BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiografi Kedokteran Gigi
Pemeriksaan radiografi mempunyai peranan yang sangat penting di bidang kedokteran gigi. Ini karena hampir semua perawatan gigi dan mulut membutuhkan data dukungan pemeriksaan radiografi agar perawatan yang dilakukan dapat mencapai hasil yang optimal. 1
2.1.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi
Radiografi kedokteran gigi adalah teknik yang membantu dalam penegakan diagnosa dan rencana pengobatan penyakit mulut seperti karies gigi, penyakit periodontal dan patologi oral. Radiologi kedokteran gigi merupakan langkah awal dalam pendeteksian tingkat keparahan penyakit. Dalam tindakan perawatan gigi tertentu sangat baik jika dilakukan radiologi kedokteran gigi sebagai penunjang dari pemeriksaan klinis sehingga tahapan atau langkah dalam pengobatan bisa dilakukan sebaik mungkin. 5
2.2 Klasifikasi Radiografi Kedokteran Gigi
Radiografi di kedokteran gigi ada dua macam yaitu radiografi intra oral dan radiografi ekstra oral.1,6
2.2.1 Radiografi Intra Oral
Radiografi intra oral adalah radiografi yang memperlihatkan gigi dan struktur di sekitarnya. Pemeriksaan intra oral adalah pokok dari radiografi kedokteran gigi.1,5
Tipe radiografi intra oral yaitu : a. Radiografi Periapikal
Radiografi ini bertujuan untuk memeriksa gigi (mahkota dan akar) serta jaringan di sekitarnya. Teknik yang digunakan adalah paralleling dan bisecting.
Pemeriksaan radiografi periapikal merupakan teknik pemeriksaan radiografi yang paling rutin dilakukan di bidang kedokteran gigi.1,5
Keuntungan teknik paralleling yaitu gambar yang dihasilkan sangat representatif dengan gigi sesungguhnya, tanpa distorsi, mempunyai validitas yang tinggi serta mudah dipelajari dan digunakan. Kerugian teknik paralleling yaitu sulit meletakkan film holder, terutama anak-anak dan pasien yang mempunyai mulut yang kecil serta pemakaian film holder yang mengenai jaringan sekitar sehingga mengurangi kenyamanan pasien.1,5,6
Keuntungan teknik bisecting yaitu teknik ini dapat digunakan tanpa film holder. Kerugian teknik bisecting adalah mudah terjadinya distorsi.1,5,6
b. Interproksimal radiografi (bitewing radiografi)
Radiografi ini bertujuan untuk memeriksa mahkota, puncak tulang alveolar di maksila dan mandibula, daerah interproksimal dalam satu film yang sama. Film yang dipakai adalah film khusus.1,5,6
Keuntungan dari interproksimal radiografi yaitu karies dini lebih cepat terdeteksi, puncak tulang alveolar mudah terlihat dan lebih meringankan pasien yang sering mengalami reflek muntah. Manakala kerugian dari interproksimal radiografi yaitu tidak terlihat regio periapikal dan ujung akar serta pasien sulit mengoklusikan kedua rahang (mulut terlalu terbuka) sehingga puncak tulang alveolar tidak terlihat.
c. Oklusal radiografi
Radiografi ini bertujuan untuk melihat area yang lebih luas yaitu maksila atau mandibula dalam satu film. Oklusal radiografi juga digunakan untuk melihat lokasi akar, gigi supernumerary, gigi yang tidak erupsi (gigi impaksi), salivary tone di saluran kelenjar submandibular, evaluasi dari perluasan lesi seperti kista, tumor, atau keganasan di mandibula dan maksila, evaluasi basis sinus maksilaris, evaluasi fraktur di maksila dan mandibula, pemeriksaan daerah cleft palate serta mengukur perubahan dalam bentuk dan ukuran dari maksila dan mandibula. Film yang digunakan adalah film khusus.6
2.2.2 Radiografi Ekstra Oral
Radiografi ekstra oral merupakan pemeriksaan radiografi yang lebih luas dari kepala dan rahang karena film berada di luar mulut.6
Tipe radiografi ekstra oral sebagai berikut: a. Panoramik
Radiografi ini akan memperlihatkan daerah mandibula dan maksila yang lebih luas dalam satu film yang bertujuan untuk melihat perluasan suatu lesi atau tumor, fraktur rahang dan fase gigi bercampur.
