• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN HIAS DAN TANAMAN SAYUR DI KOTA BATU JAWA TIMUR PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI TENTANG PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN HIAS DAN TANAMAN SAYUR DI KOTA BATU JAWA TIMUR PENDAHULUAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN HIAS DAN TANAMAN SAYUR DI KOTA BATU JAWA TIMUR

Hendro Prasetyo¹ dan Robi’atul Adawiyah²

1) Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Brawijaya 2)Dosen Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

PENDAHULUAN

Kementan (2015) mendata selama kurun waktu 2010-2014, rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia telah mencapai 10,26 % dengan pertumbuhan sekitar 3,90 %. Pada tahun 2014 sektor pertanian mampu menyerap total tenaga kerja sekitar 35,76 juta atau sekitar 30,2 % dari total seluruh tenaga kerja di Indonesia. Sedangkan kinerja investasi sektor pertanian, baik pada. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), mengalami pertumbuhan sebesar 4,2 % hingga 18,6 % per tahun. Laju pertumbuhan ekspor produk pertanian Indonesia hingga tahun 2014 mencapai 7,4 % dan pertumbuhan impor 13,1 % per tahun. Neraca perdagangan tumbuh positif dengan laju 4,2 % per tahun. Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat sangat pesat. Walaupun sempat menurun pada tahun 2013, namun NTP melonjak dari sebesar 101,78 pada tahun 2010 menjadi 106,52 pada tahun 2014.

Di tingkat propinsi, Bappeda Jawa Timur juga telah menetapkan pengembangan kawasan untuk pertanian lahan basah, lahan kering dengan komoditas hortikultura. Khusus untuk pengembangan kawasan penyedia komoditas hortikultura, Bappeda Jatim merencanakan pengembangan sentra penghasil sayur, buah, bunga dan biofarmaka. Berdasarkan hasil Perda Jawa Timur No. 5 Tahun 2012, diketahui bahwa kawasan yang direncanakan sebagai sentra pengembangan komoditas florikultura salah satunya berada di wilayah Kota Batu.

Data hasil produksi Desa Sidomulyo Kota Batu yang diperoleh saat dilakukan Sensus Pertanian tahun 2013 menunjukkan bahwa produksi tanaman hias di kota Batu per triwulan 2011 untuk komoditas krisan adalah 6.361.893 tangkai, komoditas mawar 2.264.106 tangkai, komoditas anggrek 141.905 tangkai, komoditas anthurium 394.179 tangkai, dan komoditas gerbera 37.639 tangkai. Sedangkan untuk komoditas sayuran, produksi bawang merah di Kota Batu saat itu mencapai 2.359 Kw, produksi kubis 5.450 Kw, produksi sawi 5.744 Kw, dan produksi bawang daun 2.927 Kw.

Petani meyakini bahwa masing-masing jenis komoditas usahatani yang dikelola merupakan jenis usahatani yang paling menguntungkan dari segi pendapatan bagi mereka. Keyakinan ini muncul karena sebab yang masih belum diketahui dengan jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani tanaman hias dan tanaman sayuran di Desa Sidomulyo dan faktor yang mempengaruhi pendapatanusahatani berdaasrkan pada analisis struktur biaya usahatani.

(2)

METODE PENELITIAN

Data yang diperoleh dalam penelitian iniadalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pangamatan langsung ke lapangan dan mengadakan wawancara dengan responden kunci yaitu Kepala Desa Sidomulyo, Kepala Balai Penyuluh Pertanian Kota Batu, Penyuluh Pertanian Desa Sidomulyo, Staf Administrasi Bidang Hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu, serta Ketua Kelompok Tani dan responden umum yaitu petani tanaman hias dan tanaman sayuran. Metode analisis yang akan digunakan untuk mengetahui struktur biaya usahatani adalah analisis biaya usahatani. Menurut Soekartawi (1995) dalam Pracoyo (2011), biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Adapun cara untuk menghitung biaya tetap dan biaya variabel adalah:Total biaya dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

TC = TFC + TVC Keterangan:

TC = Total Biaya (Rp mt-1) TFC = Total Biaya Tetap(Rp mt-1) TVC = Total Biaya Variabel (Rp mt-1)

Total penerimaan dirumuskan sebagai berikut: TR = P . Q Keterangan:

