• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI DOMBA JANTAN ST. CROIX

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI DOMBA JANTAN ST. CROIX"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI

DOMBA JANTAN ST. CROIX

(Evaluation of Growth and Reproduction of St. Croix Ram)

SANTIANANDA ARTA ASMARASARI1,HASANATUN H.2danB.TIESNAMURTI1

1

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

2

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav E 59, Bogor 16151 ABSTRACT

A study to evaluate the growth and reproduction of St. Croix ram was conducted at sheep breeding station at Research Institute for Animal Production Cilebut, Bogor. The purposes of this study were to find out the pre weaning growth and post weaning growth rate and also to evaluate the reproduction performance of St. Croix ram. Ten St. Croix ram around twelve months old were used in this study. The parameters measured were birth weight,monthly body weight, scrotal circumference, semen evaluation and sperm quality at 5°C. The observation on the quality of sperm was conducted twice a week for eight weeks. The data were analyzed using general linier model. The results indicated that the average of pre weaning body weight at 0, 30, 60 and 90 days were 2.76 ± 0.48; 6.51 ± 1.45; 9.69 ± 2.33 and 11.87 ± 2.67 kg, respectively. And the body weight performances at 120,150,180, 210, 240, 270, 300, 330 and 360 days were 13.46 ± 2.89; 14.51 ± 2.68; 15.28 ± 2.95; 16.43 ± 2.77; 17.94 ± 2.63; 20.11 ± 3.03; 22.03 ± 3.23; 22.98 ± 3.46; and 24.61 ± 3.52 kg, respectively. Body weights at 30 days significantly influenced (P < 0.05) future body weight. The volume of semen (0.61 ± 0.26 ml) was significantly affected (P < 0.05) by individual ram. The mass movement (2.4 ± 0.74%) was significantly influenced (P < 0.05) by individual ram and ejaculate. The sperm motility (73.20 ± 13.55%) and concentration (4372.2 ± 2078.8 x 106/ml) were affected significantly (P < 0.05) by time of observation and individual ram. The sperm abnormality (7.10 ± 3.47%) was significantly influenced (P < 0.05) by individuals ram and life sperm percentage (71.50 ± 13.65%) was significantly influenced (P < 0.05) by the time of observation. From the study it could be seen that there was a positive correlation (P < 0.05) between scrotal circumferences and sperm volume as much as 24.35% and there was a positive correlation (29.60%) between scrotal circumference and sperm concentration. The sperm storage at 5°C on day 2,3,4,5 and 6 was significantly influenced (P < 0.05) by the time of observation with the average of 65.16 ± 12.50; 59.47 ± 13.38; 54.39 ± 14.86; 48.34 ± 15.68 and 43.75 ± 15.80%, respectively. It is concluded that St. Croix ram performance had proper growth and reproduction performance, therefore it can be used for breeding. Chilling at 5 0C can prolonge the life the spam of sperm until six days.

Key Words: Growth, Reproduction, Ram, St. Croix ABSTRAK

Suatu penelitian evaluasi pertumbuhan dan reproduksi domba jantan St. Croix telah dilakukan di Stasiun Percobaan Balai Penelitian Ternak Cilebut, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan prasapih dan pascasapih serta mengevaluasi penampilan reproduksi domba jantan St. Croix. Materi penelitian ini menggunakan 10 ekor domba jantan St. Croix. Parameter yang diamati adalah bobot prasapih, bobot pascasapih, lingkar “scrotum”, karakteristik kualitas sperma segar dan kualitas sperma selama penyimpanan dalam suhu 5°C. Pengamatan kualitas sperma dilakukan 2 kali seminggu selama 8 minggu. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan model linier umum dari SAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot badan prasapih pada umur 0, 30, 60 dan 90 hari berturut-turut adalah 2,76 ± 0,48; 6,52 ± 1,45; 9,69 ± 2,33 dan 11,87 ± 2,67 kg. Sedangkan tampilan bobot pasca sapih pada umur 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330 dan 360 hari masing-masing adalah 13,46 ± 2,89; 14,51 ± 2,68; 15,28 ± 2,95; 16,43 ± 2,77; 17,94 ± 2,63; 20,11 ± 3,03; 22,03 ± 3,23; 22,98 ± 3,46 dan 24,61 ± 3,52 kg. Bobot badan 30 hari berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap pertumbuhan pada umur selanjutnya. Individu pejantan yang diamati berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap volume sperma (0,61 ± 0,26 ml). Gerakan massa (2,40 ± 0,74%) dipengaruhi nyata (P < 0,05) oleh pejantan dan ejakulat. Motilitas sperma (73,20 ± 13,55%) dan konsentrasi (4372,20 ± 2078,79 x 106/ml) dipengaruhi (P < 0,05) oleh waktu pengamatan dan pejantan. Abnormalitas