Keuntungan dari panoramik yaitu gambar meliputi tulang wajah dan gigi, dosis radiasi lebih kecil, nyaman untuk pasien, cocok untuk pasien yang susah membuka mulut, waktu yang digunakan pendek biasanya tiga sampai empat menit, sangat membantu dalam menerangkan keadaan rongga mulut pada pasien klinik, membantu menegakkan diagnosa yang meliputi tulang rahang secara umum, evaluasi terhadap trauma, dan perkembangan gigi geligi pada fase gigi bercampur, evaluasi terhadap lesi, keadaan rahang dan gigi terpendam.6
Kelemahan dari panoramik yaitu detail gambar yang tampil tidak sebaik radiografi periapikal intra oral, tidak dapat digunakan untuk mendeteksi karies yang kecil, dan pergerakan pasien selama penyinaran akan menyulitkan dalam interpretasi.
b. Lateral jaw
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.6
c. Lateral cephalometric
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah akibat trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga dapat digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal dan palatum keras.6
2.3 Prosedur Pembuatan Radiografi Kedokteran Gigi
Prosedur yang harus dilalui dalam pembuatan radiografi kedokteran gigi adalah permintaan untuk melakukan radiografi, adanya izin dari dokter gigi di bagian
radiologi kedokteran gigi, melakukan teknik radiografi, persiapan proteksi radiasi, pemilihan film dan sensor serta melakukan exposure.
2.3.1 Permintaan untuk Melakukan Radiografi
Penggunaan radiografi kedokteran gigi hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang disertai dengan jenis radiografi, elemen gigi atau rahang, diagnosa dan hasil pemeriksaan klinis.
2.3.2 Proteksi Radiasi Terhadap Pasien Untuk proteksi ini, perlu diperhatikan:11 1. Pasien harus memakai apron pelindung.
2. Pemeriksaan sinar-X hanya atas permintaan seorang dokter.
3. Pemakaian voltage yang lebih tinggi (bila mungkin) sehingga daya tembusnya lebih kuat.
4. Daerah yang disinar harus sekecil mungkin, misalnya dengan mempergunakan konus (untuk radiografi) atau diafragma (untuk sinar tembus).
5. Waktu peyinaran sesingkat mungkin. 6. Alat-alat kelamin diberi perlindungan.
7. Pasien hamil, terutama trimester pertama dan trimester ketiga dipertimbangkan tidak melakukan pemeriksaan radiografi.
2.3.3 Proteksi Radiasi Terhadap Operator Untuk proteksi ini diperhatikan:11
1. Pemakaian sarung tangan, apron atau gaun pelindung, yang berlapis Pb dengan ketebalan maksimum 0,5mm Pb.
2. Operator tidak harus memegang film radiografi selama penyinaran.
3. Operator tidak berada didalam ruangan atau berada di belakang penghalang yang cocok atau dinding selama penyinaran.
4. Hindari pemeriksaan sinar tembus tulang kepala.
5. Berdiri minimal 6 kaki (1.8288 meter) dari pasien dan di lokasi yang bebas dari jalur sinar X selama penyinaran.
2.3.4 Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan Untuk proteksi ini diperhatikan: 1
1. Dinding proteksi berlapis Pb dengan ketebalan ekivalen 2mm Pb.
2. Pintu ruang pesawat sinar-X harus diberi penahan radiasi yang cukup sehingga terproteksi dengan baik.
3. Ruang operator dan tempat pesawat sinar-X sebaiknya dibuat terpisah atau bila berada dalam satu ruangan maka disediakan tabir yang berlapis Pb dan dilengkapi dengan kaca intip dari Pb.
