SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Akursius Rony
NIM : 058114110
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
ANALISIS PERENCANAAN OBAT BERDASARKAN ABC INDEKS KRITIS
DI APOTEK SANATA DHARMA
TAHUN 2006-2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Akursius Rony
NIM : 058114110
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
v
are possible
Matthew 19:26
banyak hal yang telah terjalani dan itu belum selesai...
kupersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus...
untuk bapa dan mama serta saudara-saudaraku...
untuk almarhum nenek dan kakek...
untuk dia...,,
vii
PRAKATA
Hal yang paling indah adalah bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus. Puji
dan syukur penulis kepada Tuhan Yesus Kristus atas kekuatan, kasih, bimbingan, dan
dorongan yang telah Ia diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “
Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks
Kritis di Apotek Sanata Dharma tahun 2006-2008”
ini dengan baik sebagai salah
satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) pada Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan dari
berbagai pihak yang telah membantu penulis hingga akhir penulisan laporan skripsi.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Sri Siwi Rahayu, S.Si., Apt selaku Apoteker Pengelola Apotek Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah memberikan ijin menggunakan Apotek Sanata Dharma
sebagai tempat untk menjalankan penelitian.
viii
dan yang telah memberikan saran serta masukan kepada penulis dalam penulisan
skripsi ini.
6. Fx. Budianto selaku administratif dan karyawan Fakultas Farmasi USD yang
telah membantu dan mau direpotkan oleh penulis selama pelaksanaan penelitian
di Apotek.
7. Bapa Alexius Gupung dan Mama Theresia Atin yang telah mendoakan,
membesarkan, mendidik, dan tempat bersandar bagi penulis dengan penuh kasih
saying serta pengobanan tanpa henti sehingga menjadi panutan yang sangat
berarti.
8. Cece Wati, Bang Olok, dan Bang Ipit yang telah monjadi motivator dan inspirator
bagi penulis dalam penyusunan skripsi.
9. Om Uyup, Bang Aloy, Aso, Kak Deta, Nathaniel, Wina, Sera, Michael, Une, dan
adik-adik Une yang banyak memberi semangat kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
10. Maria Elfina Silvia yang telah mendukung, memberi semangat dan doa, serta mau
menjadi tempat keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
ix
12. Donald dan Feri D.S yang banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi
di kontrakan.
13. Teman-teman kelas C angkatan 2005 dan FKK angkatan 2005 yang telah
memberikan keceriaan, motivasi bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Akhir
kata, penulis menyadari bahwa saran yang membangun akan bermanfaat untuk
perbaikan bagi penulis. Terima kasih dan Tuhan Yesus memberkati.
x
Yogyakarta sehingga dapat dijadikan dasar dalam meningkatkan efektivitas dan
efisisensi perencanaan dalam rangka menjamin ketersediaan obat.
Penelitian menggunakan rancangan penelitian studi kasus non eksperimental
yang bersifat retrospektif. Data meliputi pengeluaran dan harga satuan barang. Selain
itu dilakukan wawancara dengan Apoteker Pengelola Apotek. Hasil analisis ABC
nilai pakai, nilai investasi dan VEN digabung sehingga didapat hasil analisis ABC
indeks kritis. ABC indeks kritis ini yang akan membawa kepada perencanaan untuk
pertimbangan pengadaan.
Hasil analisis nilai pakai tahun 2006-2008, rata-rata jumlah golongan A
sebanyak 123 jenis, golongan B sebanyak 248 jenis, dan golongan C sebanyak 1631.
Hasil analisis nilai investasi, rata-rata jumlah golongan A sebanyak 294 jenis,
golongan B sebanyak 285 jenis, dan golongan C sebanyak 1424. Hasil analisis VEN,
ada 105 jenis yang masuk golongan A, 223 jenis masuk golongan B, dan 1752 jenis
masuk golongan C. Profil rata-rata nilai indeks kritis, golongan A sebanyak 110 jenis,
golongan B sebanyak 248 jenis, dan golongan C sebanyak 1645. Jumlah sediaan yang
direkomendasikan di Apotek Sanata Dharma sebanyak 403 dan 1647 sediaan
dieliminasi.
xi
ABSTRACT
Inefficient and ineffectiveness of drugs management brings about negative
impacts both medically and economically. This research aims to find out the planning
phase of the drugs system in Sanata Dharma Dispensary of Yogyakarta so that it can
be the basic of increasing the effectiveness and efficiency of the plan in order to
guarantee the drugs availability.