(2)

sperma (7,10 ± 3,47%) dipengaruhi (P < 0,05) oleh pejantan dan persentase hidup sperma (71,50 ± 13,65%) dipengaruhi nyata (P < 0,05) oleh waktu pengamatan. Dari penelitian ini terlihat ada hubungan positif (P < 0,05) antara lingkar scrotum dengan volume sperma sebesar 24,35% dan ada hubungan positif (P < 0,05) antara lingkar scrotum dengan konsentrasi yaitu 29,60%. Penyimpanan sperma pada suhu 5°C untuk hari ke 2, 3, 4, 5 dan 6 dipengaruhi secara nyata (P < 0,05) oleh waktu pengamatan, dengan rataan berturut–turut adalah 65,16 ± 12,50; 59,47 ± 13,38; 54,39 ± 14,86; 48,34 ± 15,68 dan 43,75 ± 15,80%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa domba jantan St. Croix memiliki pertumbuhan dan penampilan reproduksi yang baik sehingga dapat digunakan sebagai pemacek. Penyimpanan sperma pada suhu 5°C yang masih dapat digunakan untuk inseminasi buatan adalah pada hari keenam.

Kata Kunci: Pertumbuhan, Reproduksi Pejantan, Domba St. Croix

PENDAHULUAN

Berbagai upaya terus dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik domba lokal. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas pejantan yang digunakan sebagai pemacek yaitu dengan melihat performans secara umum dan penampilan reproduksi pejantan. Penampilan reproduksi pejantan dapat dilihat dari lingkar scrotum, kualitas semen dan libidonya.

Domba St. Croix berasal dari persilangan domba dari Afrika Barat dengan domba lokal yang banyak berkembang di kepulauan Virginia, Amerika Serikat. Umumnya berwarna putih bersih, tetapi ada pula yang berwarna coklat, hitam dan putih berbintik coklat atau hitam (THOMAS, 1991). Domba jantan memiliki rambut panjang di daerah dada dan leher. Bangsa domba tersebut sangat aktif kawin dan kuat tetapi tidak menunjukkan tendensi untuk menjadi liar,mudah beradaptasi pada kondisi yang keras dan iklim yang bervariasi. (FITZHUGH, 1983). Masa pubertas dicapai pada umur 6 – 7 bulan, memiliki bobot lahir 2,86 ± 0,06 kg dan bobot badan dewasa umur 3 th mencapai 74 ± 1,86 kg untuk jantan; 54 kg untuk betina dewasa. (FITZHUGH, 1983). Domba St. Croix berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia yang beriklim tropis sehingga mendukung usaha memperbaiki mutu genetik untuk meningkatkan produktivitas ternak domba melalui persilangan karena domba St. Croix memiliki potensi genetik yang baik untuk dilestarikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan domba prasapih hingga umur 1 tahun dan penampilan reproduksi domba jantan St. Croix.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di Kandang Percobaan Cilebut Bogor, Jawa Barat, dengan menggunakan 10 ekor domba jantan muda St. Croix.

Pemeliharaan Ternak. Ternak dipelihara

secara intensif dalam kandang kelompok. Pakan yang diberikan berupa konsentrat komersial GT03 yang mengandung protein kasar 16% dan TDN 68% serta rumput gajah yang diberikan sesuai kebutuhan ternak. Domba prasapih hingga sapih umur 90 hari diberikan konsentrat sebanyak 200 g/ekor/hari dan rumput gajah sebanyak 2 kg/ekor/hari. Sementara itu, domba pascasapih hingga umur 1 tahun pemberian pakan meningkat menjadi 300 g/ekor/hari dan rumput Gajah 3 kg/ekor/hari. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum.