2.3.5 Monitoring Terhadap Paparan Radiasi
Untuk menurunkan dosis serap terhadap pasien dan paparan terhadap personil prinsip proteksi radiasi meliputi waktu, jarak dan perisai radiasi harus diterapkan dengan benar. Paparan radiasi secara langsung dihubungkan dengan waktu paparan sehingga dengan mengurangi waktu paparan separuhnya maka mengurangi dosis separuhnya. Oleh karena berkas sinar-X berbeda setelah melalui bahan, maka intensitas radiasi berkurang.1
Metode yang paling popular pemantauan radiasi adalah film badge sebab alat tersebut sangat praktis dan ekonomis. Biasanya, setiap orang menggunakan satu film badge dibawah apron dan yang lain pada bagian leher baju yang berada di luar apron tersebut.1
Petugas proteksi radiasi (PPR) harus diberitahu tentang kesepakatan penggunaan film badge tersebut sehingga laporan paparan radiasi dapat diinterpretasikan secara benar. Pilihan lokasi tersebut bergantung pada apakah paparan tersebut maksimum atau paparan seluruh tubuh lebih penting.6,16,18
Menurut peraturan pemerintah No. 63 tahun 2000 setiap instalasi yang menggunakan radiasi pengion wajib menerapkan Manajemen Keselamatan Radiasi, yang meliputi (Depkes RI, 2006) :
1. Organisasi Proteksi Radiasi
Pengusaha/Instalasi yang menggunakan sumber radiasi pengion wajib membentuk organisasi proteksi radiasi agar dalam pemanfaatan tenaga nuklir semua persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilaksanakan sesuai ketentuan.
2. Pemantauan Dosis Radiasi dan Radioaktivitas
Untuk mengetahui besar dosis yang diterima oleh pekerja radiasi maka dilakukan pemantauan dosis. Setiap pekerja radiasi wajib menggunakan dosimeter perorangan baik yang dapat dibaca langsung maupun yang tidak dapat dibaca langsung sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan. 3. Peralatan Proteksi Radiasi
Pengusaha/Instalasi yang menggunakan sumber radiasi pengion harus menyediakan dan mengusahakan peralatan proteksi radiasi, pemantauan dosis perorangan, pemantauan daerah kerja dan pemantauan lingkungan yang dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan. 4. Pemeriksaan Kesehatan
Setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi harus sehat dan minimal berusia 18 tahun. Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan yang meliputi; pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan berkala selama masa kerja, dan pemeriksaan kesehatan pada waktu pemutusan hubungan kerja. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan pemeriksaan khusus. 5. Penyimpanan Dokumentasi
Dokumentasi yang memuat catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil pemantauan lingkungan, dan kartu kesehatan pekerja harus disimpan paling tidak selama tiga puluh tahun terhitung sejak pekerja radiasi bekerja.
6. Jaminan Kualitas
Program jaminan kualitas harus dilakukan sejak dari perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan perawatan.
7. Pendidikan dan Pelatihan.
Setiap pekerja radiasi harus memperoleh pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi.
2.3.6 Pemilihan Film dan Sensor 1. Film
Dibidang kedokteran gigi, terdapat dua jenis film yang digunakan yaitu : a. Non-screen film (film intra oral)
Jenis film yang digunakan untuk film intra oral dimana dibutuhkan kualitas gambar yang baik dan detail anatomi yang jelas. Ukuran film yang sering digunakan antara lain 31 x 41 mm (untuk periapikal), 22 x 35 mm (bitewing) dan 57 x 76 mm (untuk foto oklusal).10
Film intra oral di kedokteran gigi tersedia dalam dua kelompok kecepatan D dan E. Secara klinis, kelompok E hampir 2x lebih cepat dari film kelompok D dan sekitar 50x lebih cepat dari film biasa. Pengurangan dosis pasien hingga 60% dibandingkan film E dan 77% film D didapat bila menggunakan radiografi intra oral
digital direct.