This research used a retrospective non-experimental case study. The data
covered the outcome and per item price. Moreover, an interview has been conducted
with a Pharmacist as the Dispensary Manager. The result of the ABC “Nilai Pakai”
(Use Value), “Nilai Investasi” (Investment Value) and VEN were collected to obtain
the ABC critical index analysis. This ABC critical index itself would bring to the
planning of the availability consideration.
The result of the Use Value in 2006 to 2008 was that the average quantity of
A Group as much as 123 varieties, B Group as much as 248 varieties, and C Group as
much as 1631. The result of Investment Value analysis was that the average quantity
of A Group as much as 294 varieties, B Group as much as 285 varieties, and C Group
as much as 1424. The result of the VEN analysis showed that there were 105 varieties
enter the A group, 223 varieties enter the B Group, and 1752 varieties enter the C
Group. The critical index value profile was that A Group as much as 110 varieties, B
Group as much as 248 varieties, and C Group as much as 1645. The product quantity
recommended in Sanata Dharma Dispensary as much as 403 and 1647 product were
eliminated.
xii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...
iii
HALAMAN PENGESAHAN……….……...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….………...
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….………...
vi
PRAKATA……….………
vii
INTISARI………...
x
ABSTRACT………..
xi
DAFTAR ISI………
xii
DAFTAR TABEL………
xv
DAFTAR GAMBAR………
xvi
DAFTAR LAMPIRAN………....
xviii
BAB I PENGANTAR…..………...
1
A. Latar Belakang……….
1
1. Permasalahan………..
3
2. Keaslian penelitian………..
4
3. Manfaat penelitian………..
4
B. Tujuan Penelitian……….
5
1. Tujuan umum………..
5
xiii
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………..
6
A. Apotek………..
6
1. Definisi……….
6
2. Apotek Sanata Dharma………
6
3. Tugas dan fungsi apotek……….………….
8
B. Sediaan Farmasi………
9
C. Perbekalan Kesehatan……….………
13
D. Apoteker……….………...
15
E. Manajemen Persediaan……….
16
1. Tipe persediaan………
18
2. Fungsi persediaan……….
19
F. Perencanaan Perbekalan Farmasi……….………..
20
G. Pengadaan Perbekalan Farmasi………..………
22
H. Analisis ABC………
24
I.
Keterangan Empiris………
29
BAB III METODE PENELITIAN……….
30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………..
30
B. Definisi Operasional………..
30
C. Subjek Penelitian……….
33
D. Alat Penelitian………
33
xiv
2. Analisis ABC Nilai Investasi………..
35
3. Analisis VEN………..
35
4. Analisis ABC Nilai Indeks Kritis………
36
H. Kesulitan Penelitan………...
38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….
39
A. Profil Nilai Pakai, Nilai Investasi dan VEN……….
41
1. Analisis ABC Nilai Pakai………
41
2. Analisis ABC Nilai Investasi……….
45
3. Analisis VEN……….
55
B. Analisis ABC Indeks Kritis………
58
C. Rekomendasi Perencanaan untuk Tahun Berikutnya………
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………
78
A. Kesimpulan………..
78
B. Saran………..
79
DAFTAR PUSTAKA………..
80
LAMPIRAN……….
82
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I
Jumlah Sediaan Berdasarkan Nilai Pakai pada tahun 2006-2008 di
Apotek Sanata Dharma………...………
44
Tabel II
Jumlah Sediaan dan Nilai Rupiah Berdasarkan Nilai Investasi pada
Tahun 2006-2008 di Apotek Sanata Dharma ...………..