Parameter yang diamati. bobot lahir,

bobot prasapih, bobot badan pascasapih hingga umur 1 tahun, lingkar scrotum, kualitas semen dan pen mating test. Kualitas semen dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi volume, warna, pH (derajat keasaman), konsistensi (kekentalan). Sementara itu, mikroskopis meliputi motilitas (%), gerakan massa (1 – 3), konsentrasi (x 106/ml), abnormalitas (%) dan persentase sperma hidup (%). Pengamatan kualitas semen dilakukan dua kali seminggu selama 8 minggu. Pen mating test, dilaksanakan dengan menempatkan 1 ekor domba betina birahi dengan 1 pejantan St. Croix (1 : 1) selama 15 menit dan diulang lagi satu jam kemudian setelah ternak diistirahatkan. Hal-hal yang diamati antara lain adalah berapa kali dalam 15 menit pejantan menaiki betina, berapa kali ejakulasi serta efisiensi yang dihitung dari jumlah menaiki dibagi dengan jumlah ejakulasi.

(3)

Analisis Data. Data yang diperoleh

dianalisis dengan menggunakan linear model umum menurut petunjuk SAS (1987). Sebagai peubah dependen adalah bobot badan ternak, evaluasi mikroskopis dan daya tahan semen. Sedangkan peubah independen adalah tipe lahir ternak, waktu koleksi semen dan individu pejantan. Model matematis yang dikenakan adalah

(1) Yij = µ + Ai + εij dimana:

Yij = Tampilan bobot ternak pada tipe lahir ke-i

µ = rataan umum

Ai = pengaruh tetap tipe lahir dan sapih ke-i (ke-i=1,2,3)

Εij = galat percobaan

(2) Yijkl = µ + Ai + Bj + Ck + Dl + εijkl dimana:

Yijkl = tampilan ternak untuk tipe lahir ke-i, waktu koleksi ke-j, individu ke-k dan ejakulat ke-l

µ = rataan umum

Ai = pengaruh tetap tipe lahir sapih (i=1,2,3)

Bj = pengaruh tetap koleksi semen (j=1,…,8)

Ck = pengaruh tetap individu pejantan (k=1,…10)

Dl = pengaruh tetap ejakulat (l=1,2,3)

Εijkl = galat percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan ternak sampai umur satu tahun

Bobot lahir dan bobot sapih umur 90 hari domba jantan St. Croix berdasarkan tipe kelahiran terlihat pada Tabel 1. Rataan bobot lahir, 30, 60 dan 90 hari berturut-turut adalah 2,76 ± 0,48; 6,51 ± 1,45; 9,69 ± 2,33 dan 11,87 ± 2,67. Bobot badan yang dicapai anak domba jantan St. Sroix menurun seiring dengan meningkatnya tipe kelahiran. Akan tetapi pada tipe kelahiran tiga bobot badan anak domba tersebut lebih besar dibandingkan dengan anak domba tipe kalahiran dua. Hal ini terjadi karena adanya kematian pada anak domba tipe kelahiran tiga, sehingga anak domba tersebut memiliki rataan bobot badan yang hampir sama dengan anak domba tipe kelahiran satu. Kematian anak pada saat lahir disebabkan karena kondisi anak yang lemah sehingga anak domba tersebut tidak mampu bertahan hidup dan mendapatkan colostrum pertamanya. Kondisi ini juga memperlihatkan sifat keindukan yang baik sehingga induk yang memiliki anak kembar memiliki pertumbuhan yang cukup bagus.