Film ini dikemas dalam satu paket yang terdiri dari :
i. Pembungkus luar dari plastik lunak yang berfungsi untuk melindungi dari cairan saliva yang dapat mengkontaminasi film.
ii. Kertas hitam yang berfungsi untuk melindungi film dari cahaya yang dapat merusak film, dan mencegah masuknya saliva ke film.
iii. Lead foil terletak dibelakang film, yang berfungsi untuk mencegah adanya sisa
radiasi yang dapat melewati film menuju ke jaringan pasien. iv. Film, ang terdiri dari :
• Plastik base merupakan bahan dasar yang transparent dan terbuat dari
• Lapisan adhesif (gelatin) yang mengfiksasi emusi melekat pada dasar bahan.
• Lapisan pelindung (protective layer) yang berfungsi melindungi emulsi dari kerusakan mekanis.
• Emulsi kristal AgBr. b. Screen film (film ekstra oral)
Saat ini, jenis film ini dikombinasikan penggunaannya dengan intensifying
screens pada casssette. Keuntungannya adalah digunakan tingkat exposure yang
pendek dari sinar-X, sehingga dosis radiasi yang diberikan ke pasien menjadi rendah. Namun, kualitas gambar yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan
non-screen film. Ukuran non-screen film, terdiri dari 15 cm x 30 cm (panoramik), 24 cm x 30
cm (cephalometry) dan 13 cm x 15 cm (carpal bone).11
Bagian-bagian screen film sebenarnya sama dengan bagian non-screen film, tapi screen film memiliki :11
i. Emulsi AgBr pada film ini lebih sensitif terhadap cahaya biasa dari sinar-X. ii. Terdapat beberapa emulsi yang produksinya sensitif terhadap cahaya biru,
cahaya hijau dan cahaya merah. Tingkat sensitifitas tergantung dari jenis
intensifying screen yang digunakan, yaitu :
• Standard emulsi AgBr (sensitif terhadap cahaya biru)
• Modifikasi emulsi AgBr dengan ultraviolet sensitizer (sensitif terhadap cahaya ultraviolet)
• Emulsi orthochromatic (sensitif terhadap cahaya hijau)
• Emulsi panchromatic (sensitif terhadap cahaya merah) 2. Sensor
Digital Imaging merupakan hasil interaksi sinar-X dengan elektron dalam
sensor pixel elektronik (elemen gambar), konversi data analog ke data digital, prosesing komputer dan display gambar tampak pada layar komputer. Digital
imaging ini ada dua metode pengambilan gambarnya yaitu direct digital imaging dan indirect digital imaging.6
a. Direct Dental Imaging
Metode direct digital imaging memproduksi gambaran dinamik yang menyediakan tampilan gambar secara langsung, peningkatan kualitas gambar, penyimpanan, retrieval dan transmisi. Sensor digital lebih sensitif dibanding film dan menghasilkan paparan radiasi yang lebih rendah. Sensor direct digital imaging ada
charged-couples device (CCD) atau complementary mental oxidesemiconductor active pixel sensor (CMOS-APS). CCD digunakan dalam bidang kedokteran gigi
untuk radiografi intra oral, panoramik dan sefalometri. Detektor CCD mempunyai permukaan aktif yang lebih kecil areanya dibandingkan detektor lain.6
b. Indirect Digital Imaging
Metode Indirect digital imaging menyiratkan gambar yang telah terpapar secara analog dan dikonversikan menjadi format digital. Teknik indirect dental imaging menggunakan scan optical yang bisa memproses gambar transparan serta perangkat lunak yang sesuai untuk menghasilkan citra digital. Contoh sensor gambar yang digunakan dalam metode indirect ini adalah PSP (Photo Stimuable Phosphor Plates). Foto ini diambil di plat fosfor sebagai informasi analog dan diubah menjadi format digital ketika plat diproses. PSP terdiri dari dasar poliester dilapisi dengan emulsi halida kristal yang mengubah radiasi sinar-X menjadi energi yang tersimpan.
2.3.7 Melakukan Exposure
Dalam melakukan exposure, kita harus memperhatikan dosis radiasi, kV dan mA yang akan diterima oleh pasien. White (1990) mereferensikan publikasi ICRP. Penggunaan E-speed film dan rare-earth intensifying screen digunakan pada radiografi intra oral dan panoramik. Putaran (diameter 60 mm) kolimasi digunakan pada radiografi intra oral.