48
Tabel III
Rata-rata Harga per-Sediaan Berdasarkan Nilai Investasi pada Tahun
2006-2008 di Apotek Sanata Dharma ………..………..
49
Tabel IV
Persentase Hasil Analisis Selama Tiga Periode berdaarkan Nilai Pakai,
Nilai Investasi, dan VEN di Apotek Sanata Dharma..……...
58
Tabel V
Jumlah Golongan Sediaan Dalam Nilai Indeks Kritis pada Tahun
2006-2008 di Apotek Sanata Dharma ……….…………
61
Tabel VI
Jumlah Sediaan Tiap Golongan pada tahun 2006-2008 di Apotek Sanata
Dharma ……….………..
71
Tabel VII
Penggolongan kepada macam-macam sediaan yang ada di Apotek
xvi
Gambar 3
Logo Fitofarmaka
10
Gambar 4
Logo Obat Bebas
10
Gambar 5
Logo Obat Bebas Terbatas
11
Gambar 6
Logo Obat Keras
11
Gambar 7
Logo obat Narkotik
12
Gambar 8
Contoh Suatu Distribusi Persediaan ABC………..………
27
Gambar 9
Diagram Batang Analisis Nilai Pakai selama Tiga periode di Apotek
Sanata Dharma ……….…………
43
Gambar 10
Diagram Batang Analisis Nilai Investasi selama tiga periode di Apotek
Sanata Dharma ……….
47
Gambar 11
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Nilai Investasi tahun
2006 di Apotek Sanata Dharma ……….……….……
51
Gambar 12
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Nilai Investasi tahun
2007 di Apotek Sanata Dharma ……….……….……
52
Gambar 13
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Nilai Investasi tahun
2008 di Apotek Sanata Dharma ……….……….……
53
Gambar 14
Persentase Golongan Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Apoteker
Pengelola Apotek di Apotek Sanata Dharma……….………..
57
Gambar 15
Diagram Batang Nilai Indeks Kritis pada tahun 2006-2008 di Apotek
xvii
Gambar 16
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis tahun
2006 di Apotek Sanata Dharma ……….……….……
62
Gambar 17
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis tahun
2007 di Apotek Sanata Dharma ……….………….……
63
Gambar 18
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis tahun
2008 di Apotek Sanata Dharma ……….……
64
Gambar 19
Persentase Nilai Indeks Kritis Selama Tiga Periode (2006-2008) di
Apotek Sanata Dharma ………...……….
66
Gambar 20
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis tahun
2006-2008 di Apotek Sanata Dharma ………
69
xviii
LAMPIRAN I.1
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan A ………..…
82
LAMPIRAN I.2
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan B……….……
86
LAMPIRAN I.3
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan C………..…..
93
LAMPIRAN II
Jenis Sediaan Berdasarkan Analisis Nilai Investasi pada Tahun
2006-2008 di Apotek Sanata Dharma………
139
LAMPIRAN II.1
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan A ………..……….
139
LAMPIRAN II.2
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan B……….……..
150
LAMPIRAN II.3
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan C………..
161
LAMPIRAN III
Jenis Sediaan Berdasarkan Analisis VEN di Apotek Sanata
Dharma………..
212
LAMPIRAN III.1
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan A………
212
LAMPIRAN III.2
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan B………..
213
LAMPIRAN III.3
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan C………..
215
LAMPIRAN IV
Jenis Sediaan Berdasarkan Analisis Nilai Indeks Kritis pada
Tahun 2006-2008 di Apotek Sanata Dharma……….
230
LAMPIRAN IV.1
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan Aa………..………..
230
xix
LAMPIRAN IV.3
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan Ac………
234
LAMPIRAN IV.4
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan Ba………
235
LAMPIRAN IV.5
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan Bb………..
240
LAMPIRAN IV.6
Jenis Sediaan yang Masuk Golongan Bc……….
