• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI DAN HUBUNGAN HUKUM ANTARA PARA KREDITUR (BANK) DENGAN DEBITUR (NASABAH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI DAN HUBUNGAN HUKUM ANTARA PARA KREDITUR (BANK) DENGAN DEBITUR (NASABAH)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI DAN HUBUNGAN HUKUM ANTARA PARA KREDITUR (BANK) DENGAN DEBITUR (NASABAH)

A. Pengertian Perjanjian Kredit pada Umumnya

Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “credere” yang berarti kepercayaan. Seseorang yang memperoleh kredit berarti memperoleh kepercayaan. Dengan demikian, dasar dari suatu kredit adalah kepercayaan.55 Secara umum kredit diartikan sebagai fasilitas dalam meminjam uang berdasarkan persetujuan pinjam meminjam.

Di dalam Pasal 1 butir (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan mendefinisikan kredit sebagai berikut :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, Marhainis Abdul Hay mengemukakan

55

Edy Putra The Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1989, hal.1.

(2)

tentang pengertian perjanjian kredit (Bank) dapat diidentifikasi dari Pasal 1754 KUH Perdata tentang pinjam meminjam. Pasal 1754 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut

Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum yang dimaksud dengan perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam berupa uang antara pihak yang satu (kreditor) dengan pihak lain (debitor) dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.

Sedangkan jika dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan pembayaran. Maksudnya di sini adalah bahwa pengembalian atas penerimaan uang dan atau suatu barang tidak dilakukan bersamaan pada saat menerima, akan tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa inti dari arti kredit adalah kepercayaan.56

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kredit adalah suatu kepercayaan yang diberikan oleh bank kepada penerima kredit atau debitor, di mana kredit yang diberikan oleh bank akan dibayar kembali oleh oleh debitor pada masa yang akan datang sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.

56

(3)

Perjanjian kredit sendiri dikelompokkan ke dalam bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Menurut Buku III Kitab Undangundang Hukum Perdata yang mengatur tentang perikatan, perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam meminjam mempunyai sifat riil. Riil di sini salah satunya adalah dalam bentuk perjanjian pinjam mengganti yang diatur dalam Bab XIII Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Menurut Marhainis A.H., ketentuan dalam Pasal 1754 Kitab Undang Undang Hukum Perdata tentang perjanjian pinjam mengganti mempunyai pengertian yang identik dengan perjanjian kredit bank. Sebagai konsekuensinya haruslah dikatakan bahwa perjanjian kredit bersifat riil.57

Perjanjian pinjam mengganti dalam Pasal 1754 Kitab Undangundang Hukum Perdata diartikan sebagai berikut :

“Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”

Ketentuan Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut oleh Wiryono Prodjodikoro58 ditafsirkan sebagai persetujuan yang bersifat riil. Karena dalam ketentuan Pasal 1754 Kitab Undangundang Hukum Perdata tidak disebutkan

57

Marhainis A.H., Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979, hal. 147.

58

Wiryono Prodjodikoro, Pokok-pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Bandung, 1981, hal. 137.

(4)

bahwa pihak pertama mengikatkan diri untuk memberikan suatu jumlah tertentu barangbarang yang menghabis, melainkan pihak pertama memberikan suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian.

Dalam praktek perjanjian pinjam meminjam uang biasanya pihak kreditor meminta kepada pihak debitor untuk memberikan jaminan yang berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan sejumlah utang. Karena perjanjian pinjam meminjam merupakan suatu persetujuan, maka dalam pelaksanaannya haruslah memenuhi syaratsyarat sahnya suatu perjanjian. Hal ini dimaksudkan agar perbuatan hukum yang dilakukan mempunyai kekuatan yang mengikat bagi kedua belah pihak.

Syarat sahnya perjanjian tersebut diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :

1. Kata sepakat dari pihak yang mengikat dirinya; 2. Kecakapan dalam membuat suatu perikatan; 3. Ada sesuatu hal yang diperjanjikan;

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat 1 dan 2 merupakan syarat subyektif karena mengenai orang atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat 3 dan 4 merupakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.59

59

(5)

Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat obyektif, maka akibatnya perjanjian tersebut batal demi hukum.

Suatu perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka sendiri dan perjanjian itu tidak mengikat pihak ketiga yang berada di luar perjanjian.60 Suatu perjanjian melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya. Kewajiban yang dimaksud dalam hal ini adalah pemberian prestasi yang misalnya berupa uang atau barang serta adanya kontraprestasi berupa pengembalian pinjaman sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. Kewajiban ini harus dipenuhi oleh debitor sebagai pihak yang menerima kredit. Sedang hak yang harus diterima oleh kreditor adalah berupa penerimaan pelunasan utang dari debitor.

Dalam prakteknya, guna mengamankan pemberian kredit umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (standard contract) yang dapat dibuat di bawah tangan ataupun dibuat secara notariil. Perjanjian kredit yang merupakan perjanjian baku (standard contract) di mana isi atau klausula-klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko), tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu.

Bertitik tolak dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa suatu perjanjian kredit terbit dari suatu perjanjian pinjam meminjam antara bank atau kreditor dengan nasabah atau debitor. Perjanjian pinjam meminjam tersebut lahir sejak dicapainya

60 Ibid

(6)

kata sepakat antara kedua belah pihak. Oleh karena prestasi saat pemberian uang dari bank kepada nasabah dengan prestasi pengembalian uang dari debitor kepada kreditor terdapat tenggang waktu yang dapat menimbulkan suatu risiko bagi bank, maka bank harus mempunyai kepercayaan bahwa debitor akan mampu mengembalikan pinjamannya sesuai dengan waktu yang dijanjikan.

Lebih lanjut Munir Fuady mengatakan, bahwa dari pengertian kredit di atas, terdapat unsur-unsur kredit sebagai berikut :61

a. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditor dengan debitor, yang disebut dengan perjanjian kredit.

b. Adanya para pihak, yaitu pihak “kreditor” sebagai pihak yang memberikan pinjaman, seperti bank, dan pihak “debitor” yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.

c. Adanya unsur kepercayaan dari kreditor bahwa pihak debitor mau dan mampu membayar/mencicil kreditnya.

d. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitor.

e. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditor kepada pihak debitor.

f. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak debitor kepada kreditor, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan.

61

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 5.

(7)

g. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditor dengan pengembalian kredit oleh debitor.

h. Adanya risiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tengggang waktu pengembalian, semakin besar risiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.

1. Sifat Perjanjian Kredit Bank

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, yang dimaksud dengan perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang, perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima peminjaman mengenai hubungan-hubungan antara keduanya.62

Menurut Muchlis Sutopo bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, di mana baik secara sosial maupun secara ekonomi pihak debitor dan kreditor memperoleh keuntungan dan mengalami peningkatan kesejahteraan, sedangkan bagi negara mengalami penambahan penerimaan dan pajak.63

Sedangkan R. Subekti, mengatakan bahwa :64

Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769, di mana pinjam meminjam di sini adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada suatu jumlah

62

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, bandung, 1991,hal. 23.

63

Muchlis Sutopo, Pokok-pokok Manajemen Perkreditan, 1989, hal. 32. 64

R. Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1986, hal. 13.

(8)

tertentu, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.

Berdasarkan pendapat para sarjana di atas, dapat diketahui bahwa sifat dari perjanjian kredit bank adalah riil di mana suatu perjanjian baru terjadi setelah tercapainya suatu kesepakatan antara para pihak dan adanya penyerahan uang atau benda.

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam rangka membantu pemerintah untuk mencapai kemakmuran khususnya dalam bidang perekonomian. Dari uraian tersebut maka fungsi kredit dalam kehidupan perekonomian perdagangan secara garis besar adalah sebagai berikut :65 1. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari modal atau uang;

2. Kredit dapat meningkat daya guna suatu barang;

3. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha dari masyarakat; 4. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Adapun menurut C. H. Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi yaitu :66

1. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya; 2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasanbatasan hak dan

kewajiban di antara kreditor dan debitor;

65

Muchdarsyah Sinungan, Dasar-dasar dan Teknik manajemen Kredit, PT. Bina Aksara, Jakarta,1993, hal. 14.

66

C. H. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausula-klausula Perjanjian Kredit Bank dan Manajemen, 1992,hal. 64.

(9)

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melaksanakan monitoring kredit. Sedangkan fungsi kredit perbankan menurut Munir Fuady, antara lain adalah:67

1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.

