• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Birokrasi - PENGARUH KEAHLIAN INDEPENDENSI DAN PROFESIONALITAS PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Studi Pada Inspektorat Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap ) -

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Birokrasi - PENGARUH KEAHLIAN INDEPENDENSI DAN PROFESIONALITAS PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Studi Pada Inspektorat Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap ) -"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Birokrasi

Teori birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. Birokrasi dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses didalam organisasi. Para teoritikus klasik seperti Weber (1948) selama bertahun-tahun telah mendukung model birokrasi guna meningkatkan efektifitas administrasi organisasi, organisasi birokrasi yang ideal menyertakan enam karakteristik struktural.

Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi menggambarkan pengembangan kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktifitas organisasi.

Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktifitas pekerja dalam melaksanakan tugas yang rumit kedalam tugas aktifitas yang khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan.

(2)

Kempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.

Kelima impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi

Keenam, rasionalitas dan predictability dalam aktifitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu stabilitas organisasi. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan.

2. Teori Anggaran Tradisional

penganggaran publik telah dipelajari dari tiga perspektif yang

berbeda yaitu ekonomi, manajemen, dan ilmu politik (Caiden, 1990). Studi

berakar pada ekonomi cenderung berfokus pada sifat barang publik dan

terdistribusikan alokatif antara campuran barang dan jasa yang disediakan

oleh pemerintah. berbagai aturan dan proses alokasi diperiksa untuk

utilitas relatif mereka dalam hal ini. upaya baru-baru ini telah berusaha

untuk membangun model sektor publik pengambilan keputusan

menggunakan konsep dari ekonomi mikro. Momok masyarakat

administrator sebagai maximizer anggaran diri tertarik adalah karakter

sentral dalam skenario ini. Ekonomi menawarkan logika, keanggunan

matematika, dan sederhana bentuk yang menghindari isu-isu mengenai

(3)

bimbingan kepada budgeteer dari dunia praktis "(Caiden,1990: 233).

Ilmuwan politik secara alami menyoroti dimensi politik dari sumber daya

proses alokasi, dan peran anggaran dalam proses pembuatan kebijakan. Itu

perspektif politik telah didominasi oleh teori incrementalism, yang

dimulai sebagai sebuah teori deskriptif tetapi mencapai status normatif di

beberapa kalangan. Di ringkasan singkat, incrementalism menyatakan

bahwa anggaran berubah hanya sedikit dari tahun ke tahun, dan besar

realokasi dapat mahal dan harus dihindari di cahaya dari negara

pengetahuan mengenai isu-isu kebijakan sektor publik; sumber daya

proses alokasi adalah proses terfragmentasi, bottom-up yang ditandai

dengan rasa hormat keahlian substantif dan alokasi sebelumnya. Teori ini

berbasis organisasi proach untuk pengembangan teori anggaran berfokus

pada bagaimana sifat organisasi publik mempengaruhi proses alokasi

sumber daya dan bagaimana alam dari proses alokasi sumber daya

mempengaruhi operasi-organisasi masyarakat

B. Keahlian Independensi

(4)

auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 maret 2008 menyatakan auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggungjawabnya.

Menurut peraturan Menpan kualitas auditor dipengaruhi oleh :

1. Keahlian, menyatakan bahwa auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggungjawabnya dengan kriterianya auditor harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu(S1) atau yang setara; memiliki kompetensi di bidang auditing, akuntansi, administrasi pemerintahan dan komunikasi: dan telah mempunyai sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA)

(5)

3. Kepatuahan kode etik, menyatakan bahwa auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit APIP. Dengan kriterianya kode etik pejabat pengawas pemerintah/auditor dengan rekan sekerjanya, auditor dengan atasannya, auditor dengan objek pemeriksaannya dan auditor dengan masyarakat.

Pimpinan APIP harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di lingkungan APIP.

Auditor APIP harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu (S-1) atau yang setara. Agar tercipta kinerja baik maka APIP harus mempunyai kriteria tertentu dari auditor yang diperlukan untuk merencanakan audit, mengidentifikasi kebutuhan professional auditor dan untuk mengembangkan tehnik dan metodologi audit agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh APIP juga harus mengidentifikasi keahlian yang belum tersedia dan mengusulkannya sebagai bagian dari proses rekrutmen. Aturan tentang pendidikan formal minimal dan pelatihan yang diperlukan harus dievaluasi secara periodik guna menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh APIP.