Tabel 1. Rataan bobot ternak (kg) dari lahir – 365 hari

Umur (hari) TKL 1 TKL 2 TKL 3 Rataan

Lahir 3,12 ± 0,16 2,27 ± 0,05 2,63 ± 0,58 2,76 ± 0,48 30 7,76 ± 0,69 4,69 ± 0,26 6,07 ± 0,59 6,51 ± 1,45 60 11,36 ± 1,47 6,69 ± 0,99 9,79 ± 0,65 9,69 ± 2,33 90 13,69 ± 2,13 8,62 ± 0,83 11,96 ± 0,42 11,87 ± 2,67 120 15,33 ± 2,58 10,23 ± 0,72 13,43 ± 0,91 13,46 ± 2,89 150 15,98 ± 2,52 11,49 ± 1,01 15,13 ± 0,28 14,51 ± 2,68 180 16,82 ± 2,98 11,49 ± 0,48 15,94 ± 0,48 15,28 ± 2,95 210 17,75 ± 2,89 13,49 ± 0,41 17,25 ± 0,22 16,43 ± 2,77 240 19,14 ± 2,73 15,12 ± 0,38 18,87 ± 0,26 17,94 ± 2,63 270 21,55 ± 3,11 16,89 ± 0,72 21,01 ± 0,74 20,11 ± 3,03 300 23,00 ± 3,90 19,59 ± 1,09 23,01 ± 1,07 22,03 ± 3,23 330 23,94 ± 4,20 20,28 ± 0,28 24,32 ± 1,30 22,98 ± 3,46 365 25,32 ± 4,40 22,68 ± 1,02 26,00 ± 0,00 24,61 ± 3,52

(4)

Rataan bobot lahir domba St. Croix dalam pengamatan ini ternyata lebih baik dari yang dilaporkan SUBANDRIYOet al. (2000). Rataan

bobot lahir anak dari kelahiran tunggal, kembar dua dan kembar tiga menurut laporan SUBANDRIYOet al. (2000) berturut-turut adalah

2,28 ± 0,45; 1,78 ± 0,31 dan 1,44 ± 0,34 kg. Perbedaan ini dimungkinkan karena penerapan tata laksana pemeliharaan yang semakin baik sehingga didapatkan bobot lahir yang baik. Sementara itu, menurut laporan FOOTE (1983) rataan bobot lahir yang diperoleh dalam penelitian ini sedikit lebih rendah yaitu 3,13 ± 0,12; 2,68 ± 0,07; dan 2,70 ± 0,13 kg. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa bobot badan 30 hari berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap pertumbuhan pada umur selanjutnya. Pertumbuhan prasapih domba dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah bangsa ternak, tipe kelahiran, manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan.

Rataan bobot sapih (90 hari), 180 hari dan 365 hari berturut-turut adalah 11,87 ± 2,67; 15,28 ± 2,95; dan 24,61 ± 3,52 kg dengan pertambahan bobot badan 72,67 ± 8,20 g/ekor/hari. Rataan bobot sapih dalam pengamatan ini sedikit lebih tinggi dari yang dilaporkan SUBANDRIYO (2000) yaitu sebesar 11,42 ± 0,18 kg. Tidak jauh berbedanya hasil ini mencerminkan potensi genetik domba St. Croix yang sesungguhnya.

Tabel 2. Rataan karakteristik kualitas semen segar

domba St. Croix Peubah Ukuran Jumlah ternak 10 Volume (ml) Ejakulat pertama 0,64 ± 0,28 Ejakulat kedua 0,58 ± 0,22 Ejakulat ketiga 0,60 ± 0,25 Rata-rata umum 0,61 ± 0,26 Warna Krem Derajat keasaman (pH) 7,05 ± 0,30 Konsistensi Kental Motilitas (%) 73,20 ± 13,5 Gerakan massa 2,40 ± 0,74 Konsentrasi (…x 106/ml) 4372,2 ± 2078,80 Spermatozoa hidup (%) 71,50 ± 13,6 Abnormalitas (%) 7,10 ± 3,47

Dari pemeriksaan kualitas semen secara makroskopik diperoleh hasil bahwa volume semen rata-rata pada pejantan muda domba St. Croix adalah 0,64 ± 0,28 ml; 0,58 ± 0,22 ml dan 0,60 ± 0,25 ml masing-masing untuk ejakulat pertama, kedua dan ketiga dengan rata-rata keseluruhan sebesar 0,61 ± 0,26 ml. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan HAFEZ dan HAFEZ (2000) bahwa volume semen per ejakulat pada pejantan muda berkisar antara 0,5 sampai 0,7 ml. Pada ejakulat kedua terlihat bahwa volume sperma lebih sedikit dibandingkan dengan ejakulat pertama karena jarak ejakulasi pertama dan kedua pada saat penampungan terjadi dalam selang waktu yang singkat. Tinggi rendahnya volume semen yang diejakulasikan umumnya tidak berhubungan dengan fertilitas atau sterilitas pejantan kecuali jika tidak terjadi ejakulasi (TOELIHERE, 1993).