Para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan atau dapat menyimpan uangnya pada lembaga keuangan dan diberikan kepada perusahaan lain, untuk meningkatkan produksi atau usahanya.

2. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang.

Kredit uang yang disalurkan melalui rekening biro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, bilyet giro, dan wesel sehingga dapat meningkatkan peredaran uang giral. Di samping itu, kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal.

3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang.

Dengan mendapat kredit, pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat.

4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha pengendalian inflasi, peningkatan ekspor dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Untuk itu kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan pembatasan

67

(10)

kualitatif dan kuantitatif, tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

5. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.

Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek-proyek baru akan membutuhkan tenaga kerja, dengan tertampungnya tenaga kerja tersebut maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

6. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

Bank-bank di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan-perusahaan di dalam negeri.

2. Macam-macam Kredit Bank

Kredit banyak jenisnya karena dapat digolongkan berdasarkan kriteria yang digunakan :68

1. Penggolongan Berdasarkan Jangka Waktu

Apabila jangka waktu digunakan sebagai kriteria, maka suatu kredit dapat dibagi ke dalam:

a. Kredit Jangka Pendek; yakni kredit yang jangka waktunya tidak melebihi 1 tahun.

68

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 238-240.

(11)

b. Kredit Jangka Menengah; yaitu kredit yang mempunyai jangka waktu antara 1 sampai 3 tahun.

c. Kredit Jangka Panjang; dalam hal ini merupakan kredit yang mempunyai jangka waktu di atas 3 tahun.

2. Penggolongan Berdasarkan Dokumentasi yaitu: a. Kredit dengan perjanjian kredit tertulis.

b. Kredit tanpa surat perjanjian kredit. Untuk itu dapat dibagi ke dalam: 1) Kredit lisan.

Tetapi ini sangat jarang dilakukan.

2) Kredit dengan instrumen surat berharga. Misalnya kredit yang hanya lewat dokumen promes (promissory note), obligasi (bonds), kartu kredit, dan sebagainya.

3) Kredit Cerukan (overdraft) Kredit seperti ini timbul karena:

- penarikan/pembebanan giro yang melampaui saldonya. - penarikan/pembebanan R/C yang melampaui plafonnya. 3. Penggolongan Berdasarkan Bidang Ekonomi

Dalam hal ini suatu kredit dapat dibagi ke dalam:

a. Kredit untuk sektor pertanian, perburuhan dan sarana pertanian. b. Kredit untuk sektor pertambangan.

c. Kredit untuk sektor perindustrian. d. Kredit untuk sektor listrik, gas, dan air.

(12)

e. Kredit untuk sektor konstruksi.

f. Kredit untuk sektor perdagangan, restoran, dan hotel. g. Kredit pengangkutan, perdagangan, dan komunikasi. h. Kredit untuk sektor jasa.

i. Kredit untuk sektor lain-lain.

4. Penggolongan Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaannya Untuk itu kredit dibagi ke dalam:

a. Kredit Konsumtif. Ini merupakan kredit yang diberikan kepada debitor untuk keperluan konsumsi seperti kredit profesi, kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor, pembelian alat-alat rumah tangga, dan lain-lain sebagainya.

b. Kredit Produktif, yang terdiri dari:

1) Kredit Investasi; yang dipergunakan untuk membeli barang modal atau barang-barang tahan lama, seperti tanah, mesin, dan sebagainya. Namun demikian, sering juga kredit ini digolongkan ke dalam kredit investasi adalah apa yang disebut sebagai Kredit Bantuan Proyek.

2) Kredit Modal Kerja (Working Capital Credit/Kredit Eksploitasi); untuk membiayai modal lancar yang habis dalam pemakaian, seperti untuk barang dagangan, bahan baku, overhead produksi, dan sebagainya.

3) Kredit Likuiditas; diberikan dengan tujuan untuk membantu perusahaan yang sedang kesulitan likuiditas. Misalnya kredit likuiditas dari Bank Indonesia yang diberikan untuk bank-bank yang memiliki likuiditas di bawah bentuk uang.

(13)

5. Penggolongan Kredit Berdasarkan Objek yang Ditransfer Dapat dibagi ke dalam:

a. Kredit Uang (Money Credit), di mana pemberian dan pengembalian kredit dilakukan dalam bentuk uang.

b. Kredit Bukan Uang (Non Money Credit, Mercantile Credit, Merchant Credit), di mana diberikan dalam bentuk barang dan jasa dan pengembaliannya dilakukan dalam bentuk uang.

6. Penggolongan Kredit Berdasarkan Waktu Pencairannya. Dalam hal ini suatu kredit dapat dibagi lagi ke dalam:

a. Kredit Tunai (Cash Credit), di mana pencairan kredit dilakukan dengan tunai atau pemindahbukuan ke dalam rekening debitor.

b. Kredit Tidak Tunai (Non Cash Credit), di mana kredit tidak dibayar pada saat pinjaman dibuat. Termasuk ke dalam penggolongan ini misalnya:

1) Garansi Bank atau Stand By L/C. Dalam hal ini bank akan membayar apabila terjadi perbuatan tertentu, misalnya jika pada suatu saat pihak pemohon garansi tidak melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain, maka dalam hal seperti ini banklah yang akan membayarnya.

2) Letter of Credit, yang merupakan jaminan kepada penjual/pengirim barang di mana bank akan membayar sejumlahuang jika dokumen-dokumen tertentu dipenuhi oleh penjual/pengirim barang.

7. Penggolongan Kredit Menurut Cara Penarikannya. Apabila dilihat dari segi penarikannya, maka suatu kredit dapat dibagi ke dalam:

(14)

a. Kredit Sekali Jadi (Alfopend). Yakni kredit yang pencairan dananya dilakukan sekaligus, misalnya secara tunai ataupun secara pemindahbukuan.

b. Kredit Rekening Koran. Dalam hal ini, baik penyediaan dana maupun penarikan dana tidak dilakukan sekaligus, melainkan secara tidak teratur kapan saja dan berulang kali. Penarikan dana oleh nasabah dilakukan selama plafon kredit masih tersedia, dilakukan dengan melalui pemindahbukuan, penarikan cek, bilyet, giro, atau perintah pemindahbukuan lainnya.

c. Kredit Berulang-ulang (Revolving Loan). Kredit semacam ini biasanya diberikan terhadap debitor yang tidak memerlukan kredit sekaligus, melainkan secara berulang-ulang sesuai kebutuhan, asalkan masih dalam batas maksimum dan masih dalam jangka waktu yang diperjanjikan. Berbeda dengan kredit rekening koran, maka kredit berulang-ulang ini lebih dibatasi (tidak dalam arti seluas-luasnya), terutama dalam hal penarikan dan penyetorannya.

d. Kredit Bertahap. Kredit bertahap ini merupakan kredit yang pencairan dananya dilakukan secara bertahap dalam beberapa termin, misalnya tranche I, II, III, dan IV.

e. Kredit Tiap Transaksi (self-liquidating atau eenmalige transactie crediet). Merupakan kredit yang diberikan untuk satu transaksi tertentu, di mana pengembalian kredit diambil dari hasil transaksi yang bersangkutan. Berbeda dengan revolving credit, maka kredit eenmalige ini tidak ditarik dananya

(15)

secara berulang-ulang, melainkan sekaligus saja, yakni untuk tiap transaksi saja.

8. Penggolongan Kredit dilihat dari Pihak Kreditornya

Apabila dilihat dari segi pihak pemberi kredit, maka suatu kredit dapat digolong- golongkan ke dalam:

a. Kredit Terorganisasi (Organized Credit), yakni kredit yang diberikan oleh badan-badan yang terorganisir secara legal dan memang berwenang memberikan kredit. Misalnya bank, koperasi, dan sebagainya.

b. Kredit Tidak Terorganisasi (Unorganized Credit). Merupakan kredit yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun badan yang tidak resmi untuk memberikan kredit. Kredit tidak terorganisasi ini dapat dipilah-pilah ke dalam kategori sebagai berikut:

1) Kredit Rentenir, yakni kredit yang diberikan oleh perorangan atau badan tidak resmi untuk memberikan kredit, yang sering dijuluki lintah darat. 2) Kredit Penjual, merupakan kredit yang diberikan oleh penjual kepada

pembeli dalam suatu jual-beli, di mana barang segera diserahkan sementara harga barang dibayar kemudian secara kredit.