(6)

memadai tentang lingkungan pemerintahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit yang dilayani oleh APIP. Dalam hal auditor melakukan audit terhadap system keuangan, catatan akuntansi dan laporan keuangan, maka auditor wajib mempunyai keahlian atau mendapatkan pelatihan di bidang akuntansi sektor publik dan ilmu – ilmunya yang terkait dengan akuntabilitas audit APIP pada dasarnya berfungsi melakukan audit di bidang pemerintahan, sehingga auditor harus memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan administrasi pemerintah.

Auditor harus mempunyai sertifikasi Jabatan Auditor (JFA) dan mengikuti pendidikan dan pelatihan professional berkelanjutan (countring professional education) sesuai dengan jenjangnya. Pimpinan APIP wajib memfasilitasi auditor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan serta ujian sertifikasi dengan ketentuan. Dalam pengusulan auditor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jenjangnya, pimpinan APIP mendasarkan keputusannya pada formasi yang dibutuhkan dan persyaratan administrasi lainnya seperti kepangkatan dan pengumpulan angka kredit yang dimilikinya.

Auditor wajib memiliki pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi, prosedur dan teknik audit. Pendidikan professional berkelanjutan dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang pengauditan.

(7)

hal auditor tidak memiliki pengetahuan, keterampilan dan lain-lain kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh atau sebagian penugasan. Tenaga ahli yang dimaksud dapat merupakan akuratis, penilai, pengacara, insinyur, konsultan lingkungan, profesi medis, ahli statistik maupun geologi tenaga ahli tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar organisai.

Semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independensi dan para auditornya harus objektif dalam pelaksanaan tugasnya. Independensi APIP serta objektifitas auditor diperlukan agar kredibilitas hasil pekerjaan APIP meningkat Penilaian independensi dan objektifitas mencakup dua komponen berikut :

1. Status APIP dalam Organisasi

2. Kebijakan untuk menjaga objektifitas auditor terhadap objek audit

Pimpinan APIP bertanggungjawab pelaksanaan audit dapat terpenuh. Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi organisasi sehingga dapat bekerjasama dengan auditan dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Meskipun demikian, APIP harus membina hubungan kerja yang baik dengan auditan terutama saling memahami diantara peran masing-masing lembaga.

(8)

melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. Pimpinan APIP tidak diperkenankan menempatkan auditor dalam situasi yang membuat auditor tidak mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan profesionalnya.

Jika independen atau objektifitas terganggu, baik secara faktual

maupun penampilan maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada

pimpinan APIP. Auditor harus melaporkan kepada pimpinan APIP mengenai

situasi adanya dan atau interpretasi adanya konflik kepentingan,

ketidakindenpendenan atau bias. Pimpinan auditor lainnya yang bebas dari

situasi tersebut.

Dalam hal auditor bertugas menetap untuk beberapa lama di kantor

auditan guna membantu mereview kegiatan, program atau aktifitas auditan,

maka auditor tidak boleh terlibat dalam pengambil keputusan atau menyetujui

hal – hal yang merupakan tanggung jawab auditan.

Independensi pada Inspektorat Kabupaten Banyumas dan Kabupaten

Cilacap sangat berbeda dengan independensi yang dimiliki oleh BPK, BPKP,

atau Akuntan Publik. Inspektorat Kabupaten merupakan bagian dari SKPD

pada pemerintah Kabupaten. Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan Inspektorat

Kabupaten hanya dapat memberikan saran kepada Kepala Daerah melalui

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) untuk memberikan sanksi dari temuan

penyalahgunaan wewenang pada SKPD-SKPD di Pemerintah Kabupaten.

(9)

dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK atau BPKP, kedua lembaga ini

berhak melakukan ekspose kepada pusat atas hasil pemeriksaan yang telah

dilakukan. Perbedaan ini menyebabkan masih kurangnya independensi auditor

di Inspektorat Kabupaten.