Warna semen yang diperoleh pada pengamatan ini adalah krem dengan konsistensi kental. Keadaan semen yang demikian menunjukkan konsentrasi yang tinggi. Ini dibuktikan dengan hasil pemeriksaan mikroskopis bahwa konsentrasi sperma yang teramati adalah 4372,2 x 106/ml. Hasil penelitian FERADIS (1999) pada domba St. Croix didapatkan warna semen rata-rata krem, konsistensi kental dan konsentrasi 3785 x 106/ml. Sedangkan menurut L

ANGFORD et al.,

(1999) konsentrasi sperma domba antara 4600-5100 x 106/ml. Derajat keasaman (pH) semen yang diperoleh rata-rata adalah 7,05 ± 0,30 (6 – 8) yang berarti normal dan netral. Menurut HAFEZ DAN FAFEZ (2000) pH domba berkisar 5,9 – 7,3.

Penilaian secara mikroskopis didapatkan bahwa gerakan massa, persentase motilitas dan persentase hidup rata-rata adalah 2,40 ± 0,74 (1 – 3); 73,20 ± 13,55% dan 71,50 ±13,65%. Hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan motilitas dan persentase hidup domba Garut rata-rata yang dilaporkan INOUNUet al. (2001)

yaitu 58,08 dan 64,32%. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa domba St. Croix ini memiliki potensi untuk digunakan sebagai pemacek. Persentase abnormalitas yang diperoleh pada pengamatan ini rata-rata adalah 7,10 ± 3,47%. Semen domba yang baik memiliki sperma yang abnormal tidak lebih dari 14%. Beberapa keabnormalitasan yang dapat dilihat adalah ekor putus, ekor pendek, tidak ada kepala, dua kepala dengan satu ekor,

(5)

ekor berpilin dan bentuk kepala yang tidak oval (“amorphous”).

Tabel 3. Daya tahan spermatozoa (%) dalam pengencer citrat-kuning telur pada penyimpanan suhu 5°C

Hari sesudah koleksi sperma % spermatozoa hidup Hari ke-2 65,16 ± 12,50 Hari ke-3 59,47 ± 13,38 Hari ke-4 54,39 ± 14,86 Hari ke-5 48,34 ± 15,68 Hari ke-6 43,75 ± 15,80 Hari ke-7 38,61 ± 15,84 Hari ke-8 33,88 ± 16,12 Hari ke-9 31,35 ± 14,72 Hari ke-10 28,68 ± 12,68 Hari ke-11 25,41 ± 11,47 Hari ke-12 21,88 ± 10,20

Semen perlu dicampur dengan larutan pengencer untuk mempertahankan kehidupan sperma dan mendapatkan lebih banyak sel sperma yang dapat digunakan untuk mengawini betina. Daya tahan spermatozoa yang diencerkan dalam larutan citrat-kuning telur yang disimpan pada suhu 5°C di dalam lemari pendingin dapat bertahan sampai hari ke-12 penyimpanan. Akan tetapi sperma yang

masih terbuka peluang untuk dapat dimanfaatkan sebagai pemacek atau sumber bibit melalui inseminasi buatan adalah pada hari keenam penyimpanan yaitu 43,75 ± 15,80% sperma hidup. Penyimpanan sperma pada suhu 50C hari ke-2, 3, 4, 5 dan 6 dipengaruhi secara nyata (P < 0,05) oleh waktu pengamatan.