242
1
A. Latar Belakang
Berdasarkan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang standar pelayanan
kefarmasian di apotek, apotek adalah tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarskat. Dari definisi tersebut bahwa apotek merupakan salah satu sarana
pelayanan kesehatan dan sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi
apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian.
2
pengadaan, dan penyimpanan sehingga penyampaian sediaan farmasi tersebut dapat
dalam jumlah yang tepat pada saat dibutuhkan dengan biaya yang ekonomis.
kerja karena pertimbangan pengadaan obat tidak hanya berdasarkan biaya tetapi juga
berdasarkan dampak obat terhadap kesehatan.
Apotek Sanata Dharma merupakan Apotek yang cocok untuk dianalisis
karena keterbatasan tenaga dan memerlukan dana yang kecil dalam pengadaannya.
Apotek Sanata Dharma juga memiliki jumlah barang yang banyak sehingga perlu
dikendalikan
agar
dapat
mencegah
terjadinya
pengeluaran
sediaan
karena
kadaluwarsa atau rusak. Dalam hal pengadaan Apotek Sanata Dharma tidak
menggunakan pertimbangan jadwal pemesanan, karena pengadaan berdasarkan
dengan menipisnya stok dalam artian membeli atau memesan secara terus menerus.
Apotek Sanata Dharma memerlukan dana yang kecil karena di Apotek Sanata
Dharma tidak menekankan hal bisnis melainkan pelayanan, hal ini terlihat dengan
konsumen atau pasien yang berasal dari lingkungan Sanata Dharma yaitu karyawan
dan mahasiswa. Jika dikaitkan dengan efisiensi pengadaan dan dana yang kecil maka
perlu diadakan analisis pengendalian persediaan sehingga dapat memberikan
informasi dalam rangka memperioritaskan pengadaan.
1. Permasalahan
Beberapa permasalahan yang muncul antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana profil rata-rata nilai pakai, nilai investasi, dan VEN di Apotek
Sanata Dharma tahun 2006, 2007, dan 2008?
4
c. Sediaan apa saja yang akan direkomendasikan untuk direncanakan pada tahun
berikutnya terkait dengan profil nilai indeks kritis?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran yang telah dilakukan, penelitian tentang analisis
perencanaan obat berdasarkan ABC indeks kritis di Apotek Sanata Dharma tahun
2006 sampai 2008 belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang perencanaan
obat agar pengadaan obat dapat efisien dan pemakaian yang efektif di suatu
apotek.
b. Manfaat praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi perencanaan
sediaan farmasi, terutama bagi Apoteker Pengelola Apotek Sanata Dharma
berdasarkan analisis perencanaan obat berdasarkan ABC indeks kritis
beberapa periode sebelumnya.
c. Manfaat metodologis
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk perencanaan agar mendapatkan pengadaan
sediaan farmasi yang efektif dan efisien.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Nilai Pakai, Nilai Investasi, dan VEN sediaan farmasi yang ada di Apotek
Sanata Dharma periode 2006-2008.
b. Nilai Indeks Kritis sediaan farmasi yang ada di Apotek Sanata Dharma
periode 2006-2008.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apotek
1. Definisi
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Apotik menyebutkan
bahwa “Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran Obat kepada masyarakat”. Definisi ini juga tidak
jauh berbeda dengan definisi yang diberikan pada Keputusan Menteri Kesehatan
No. 1332 tahun 2002 maupun Kepmenkes No. 1027 tahun 2004; Apotek adalah
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
2. Apotek Sanata Dharma
Apotek (APA) dan Sri Siwi Rahayu, S. Si., Apt sebagai Apoteker Pendamping
(Nia dkk, 2008). Hal tersebut juga tertera pada Visum Apoteker Sri Siwi Rahayu,
S. Si., Apt. dengan nomor dan tanggal SP adalah KP.01.01.1.3.13756 bahwa Sri
Siwi Rahayu, S. Si., Apt. melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker
pendamping pada Apotek Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Visum ini
berlaku sejak 9 Juni 2004 yang ditanda tangani oleh Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi DIY hingga yang bersangkutan tidak bekerja lagi di Apotek Sanata
Dharma.