C. Profesional Aparat Pengawasan Fungsional

Pengawasan fungsional menurut Abdul Halim dan Therisia Damayanti (2007) adalah : “Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan

oleh aparat pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan APBD yang meliputi BPKP, Itwilprov, Itwikab/kota.”

Pengertian Pengawasan Fungsional menurut Sadu Wasistiono (2010)

adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, baik

yang berasal dari lingkungan internal pemerintahan daerah maupun yang

berasal dari lingkungan eksternal pemerintah daerah. Pengawasan atau

penyelenggara pemerintah daerah menurut Peraturan Pemerintah No. 79

Tahun 2005 Pasal 1 tentang Pedoman pembinaan dan pengawasan

penyelanggaraan Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pengawasan atas

penyelenggaraan pemerntahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan

untuk menjamin agar Pemerintah Daerah berjalan secara efisien dan efektif

(10)

Dari definisi-definisi diatas dapat diambil kesimpulan mengenai

pengawasan fungsional yaitu :

1) Pengawasan keuangan dilaksanakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

2) Pelaksanaan pengawasan fungsional diarahkan untuk menjamin

terlaksanya tugas umum dan pembangunan pemerintahan.

3) Pengawasan fungsional dilaksanakan oleh aparat pemerintahan baik secara intern maupun ekstern sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 4) Pengawasan fungsional dimaksudkan untuk mencegah tumbuhnya

berbagai macam bentuk penyimpangan dari pelaksanaan anggaran.

5) Pengawasan fungsional di Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6) Pengawasan fungsional ditujukan untuk menjamin sasaran pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna.

Aparatur pengawasan fungsional dibentuk oleh pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 44 tahun 2008 tentang kebijakan Pengawasan atas Penyelenggara Pemerintah Daerah tahun 2009 menjelaskan bahwa aparat yang melaksanakan pengawasan fungsional dalam lingkungan internal pemerintah daerah adalah :

1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

2. Inspektorat jenderal Departemen. Aparat Pengawasan Lembaga

(11)

3. Inspekorat Wilayah Propinsi

4. Inspektorat Wilayah Kabupaten / Kota.

Perilaku professional yang memadai pada aparat pengawasan fungsional merupakan kebutuhan dalam menumbuhkan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa professional akan meningkat, jika auditor memiliki kemampuan professional dalam melaksanakan pekerjaanya. (Arens et al. 2006, Maryandi dan Ludigdo 2001, Wahyudi 2003).

Jika kegiatan audit dilandasi dengan kemampuan professional aparat yang melakukan audit yaitu (1) memiliki kemampuan/keahlian yang disaratkan, (2) independen, (3) serta menggunakan kemahiran professional secara cermat dan seksama, maka hasil audit yang dilakukan akan lebih baik (Arens et al. 2006) dengan demikian secara konseptual profesionalitas aparat pengawasan fungsional mempunyai pengaruh terhadap pelaksaan audit pemerintahan.

Menurut Deddy dan Sherly (2010), Pelaksanaan Pengawasan fungsional akan menunjang akuntabilitas publik, yang diperkuat dengan teori “Dengan audit kinerja, tingkat akuntabilitas pemerintah dalam proses

pengambilan keputusan oleh pihak yang bertanggungjawab akan meningkat, sehingga mendorong pengawasan dan kemudian tindakan koreksi”. (Indra

Bastian, 2007).

(12)

dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan. Sehingga dengan adanya pengawasan fungsional oleh inspektorat daerah pada khususnya dapat mendorong terwujudnya akuntabilitas publik yang bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Aparat pengawasan fungsional intern pemerintah terdiri dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, Unit Pengawasan 3

LPND, dan Inspektorat Wilayah. Peran aparat pengawasan fungsional pemerintah sangat mendukung dan mendorong proses terwujudnya good governance dalam pelaksanaan pemerintah dan pembangunan. Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Selain BPK salah satu instansi yang melakukan audit atau pemeriksaan terhadap pemerintah daerah adalah Inspektorat Daerah. Inspektorat daerah mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan kepala daerah. Instansi ini melakukan pengawasan terhadap aktivitas pemerintah daerah, termasuk kecamatan, kelurahan atau desa selain itu juga melakukan pengawasan terhadap tugas departemen dalam negeri di kabupaten atau kota (Askam, 2008).