TR = Total Penerimaan(Rp mt-1) P = Harga Output (Rp) Q = Jumlah Produksi (kg)

Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan sebagai berikut:

I = TR - TC Keterangan:

I = Pendapatan(Rp mt-1) TR = Total Penerimaan (Rp mt-1) TC = Total Pendapatan (Rp mt-1)

Analisis perbandingan pendapatan dilakukanmenggunakan analisisUji Beda Rata-rata dengan sapel independent:

Keterangan:

x1 = rata-rata nilai kelompok 1 x2 = rata-rata nilai kelompok 2 s = nilai simpangan baku n1 = jumlah anggota kelompok 1 n2 = jumlah anggota keompok 2

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Usahatani di Desa Sidomulyo

Desa Sidomulyo merupakan desa di Kota Batu yang saat ini menjadi salah desa sentra pengembangan usahatani tanaman hias di Jawa Timur. Perkembangan usahatani Desa Sidomulyo berjalan dengan baik mulai dari pengembangan usahatani palawija di era 80’an, kemudian perkembangan usahatani tanaman sayur, apel dan jeruk di era 90’an hingga perkembangan usahatani tanaman hias sejak tahun 2000 sampai sekarang. Hampir seluruh masyarakat Desa Sidomulyo terlihat mengusahakan berbagai jenis dan bentuk tanaman hias Kondisi Umum Petani di Desa Sidomulyo

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa jenis komoditas usahatani yang dikelola oleh petani di Desa Sidomulyo sangat beragam (heterogen). Petani di Desa Sidomulyo mengembangkan kegiatan usahatani, baik secara khusus, tidak khusus, maupun secara campuran Kegiatan usahatani secara khusus dan tidak khusus sering dilakukan oleh petani tanaman hias. Petani tanaman hias banyak yang melakukan usahatani dengan membudidayakan satu jenis tanaman saja, seperti usahatani bunga potong, pucuk merah. Petani yang mengelola usahatani secara tidak khusus biasanya akan mengelola lebih dari 5 jenis tanaman, baik komoditas tanaman hias, maupun komoditas buah. Sedangkan kegiatan usahatani secara campuran lebih sering dilakukan oleh petani sayuran. Petani sayuran sering melakukan sistem tumpangsari pada lahan budidaya mereka. Petani sayur melakukan kegiatan tumpangsari dua jenis tanaman yang memiliki usia panen yang berbeda. Sehingga petani masih tetap bisa memperoleh pendapatan sambil menunggu tanaman lain memasuki usia panen.

Adapun terkait dengan sifat kepemilikan usaha, rata-rata usahatani yang dilakukan oleh petani di Desa Sidomulyo merupakan usahatani yang dimiliki oleh perorangan. Usahatani perorangan adalah kegiatan usahatani dimana faktor-faktor produksinya dikelola oleh perorangan, sehingga nantinya pemanfaatan hasil produksi juga dilakukan oleh perorangan. Ada pula petani yang melakukan kegiatan usahatani dengan sifat kepemilikan usaha kolektif. Usahatani kolektif biasanya diterapkan oleh petani yang tergabung dalam sebuah kelompok tani di Desa Sidomulyo.

Kelompok tani yang terbentuk di Desa Sidomuyo ditujukan untuk membantu petani dalam mengelola usahatani bersama dengan petani lain melalui sistem gotong royong. Saling membantu dalam penyebaran informasi permintaan, harga jual tanaman, hingga informasi terkait teknik budidaya tanaman untuk meningkatkan kualitas produksi. Melalui kelompok tersebut pemerintah juga memberikan bantuan berupa penyewaan tanah kavling dengan harga sewa Rp 200.000 per tahun untuk lahan seluas 0,04 Ha, hingga bantuan penyediaan sarana produksi pertanian sesuai dengan kebutuhan kelompok tani.

Karakteristik Petani di Desa Sidomulyo

Kegiatan penelitian menghasilkan gambaran sebaran usia petani pelaku usahatani tanaman hias. Rata-rata petani yang mengusahakan budidaya tanaman hias adalah para petani dengan rata-rata usia 35 tahun hingga 50 tahun. Sedangkan petani yang masih

(4)

tahun hingga 60 tahun. Petani yang masih bertahan dengan usahatani tanaman sayuran sudah semakin menurun jumlahnya.