3) Kredit Pembeli, yang dimaksudkan adalah kredit yang juga terbit dari jual-beli, di mana uang pembelian segera diserahkan sementara barangnya diserahkan di kemudian hari. Misalnya seperti yang sering dipraktekkan dalam pembelian bahan bangunan, dan lain-lain.

(16)

Apabila ditinjau dari segi asal negara dari mana kreditor berada, maka suatu kredit dapat digolong-golongkan sebagai berikut:

a. Kredit Domestik (Domestic/Onshore Credit)

Ini merupakan kredit yang debitornya/kreditor utamanya berasal dari dalam negeri.

b. Kredit Luar Negeri (Foreign/Offshore Credit)

Merupakan kredit dengan kreditor atau kreditor utamanya berasal dari luar negeri

10.Penggolongan Kreditor Berdasarkan Jumlah Kreditor

Berdasarkan berapa banyaknya jumlah kreditor, maka suatu kredit dapat dibagi ke dalam:

a. Kredit dengan Kreditor Tunggal

Yakni kredit yang kreditornya hanya satu orang/satu badan hukum saja. Ini yang sering disebut dengan Single Loan.

b. Kredit Sindikasi (Syndicated Credit)

Ini merupakan kredit dimana pihak krediturnya terdiri dari beberapa badan hukum, dimana biasanya salah satu di antara kreditur tersebut bertindak sebagai Lead Creditor/Lead Bank.

3. Dokumen dalam Perjanjian Kredit

Dalam setiap transaksi kredit, di samping perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok terdapat juga dokumen-dokumen lain yang menyertai, mengikuti atau mendahului perjanjian kredit tersebut.

(17)

Dokumen-dokumen lain yang menyertai, mengikuti atau mendahului perjanjian kredit tersebut antara lain:69

1. Dokumen Pendahuluan.

Ada beberapa dokumen yang dibuat sebelum ditandatanganinya suatu perjanjian kredit. Dokumen-dokumen tersebut dapat disebut dengan “Dokumen Pendahuluan” dan biasanya berisi data finansial atau garis besar data tentang term

dan condition dari perjanjian kredit yang akan ditandatangani kelak. 2. Dokumen Jaminan.

Ada juga beberapa dokumentasi yang menyertai perjanjian kredit yang dapat disebut sebagai “Dokumen Jaminan”. Seluruh dokumen ini secara yuridis dianggap sebagai dokumen yang “acessoir”.

Maksudnya adalah bahwa perjanjian jaminan tersebut merupakan bagian dari perjanjian pokok. Sehingga apabila perjanjian pokok yang dalam hal ini adalah perjanjian kredit karena suatu alasan dinyatakan batal atau tidak berlaku secara hukum, maka perjanjian jaminan pun tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.

3. Dokumen Legalitas

Yakni yang merupakan dokumen-dokumen “pengaman” yang biasanya non notariil, dibuat dengan tujuan agar terjaminnya keabsahan dari perjanjian kredit dan pelaksanannya nanti.

4. Dokumen Instrumentalia.

69

(18)

Beberapa dokumen yang dibuat dalam hubungan dengan perjanjian kredit hanya bersifat instrumentalia saja, yang termasuk dalam dokumen instrumentalia ini antara lain adalah :

a. Pengakuan hutang murni; b. Pemberitahuan penarikan; c. Promes;

d. Surat aksep; dan lain-lain.

B. Perjanjian Kredit Sindikasi pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Kredit Sindikasi

Dilihat dari hubungan hukum antara pemberi kredit (lender) dan debitur

(borrower), ada tiga macam cara bagi seorang debitur dalam memperoleh kredit untuk keperluan usahanya dari lembaga pemberi kredit. Cara yang pertama, debitur memperoleh kredit hanya dari satu lembaga pemberi kredit bagi seluruh kebutuhan kreditnya. Cara yang kedua, debitur menerima kredit dari beberapa pemberi kredit secara terpisah guna memperoleh seluruh jumlah kebutuhan kreditnya. Artinya, terdapat beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur dan masing-masing lembaga pemberi kredit tersebut. Secara hukum, masing-masing perjanjian kredit itu tidak berhubungan satu sama lain kecuali apabila di dalam masing-masing perjanjian kredit dicantumkan cross default clause, yaitu suatu klausul yang berisi pernyataan hukum yang mengikat para pihak bahwa apabila debitur mengalami kemacetan kredit yang diperoleh dari lembaga pemberi kredit yang lain, maka kredit yang diterima debitur berdasarkan perjanjian tersebut menjadi demi hukum default dan

(19)

dengan demikian pemberi kredit berhak untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh kredit sekalipun jangka waktu kredit belum berakhir atau masa penyicilan belum tiba saatnya. Cara yang ketiga, debitur memperoleh kredit dari suatu sindikasi yang anggotanya terdiri atas lembaga-lembaga pemberi kredit. Pada cara yang ketiga ini, terdapat satu perjanjian kredit saja, yaitu perjanjian antara debitur dengan sindikasi sebagai pemberi kredit.70

Sebelum melangkah lebih jauh mengenai kredit sindikasi, haruslah terlebih dahulu dibedakan antara kredit sindikasi dan sindikasi kredit. Sindikasi kredit adalah suatu sindikasi yang peserta-pesertanya terdiri dari lembaga-lembaga pemberi kredit yang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan kredit kepada suatu perusahaan yang memerlukan kredit untuk membiayai suatu proyek, sedangkan yang dimaksud dengan kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan oleh sindikasi kredit.71

Kredit sindikasi adalah pinjaman yang diberikan dua atau lebih lembaga keuangan dengan persyaratan dan kondisi yang serupa, menggunakan dokumentasi yang umum dan ditatausahakan oleh suatu Agent Bank, disusun oleh arranger yang bertugas dan bertanggungjawab mulai dari proses solisitasi (permintaan pinjaman) nasabah sampai dengan proses penandatanganan kredit.72

Berdasarkan artikel yang ditulis oleh White & Case, sebuah lawfirm terkenal di Amerika Serikat, yang berjudul Syndicated Loan Resemble Shared Taxis pada

70

Sutan Remy Sjahdeini,Op. cit, hal 1-2. 71Ibid.

72

Priasmoro Prawiroardjo, Pinjaman Sindikasi, Jakarta-Jakarta, Edisi No. 377, 25 September-1 Oktober September-1993, hal.75.

(20)

tahun 2002, sebagaimana dikutip oleh Sutan Remi Sjahdeini, dalam bukunya bahwa kredit sindikasi dapat diartikan sebagai dana yang diberikan secara bersama-sama oleh beberapa bank berdasarkan satu perjanjian kredit saja, dan pada saat yang sama diberikan juga oleh masing-masing bank tersebut.73

Pada umumnya, kredit sindikasi memiliki kesamaan dengan kredit biasa.74 Keduanya sama-sama merupakan upaya bank untuk menyalurkan dana kepada pihak yang membutuhkannya untuk dipergunakan sebagai modal kerja atau keperluan investasi dalam jangka waktu tertentu. Namun demikian, terdapat banyak faktor yang membedakan keduanya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor Perjanjian Kredit

Dalam perjanjian kredit sindikasi terdapat ketentuan mengenai hubungan hukum antara debitur dengan pihak-pihak terkait, seperti participants dan Agent Bank.

2. Faktor Lead Manager

Dalam kredit sindikasi diperlukan satu pihak dari peserta sindikasi untuk memimpin mereka dalam melakukan kredit sindikasi. Pihak ini disebut Lead Manager.

3. Faktor Suku Bunga

Pada kredit sindikasi. Ada kalanya dilakukan negosiasi khusus mengenai tingkat suku bunga yang akan dibebankan kepada debitur bersangkutan. Biasanya sistem suku bunga yang digunakan adalah Fixed Rate atau Floating Rate.

73

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit,,hal.4-5. 74

(21)

4. Faktor Market

Target yang dituju dalam kredit sindikasi biasanya adalah perseroan terbatas. 5. Faktor Jangka Waktu

Pada umumnya kredit sindikasi berjangka waktu panjang, antara 3-15 tahun.