Rataan jumlah menaiki, jumlah ejakulasi dan efisiensi dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pengamatan selama 15 menit menunjukkan bahwa jumlah menaiki pada domba jantan muda St. Croix berkisar antara 2,5 sampai 10,5 kali dengan rataan 8,06 ± 4,83 kali dan rataan jumlah ejakulasi sebanyak 2,72 ± 1,60 kali. Variasi jumlah menaiki dan jumlah ejakulasi terjadi karena ternak muda tersebut baru pertama kali menaiki dan belum terbiasa untuk melakukan aktivitas kawin tetapi seiring dengan “exercise” yang berulang dalam interval waktu tertentu ternak akan menjadi terbiasa dan akhirnya akan menunjukkan aktivitas seksualnya. Pada pengamatan pen mating test selama 15 menit diperoleh hasil bahwa dari 10 ekor materi domba ternyata hanya 9 ekor saja yang mau menaiki betina berahi. Pejantan-pejantan muda umumnya kaku dan tidak berpengalaman dalam melakukan aktivitas seksualnya. Ternak ini menghampiri betina secara ragu-ragu, mengeksplorer alat kelamin luar, menaiki betina tanpa ereksi, turun kemudian mencoba untuk menaiki kembali (TOELIHERE, 1981).

Tabel 4. Kinerja sexual domba jantan dengan dua kali pengamatan

Nomor Pejantan Bobot badan (kg) Lingkar scrotum (cm) Jml menaiki (kali) Jml ejakulasi (kali) Efisiensi 1 28.8 28,0 2,5 ± 1,5 1,0 ± 0,0 0,63 ± 0,38 2 25,4 25,4 12,5 ± 6,5 6,0 ± 1,0 0,60 ± 0,23 3 27,0 27,0 6,5 ± 0,5 3,5 ± 0,5 0,55 ± 0,12 4 25,6 25,6 5,0 ± 1,0 2,0 ± 0,0 0,42 ± 0,08 5 27,0 27,0 10,0 ± 3,0 3,5 ± 0,5 0,37 ± 0,06 6 26,0 24,0 9,5 ± 4,5 3,0 ± 1,0 0,34 ± 0,06 7 22,6 22,6 10,5 ± 6,5 2,5 ± 0,5 0,34 ± 0,16 8 31,0 25,0 7,5 ± 0,5 2,0 ± 0,0 0,27 ± 0,02 9 34,4 29,0 8,5 ± 2,5 1,0 ± 0,0 0,13 ± 0,04 Rataan 27,53 ± 3,37 25,96 ± 1,94 8,06 ± 4,83 2,72 ± 1,60 0,40 ± 0,23

(6)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa efisiensi perkawinan domba jantan muda St. Croix rata-rata adalah 0,40 ± 0,23. Ini berarti bahwa pejantan kurang efisien dalam melaksanakan perkawinan atau mencoba beberapa kali menaiki betina tetapi tanpa disertai ejakulasi. Efisiensi dikatakan baik apabila nilainya sama dengan satu artinya satu kali menaiki diikuti dengan satu ejakulasi. Dari penelitian ini terlihat ada hubungan positif antara (P < 0,05) antara lingkar scrotum dengan volume sperma dan konsentrasi sperma masing-masing adalah 0,24 dan 0,29.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa performans domba jantan St. Croix menunjukkan bahwa rataan bobot lahir, bobot sapih hingga bobot umur 1 tahun memiliki tampilan yang baik yang akhirnya berpengaruh terhadap pertumbuhan pada umur selanjutnya. Evaluasi penampilan reproduksi domba jantan St. Croix memperlihatkan bahwa rataan karakteristik kualitas semen segar maupun selama penyimpanan pada suhu 5°C yang dihasilkan dalam kualitas baik. Dengan demikian domba St. Croix memiliki potensi yang baik untuk dapat meningkatkan produktivitas ternak lokal sebagai pejantan pemacek.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada M. Rochyat, Zulqolah Layla, Andi , Thohir dan M. Syaeri (Kepala kebun percobaan Cilebut) yang telah membantu pelaksanaan kegiatan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

FERADIS. 1999. Penggunaan antioksidan dalam pengencer semen beku dan metode sinkronisasi estrus pada program Inseminasi Buatan domba St. Croix. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

FITZHUGH., G.E BRADFORD. 1983. Hair Sheep of Western Africa and The Americas. A genetic resource for the tropic. A work International Study. Published by Westview Press.