Tabel 1. Sebaran Usia Petani No Rentang Usia

(tahun) Petani Tanaman Hias

Petani Tanaman Sayuran 1 30 – 40 18,97% 0,00% 2 41 – 50 41,38% 0,00% 3 51 – 60 31,03% 72,22% 4 61 – 70 8,62% 27,78%

Sumber: Data Primer, 2016 (diolah)

Pada tabel diatas usia produktif dominan 90% petani tanaman hias ,persentasenya antara usia 41 - 60 tahun, berpengalaman,pengetahuan ,trampil, dalam mengelola usahataninya. Pada usia produktif tersebut, diyakini bahwa petani lebih mampu meningkatkan manajemen usahatani untuk mencapai tingkat efisiensi dalam menjalankan kegiatan usaha, sehingga petani bisa memperoleh keuntungan dalam setiap usahatani yang dikelola. Sedangkan petani yang mngelola usahatani tanaman hias adalah petani yang memiliki keinginan untuk belajar lebih jauh dan mengembangkan usahatani secara lebih baik untuk mnghasilkan keuntungan yang optimal.

Sedangkan jumlah 10% pada petani tanaman sayur didominasi usia 51 – 70 yakni persentasenya 72,22% dan 27,78%,,petani ini yang masih tetap bertahan dengan komoditas sayuran, petani ini,memiliki keyakinan bahwa usahatani tanaman sayuran merupakan usahatani yang lebih cepat memberikan pendapatan, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengelolanya dan mudah untuk dikelola. bagi petani sayur. Usahatani tanaman sayuran di Desa Sidomulyo memiliki risiko kerugian yang tinggi bila ditinjau dari segi fluktuasi harga dan gangguan hama penyakit. Selain itu, masalah keterbatasan lahan dan kebutuhan juga ikut mempengaruhi kondisi usahatani petani tanaman sayuran, karena rata-rata luas lahan yang dimiliki petani di Desa Sidomulyo hanya berkisar 0,04-0,08 Ha.

Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa pada kondisi riil pendapatan usahatani tanaman hias lebih besar dibandingkan usahatani tanaman sayuran. Hanya saja dalam usahatani tanaman hias jangka waktu yang harus ditunggu untuk bisa mendapatkan pendapatan yang besar tersebut lebih panjang dibandingkan usahatani tanaman sayuran. Jika tanaman sayuran bisa dipanen dalam rentang waktu 1 bulan setelah tanam, tanaman hias justru mebutuhkan waktu yang lebih 4 bulan untuk memasuki usia panen dan siap dipasarkan.

Analisis Struktur Biaya Usahatani

Berdasarkan hasil analisis struktur biaya usahatani tanaman hias dan tanaman sayuran, diketahui bahwa ragam komponen penyusun biaya usahatani tanaman hias lebih banyak dibandingkan pada tanaman sayuran. Rata-rata usahatani tanaman hias yang diamati membututhkan faktor produksi berupa listrik, pompa air dan selang, serta bahan tanam yang berupa polybag dan sekam. Sedangkan pada tanaman sayuran, faktor produksi yang sering dibutuhkan adalah faktor produksi alat-alat dan mesin pertanian, pupuk, bibit dan pestisida.

(5)

Ragam komponen biaya usahatani sangat ditentukan oleh syarat tumbuh tanaman yang diusahakan.

Faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap struktur biaya usahatani tanaman hias adalah faktor produksi yang berkaitan dengan syarat tumbuh dan perawatan masing-masing tanaman hias. Selain kebutuhan tersebut, komponen biaya yang dibutuhkan oleh petani sama dengan kebutuhan usahatani lain seperti biaya lahan, listrik, alat, pupuk, pestisida dan bibit. Tenaga kerja menjadi kebutuhan yang penting bagi petani tanaman hias, terutama jika luas lahan yang dikelola lebih dari 0,05 Ha. Sedangkan pada usahatani tanaman sayuran, faktor produksi yang dibutuhkan adalah faktor produksi pada umunya yang berupa kebutuhan pupuk, pestisida dan bibit. baik usahatani selada, seledri maupun bawang daun, sama-sama tidak membutuhkan perawatan khusus dala proses budidayanya. Kebutuhan tenaga kerja bukan menjadi faktor produksi yang penting dalam usahatani tanaman sayur.