Perjanjian kredit sindikasi merupakan dokumen yang paling penting di antara dokumen-dokumen lain yang menyangkut pemberian kredit sindikasi. Dalam perjanjian kredit sindikasi diatur segala macam bentuk hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, baik pihak pemberi kredit (lenders) atau kreditor maupun debitor (borrower). Di dalam perjanjian kredit tersebut juga ditentukan kewenangan dan kewajiban dari agent bank yang ditunjuk. Bila terjadi perbedaan pendapat atau sengketa di antar para pihak berkaitan dengan pelaksanaan fasilitas kredit sindikasi ini, maka perjanjian kredit sindikasi itulah yang akan dijadikan dasar dan rujukan bagi para pihak untuk menyelesaikan perbedaan pendapat atau sengketa di antara mereka. Dengan kata lain, tujuan dari dibuatnya perjanjian kredit itu adalah untuk menjadi dasar rujukan bagi penyelesaian sengketa yang timbul di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian itu.75

Perjanjian kredit sindikasi dapat dibuat sendiri oleh bank dengan ataupun tanpa bantuan notaris atau konsultan hukum. Perjanjian kredit sindikasi dapat dibuat dengan hanya terdiri dari beberapa halaman, namun dapat pula dibuat hingga puluhan

75

(22)

halaman. Namun, baik tebal maupun tipis, keduanya tetap memiliki kekuatan hukum yang sama dan mengikat para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut.76 Para pihak yang ikut serta menandatangani perjanjian itu harus memastikan bahwa hak-hak dan kepentingan-kepentingannya terhadap pihak-pihak lain harus diatur, sehingga apabila timbul perselisihan atau sengketa posisinya menjadi lebih kuat.

Dalam praktek sering perjanjian kredit sindikasi dibuat oleh bank-bank peserta kredit sindikasi dengan terlebih dahulu meminta advis/nasihat hukum dari masing-masing konsultan hukum dan kemudian setelah di buat klausul-klausul nantinya akan diserahkan kepada notaris yang ditunjuk untuk kemudian dituangkan dalam suatu bentuk akta yang akan ditandatangani oleh para pihak.77

2. Ciri - Ciri Utama Kredit Sindikasi

Ada beberapa ciri – ciri utama dari suatu kredit sindikasi yang perlu diketahui. Ciri – ciri tersebut adalah :

1. Terdiri atas lebih dari satu pemberi kredit

Kredit sindikasi selalu diberikan oleh lebih dari satu pemberi kredit sebagai peserta dari sindikasi kredit.

2. Besarnya jumlah kredit

Kredit sindikasi adalah suatu teknik bagi suatu bank untuk dapat menyebarkan resiko dalam pemberian kredit. Oleh karena itu biasanya tidak cocok untuk kredit yang

76Ibid.

, hal.190. 77

Wawancara dengan Bapak Pohan Djingga, Branch Manager Bank UOB Indonesia, tanggal 2 Agustus 2010

(23)

jumlahnya kecil, dimana tidak ada alasan bagi bank tersebut untuk tidak membiayai sendiri seluruh jumlah kredit yang kecil itu.

Namun ada keadaan – keadaan dimana suatu pinjaman mencapai suatu jumlah sedemikian rupa besarnya sehingga dirasakan terlalu besar bagi bank tersebut untuk dapat memikulnya sendiri. Apabila bank tersebut merasa bahwa resikonya terlalu besar bagi bank tersebut bila seluruh permintaan sesuatu nasabah tertentu dipikul sendiri, sekalipun mungkin dari segi ketentuan legal lending limit atau batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dari bank tersebut belum terlampaui.

3. Jangka waktu

Pada umumnya kredit sindikasi berjangka waktu menengah (medium term) atau berjangka waktu panjang (long-term), sekalipun tidak ada alasan mengapa tidak mungkin kredit sindikasi diberikan juga dalam jangka waktu pendek (short-term). Dalam termonologi kredit sindikasi belum ada kesamaan mengenai apa yang dimaksudkan short, medium dan long. Namun pada umumnya short berarti sampai dengan 1 tahun, medium berarti antara 1- 5 tahun dan long berarti diatas 5 tahun. 4. Bunga

Pada umumnya bunga dari kredit sindikasi bersifat mengambang (floating rate) yang disesuaikan setiap jangka waktu tertentu, misalnya setiap 3 bulan sekali. Untuk menetapkan bunga kredit sindikasi dalam kurs rupiah yaitu berpatokan pada JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate). Sekalipun bunga dari kredit sindikasi bersifat mengambang (floating rate), namun dimungkinkan pula bagi pemberian kredit sindikasi dengan bunga yang tetap sepanjang jangka waktu kredit.

(24)

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/11/PBI/2004, JIBOR adalah bank-bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang menjadi acuan dalam menetapkan suku bunga JIBOR.

5. Tanggung jawab berbagi

Meskipun suatu fasilitas kredit sindikasi adalah suatu totalitas dan bukannya kombinasi dari sejumlah fasilitas bilateral, namun bertanggung jawab dari masing – masing bank peserta dalam sindikasi itu tidak bersifat tanggung renteng. Artinya, bahwa masing – masing bank peserta hanya bertanggung jawab untuk bagian jumlah kredit yang menjadi komitmennya. Tanggung jawab dari masing – masing bank di dalam sindikasi tidak merupakan tanggung jawab dimana suatu bank menjamin bank lainnya.

6. Dokumentasi Kredit

Dokumentasi kredit (loan documentation) yang sama bagi semua peserta sindikasi merupakan ciri yang penting dari suatu kredit sindikasi.

Dokumentasi kredit tersebut adalah dasar bagi administrasi kredit sindikasi tersebut selama jangka waktunya. Untuk mencapai keseragaman dalam pelaksanaannya di antara bank – bank peserta sindikasi, maka ditunjuklah satu bank diantara bank-bank peserta itu sebagai agen (agent bank) untuk bertindak sebagai kuasa dari bank-bank peserta sindikasi dengan tugas mengadministrasikan kredit tersebut setelah perjanjian kreditnya ditandatangani.

(25)

7. Publisitas

Ciri lain yang membedakan antara pinjaman bilateral dengan kredit sindikasi adalah keharusan bagi kredit sindikasi itu untuk dipublikasikan (diketahui oleh umum). Publisitas ini dilakukan setelah perjanjian kredit sindikasi ditandatangani.

Sedangkan dalam Club Deal, masing-masing kreditur dan debitur mempunyai perjanjian kredit (bilateral), dan para kreditur bermaksud berbagi jaminan dengan kreditur lain, yang pelaksanaannya dilakukan oleh agen jaminan yang diangkat oleh para kreditur tersebut.78

3. Dasar Hukum Perjanjian Kredit Sindikasi

Dasar hukum dari Perjanjian Kredit Sindikasi (PKS) adalah Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) juncto Pasal 1338 KUHPerdata. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.79 Perjanjian tersebut sudah sah dan mengikat apabila telah memenuhi empat syarat yaitu:

1. adanya kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian, 2. kecakapan para pihak untuk membuat suatu perjanjian, 3. suatu hal tertentu,

4. suatu sebab yang halal. Dalam hukum perjanjian berlaku suatu asas yang disebut dengan asas konsensualitas, artinya perjanjian mengikat apabila telah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok dari perjanjian itu.

78

Fennieka Kristianto, Kewenangan Menggugat Pailit Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi, Minerva Athena Pressindo, Jakarta, 2009,hal.14-15

79

(26)

Selain itu, berlaku pula asas kebebasan berkontrak dimana diberikan kebebasan yang seluas-luasnya oleh Undang-Undang kepada para pihak dalam perjanjian untuk membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum. Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian itu merupakan Undang-Undang yang berlaku bagi pembuat perjanjian, sehingga mengikat mereka yang membuatnya untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan tersebut.80

Salah satu dasar yang cukup jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah dari bunyi Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dimana disebutkan bahwa kredit diberi berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain.81

Pencantuman kata-kata kesepakatan pinjam-meminjam di dalam pasal tersebut dapat diartikan bahwa pembentuk Undang-Undang bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank (kreditor) dan nasabah (debitor) yang berbentuk pinjam-meminjam. Dengan demikian, bagi hubungan kredit bank berlaku Buku Ketiga tentang perikatan pada umumnya, dan Bab Ketigabelas tentang pinjam-meminjam KUHPerdata khususnya.82 4. Fungsi Kredit Sindikasi

Pemberian kredit sindikasi sebagai kredit yang berbeda dari kredit biasa umumnya memberikan manfaat tidak hanya bagi pemberi kredit sindikasi, namun 80 Ibid, hal. 16 81 Ibid. 82 Ibid

(27)

juga bagi penerimanya. Adapun fungsi dari kredit sindikasi diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Fungsi bagi bank peserta kredit sindikasi

• memungkinkan bank peserta sindikasi untuk mengatasi masalah Batas

Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Legal Lending Limit.

• memungkinkan bank melakukan spread of the risk dalam pemberian

pinjaman.