Pada tahun 2006, Apoteker Pengelola Apotek Edi Joko Santoso, S.Si.,
Apt. melanjutkan studi sehingga apotek membutuhkan Apoteker Pengganti untuk
memenuhi peraturan perundang-undangan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu
apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal
tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk
Apoteker Pengganti. APA mengangkat Sri Siwi Rahayu, S.Si., Apt sebagai
Apoteker Pengganti yang sebelumnya menjadi Apoteker Pendamping dan Lusia
Murtisiwi, S.Farm., Apt sebagai Apoteker Pendamping (Nia dkk, 2008). Sejalan
dengan itu, Yayasan Sanata Dharma memberi surat penugasan kepada Sri Siwi
Rahayu, S. Si., Apt. sebagai Pejabat (Pj) penanggungjawab Apotik Sanata
Dharma terhitung mulai tanggal 31 Juli 2006 – 31 Desember 2007.
8
Pengelola Apotek dari Edi Joko Santoso, S. Si., Apt. selaku Apoteker Pengelola
yang lama kepada Sri Siwi Rahayu, S. Si., Apt. selaku Apoteker Pengelola
Apotek yang baru mengizinkan Sri Siwi Rahayu, S. Si., Apt. sebagai Apoteker
Pengelola Apotek Sanata Dharma. Izin tersebut berlaku sejak tanggal 22
September 2008 dengan nomor surat penugasan Kp.01.01.1.3.13756 dan Apotek
Sanata Dharma tetap milik Yayasan Sanata Dharma.
Apotek Sanata Dharma disebut sebagai apotek pendidikan karena tujuan
awal pendiriannya adalah sebagai sarana pembelajaran bagi mahasiswa S1
Farmasi dan Profesi Apoteker, selain itu juga sering digunakan oleh mahasiswa
lainnya. Apotek Sanata Dharma selain sebagai sarana belajar mahasiswa juga
menjadi pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekitar apotek, mahasiswa dan
karyawan Universitas Sanata Dharma (Nia dkk, 2008).
3. Tugas dan fungsi apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia NO. 25 tahun 1980
tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah NO. 26 tahun 1965 tentang Apotik,
tugas dan fungsi apotik adalah:
a. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan;
b. sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat;
B. Sediaan Farmasi
Dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, KepMenKes tahun 2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan Peraturan Pemerintah RI tahun
1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan disebutkan sediaan
farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Menurut UU No. 23 tahun 1992 juga dikatakan obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat itu sendiri adalah
bahan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Logo untuk kelompok jamu memiliki kode registrasi: TR. Contoh produk
jamu: Antangin
®(cair), Darsi
®(pil, kapsul), Sliming Tea
®(serbuk teh), Merit
®(pil)
(Anonim, 2004b).
Gambar 1. Logo Jamu (Anonim, 2004b)
10
Gambar 2. Logo Herbal Terstandar (Anonim, 2004b)
Logo untuk kelompok fitofarmaka memiliki Kode registrasi: FF. Contoh
produk Fitofarmaka : Stimuno
®(cair) X-Gra
®(kapsul), Nodiar
®(tablet), Tensigard
®(kapsul) (Anonim, 2004b).
Gambar 3. Logo Fitofarmaka (Anonim, 2004b)
Obat bukan tradisional dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
1. Obat bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah parasetamol
tablet 500 mg (Anonim, 2006a).
Gambar 4. Logo Obat Bebas (No. Reg DBL) (Anonim, 2006a)
2. Obat bebas terbatas
Gambar 5. Logo Obat Bebas Terbatas (No. Reg DTL) (Anonim, 2006a)
3. Obat keras dan psikotropika
Dalam Undang-undang obat keras tahun 1949 disebutkan obat-obat keras
yaitu obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan tehnik, yang mempunyai
khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfiksikan dan lain-lain
tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak, yang ditetapkan oleh
Secretaris Van Staat, Hoofd van het Departement Van Gesondheid.