Pada tanaman krisan, persentase biaya usahatani yang paling tinggi terdapat pada faktor produksi bibit. data hasil perhitungan menunukkan bahwa faktor produksi bibit pada tanaman krisan mencapai persentase biaya tertinggi mencapai 71,28% dalam setiap hektar per musim tanam. Jadi dalam setiap m2 petani membutuhkan 100 bibit dengan harga beli Rp 160-185 per bibit. Harga bibit krisan memang sangat mahal jika dibandingkan dengan harga bibit tanaman lain.

Biaya greenhouse memperoleh persentase struktur biaya sebesar 15,00% dalam usahatani tanaman krisan. Struktur biaya yang tertinggi selanjutnya terdapat pada faktor produksi pupuk yang memndapat persentase biaya sebesar 6,9%. Ketiga faktor produksi merupakan komponen biaya yang paling banyak menyerap kebutuhan alokasi dana pada usahatani tanaman krisan potong, terutama untuk biaya bibit dan greenhouse.

Pada usahatani mawar polybag, struktur biaya yang memiliki persentase paling tinggi adalah biaya penggunaan pupuk dengan persentase sebesar 29,62%. Biaya pupuk menjadi faktor produksi yang paling banyak membutuhkan alokasi biaya karena petani membutuhkan penambahan jumlah pupuk untuk menunjang pertumbuhan tanaman mawar di musim hujan. Komponen biaya yang mendapatkan persentase terbesar selanjutnya adalah faktor produksi pestisida, yakni sebesar 26,44%. Biaya pestisida menjadi faktor produksi yang paling banyak membutuhkan alokasi biaya karena petani membutuhkan penambahan jumlah pestisida untuk menunjang ketahanan tanaman mawar di musim hujan. Biaya selanjutnya yang mendapa alokasi biaya terbesar ketiga adalah biaya penggunaan lahan, yakni sebesar 25,18% dari total biaya produksi usahatani mawar polybag. Tingginya biaya penggunaan lahan pada usahatani mawar terjadi karena petani responden merupakan petani yang melakukan kegiatan usahatani di lahan kavling yang disewakan dengan biaya sewa Rp 2.000.000 per tahun.

Tanaman pucuk merah biaya usahatani yang memiliki persentase alokasi biaya paling besar adalah biaya penggunaan lahan, yakni sebesar 30,26% dari seluruh biaya usahatani pucuk merah. Biaya usahatani yang memiliki persentase biaya terbesar berikutnya adalah biaya kebutuhan pupuk, yakni sebesar 27% dari seluruh biaya usahatani pucuk merah. Biaya usahatani yang memiliki persentase biaya tersebsar setelah pupuk adalah biaya pestisida, yakni sebesar 24,10%. Usahatani pucuk merah memiliki komponen biaya yang

(6)

menyatakan bahwa kegiatan perawatan pucuk merah jauh lebih mudah untuk dilakukan. Karena perawatan dan syarat tumbuh tanaman tidak tertalu rumit.

Sedangkan usahatani tanaman sayuran, biaya produksi yang membutuhkan alokasi tertinggi berdasarkan persentase struktur cenderung sama di tiap-tiap komoditas yang diamati. Pada usahatani tanaman selada, persentase biaya produksi yang paling tinggi merupakan biaya kebutuhan pupuk dengan persentase sebesar 43,89%. Kebutuhan biaya produksi dengan persentase yang tertinggi kedua adalah kebutuhan pestisida yang memperoleh persentase biaya sebesar 32,73%. Biaya kebutuhan lahan menjadi kebutuhan faktor produksi dengan alokasi biaya yang tertinggi ketiga memiliki persentase biaya sebesar 22,39%.

Usahatani seledri persentase biaya produksi yang paling tinggi adalah biaya kebutuhan pupuk dengan persentase sebesar 47,88%.Kebutuhan biaya produksi dengan persentase yang tertinggi kedua adalah kebutuhan pestisida yang memperoleh persentase biaya sebesar 33,67%. Biaya kebutuhan lahan menjadi kebutuhan faktor produksi dengan alokasi biaya yang tertinggi ketiga memiliki persentase biaya sebesar 17,64%.