(13)

Harto (2012) mengatakan bahwa pengawasan melekat yaitu berupa

tindakan atau kegiatan usaha untuk mengawasi dan mengendalikan anak buah

secara langsung, yang harus dilakukan sendiri oleh setiap pimpinan organisasi.

Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengawasan, Waskat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat

sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung

terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas

bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana

kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pimpinan dapat

diartikan atasan langsung atau disebut juga pejabat yang karena struktur

organisasinya atau kewenangan khususnya termasuk proyek, membawahi dan

wajib mengawasi pegawai bawahan. Bawahan adalah mereka yang

bertanggungjawab serta wajib melapor kepada atasan tentang pelaksanaan

pekerjaan yang harus di punyai oleh seorang pimpinan, dalam memberikan

tugas atau tanggungjawabnya kepada orang-orang yang dipimpinnya, agar

arah, sasaran dan tujuan untuk pelaksanaan tugas atau tanggungjawab tersebut

tidak menyimpang dan selesai sesuai dengan perencanaan atau ketentuan yang

telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, pengawasan melekat yang

dimaksud tentu bermakna luas dan menjadi bagian integral dari konsep dan

(14)

D. Hasil Penelitian Terdahulu

Table 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti dan Judul

Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan 1 Rosnawati Amasi

(2013) - Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Pemerintah Kota Gorontalo

Pengawasan intern memiliki pengaruh yang positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

- Variabel independen yaitu Keahlian independensi - Lokasi

penelitian - variabel dependen yaitu Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

2 Nurhanifah (2014) - Pengaruh

Kinerja Pegawai, Pengawasan Melekat dan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektifitas Pengelolaan Keuangan Daerah

- kinerja pegawai berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan keuangan daerah - pengawasan

melekat berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan keuangan daerah - pengawasan

fungsional tidak berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan keuangan daerah

- variabel independen yaitu keahlian independens i

- Lokasi penelitian - Metode

analisis data - Variabel independen yaitu pengawasan fungsional

3 Dadang Sadeli (2012)

- Profesionalitas aparat

- Variabel independen

(15)

No Peneliti dan Judul

Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan - Profesionalitas

Aparat Pengawasan Fungsional Intern Terhadap Pelaksanaan Audit Pemerintahan Dan Implikasinya Kepada Akuntabilitas Keuangan Instansi Pemerintah Daerah pengawasan fungsional intern berpengaruh positif terhadap tingkat

pelaksanaan audit

pemerintahan - pelaksanaan

audit

pemerintahan berpengaruh positif terhadap kualitas akuntabilitas keuangan instansi pemerintah daerah yaitu keahlian independens i

- Lokasi penelitian - Metode

analisis data yaitu pengawasan fungsional - variabel dependen akuntabilitas keuangan daerah

4 Putu Septiani Futri dan Gede Juliarsa (2014) - Pengaruh Independensi, Profesionalisme, Tingkat Pendidikan, Etika Profesi, Pengalaman, Dan Kepuasan Kerja Auditor Pada

Akuntabilitas Audit Kantor Akuntan Publik Di Bali

- Independensi tidak

berpengaruh terhadap kualitas audit - profesionalisme

tidak

berpengaruh terhadap kualitas adit - Tingkat

pendidikan berpengaruh terhadap kualitas audit - Etika profesi

auditor berpengaruh terhadap kualitas audit - Pengalaman

tidak

berpengaruh positif terhadap

- Variable dependen yaitu akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah - metode

analisis data - Objek

penelitian - Lokasi

(16)

No Peneliti dan Judul

Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan kualitas audit

5 Agung Puja

Laksana dan Bestari Dwi Handayani (2014) -Pengaruh

Kejelasan Sasaran Anggaran,

Pengawasan Fungsional, Dan Pelaporan Kinerja Terhadap

Akuntabilitas

Publik Di

Kabupaten Batang

- kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap akuntabilitas public - Pengawasan

fungsional tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas public - Pelaporan