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep
dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran
merah dengan garis tepi berwarna hitam (Anonim, 2006a). Contoh obat keras
adalah ampicillin kapsul 500 mg (Anonim, 2007).
Gambar 6. Logo Obat Keras (No. Reg DKL) (Anonim, 2006a)
12
adalah jenis obat yang menstimulasi seluruh SSP, yakni antidepresiva dan
psikostimulansia (wekamin). Contoh obat psikotropika adalah Haldol® tablet 2
mg (Anonim, 2007).
4. Obat narkotika
Dalam Undang-undang No. 22 tahun 1997 narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.
Narkotika digolongkan menjadi; narkotika golongan I, II, dan III.
Atas dasar cara kerjanya, obat-obatan ini dapat dibagi dalam 3 kelompok,
yakni:
a. Agonis opiate, yang dapat dibagi dalam alkaloida candu seperti morfin,
kodein, heroin, nicomorfin; dan zat-zat sintetis seperti metadon dan
derivatnya, petidin, dan derivatnya, dan tramadol.
b. Antagonis opiate seperti
nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin
, dan
nalbufin.
Bila digunakan sebagai analgetika, obat ini dapat menduduki salah
satu reseptor.
c. Kombinasi, zat-zat ini juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak
mengaktivasi kerjanya dengan sempurna (Tjai dan Rahardja, 2002).
Undang-undang Narkotika dikebanyakan negara, beberapa obat dari
kelompok obat ini, seperti
propoksifen, pentazosin
, dan
tramadol
, tidak termasuk
dalam Undang-undang Narkotik, karena bahaya kebiasaan dan adiksinya ringan
sekali. Namun, penggunaannya untuk jangka waktu lama tidak dianjurkan. Pada
tahun 1978,
propoksifen
di negeri Belanda dimasukkan dalam
“Opiumwet”
(Tjai
dan Rahardja, 2002). Contoh obat narkotika adalah codein tablet 10 mg.
C. Perbekalan Kesehatan
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang
diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Alat kesehatan adalah bahan,
instrument aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit serta memulihankan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Anonim, 1992).
14
dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan penyediaan perbekalan kesehatan (ayat
2).
Pemerintah
membantu
penyediaan
perbekalan
kesehatan
yang
menurut
pertimbangan diperlukan oleh sarana kesehatan (ayat 3).
Pengadaan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dibina dan
diarahkan agar menggunakan potensi nasional yang tersedia dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan hidup termasuk sumber daya alam dan sosial budaya.
Produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara produksi
yang baik yang berlaku dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam
farmakope Indonesia atau buku standar lainnya dan atau syarat lain yang ditetapkan.
Pemerintah mendorong, membina, dan mengarahkan pemanfaatan obat tradisional
yang dapat dipertanggung jawabkan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal (Anonim, 1992).
Pengamanan alat kesehatan tertuang dalam pasal 39 Undang-undang No. 23
tahun 1992 tentang kesehatan, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan
mutu dan atau keamanan dan kemanfaatan.
Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta yang seluas-luasnya
dalam mewujudkan perlindungan masyarakat dan bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sedian farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat dan/atau tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan (Anonim, 1998).
D. Apoteker
Definisi apoteker tertuang dalam dalam Undang-undang obat keras/St.No.419
tanggal 22 Desember 1949. Apoteker: mereka yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek peracikan obat di
Indonesia sebagai Apoteker sambil memimpin sebuah Apotek. Apoteker adalah
sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker (Anonim, 2004a).
16
tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki
surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai apoteker pengelola apotik di apotik lain.
Apoteker adalah praktisi kesehatan yang merupakan bagian dari sistem
rujukan profesional. Karena mudah didatangi (aksesibilitas), apoteker sering kali
merupakan titik kontak pertama antara seorang penderita dan sistem pelayanan
kesehatan. Apoteker berurusan dengan penerapan terapi, dengan menyediakan produk
obat yang perlu untuk pengobatan kondisi yang didiagnosis oleh dokter, dan
memastikan penggunaan obat yang tepat. Farmasi adalah profesi yang harus selalu
berinteraksi dengan profesional kesehatan lainnya, dan penderita untuk pemberian
konsultasi serta informasi, di samping mengendalikan mutu penggunaan terapi obat
dalam bentuk pengecekan atau interpretasi pada resep atau order dokter (Siregar dan
Amalia, 2004).