2. Fungsi bagi nasabah peminjam

• memperoleh pinjaman dengan jumlah yang besar, yang biasanya tidak dapat

dipenuhi dari satu kreditur saja.

• memungkinkan nasabah memperoleh kredit dengan jumlah besar tanpa harus

membuang waktu berhubungan dengan banyak bank.

• menambah kredibilitas nasabah, apalagi bila peserta bank tersebut adalah

bank-bank ternama.

5. Para Pihak dan Isi dari Perjanjian Kredit Sindikasi

Dalam perjanjian kredit sindikasi tentu perlu melibatkan beberapa pihak yang juga memiliki kepentingan pada perjanjian kredit sindikasi tersebut. Selain itu, perjanjian kredit sindikasi juga mengatur beberapa kepentingan serta hak dan kewajiban dari pihak-pihak tersebut. Karenanya, isi dari perjanjian kredit sindikasi merupakan inti dari perjanjian yang wajib untuk diketahui dan dipahami.

(28)

Pihak yang terlibat dalam kredit sindikasi pada umumnya terdiri dari pihak

Borrower (debitur), Participating Banks/Lenders (kreditur), dan Syndicate leader

yang selain berperan sebagai lender, juga berperan sebagai Agent Bank.

Untuk lebih jelasnya, subyek hukum dari perjanjian kredit sindikasi adalah sebagai berikut:

1. Pihak Borrower

adalah nasabah peminjam kredit sindikasi. Nasabah ini pada umumnya berbentuk PT (perseroan terbatas). Dalam proses kredit sindikasi perlu diperhatikan status badan hukum dari pihak debitur dan siapa yang berhak menandatangani perjanjian kredit sindikasi bank. Hal ini bertujuan untuk memperjelas pihak mana yang dapat bertanggungjawab atau dituntut oleh pihak kreditur ketika terjadi perselisihan ataupun gagal bayar.

2. Pihak Arranger

yaitu bank yang mengatur segala proses perjanjian kredit sindikasi, mulai dari dimulainya proses kredit, menawarkan keikutsertaan kepada bank-bank lain, memonitor perjanjian kredit sindikasi sampai dengan penandatanganannya. Dalam menjalankan tugasnya ini, arranger mendapat fee yang lebih besar dibandingkan pihak lain dalam kredit sindikasi. Hal ini dikarenakan beratnya tugas arranger.

3. Lead Manager

Merupakan bank yang memimpin sindikasi. Ada kalanya peranan Lead Manager

(29)

ketika dibedakan antara bank yang berperan sebagai arranger dan bank yang berperan sebagai Lead Manager, maka bank yang berperan sebagai Lead Manager hanya bertugas untuk mengumpulkan bank-bank peserta sindikasi/menawarkan suatu proyek kepada bank-bank tersebut, dimana untuk tahap arrangement diserahkan pada bank lain yang berperan sebagai arranger. Hal ini dimaksudkan agar bank lead dapat berkosentrasi pada proyek-proyeknya yang lain.

4. Facility Agent

Merupakan bank yang berperan sebagai agen fasilitas kredit. Umumnya pada suatu kredit sindikasi akan di tunjuk satu bank selaku agen fasilitas kredit, dimana agen ini bertugas untuk memberitahukan kepada bank-bank peserta kredit sindikasi mengenai kapan waktu untuk mencairkan dana pinjaman ke rekening agen fasilitas yang selanjutnya dana tersebut akan disalurkan ke rekening

borrower. Begitu juga dangan pambayaran bunga, borrower diharuskan untuk membayar kepada rekening agen fasilitas, kemudian oleh agen fasilitas akan di bagikan kepada bank peserta sindikasi sesuai dengan keikutsertaan bank-bank tersebut.

5. Lender

Merupakan bank-bank yang tergabung dalam sindikasi kredit dan ikut serta membiayai kredit sindikasi.

Setelah mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian kredit sindikasi, aspek selanjutnya dalam perjanjian kredit sindikasi ini adalah isi dari

(30)

perjanjian kredit sindikasi. pokok yang diatur dalam perjanjian kredit sindikasi antara lain adalah mengenai jumlah utang, cara dan batas waktu pembayaran, penentuan bunga, jaminan, asuransi, penunjukkan agen dan manager, serta pilihan hukum.83

Selain itu, bahwa hampir dalam seluruh dokumen perjanjian kredit sindikasi dimuat sedikit-dikitnya 31 klausula, yaitu:84

1. Pendahuluan

Sebagaimana pada setiap perjanjian, di permulaan perjanjian selalu terdapat bagian pendahuluan. Dalam bagian ini dicantumkan siapa masing-masing pihak yang membuat dan terikat dengan perjanjian itu serta tanggal yang merupakan saat dibuatnya perjanjian kredit sindikasi.

2. Definisi

Pada bagian ini disebutkan definisi dari setiap istilah yang digunakan dalam perjanjian itu. Tujuannya adalah untuk memberikan kesatuan pengertian bagi semua pihak yang membuat perjanjian itu mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam perjanjian itu.

3. Penunjukkan Agent Bank

Salah satu tujuan dari dibuatnya perjanjian kredit sindikasi adalah untuk menunjuk Agent Bank, dan menerapkan tugas-tugasnya. Agent Bank

melaksanakan tugasnya bagi kepentingan semua kreditur atau anggota kredit sindikasi. Agent Bank bertugas mewakili para anggota sindikasi dalam

83

Gani Djemat, Kredit Sindikasi dan Masalahnya, Info Bank, Nomor 22, hal. 27. 84

(31)

berhubungan dengan debitur, bukan mewakili debitur dalam berhubungan dengan para kreditur.

4. Jumlah kredit dan self financing

Jumlah kredit yang diberikan oleh kreditur bukan tidak terbatas. Jumlah dari kredit sindikasi yang akan diberikan oleh bank-bank pemberi kredit yang menjadi anggota sindikasi ditentukan menurut kebutuhan yang diperlukan bagi pembiayaan proyek investasi debitur.

Disamping ditentukan berdasarkan kebutuhan pembiayaan untuk membiayai proyek tersebut, jumlah kredit sindikasi juga ditentukan berdasarkan berapa jumlah self financing dari debitur. Self financing adalah bagian dari biaya proyek tersebut yang menjadi bagian debitur. Jumlah kredit yang diberikan oleh bank-bank peserta kredit sindikasi adalah jumlah biaya yang diperlukan untuk membangun proyek tersebut, yang dalam istilah perbankan disebut dengan

project cost, dikurangi dengan jumlah self financing. Debitur diwajibkan untuk juga memiliki bagian dalam jumlah keseluruhan project cost agar debitur juga ikut menanggung resiko atas pembiayaan proyek itu. Dengan demikian debitur akan merasa ikut bertanggungjawab atas pembangunan proyek dan kelangsungan hidup proyek setelah pembangunannya.

5. Tujuan penggunaan kredit

Pencantuman klausul mengenai tujuan kredit dalam suatu perjanjian kredit merupakan suatu hal yang lazim. Begitu juga dalam perjanjian kredit sindikasi. Tujuan dari pencantuman klausul ini adalah:

(32)

a. untuk memastikan bahwa perjanjian tersebut tidak ilegal

b. sekalipun debitur menggunakan hasil dari kredit itu untuk tujuan-tujuan yang melanggar hukum, klausul itu memungkinkan sindikasi untuk menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui tentang tujuan ilegal dari penggunaan hasil dari kredit itu oleh debitur.

6. Jangka waktu kredit

Sebagaimana dalam perjanjian kredit pada umumnya, dalam perjanjian kredit sindikasi juga terdapat klausul yang menentukan batas waktu kredit tersebut harus dilunasi. Bila sampai batas waktu tersebut ternyata debitur tidak dapat melunasi kreditnya, maka debitur berada dalam keadaan ingkar janji (event of default). 7. Mata uang dari kredit

Penyediaan dana dapat ditentukan dalam satu atau sejumlah mata uang. Apabila dana tersebut harus disediakan dalam lebih dari satu mata uang maka mata uang tersebut harus ditentukan secara spesifik. Namun demikian, jumlah maksimum kredit yang diberikan kepada debitur ditentukan di dalam mata uang Rupiah ataupun US Dollar. Kredit yang diberikan dalam beberapa mata uang disebut multy currency loans.

