

f. Other variants

Ada beberapa varian-varian jenis lainnya, antara lain jenis karsinoma yang termasuk komponen sel spindel yang diistilahkan dengan spindle cell carcinoma atau karsinoma sarkomatoid. Sel spindel itu sendiri bersifat imunoreaktif terhadap sitokeratin. Jenis karsinosarkoma merupakan tumor malignan yang mengandung baik karsinoma maupun elemen mesenkim yang heterolog. Varian histopatologi kanker kolorektal yang lain termasuk pleomorfik (giant cell), choriocarcinoma, pigmented, clear cell, stem cell, dan Paneth cell-rich (crypt cell carcinoma). Selain itu, tipe histopatologi campuran juga bisa ditemukan, yaitu dari berbagai jenis-jenis diatas.

2.8 Stadium kanker

Stadium tumor ditentukan berdasarkan sejauh mana perkembangan tumor berdasarkan klasifikasi Duke dan klasifikasi TNM.

2.8.1 Klasifikasi Duke

Klasifikasi ini menentukan sejauh mana invasi dari tumor secara patologis seperti terlihat pada Tabel 2.2 dibawah ini.

(10)

Tabel 2.2 Stadium karsinoma kolon dan rektum berdasarkan klasifikasi Duke

(Sumber: Tambunan, 1991)

Akhir-akhir ini, klasifikasi stadium Duke telah dimodifikasi seperti terlihat pada Tabel 2.3 dibawah ini.

Tabel 2.3 Modifikasi klasifikasi stadium karsinoma kolon dan rektum dari Duke

Stadium Interpretasi 5-tahun Survival (%)

Setelah Pengobatan

A Kanker in-situ/ displasia

grad tinggi, kanker terbatas pada lapisan mukosa atau submukosa

90

B1 Kanker sudah penetrasi ke

dalam tetapi belum menembus propria muskularis

80

B2 Kanker sudah menembus

propria muskularis atau serosa

70

C1 Sama dengan B1, ditambah

metastase nodus limfa

50

C2 Sama dengan B2 ditambah 50

Stadium Definisi

A Tumor terbatas pada dinding

usus besar

B Tumor tumbuh melewati

dinding usus besar, tetapi tidak dijumpai pada KGB regional

(11)

metastase nodus limfa

D Metastase jauh <30

(Sumber: Avunduk, Canan, 2002) 2.8.2 Klasifikasi TNM

Stadium kanker kolorektal menurut TNM pada Tabel 2.4 dibawah ini merupakan stadium klinis.

Tabel 2.4 Klasifikasi TNM pada tumor kolon dan rektum T—Tumor Primer

TX Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer

Tis Karsinoma in sit: intraepitel atau invasi lamina propia T1 Invasi tumor pada lapisan submukosa

T2 Invasi tumor pada lapisan propia muskularis

T3 Invasi tumor melalui lapisan propia muskularis ke dalam subserosa atau perikolik non-peritonium atau jaringan perirektal

T4 Tumor langsung menginvasi organ lain atau struktur dan/atau perforasi peritoneum visceral

N- Nodus Limfe Regional

NX Nodus limfe regional tidak dapat dinilai N0 Tidak ada metastasis nodus limfe regional N1 Metastasis pada 1 sampai 3 nodus limfe regional N2 Metastasis pada 4 atau lebih nodus limfe regional M-Metastasis jauh

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 Tidak ada metastasis

M1 Terdapat metastasis jauh Stage Grouping

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1 N0 M0

(12)

Stage II T3 N0 M0

T4 N0 M0

Stage III T apapun N1 M0

T apapun N2 M0

Stage IV T apapun N apapun M1

(Sumber: WHO,2000) 2.9 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis kanker kolorektal dapat dilakukan secara bertahap, antara lain melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, baik dari laboratorium klinik maupun laboratorium patologi anatomi. Selanjutnya pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti foto polos atau dengan kontras (barium enema), kolonoskopi, CT Scan, MRI, dan transrectal ultrasound juga diperlukan dalam menegakkan diagnosis penyakit ini. Berikut di bawah ini penjelasan lebih rinci mengenai hal-hal tersebut di atas.

a. Anamnesis

Sebagian besar penderita datang pada dokter dengan keluhan habit bowel : diare atau obstipasi, sakit perut tidak menentu, sering ingin defekasi namun tinja sedikit, perdarahan campur lendir. Kadang-kadang simptom mirip sindroma disentri. Penyakit yang diduga disentri, setelah pengobatan tidak ada perubahan, perlu dipertimbangkan karsinoma kolon dan rektum terutama penderita umur dewasa dan umur lanjut. Anoreksia dan berat badan semakin menurun merupakan salah satu simtom karsinoma kolon dan rektum tingkat lanjut. (Tambunan, 1991) b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik tidak banyak berperan kecuali colok dubur yang dilakukan pada pasien dengan perdarahan ataupun simtom lainnya. Pada tingkat pertumbuhan lanjut, palpasi dinding abdomen kadang-kadang teraba masa di daerah kolon kanan dan kiri. Hepatomegali jarang terjadi. (Tambunan,1991)

Colok dubur merupakan cara diagnostik sederhana. Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba

(13)

pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga colok dubur merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon (Schwartz, 2005).

c. Pemeriksaan laboratorium klinis

Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja. (Tambunan,1991)

Selain pemeriksaan rutin di atas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan . (Casciato DA, 2004)

Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA preoperatif berguna untuk

(14)

identifikasi awal dari metatase karena sel tumor yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA . (Casciato DA, 2004)

d. Pemeriksaan laboratorium patologi anatomi

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini.