E. Manajemen Persediaan
Manajemen adalah pengambilan keputusan, yang dapat diartikan bagaimana
pimpinan harus mengambil keputusan untuk menentukan misalnya pengembangan
produk baru, memperluas usaha dengan membuat pabrik baru, dan lain-lain membuat
strategi pemasaran bahkan dalam menerima ataupun mengeluarkan karywan,
melakukan hubungan dengan mitra bisnisnya, juga dengan pelanggan potensial dan
berbagai pekerjaan yang lain (Seto dkk, 2004).
obat yang tepat memiliki pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan
kembali atas investasi apotek (Seto dkk, 2004).
Manajemen persediaan merupakan suatu cara mengendalikan persediaan agar
dapat melakukan pemesanan yang tepat yaitu dengan biaya yang optimal. Oleh
karena itu konsep mengelola sangat penting diterapkan oleh perusahaan agar tujuan
efektifitas maupun efisiensi tercapai. Semua organisasi mempunyai beberapa jenis
sistem perencanaan dan pengendalian persediaan. Contohnya di Bank ada metode
untuk mengendalikan uang tunai, di rumah sakit ada metode mengendalikan
persediaan akan obat-obatan. Di kantor, sekolah, pada usaha ritel seperti super market
dan di semua organisasi bisnis terutama berkepentingan untuk mengelola persediaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat perlu untuk mempelajari bagaimana
mengelola persediaan di suatu perusahaan (Dwiningsih, 2009).
Manajemen persediaan yang baik merupakan hal yang sangat penting bagi
suatu perusahaan. Pada satu sisi, pengurangan biaya persediaan dengan cara
menurunkan tingkat persediaan dapat dilakukan peruahaan, tetapi pada sisi lainnya,
konsumen akan tidak puas apabila suatu produk stocknya habis. Oleh karena itu
keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan kepada konsumen
harus dapat dicapai (Dwiningsih, 2009).
18
tidak sesuai dengan realita yang ada karena kegiatan ini sangat sulit dilakukan dan
banyak negara yang memiliki
inventory management
buruk dan sistemnya menjadi
membuang-buang
uang,
menyebabkan
pengurangan
golongan
esensial,
dan
mengakibatkan penurunan kualitas pada perawatan pasien (Quick, 1997).
Tujuh dasar yang harus diperhatikan ketika hendak merancang sistem
inventory management
adalah:
1. tujuan
supply sistem
dan tipe sistem distribusi
2. pelaporan dan rekaman yang menyediakan dana untuk
inventory management
3. pemilihan barang yang akan distok
4. keseimbangan antara tingkat servis dan tingkat stok
5. kebijakan frekuensi pemesanan
6. formula yang digunakan untuk menghitung kuantitas
re-order
7. kontrol ongkos yang terkait dengan
inventory management
(Quick, 1997).
Dua faktor yang relevan yaitu
independent vs dependent demand
dan
push
dan pull logistic
.
Independent demand sistem
dapat diterapkan pada
management
procurement
dan distribusi produk akhir. Interval dan distribusi pemesanan
diturunkan dari riwayat
forecast
konsumen dan didapatkan dengan pengetahuan
perubahan tingkat yang diharapkan.
Inventory level
diatur untuk menyedikan tingkat
servis tertentu dan pada
acceptable cost
(Quick, 1997).