Apabila diinginkan agar pelunasan kredit itu dilakukan dalam mata uang tertentu, maka untuk ketentuan yang demikian itu harus dibuat klausul yang jelas untuk memastikan bahwa mata uang pelunasan atas kredit itu sama dengan mata uang yang dipinjam atau dalam mata uang yang lain.

(33)

a. Bunga Biasa

Tingkat bunga dapat ditetapkan secara ‘mengambang’ (floating) atau secara ‘tetap’ (fixed). Tingkat bunga yang ditetapkan secara mengambang disebut ‘tingkat bunga mengambang atau ‘floating rate of interest’, sedangkan yang ditetapkan secara tetap disebut dengan ‘tingkat bunga tetap’ atau ‘fixed rate of interest’.

Bank-bank di Indonesia pada umumnya menetapkan bunga kredit pada debiturnya dengan fixed rate. Namun karena akhir-akhir ini tingkat bunga deposito yang sering berubah naik, maka bank-bank di Indonesia menetapkan tingkat bunga dengan floating rate. Apabila bank menetapkan tingkat bunga kreditnya dengan fixed rate, bank akan membahayakan dirinya sendiri.

Klausul penetapan bunga kredit bukan saja perlu dicantumkan demi kepentingan bank, tetapi juga demi kepentingan debitur. Dengan diketahui besarnya tingkat bunga yang harus dibayar kepada bank, maka debitur mengetahui bukan saja kewajibannya untuk membayar bunga tetapi juga batas tingkat bunga yang menjadi kewajibannya. Demi kepentingannya, perlu diketahui oleh debitur mengenai dasar perhitungan jumlah uang dari bunga yang harus dibayar, baik yang menyangkut jumlah uang dari bunga yang harus dibayar, jumlah hari perhitungan bunga maupun dasar penetapan prime rate-nya.

(34)

b. Bunga Tunggakan

Selain dari tingkat bunga yang biasa, yang ditetapkan baik dengan

fixed rate atau floating rate di dalam klausul yang menyangkut bunga bank biasa, dalam perjanjian kredit juga terdapat ketentuan mengenai bunga tunggakan. Bunga tunggakan adalah bunga yang tingkatnya lebih tinggi dari bunga biasa yang dibebankan terhadap tunggakan atas pembayaran angsuran atau pelunasan utang pokok. Menurut Rodger Fighe dalam bukunya yang berjudul Structuring Commercial Loan Agreements, bunga tunggakan bukan merupakan penalti terhadap debitur, namun dikarenakan debitur gagal untuk membayar angsuran atau pelunasan pinjaman pokok ketika sudah harus dibayar, maka bank mengalami resiko yang lebih tinggi bahwa kredit itu tidak dapat dilunasi oleh debitur. Menghadapi kenaikan risiko itu maka bank berhak untuk membebankan bunga yang lebih tinggi.

c. Bunga Berganda

Dalam praktik perbankan di Indonesia sudah menjadi kebiasaan untuk membebankan ‘bunga berganda’. Penerapan oleh bank-bank di Indonesia adalah membebankan bunga tunggakan terhadap bunga yang tertunggak selama sebulan. Dengan kata lain, apabila debitur tidak membayar bunga, dan pada perhitungan bunga bulan berikutnya bunga tersebut belum juga dibayar, maka bunga yang belum dibayar itu (yang tertunggak) ditambahkan ke dalam jumlah pinjaman pokok dan terhadapnya dikenakan juga bunga.

(35)

Dalam perjanjian-perjanjian kredit bank-bank di Indonesia tidak selalu tercantum klausul mengenai pembebanan bunga berganda ini, tetapi dalam penghitungan pembebanan bunga oleh bank ternyata debitur dibebani bunga tunggakan. Tampaknya, bank-bank menganggap bahwa karena pembebanan bunga berganda ini telah menjadi kebiasaan dalam praktik perbankan di Indonesia, maka ketentuan ini dianggap telah diperjanjikan.

Untuk perjanjian peminjaman uang dalam KUH Perdata, membebankan bunga berganda dimungkinkan sebagaimana diatur dalam pasal 1251:

“Bunga dari uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu permintaan di muka pengadilan, maupun karena persetujuan khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut mengenai bunga yang harus dibayar setahun”

Namun, praktik yang dilakukan oleh perbankan Indonesia dalam penghitungan bunga berganda bagi kredit bank jauh berbeda dengan ketentuan pasal 1251 KUHPerdata tersebut.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dari ketentuan pasal 1251 KUH Perdata tersebut adalah:

1) bunga yang dapat dibebani bunga harus merupakan bunga dari uang pokok (pinjaman pokok). Dengan demikian bunga atas bunga yang berasal dari bunga tidak dapat dibenarkan.

(36)

2) Bunga hanya dapat dibebankan atas bunga yang harus dibayar untuk satu tahun. Dengan demikian bunga atas bunga yang dihitung bulanan, apalagi harian, tidak dapat dibenarkan.

3) Harus telah diperjanjikan secara khusus sebelumnya. Apabila tidak telah diperjanjikan sebelumnya, maka pembebanannya hanya mungkin berdasarkan putusan pengadilan.

Jelaslah dari apa yang dikemukakan di atas mengenai batas-batas yang ditentukan oleh pasal 1251 KUH Perdata mengenai bunga berganda itu bahwa praktik perbankan tidak mengikuti cara pembebanan dan perhitungan yang berlaku bagi perjanjian peminjaman uang. Untuk kredit bank bukan saja bunga berganda sering tidak diperjanjikan dalam perjanjian kredit, tetapi juga bunga dibebankan atas bunga yang dipungut bulanan serta bunga dibebankan bukan atas bunga yang berasal dari pinjaman pokok saja, tetapi juga terhadap bunga yang berasal dari bunga. Sudah seharusnya dalam perjanjian kredit bank, pembebanan bunga berganda dan penghitungnnya diperjanjikan secara tegas.

9. Penarikan Kredit (Drawdown)

Perjanjian kredit sindikasi bukan merupakan perjanjian bilateral antara masing-masing bank peserta sindikasi dengan debitur.

Perjanjian kredit sindikasi adalah perjanjian multilateral, dengan salah satu bank peserta ditunjuk sebagai Agent Bank yang mewakili semua anggota sindikasi dalam berhubungan dengan debitur. Dengan pola ini, penarikan kredit dilakukan

(37)

melalui Agent Bank, yaitu yang menjadi perantara bank-bank anggota sindikasi untuk melakukan pembayaran-pembayaran kepada debitur, dan sebaliknya juga menerima angsuran-angsuran yang dilakukan oleh debitur. Dengan demikian, lalu lintas pembayaran tersebut tidak dilakukan antara masing-masing bank secara terpisah langsung dengan debitur, namun harus dilakukan melalui suatu rekening khusus yang ditatausahakan pada Agent Bank.

Agent Bank adalah kuasa dari dan oleh karena itu bertindak untuk dan atas nama masing-masing bank peserta. Sebagai konsekuensi yuridisnya apabila terjadi ingkar janji oleh salah satu bank peserta sindikasi, yaitu bahwa bank tersebut tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada debitur, maka debitur mempunyai ikatan yang langsung dengan peserta sindikasi itu dan bukan dengan Agent Bank.

Dalam perjanjian ditetapkan:

a) Suatu jangka waktu yang pasti dalam masa mana debitur diizinkan untuk menggunakan kredit;

b) Tempat dimana dana dari kredit itu disediakan. 10.Angsuran Debitur dan Jadwalnya

Menurut Andrew Fight dalam bukunya yang berjudul Syndicated Lending, ada tiga macam cara pelunasan, yaitu:

a) Amortizing Loans

Istilah ini dipakai untuk kredit-kredit yang memiliki jadwal angsuran atau pelunasan (repayment) dimana debitor harus melakukan angsuran dengan jumlah

(38)

angsuran yang sama pada tanggal-tanggal angsuran harus dilakukan sebagaimana ditentukan dalam jadwal angsuran tersebut.

b) Bullet Repayment

Istilah ini dipakai untuk suatu kredit yang berjangka waktu tertentu, misalnya berjangka waktu tiga tahun, yang pembayarannya tidak dilakukan dengan angsuran tetapi harus dilakukan sekaligus pada saat jangka waktu kredit tersebut berakhir.

c) Balloon Repayment

Istilah ini dipakai untuk suatu kredit dimana debitur diwajibkan untuk membayar angsuran secara teratur dengan jumlah kecil selama beberapa waktu di masa permulaan kredit itu diberikan dan harus membayar dalam jumlah yang besar pada sisa akhir jangka waktunya.