FOOTE, W.C. 1983. The St. Croix Sheep In The United States. In: Hair Sheep of Western Africa and The Americas. FITZHUGH and BRADFORD (Eds.). Winrock International. pp. 275 – 288

INOUNU, I., N. HIDAJATI, S.N. JARMANI, D. PRIYANTO, HASTONO, B. SETIADI dan SUBANDRIYO. 2001. Pengaruh Interaksi genetik dan lingkungan terhadap produksi domba persilangan dan domba lokal pada beberapa lokasi pengamatan: evaluasi kualitas semen domba hasil persilangan. Pros. Seminar Hasil Penelitian Bagian “Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan/ARMP II”. Puslitbang Peternakan, Bogor.

HAFEZ,E.S.EAND B.HAFEZ. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore.

LANGFORD, G.A., J.N.B. SHRESTHA and G.J. MARCUS. 1989. Repeatability of scrotal size and semen quality measurements in ram in a short-day light regime. Anim. Reprod. Sci.

pp. 19 – 27.

PRAHARANI,L.,SUBANDRIYO,B.TIESNAMURTI dan U.ADIATI. 2000. Evaluasi lingkar scrotum dan libido pejantan muda rumpun domba Komposit dan Barbados Cross. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 – 19 September 2000. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm: 130 – 133.

SAS. 1987. SAS/STAT guide for personal computer, Version 6 ed. SAS InstituteInc. Cary, NC. SUBANDRIYO, A. SUPARYANTO, UMI ADIATI, L

PRAHARANI, NUGROHO dan B. TIESNAMURTI. 2000. Karakterisasi Domba Rambut St. Croix dan Domba Lokal Sumatera. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Bogor. THOMAS,D.L. 1991. Hair Sheep Genetic Resources

Of The Americas. Dalam: WILDEUS (Editor). Proc. Hair Sheep Symposium. University Of The Virgin Island, Virginia.

TOELIHERE, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.

TOELIHERE,M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung

Gambar

Tabel 1. Rataan bobot ternak (kg) dari lahir – 365 hari
Tabel 2. Rataan karakteristik kualitas semen segar  domba St. Croix  Peubah Ukuran  Jumlah ternak  10  Volume (ml)  Ejakulat pertama  0,64 ± 0,28  Ejakulat kedua  0,58 ± 0,22  Ejakulat ketiga  0,60 ± 0,25  Rata-rata umum  0,61 ± 0,26  Warna Krem  Derajat k
Tabel 4. Kinerja sexual domba jantan dengan dua kali pengamatan  Nomor  Pejantan  Bobot badan (kg)  Lingkar scrotum (cm)  Jml menaiki (kali)  Jml ejakulasi (kali)  Efisiensi  1  28.8  28,0  2,5 ± 1,5  1,0 ± 0,0  0,63 ± 0,38  2  25,4  25,4  12,5 ± 6,5  6,0

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan ini berkaitan dengan hasil pengujian terhadap hipotesis kedua yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh keputusan keuangan dan good corporate governance

Pada pe nelitian lain dengan klaisfikasi masa kerja &lt; 10 tahun dan ≥ 10 tahun yang dilakukan oleh L D Permaningtyas, A Budi Dermawan, dan Diah Krisnansari

Peneliti disini menggunakan Analisis kesalahan sebagai pendekatan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pengetahuan dan penggunaan wazan shorof dan pemahaman

Individu hasil fission b agian anterior memiliki lebih sedikit organ daripada bagian posterior yang pada umumnya masih memiliki sebagian besar organ terutama pohon respirasi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara jumlah siklus kemoterapi terhadap peningkatan berat badan dengan mengamati perubahan Body Mass Index pada pasien

Strategi layanan BK yang dapat dilakukan untuk mengembangkan self- control siswa sekolah dasar adalah layanan dasar dengan strategi bimbingan kelompok, karena menurut

Citra perempuan hingga saat ini memang masih berkisar pada wilayah subordinat dibanding lelaki. Stereotip yang telah terpatri dalam perempuan inilah yang lambat

Gambar 6 menggambarkan rasio BOD/COD yang terjadi pada 40 hari running.Rasio ini didapatkan dengan membagi antara konsentrasi BOD hasil dan COD hasil selama pengukuran