Untuk memperoleh sediaan yang adekuat , biopsi dilakukan pada 2-3 tempat pinggir dan di bagian tengah tumor. Akan tetapi, informasi histopatologi tidak selalu sesuai dengan klinik. Pada pemeriksaan histopatologi, sediaan biopsi kadang-kadang tidak ditemukan karsinoma, sekalipun klinik sangat mencurigakan maligna. Problema ini lebih sering adalah biopsi yang tidak adekuat atau tumor tumbuh endofilik. Pemeriksaan sitologi tidak banyak berperan pada diagnosis tumor di kolon, kecuali pada karsinoma rektum. (Tambunan, 1991)

d. Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema. Barium peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras larut air tidak dapat menunjukkan detail yang penting untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon. (Schwartz, 2005)

(15)

Selain itu, Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes (Schwartz, 2005).

Computerised Tomography (CT) scan selain dapat mengevaluasi rongga abdominal dari pasien kanker kolon pre operatif juga dapat mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. Pemeriksaan CT scan ini sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55% dan pemeriksaan ini memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan staging dari lesi sebelum tindakan operatif. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien (Schwartz, 2005). Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal (Casciato DA, 2004).

Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Oleh karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar (Schwartz, 2005).

Endoscopic Ultrasound (EUS) secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari kedalaman invasi tumor, terlebih untuk tumor rektal. Tingkat akurasi dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk digital rectal examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk melihat adanya tumor dan digital rectal examination untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi pembedahan dan menentukan pasien yang telah mendapatkan keuntungan dari preoperatif kemoradiasi. Biopsi transrektal dari kelenjar limfa perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS (Casciato DA, 2004).

(16)

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan rektum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67% (Depkes, 2006). Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik (Schwartz, 2005).

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan karsinoma kolorektal adalah sebagai berikut: a. Bedah

Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal tetapi juga harus tetap mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya (Casciato DA, 2004). Pada tumor yang bisa dioperasi, tindakan bedah merupakan satu-satunya pengobatan kuratif karena adenokarsinoma kurang sensitif terhadap radiasi ataupun sitostatika. Namun, pada tumor yang tidak dapat dioperasi lagi, tindakan bedah bersifat paliatif. (Tambunan, 1991)

b. Radioterapi

Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Radiasi eksternal (external

(17)

beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. Radiasi internal (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Radiasi internal memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh (Ford, 2006).

c. Kemoterapi Adjuvant

Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan bila tumor sangat sedikit dan berada pada fase proliferasi (Schwartz, 2005). Sitostatika berupa kombinasi FAM (5-fluorasil, adriamycin, dan mitomycin c) banyak dipergunakan sebagai terapi adjuvant. (Tambunan, 1991)

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi kolon dan rektum manusia
Gambar 2.2 Angka Estimasi Insidensi dan Mortalitas kanker kolorektal   di Indonesia
Tabel 2.2 Stadium karsinoma kolon dan rektum berdasarkan klasifikasi Duke
Tabel 2.4 Klasifikasi TNM pada tumor kolon dan rektum   T—Tumor Primer

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, motivasi berprestasi siswa perlu diperhatikan dalam pembelajaran IPA mengingat pembelajaran IPA banyak melibatkan predisposisi untuk merespon

Untuk dapat melakukan tendangan jauh dalam sepakbola dengan hasil yang maksimal, di samping membutuhkan kekuatan juga memerlukan penguasaan teknik menendang yang

MAKALAH ALAH KEPE KEPERAW RAWA AT TAN M AN MATERNITAS ATERNITAS.. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU

“Dalam meningkatkan kinerja guru, kepala madrasah merencanakan dan menentukan program-program yang akan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan sekolah khususnya

Pengaruh hubungan ini menunjukkan nilai positif yang artinya dengan memiliki suatu orientasi kewirausahaan yang tinggi, pemilik usaha genteng di Desa Pejaten akan mampu

antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode kooperatif, metode ceramah dan pemberian tugas.. Artinya, pada taraf signifikansi 5% tidak terdapat

LEMBAR PENGE2A4AN LAPORAN KERJA PROYEK . TEKNIK KOMPUTER

Program bantuan pemagangan siswa MA di Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI) tahun anggaran 2011 merupakan kelanjutan dari program bantuan serupa yang telah mulai dilaksanakan pada