Dari ketiga cara pelunasan tersebut, amortizing loans adalah cara yang kebanyakan dipilih debitur kredit sindikasi.

Dalam kredit sindikasi dapat pula diberikan berupa revolving facility, yaitu suatu fasilitas dimana debitur dapat mengangsur kapanpun yang dikehendakinya atau pada saat-saat yang ditentukan berdasarkan jadwal waktunya dengan ketentuan debitur dapat menggunakan kembali angsuran kredit tersebut.

Dalam perjanjian kredit sindikasi lazim diperjanjikan bahwa debitur tidak mempunyai hak untuk melakukan angsuran hanya untuk melunasi kredit yang diberikan oleh bank peserta tertentu. Debitur juga tidak dapat melakukan angsuran langsung kepada salah satu atau kepada masing-masing bank peserta.

(39)

11.Jenis-jenis dan Besarnya Fees

Dalam perjanjian kredit sindikasi ditentukan jenis-jenis dan besarnya fee yang harus dibayar debitur. Fee tersebut dibayarkan kepada agent untuk kemiudian oleh agent dibayarkan kepada para kreditur. Jumlah dan jenis-jenis fee berlainan sesuai dengan perbedaan fasilitas yang diberikan kepada debitur. Sekalipun demikian, pada umumnya jenis-jenis fee terdiri dari commitment fee, arrangement fee, front end fee, dan agency fee.

12.Jenis-jenis Jaminan dan Cara Pengikatannya.

Pada umumnya jaminan kredit sindikasi yang harus disediakan oleh debitur adalah proyek yang dibiayai dengan kredit sindikasi itu. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan debitur memberikan jaminan tambahan, misalnya berupa

corporate guarantee, dan/atau berupa obligasi atau saham-saham baik milik debitur sendiri maupun pihak ketiga.

Cara pengikatan hukum atas jaminan-jaminan tersebut dilakukan berdasarkan sistem hukum yang berlaku sebagaimana ditentukan dalam perjanjian kredit itu sesuai dengan governing law yang dipilih oleh para pihak sebagaimana hal itu ditentukan dalam perjanjian kredit.

13.Conditions Precedents

Conditions precedent adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi dulu oleh debitur sebelum dapat menarik atau menggunakan dana kredit sindikasi yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit sindikasi yang telah ditandatangani antara debitur dan bank-bank pemberi kredit.

(40)

Menurut Robert Burgess dalam bukunya yang berjudul Corporate Finance Law, ketentuan-ketentuan conditions precedent terdiri dari dua kelompok yaitu:

a) Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi sebelum timbulnya hak dari debitur untuk menggunakan kredit

b) Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi setiap kali debitur akan melakukan kembali penggunaan kredit

Hal-hal yang diperlukan berkaitan dengan dokumen-dokumen yang menyangkut ketentuan-ketentuan dalam kelompok pertama adalah termasuk diterimanya: a) Penjaminan-penjaminan dan dokumen agunan lainnya

b) Salinan-salinan dari semua otorisasi yang diperlukan

c) Salinan-salinan dari semua persetujuan pemerintah dan badan yang berwenang mengatur lalu lintas devisa

d) Salinan-salinan dari semua anggaran dasar perusahaan pihak debitur e) Pendapat-pendapat yuridis dari ahli hukum

f) Untuk joint project financing, dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian-perjanjian kredit lainnya yang menyediakan tambahan pembiayaan untuk proyek itu telah dibuat

Sementara yang termasuk dalam kelompok yang kedua adalah ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a) Bahwa klausul representation dan warranties yang dibuat dan diberikan pada tanggal kredit tersebut ditarik, masih tetap benar

(41)

c) Bahwa promissory note yang merupakan bukti mengenai adanya kewajiban-kewajiban dari debitor telah diterima

d) Bahwa bukti mengenai adanya penerimaan uang telah diterima

e) Bahwa pendapat-pendapat tambahan dan dokumen-dokumen tambahan yang bertujuan untuk memuaskan pemberi kredit yang memastikan bahwa tidak telah terjadi perubahan terhadap hukum yang berlaku yang mungkin dapat mengakibatkan tidak sahnya kewajiban-kewajiban debitur, telah diterima. 14.Covenants

Robert Burgess dalam bukunya yang berjudul Corporate Finance Law

mengemukakan bahwa definisi dari covenants adalah hal-hal yang membebankan kewajiban-kewajiban pada prusahaan debitur yang bertujuan untuk melindungi kepentingan pemberi kredit. Covenants terdiri dari 2 jenis, yaitu:

a) positive/affirmative covenants;

yaitu ketentuan yang menentukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh seorang debitur

Menurut Tighe, yang termasuk kedalam affirmativecovenants adalah: (a) Keharusan untuk memelihara eksistensi perusahaan

(b) Keharusan bagi debitur untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku

(c) Menyalurkan bisnis dari perusahaan debitur menurut cara-cara yang patut efisien; membuat dan memelihara pembukuan perusahaan dan mengizinkan pembukuan itu untuk diaudit oleh pemberi kredit; untuk

(42)

membukukan dengan benar ke dalam pembukuan perusahaan semua transaksi dari perusahaan itu

(d) Membayar seluruh sewa, bunga kredit, dan biaya-biaya lainnya dengan tepat waktu dan mematuhi semua covenants yang mempengaruhi properti perusahaan

(e) Keharusan untuk memberi agunan kredit yang cukup untuk menjamin keseluruhan jumlah kredit

(f) Melakukan pendaftaran atas semua hak tanggungan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

(g) Keharusan untuk mempertahankan harta kekayaan perusahaan, antara lain dengan cara menjaga agar semua gedung, pabrik, dan mesin-mesin perusahaan selalu dalam keadaan terpelihara baik serta tidak merusak gedung, pabrik, dan mesin-mesin tersebut kecuali dengan maksud untuk melakukan penggantian

(h) Mengizinkan bank untuk melakukan pemeriksaan terhadap debitur

(i) Mengizinkan dilakukan audit oleh pemberi kredit terhadap bangunan-bangunan milik perusahaan

(j) Menginformasikan kepada pemberi kredit tentang adanya panggilan pengadilan atau tindakan-tindakan hukum yang mempengaruhi properti perusahaan baik yang telah ada sekarang maupun yang masih akan ada di kemudian hari

(43)

(k) Keharusan untuk menutup asuransi kerugian atas agunan kredit sampai jumlah yang cukup dibandingkan dengan jumlah kredit yang diberikan. (l) Menginformasikan kepada para pemberi kredit mengenai bisnis

perusahaan debitur dan memberikan kepada pemberi kredit semua informasi yang diperlukan oleh pemberi kredit; memberikan pada pemberi kredit laporan keuangan secara berkala.

(m)Keharusan bagi debitur untuk menyampaikan laporan stok bahan baku dari hasil produksinya.

(n) Membayar semua kewajiban pembayaan yang telah jatuh tempo berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah dibuat oleh debitur atau yang telah diwajibkan berdasarkan putusan-putusan pengadilan.

b) negative covenants;

yaitu ketentuan yang menentukan tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang debitur;

Sementara isi dari negative covenants pada umumnya menurut Burgess adalah bahwa debitur dilarang tanpa persetujuan pemberi kredit, untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

(a) Melakukan perubahan apapun yang bersangkutan dengan perubahan perusahaan selama kredit belum lunas.

(b) Membeli saham atau aset dari perusahaan lain, memberikan penjaminan atau kredit (lain daripada kredit perdagangan yang biasa), atau menerima kredit atau uang muka kecuali kepada perusahaan anak-anak.

(44)

(c) Membuat perjanjian-perjanjian sewa beli tanpa persetujuan bulat direksi. (d) Memindah-tangankan, menjual atau melepaskan dengan cara apapun seluruh

atau sebagian dari bisnis, penjaminan (undertaking), penyertaan (shareholding) dalam perusahaan-perusahaan anak, pemilikan atau penyewaan properti atau aset-aset perusahaan kecuali dalam rangka penggantian aset tersebut atau dalam rangka pembelian aset baru sebagaimana hal itu perlu dilakukan sehubungan dengan kegiatan perusahaan sebagaimana hal itu lazim dilakukan.

(e) meningkatkan fasilitas atau pensiun yang harus dibayarkan kepada para direktur atau mantan direktur di luar yang sudah dituangkan di dalam perjanjian antara perusahaan dengan mereka atau yang telah ditetapkan sebelumnya oleh manajemen secara tertulis.