Usahatani tanaman bawang daun, persentase biaya produksi yang paling tinggi adalah biaya penggunaan lahan dengan persentase sebesar 38,92%. Kebutuhan biaya produksi dengan persentase yang tertinggi kedua adalah kebutuhan pupuk yang memperoleh persentase biaya sebesar 38,28%. Biaya kebutuhan pestisida menjadi kebutuhan faktor produksi dengan alokasi biaya yang tertinggi ketiga memiliki persentase biaya sebesar 20,22%.

Analisis Penerimaan dan Pendapatan Usahatani

Penerimaan usahatani sayuran sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi dan harga jual produk usahatani di pasaran. . Hasil perhitungan jumlah produksi pada usahatani tanaman hias yang paling tinggi terdapat pada usahatani krisan, jumlah produksi krisan di Desa Sidomulyo mencapai 884.000/Ha/mt. Kemudian tanaman mawar menghasilkan jumlah produksi sebanyak 213.750/Ha/mt dan selanjutnya tanaman pucuk merah dengan produksi sebanyak 85.258/Ha/mt.

Hasil analisis penerimaan usahatani tanaman hias untuk komoditas krisan adalah Rp 542.186.683/Ha/mt dengan nilai pendapatan sebesar Rp 452.563.842/Ha/mt. Hasil penerimaan dan pedapatan usahatani tanaman mawar polybag adalah Rp 480.306.845/Ha/mt dengan rata-rata pendapatan adalah Rp 479.027.485/Ha/mt. Hasil penerimaan usahatani tanaman pucuk merah adalah Rp 626/.474.135/Ha/mt, dengan pendapatan sebesar Rp 643.940.011/Ha/mt.

Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan pada ketiga komoditas tersebut diketahui bahwa usahatani tanaman hias yang memberikan rata-rata pendapatan paling tinggi bagi petani adalah usahatani tanaman pucuk merah. Perolehan pendapatan yang tinggi pada tanaman pucuk merah disebabkan oleh adanya ragam variasi tanaman yang dijual oleh petani. Ragam variasi tanaman ini ditentukan berdasarkan usia tanam dan tinggi tanaman. Semakin tinggi ukuran dan usia tanaman pucuk merah, maka harga jual semakin mahal. Selain itu harga jual tanaman pucuk merah lebih tinggi jika dibandingkan dengan krisan dan mawar polybag. Harga jual tanaman per polybag bisa mencapai lebih dari Rp 25.000 jika usia tamanan lebih dari 1 tahun dan kualitas warnanya bagus.

(7)

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa tingkat pendapatan usahatani yang tertinggi diantara komoditas yang diamati adalah usahatani tanaman pucuk merah. Sedangkan yang paling rendah pada tanaman krisan. Usahatani tanaman ucuk merah memiliki tingkat pendapatan tertinggi karena harga jual tanaman per polybag cenderung paling tinggi diantara ketiga komoditas yang lain, yaitu Rp 3500 hingga Rp 25.000 per polybag. Sedangkan pada tanaman krisan, pendapatan usahatani memiliki tingkatan yang paing rendah karena adanya pengaruh dari biaya usahatani yang sangat besar. Hasil penerimaan usahatani tanaman sayuran untuk komoditas selada adalah Rp 13.000.000/Ha/mt dengan nilai pendapatan sebesar minus Rp 35.835.497/Ha/mt. Hasil penerimaan dan pedapatan usahatani tanaman seledri adalah Rp 283.333.333/Ha/mt dengan rata-rata pendapatan adalah Rp 283.527.508/Ha/mt. Hasil penerimaan usahatani tanaman bawang daun adalah Rp 21.632.675/Ha/mt. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa usahatani tanaman sayuran yang meberikan keuntungan paling besar bagi petani adalah usahatani seledri.

Sedangkan usahatani selada dan bawang daun masih belum memberikan pendapatan yang tinggi bagi petani. Karena saat penelitian dilakukan, harga jual komoditas selada dan bawang daun tidak sebesar harga jual komoditas seledri. Komoditas selesdri sedang mengalami pelonjakan harga saat penelitiandilakukan di bulan Juli–Agustus 2016 lalu. Perolehan pendapatan yang tinggi pada usahatani tanaman sayuran sangat ditentukan oleh harga jual yang sedang berlaku di pasaran. Pada usahatani tanaman sayuran, hasil produksi yang tinggi tidak akan menjamin perolehan pendapatan yang tinggi. Perolehan pendapatan yang tinggi hanya bisa diterima apabila petani melakukan panen tepat di saat harga jual sayur di pasaran sedang baik. seperti halnya pada usahatani selada, meskipun jumlah produksi cukup baik, namun jika harga jual di pasaran sangat rendah, maka petani justru akan mengalami kerugian yang dibuktikan dengan munculnya perhitungan pendpatan yang bernilai minus.