Kinerja berpengaruh positif terhadap akuntabilitas public

- variabel independen yaitu keahlian independens i

- Variabel dependen yaitu

akuntabilitas publik - Lokasi

penelitian - Variabel independen yaitu pengawasan fungsional

6 Nasriana, Hasan, Syukriy Abdullah (2015) -Pengaruh Kompetensi, Independensi, Obyektivitas, Kecermatan Profesional Dan Pengalaman Audit Terhadap Kualitas Audit

- Kompetensi berpengaruh terhadap signifikan terhadap

kualitas audit pemeriksa inspektorat - Independensi

tidak

berpengaruh terhadap

kualitas audit pemeriksa inspektorat kabupaten - Obyektifitas

berpengaruh terhadap

(17)

No Peneliti dan Judul

Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan - Kecermatan

professional tidak

berpengaruh signifikan terhadap

kualitas audit pemeriksa inspektorat kabupaten.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian landasan teori diatas dalam tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka model kerangka kajian yang digunakan untuk memudahkan pemahaman konsep yang digunakan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Penelitian

H1 (+)

H2 (+)

F. Hipotesis

Dari gambar kerangka konseptual diatas, dijelaskan bahwa keahlian independensi dapat mempengaruhi akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah dengan profesionalitas pengawasan fungsional sebagai variabel independen ke

Variabel Independen Variabel Dependen

Keahlian Indepensi

Profesionalitas pengawasan fungsional

akuntabilitas pengelolaan keuangan

(18)

dua. Dari gambar diatas keahlian independensi dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara profesionalitas pengawasan fungsional dengan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Penambahan profesionalitas pengawasan fungsional disini untuk memperkuat hubungan antara keahlian indepedensi dengan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Profesionalitas pengawasan fungsional merupakan faktor untuk meningkatkan adanya ke akuntabilitasan pengelolaan keuangan daerah dikarenakan bahwa, semakin sering profesionalitas pengawasan fungsional melakukan pengawasan maka semakin bagus pula akuntabilitas laporan keuangan daerah(Rosnawati, 2013)

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas, dapat diambil hipotesis sementara penelitian ini sebagai berikut :

1. Pengaruh keahlian independensi terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

Lastanti (2005:88 ) mengartikan keahlian independensi atau kompetensi sebagai seorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedurial yang luas yang ditunjukan dalam pengalaman audit. Sementara itu dalam artikel yang sama, Shenteau ( 1987 ) mendefinisikan keahlian independensi sebagai orang yang memiliki keterampilan dan kemampuan pada derajad yang tinggi

(19)

(1) Independenci in fact ( independensi dalam fakta ) artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dan objektifitas.

(2) Independence in appearance ( independensi dalam penampilan ) artinya pandangan pihak lain terhadap dari auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.

(3) Independence in competence ( independensi dari sudut keahliannya ) artinya Independensi dari sudut pandang keahlian terkait dengan kecakapan professional auditor.

Menurut Amasi (2013) independensi merupakan sikap netral dan tidak bias serta menghindari kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Yaitu memiliki objektifitas, memiliki kejujuran, tidak mengkompromikan kualitas begitu juga dengan keahlian harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggungjawabnya. Yaitu latar belakang pendidikan, memiliki kompetensi teknis dan memiliki sertifikasi JFA dan mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.

(20)

cermat dan seksama, maka hasil audit yang dilakukan akan lebih baik dan akuntabilitas (Arens et al. 2006) dengan demikian secara konseptual keahlian independensi mempunyai pengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Independensi pada Inspektorat Kabupaten sangat berbeda dengan independensi yang dimiliki oleh BPK, BPKP, atau Akuntan Publik. Inspektorat Kabupaten merupakan bagian dari SKPD pada pemerintah kabupaten. Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan Inspektorat Kabupaten hanya dapat memberikan saran kepada Kepala Daerah melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) untuk memberikan sanksi dari temuan penyalahgunaan wewenang pada SKPD-SKPD di Kabupaten. Tindakan yang dilakukan merupakan hak mutlak Kepala Daerah. Berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK atau BPKP, kedua lembaga ini berhak melakukan ekspose kepada pusat atas hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Pebedaan ini menyebabkan masih kurangnya independensi auditor di Inspektorat Kabupaten.