Istilah dosis dan paparan banyak digunakan tetapi sering disalah artikan. Dosis dapat diukur pada jaringan tertentu atau organ misalnya kulit, mata, sumsum tulang atau untuk seluruh tubuh, sedangkan paparan biasanya mengacu ke peralatan pengaturan seperti waktu, nA, kV. Sebuah ukuran yang umum digunakan dosis dalam servei adalah ‘dosis masuk’, diukur dalam milligray (myg).
Tingkat referensi (DRLs), berdasarkan survei dosis masuk, dapat ditetapkan sebagai standar terhadap penggunaan peralatan sinar-X yang dapat dinilai sebagai bagian dari jaminan kualitas.
Tabel 1. Dosis efektif dan resiko dari setiap teknik radiografi kedokteran gigi.1
Teknik sinar-X Dosis Efektif (µSv) Dosis resiko terkena kanker fatal (perjuta)
Radiografi intra oral (bitewing/periapikal)
1-8,3 0,02-0,6
Oklusal anterior maksila 8 0,4
Panoramik 3,85-30 0,21-1,9 Radiografi lateral sefalometri 2-3 0,34 Cross-sectional 1-189 1-14 CT-scan mandibula 364-1202 18,2-88 CT-scan maksila 100-3324 8-242
Menurut Eric Whaites (2007), dosis efektif pada pemeriksaan rutin gigi yaitu dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Dosis efektif pada pemeriksaan rutin gigi.10
Jenis foto Dosis efektif (µSv)
Lateral 0,1 Bitewing/periapikal 0,001-0,003 Oklusal 0,008 Panoramik 0,004-0,03 Lateral sefalometri 0,002-0,003 CT mandibulan 0,36-1,2 CT maksila 0,1-3,3 Skull/kepala 0,03
2.4 Efek Negatif Radiasi Sinar-X
Dalam keselamatan radiasi dikenal Health Physics yaitu prinsip untuk mencegah timbulnya efek non stokastik dan efek stokastik dengan meminimalkan paparan terhadap petugas dan pasien selama pemeriksaan radiografi.
Efek radiasi pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik dan kimia yang terjadi segera setelah terpapar dosis radiasi yang tinggi (10-15 detik), kemudian diikuti dengan proses biologi dalam tubuh. Proses biologi meliputi rangkaian perubahan pada tingkat molekuler, seluler atau perubahan pada sel. Bergantung pada dosis radiasi yang diterima oleh tubuh.6
2.4.1 Efek Non Stokastik (Deterministik)
Efek non stokastik adalah efek somatik yang meningkat dalam keparahan akibat dosis radiasi yang melebihi ambang batas. Efek in berasal dari dosis radiasi yang cukup besar melebihi kebutuhan dalam radiologi diagnostik, dapat timbul segera setelah terpapar atau beberapa bulan atau tahun setelah paparan. Contohnya adalah Erythema, kerontokan rambut, pembentukan katarak dan berkurangnya.
a. Efek radiasi pada membran mukosa mulut
Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya pada bagian nasofaring akan memperngaruhi sebagian besar mukosa mulut. Akibatnya dalam keadaan akut akan terjadi efek samping pada mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai nyeri pada saat menelan, mulut kering dan kehilangan cita rasa. Keadaan ini seringkali diperparah oleh timbulnya infeksi jamur pada mukosa lidah serta palatum.1
b. Efek radiasi pada jaringan dan organ
Radiosensitivitas pada jaringan atau organ tubuh diukur dengan adanya respon terhadap radiasi. Kehilangan moderat sel tidak mempengaruhi fungsi organ tubuh. Namun, dengan hilangnya sejumlah besar sel semua organisme terpengaruh sehingga dapat dilihat. Tingkat keparahan perubahan ini tergantung pada dosis radiasi yang diberikan.1,6
2.4.2 Efek Stokastik
Efek stokastik terjadinya suatu efek karena fungsi dan dosis radiasi yang diterima oleh seseorang tanpa suatu nilai ambang yang termasuk dalam kelompok ini kanker. Efek stokastik akibat dari perubahan sel-sel individual subletal dalam DNA. Konsekuensi yang paling penting dari kerusakan tersebut adalah karsinogenesis. Efek yang ditimbulkan meskipun sangat kecil kemungkinannya juga dapat terjadi.