Tabel 2. Hasil Analisis RC rasio Usahatani Tanaman Hias dan Tanaman Sayuran

No Tanaman Total Biaya Penerimaan R/C

1 Krisan Potong Rp 297.613.317 Rp 839.800.000 2,82 2 Mawar Polybag Rp 54.068.155 Rp 534.375.000 9,88 3 Pucuk Merah Rp 77.137.699 Rp 703.611.833 9,12 4 Selada Rp 48.835.497 Rp 13.000.000 0,27 5 Seledri Rp 44.805.825 Rp 283.333.333 6,32 6 Bawang Daun Rp 41.523.758 Rp 39.428.571 0,95 Sumber: Data Primer, 2016 (diolah)

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel analisis tersebut. dapat diketahui bahwa nilai RC rasio untuk usahatani tanaman krisan adalah 2,82. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usahatani tanaman krisan telah mencapai keuntungan dan efisiensi usahatani. Nilai tersebut menunjukkan bahwa RC rasio usahatani krisan lebih besar dari 1. Sehingga dalam penambahan Rp 1 biaya yang dikorbankan untuk keperluan produksi tanaman, maka petani akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 2,82. Nilai RC rasio untuk tanaman

(8)

polybag telah mencapai efisiensi usahatani. Sehingga dalam penambahan Rp 1 biaya yang dikorbankan untuk keperluan produksi tanaman, maka petani akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 9,88. Nilai RC rasio tanaman pucuk merah adalah 9,12. Nilai tersebut menunjukkan bahwa RC rasio tanaman pucuk merah lebih dari 1. Sehingga dalam setiap penambahan Rp 1 biaya yang dikorbankan untuk keperluan produksi tanaman, maka petani akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 9,12. Perolehan nilai RC rasio untuk tanaman sayuran cenderung lebih rendah dibandingkan dengan usahatani tanaman hias. Hasil perhitungan RC rasio menunjukkan bahwa tingkat efisiensi usahatani tanaman selada masih di Desa Sidomulyo masing masing sangat rendah. yakni 0,27. Nilai ini menunjukkan bahwa usahatani tanaman selada tidak menguntungkan untuk dilakukan. Hal ini juga sesuai dengan kondisi di lapangan yang dibuktikan dengan semakin sulitnya menemukan petani selada saat penelitian ini dilakukan.

Nilai RC rasio untuk tanaman seledri lebih tinggi dibandingkan tanaman selada, yaitu 6,32. hasil perhitungan menunjukkan bahwa setiap terjadi penambahan satu satuan biaya usahatani tnaman seledri. maka petani akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 6,32. Nilai ini menunjukkan bahwa usahatani tanaman seledri yang ada di Desa Sidomulyo masih menguntungkan untuk dijalankan. Nilai RC rasio untuk tanaman bawang daun tercatat sebesar 0,95. Nilai ini menunjukkan bahwa dalam setiap penambahan satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani tanaman bawang daun. maka petani akan memperoleh

KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan struktur biaya antara usahatani tanaman hias dan usahatani tanaman sayuran. Komponen penyusun struktur biaya usahatani tanaman hias dan tanaman sayuran berbeda berdasarkan pada:

a. Ragam struktur biaya usahatani tanaman hias dipengaruhi oleh syarat tumbuh tanaman dan ekspektasi hasil produksi petani. Perbedaan syarat tumbuh tanaman menyebabkan perbedaan perlakuan dalam proses budidaya tanaman hias.

b. Ragam struktur biaya usahatani tanaman sayuran cenderung sama pada ketiga komoditas yang diamati. Berdasarkan pada persentase penyusun biaya usahatani tanaman sayuran, petani sayur lebih memprioritaskan alokasi biaya untuk memenuhi kebutuhan pupuk dan pestisida.

2. Berdasarkan hasil ananlisis struktur biaya dan analisis usahatani, ditemukan bahwa pendapatan usahatani yang diamati sangat tergantung pada tiga faktor penting yaitu ragam kebutuhan biaya produksi, jumlah produksi (luas lahan), serta harga jual yang berlaku di pasaran.

3. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan usahatani tanaman hias mencapai Rp 532.000.000 /Ha/mt, sedangkan rata-rata pendapatan usahatani tanaman sayuran mencapai Rp 98.800.000/Ha/mt. Jadi berdasarkan perbandingan pendapatan yang telah dianalisis, telah dibuktikan bahwa rata-rata pendapatan usahatani tanaman hias lebih besar dibandingakan rata-rata pendapatan usahatani tanaman sayuran.

(9)

Saran:

1. Diharapkan petani memiliki kemampuan untuk menentukan prioritas penggunaan faktor produksi sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sehingga dengan begitu petani bisa tetap mengoptimalkan hasil produksi usahatani untuk meningkatkan perolehan pendapatan. Selain itu, petani tanaman sayuran yang jumlahnya 10 %, disarankan untuk beralih pada tanaman hias ,karena terbukti bahwa tingkat pendapatan jauh lebih besar dalam per hektarnya dibandingkan dengan budidaya tanaman sayuran.

2. Perlu ada kebijakan yang diterapkan untuk memberikan subsidi harga faktor-faktor produksi yang sangat mempengaruhi keberhasilan produksi tanaman. Pemerintah diharapkan mampu memfasilitasi alur penyebaran teknologi pengembangan usahatani tanaman hias maupun tanaman sayuran, agar nantinya dapat ditemukan teknologi budidaya tanaman yang tepat guna dan tepat hasil untuk mendukung perkembangan usahatani di Desa Sidomulyo.

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti lebih lanjut dengan variable yang berbeda.

REFERENSI

Bappeda Jawa Timur. 2011. Perda Jawa Timur No. 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Tahun 2011-2031. http://sitr.jatimprov.go.id/beranda/rtrw. (online). Diakses tanggal 7 Maret 2016.

Dinas Pertanian Kota Batu 2016. Potensi Usahatani 2012 – 2015. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu, Bidang Hortikultura. Batu.

Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat. 2014. Pengembangan Tanaman Hias Sumatera

Barat. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat.

Kementan. 2012. Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian 2012. Menteri Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Kementan. 2015. Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun 2015-2019. Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Lesmana. 2010. Pengeruh Biaya Produksi pada Pendapatan Usahatani Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleorotus astretus) di Kota Smarinda. Ziraa’ah. 27 (1) : 9-15.

Mufriantie dan Fariady. 2014. Analisis Faktor Produksi dan Efisiensi Alokatif Usahatani

Bayam (Amaranthus sp) di Kota Bengkulu. Agrisep 15(1): 31-37.

Gambar

Tabel 1. Sebaran Usia Petani
Tabel 2. Hasil Analisis RC rasio Usahatani Tanaman Hias dan Tanaman Sayuran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil review HAZOP yang dilakukan pada hydrofinishing plant high pressure , potensi bahaya yang memiliki risiko tertinggi yaitu berupa pelepasan gas

Berdasarkan hasil perhitungan uji anova untuk kadar hemoglobin, ternyata nilai F hit (7,058) > F tab (3,06), sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan infus rimpang

Berdasarkan hasil pengujian dengan metode black box testing maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan aplikasi The Lost Insect tidak terdapat kesalahan proses dan

Dari hasil penelitian dapat diketahui baliwa metode dekonvolusi yang menggunakan jumlah luas puncak 3, 4 dan 5 sebagai dosis, memiliki keunggulan dalam memperbaiki kedapatulangan

37 Dalam penelitian ini penulis menggambarkan bagaimana praktek jual beli jagung dengan berhutang yang terjadi di Karangmalang Wetan Kecamatan Kangkung Kabupaten

Pengujian Lethal Time 50 yang bervariasi waktunya bertujuan untuk mengetahui waktu kontak optimal yang dibutuhkan oleh nematoda untuk kontak dengan rayap tanah

H1d Corporate sosial responsibility berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan Kepemilikan Manajemen Kepemilikan Institusional Kepemilikan Keluarga Corporate Sosial

Untuk membuat majalah sekolah yang baik dan lebih diminati siswa hendaknya pihak SMP Negeri 47 Surabaya dapat terus mengembangkan hasil dari penelitian yang telah