Ashari ( 2011 ) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh keahlian, independensi, dan etika terhadap kualitas auditor pada inspektorat provinsi utara penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan keahlian, independensi dan etika secara bersama berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

HI : keahlian independensi berpengaruh positif terhadap

(21)

2. Pengaruh profesionalitas pengawasan fungsional berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Menghadapi perkembangan dunia yang demikian pesat, dan seiring dengan adanya derasnya reformasi di dalam negeri ini, maka peranan penyelenggaraan pemerintahan dan administrasi publik yang baik menjadi semakin penting. Salah satunya elemen yang penting dalam tata pemerintahan yang baik adalah adanya akuntabilitas publik disamping transparansi, tegaknya hukum, dan peraturan.

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilakukan untuk menjaga agar pelaksanaan kegitan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan. Melalui pengawasan dapat diperoleh informasi mengenai kehematan, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan kegiatan ( Amasi 2013 ).

Perilaku professional yang memadai pada aparat pengawasan fungsional merupakan kebutuhan dalam menumbuhkan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa professional akan meningkat, jika auditor memiliki kemampuan professional dalam melaksanakan pekerjaannya ( Arens et al. 2006, Maryani dan Ludigo 2001, Wahyudi 2003 )

(22)

Kusmayadi (2009) menyimpulkan bahwa pengawasan menjiwai seluruh aspek pengelolaan keuangan daerah. Bila pengawasan ini berjalan sebagai mana mestinya, dapat dipastikan bahwa pengawasan menjiwai seluruh aspek pengelolaan keuangan daerah apabila pengawasan ini berjalan sebagai mana mestinya, dapat dipastikan bahwa kelemahan – kelemahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan pemerintah pemerintah dapat diminimalkan, sehingga disiplin dan prestasi kerja yang meningkat, penyalagunaan wewenang berkurang, efisiensi dan efektifitas penggunaan dana dan sumber daya manusia lainnya akan meningkat, kualitas pelayanan publik akan meningkat suasana kerja lebih tertib dan teratur termasuk akuntabilitasnya sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).

Sadeli (2012) juga melakukan penelitian tentang profesionalitas aparat pengawasan fungsional intern terhadap pelaksanaan audit pemerintahan dan implikasinya kepada akuntabilitas keuangan pemerintah instansi pemerintah daerah ini membuktikan bahwa aparat pengawasan fungsional intern berpengaruh positif terhadap pelaksanaan audit pemerintahan.

Maka dirumuskan hipotesissebagai berikut:

Gambar

Table 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN/NOTES TO THE CONSOLIDATED FINANCIAL STATEMENTS TAHUN BERAKHIR 31 DESEMBER 2012 DAN 2011/YEARS ENDED 31 DECEMBER 2012 AND 2011. (Dalam

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan pada perusahaan sub sektor telekomunikasi yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2011-2015 dengan melihat

Golongan ini mencakup kegiatan umum pengolahan logam, seperti penempaan atau penekanan, persepuhan, pelapisan, pengukiran, pemboran, penyemiran, pengelasan dan lain-lain, yang

Oleh karena itu, setiap bulan Perusahaan Dzakiyah Permata Kendari melakukan peren- canaan untuk memproduksi abon ikan pada saat harga ikan murah, agar apabila harga

Berdasarkan studi pendahuluan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Siaga Medika Banyumas menunjukkan angka kejadian rujukan cidera kepala dari tahun ke tahun

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil konsumen di Biro Perjalanan Wisata Angsa Indonesia Tours and Travel Yogyakarta dan perbedaan tanggapan konsumen

Berdasarkan percobaan adsorpsi pada kondisi optimum, nilai kapasitas adsorpsi Cu(II) oleh adsorben abu terbang batu bara aktivasi fisika adalah 1,443 mg/g menurut model Langmuir

Dari kedua variabel tersebut, komunikasi dan informasi mempunyai model hubungan yang linier terhadap kinerja waktu proyek khususnya pada indikator hubungan koordinasi