(f) membayar dividen, melunasi modal kepada para pemegang saham kecuali sebagaimana telah ditentukan oleh anggaran dasar perusahaan.

Adapun fungsi dari covenants menurut Andrew fights dalam bukunya yang berjudul Syndicate Lending adalah:

(a) Untuk mencegah timbulnya bahaya yang dapat mengakibatkan perusahaan debitur berada dalam keadaan keuangan yang sulit

(b) Untuk menyediakan peringatan dini bagi bank ketika perusahaan debitur mulai mengalami masalah atau apabila sifat dari kegiatan operasi perusahaan mengalami perubahan secara signifikan

(45)

(c) Untuk membatasi ruang gerak bagi debitur agar tidak leluasa dalam melakukan hal-hal tertentu yang biasanya debitur akan tergoda untuk melakukannya ketika perusahaan debitur mengalami kesulitan keuangan. (d) Untuk memicu terjadinya keadaan cidera janji (loan default)

Selain affirmative dan negative covenants, terdapat pula covenants yang dapat digunakan dalam perjanjian kredit untuk memastikan bahwa debitur memenuhi kriteria kinerja keuangan yang dasar. Covenants yang demikian disebut financial covenants. Berikut ini dijelaskan financial covenants yang lazim dimuat dalam perjanjian kredit sindikasi yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan korporasi.

(a) Debt to Equity Ratio Covenant

Rasio ini adalah salah satu rasio terpenting. Klausul ini mensyaratkan bahwa pinjaman yang diperoleh oleh debitur tidak boleh pada setiap waktu kapan pun melebihi suatu perkalian tertentu dari jumlah modalnya (equity) yang terdiri atas modal saham dan akumulasi keuntungan atau cadangan.

Rasio ini dimakudkan untuk mengendalikan utang-utang yang akan dilakukan oleh debitur di kemudian hari demi menghindarkan debitur melakukan ekspansi bisnisnya dengan melakukan utang yang berlebihan (over-borrowing)

(b) Minimum Net Worth Covenant

Rasio ini merupakan pelengkap dari debt to equity ratio. Rasio ini menghendaki bahwa nilai dari tangible asset dikurangi semua outstanding liabilities harus tetap berada di atas tingkat tertentu.

(46)

Tujuan dari covenant ini adalah untuk mencegah dilakukannya likuidasi terhadap

revenue-generating assets yang bertujuan mengurangi tingkat utang yang tercantum di dalam neraca perusahaan, pada waktu perusahaan sedang mengalami kerugian.

(c) Current Ratio Covenant

Rasio ini menghendaki debitur memelihara rasio tertentu antara current asset

dan current liabilities di dalam neracanya. Tujuan dari penetapan rasio ini adalah untuk memastikan bahwa perusahaan debitur memiliki liquid assets yang cukup di dalam neracanya untuk memungkinkan perusahaan dapat membayar bunga dan pokok pinjaman, dengan cara melakukan likuidasi atas aset tersebut, apabila hal itu sampai terpaksa harus dilakukan demikian.

(d) Minimum Working Capital Covenant

Covenant ini berkaitan dengan current ratio covenant yang bertujuan untuk menjaga likuiditas dari perusahaan. Covenant ini menghendaki agar debitur menjaga supaya tingkat minimum dari liquid assets-nya melebihi current liabilities-nya yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan mendatang.

(e) Debt Service Ratio Covenant

Rasio ini menentukan bahwa pembayaran bunga dan angsuran pinjaman tidak melebihi suatu rasio tertentu dari keuntungan tahunan perusahaan sebelum pajak dan bunga.

(f) The Financial Information Covenant

(47)

bank-bank peserta sindikasi memperoleh informasi keuangan bukan saja yang telah dipublikasikan tetapi juga informasi keuangan lainnya yang diperlukan oleh bank-bank peserta sindikasi yang menurut bank-bank tersebut dapat dijadikan alat pemantauan atas kinerja perusahaan debitur.

(g) Asset Disposal Covenant

Covenant ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa kuantitas dan kualitas dari aset perusahaan debitur tetap terpelihara. Debitur dilarang untuk memindahtangankan revenue-generating assets dari perusahaan secara besar-besaran. Dimaksudkan pula bahwa debitur tidak boleh, termasuk juga perusahaan-perusahaan anak dari debitur, memindahtangankan assets melebihi nilai tertentu kecuali dalam rangka kegiatan bisnisnya (in ordinary course of its business)

(h) Merger Control Covenant

Di dalam praktik, lazim untuk mencantumkan klausul-klausul di dalam kredit yang melarang debitur untuk melakukan merger dengan perusahaan korporasi lainnya tanpa persetujuan bank-bank peserta sindikasi. Tujuan dari klausul ini adalah untuk memastikan tidak terjadinya perubahan identitas dari perusahaan debitur.

(i) Pari Passu Covenant

Berdasarkan covenant ini, debitur menjamin bahwa kewajiban-kewajiban debitur sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian kredit akan mempunyai tingkatan yang sama dengan hak-hak dari kreditur konkuren (unsecured creditors) lainnya.

(48)

Di dalam praktik, bentuk umum dari klausul ini menghendaki agar debitur menjamin bahwa kewajiban-kewajiban debitur terhadap sindikasi adalah kewajiban-kewajiban yang tidak berjaminan dan tidak bersyarat dan bertingkat

pari passu dan sama dengan semua kewajiban yang tidak berjaminan dari debitur. Tujuan utama dari klausul ini adalah untuk memastikan bahwa debitur tidak memberikan prioritas kepada seorang kreditur konkuren manapun pada waktu perjanjian kredit sindikasi disetujui.

Apabila terjadi pelanggaran terhadap salah satu covenants, maka berarti telah terjadi salah satu dari event of defaults. Hal ini memberikan hak bagi bank untuk melarang debitur menarik sisa kredit yang belum digunakan dan bahkan memberikan hak kepada bank untuk seketika menagih pelunasan kredit dari debitur. Apabila bank-bank peserta sindikasi melalui agent memutuskan untuk berunding dengan debitur dalam rangka menyelamatkan kredit tersebut, artinya para peserta sindikasi memutuskan untuk memberikan kesempatan kepada debitur melakukan restrukturisasi terhadap kredit itu. Dalam hal ini debitur akan menghadapi berbagai konsekuensi yang pada akhirnya akan menjadi beban (cost) bagi debitur. Seperti apa yang dikatakan oleh Fight, beban-beban yang dihadapi oleh debitor dapat berupa (Fight, 2004:142-143):

1. Renegotiation Costs

Beban ini merupakan biaya langsung (direct cost) yang harus dipikul oleh debitur berkaitan dengan berlangsungnya renegosiasi antara bank dengan debitur dalam rangka merundingkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan

Referensi

Dokumen terkait

memberikan manfaat diantaranya ajang silaturrahmi, menambah pengetahuan mengenai tradisi sendiri, pesta rakyat dan walaupun masih ada yang menganggap tradisi ini

1LODL0DNVLPDO-XUQDOOOPLDK 1LODL$NKLU .RPSRQHQ\DQJGLQLODL OQWHPDVLRQDO OQWHUQDVLRQDO 1DVLRQDO 1DVLRQDO1DVLRQDO 7HUDNUH WHULQGHNVGL'2$- \DQJ. %HUHSXWDVL GLWDVL

Pr%gn%sis untuk 9ungsi 'englihatan 'asien a$alah a$ malam atau ti$ak a$a hara'an lagi bagi 'asien untuk melihat $engan menggunakan mata. kanannya( se$angkan $ubia a$ b%nam bagi

Keragaman jenis hutan mangrove secara umum relatif rendah jika dibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya, hal ini disebabkan oleh kondisi lahan hutan mangrove yang secara

Ciri-ciri umum sembilan lokasi adalah garis pantai panjang dengan daerah intertidal yang cukup luas serta umumnya ditumbuhi lamun dengan kondisi daerah sekitar

Pada tahap pekerjaan ini, jumlah blok yang telah direncanakan dalam desain penanaman disesuaikan dengan luas tapak yang telah diukur dan jumlah bibit yang tersedia..

a. Jaringan 3G dan HSPA+ memungkinkan sambungan internet dari rumah maupun saat bepergian. Layanan BlackBerry "AXIS Worry-Free" – tersedia pilihan paket

Dengan demikian, maka aspek kenaikan muka air laut dan banjir seyogyanya akan menjadi salah satu masukan yang signifikan bagi kebijakan dan strategi pengembangan wilayah nasional