a. Karsinogenesis
Radiasi menyebabkan kanker dengan mengubah DNA. Mekanisme yang paling mungkin adalah radiasi mutasi gen. tindakan radiasi sebagai promotor, merangsang sel untuk berkembang biak sehingga mengubah sel premaligna menjadi lebih ganas. Mutasi gen mungkin juga melibatkan hilangnya fungsi dalam kasus gen supresor tumor. Data tentang radiasi kanker terutama berasal dari populasi orang yang telah terkena radiasi tingkat tinggi, namun, pada prinsipnya, bahkan dosis rendah radiasi dapat memulai pembentukan kanker dalam satu sel.1,9
b. Leukemia
Insiden Leukemia (selain leukemia lumphocytic kronis) meningkat setelah terpapar radiasi pada sumsum tulang. Bagi individu yang terpapar di bawah usia 30 tahun, risiko untuk pengembangan leukemia setelah sekitar 30 tahun. Bagi individu terpapar sebagai orang dewasa, risiko tetap ada sepanjang hidup. Leukemia muncul lebih cepat dari kanker karena semakin tingginya tingkat pembelahan sel dan diferensiasi sel-sel induk hematopoietik dibandingkan dengan jaringan lain. Orang yang lebih muda dari 20 tahun lebih berisiko daripada orang dewasa.1,12
c. Kanker tiroid
Insiden karsinoma tiroid (muncul dari epitel folikular) meningkat pada manusia setelah terpapar. Hanya sekitar 10% atau kurang dari individu yeng terkena kanker dapat menyebabkan kematian.1,12
d. Kanker esophangeal
Data yang berkaitan dengan kanker esophangeal relatif jarang. Kanker ini banyak ditemukan di Jepang pada mereka yang selamat dari bom atom dan penderita diobati dengan radiasi x untuk ankylosing spondylitis.
e. Kanker kelenjar ludah
Insiden tumor kelenjar saliva meningkat pada pasien yang melakukan terapi radiasi untuk penyakit kepala dan leher. resiko yang tertinggi pada penderita yang melakukan terapi radiasi sebelum usia 20 tahun.
Radiasi dapat menghentikan pertumbuhan sel dalam jumlah besar atau kerusakan subletal pada sel-sel individu yang menghasilkan pembentukan sel kanker.11 Efek deterministik dengan efek stokastik dapat dibedakan dengan melihat tabel 1.
Tabel 3. Perbedaan Efek Stokastik dengan Non Stokastik.8
Efek deterministik Efek stokastik Contoh Mukositis akibat terapi
radiasi di rongga mulut
Radiasi dapat membentuk katarak
Radiasi dapat menyebabkan kanker
Menyebabkan Kematian sel Merusak DNA
Batas dosis ambang Ya, Membunuh sel yang cukup diperlukan sehingga menyebabkan respon klinis
Tidak, bahkan satu foton dapat menyebabkan perubahan pada DNA yang memicu kanker Efek klinis dan
dosis
Efek klinis sebanding
dengan dosis.
Semakin besar dosis maka semakin besar efeknya
Efek klinis tidak tergantung dosis.
Tidak ada respon; individu memiliki efek baik atau tidak
Kemungkinan
memiliki efek dan dosis
Semua individu menunjukkan efek ketika dosis di atas ambang
Frekuensi efek sebanding dengan dosis.
Semakin besar dosis semakin besar efek yang ditimbulkan.
2.5 Kerangka Konsep
Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik pria dan wanita terhadap penggunaan radiografi kedokteran gigi pada salah satu
fakultas kedokteran gigi di Malaysia
Penggunaan radiografi kedokteran gigi Proteksi radiografi Izin pembuatan radiografi