1. Tipe persediaan
a. Persediaan bahan mentah yang telah dibeli, tetapi belum diproses. Pendekatan
yang lebih banyak diterapkan adalah dengan menghapus variabilitas pemasok
dalam mutu, jumlah atau waktu pengiriman sehingga tidak perlu pemisahan.
b. Persediaan barang dalam proses yang telah mengalami beberapa perubahan
tetapi belum selesai. Persediaan ini ada karena untuk membuat produk
diperlukan waktu yang disebut waktu siklus. Pengurangan waktu siklus
menyebabkan persediaan ini berkurang.
c. Persediaan MRO (Maintenance/Repair/Operating) merupakan persediaan
yang dikhususkan untuk perlengkapan pemeliharaan, perbaikan, operasi.
Persediaan ini ada karena kebutuhan akan adanya pemeliharaan dan perbaikan
dari beberapa peralatan yang tidak diketahui. Sehingga persediaan ini
merupakan fungsi jadwal pemeliharaan dan perbaikan.
d. Persediaan barang jadi, termasuk dalam persediaan karena permintaan
konsumen untuk jangka waktu tertentu mungkin tidak diketahui (Dwiningsih,
2009).
2. Fungsi persediaan
Persediaan mempunyai beberapa fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari
operasi suatu perusahaan, antara lain:
a. Untuk memberikan stock agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi
akan terjadi.
20
c. Untuk memperoleh keuntungan dari potongan kuantitas, karena membeli
dalam jumlah banyak biasanya ada diskon.
d. Untuk hedging terhadap inflasi dan perubahan harga.
e. Untuk menghindari kekurangan stok yang dapat terjadi karena cuaca,
kekurangan pasokan, mutu, ketidaktepatan pengiriman.
f.
Untuk menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam proses
(Dwiningsih, 2009).
F. Perencanaan Sediaan Farmasi
Dalam siklus pengelolaan obat, tahap perencanaan selalu dibahas paling awal,
karena perencanaan dianggap awal mula dari kegiatan pada umumnya. Walaupun
demikian, dalam pengelolaan obat yang baik, perencanaan idealnya dilakukan dengan
berdasarkan data yang diperloeh dari tahap terakhir pengelolaan, yaitu penggunaan
periode lalu. Gambaran penggunaan obat dapat dipeoleh berdasarkan data riil
konsumsi obat, atau berdasarkan data riil pola penyakit (Anonim, 1996).
Dalam penetuan kebutuhan adalah menyangkut proses memilih jenis dan menetapkan
dengan prediksi jumlah kebutuhan persediaan barang/obat perjenisnya di apotek
ataupun rumah sakit. Penentuan kebutuhan dapat dikatakan adalah merupakan
perincian yang kongkrit dan detail dari perencanaan logistik.
Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat
kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang akan dipesan.
Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis dalam buku
defecta
, yaitu jika barang habis
atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan
sebelumnya. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan oleh Apoteker Pengelola
Apotek di dalam melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih
Pedagang Besar Farmasi yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya
harga yang ditawarkan sesuai (murah), ketepatan waktu pengiriman, diskon dan
bonus yang diberikan sesuai (besar), jangka waktu kredit yang cukup, serta
kemudahan dalam pengembalian obat-obatan yang hampir kadarluarsa (ED) (Hatini
dan Sulasmono, 2008).
22
G. Pengadaan Sediaan Farmasi
Yang dimaksud dengan pengadaan ialah, suatu proses untuk mendapatkan
perbekalan. Dalam hal ini ialah perbekalan farmasi untuk menunjang kegiatan
pelayanan. Pengadaan merupakan bagian dari siklus manejemen perbekalan farmasi.
Tujuan sistem pengadaan: mendapatkan perbekalan perbekalan farmasi dengan harga
layak, mendapatkan obat/barang dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin
tepat waktu, proses berjalan lancar, tidak memerlukan tenaga-waktu berlebihan.
Dalam proses pengadaan masih dijumpai pemborosan waktu, dana, dan tenaga, dan
akibat yang dirasakan makin meningkatnya biaya perbekalan farmasi dan akan
menurunkan kualitas pelayanan (Anonim, 1996).
Fungsi pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan didalam fungsi
perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), maupun
penganggaran. Di dalam pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan
dari fungsi perencanaan dan penetuan kebutuhan, serta rencana pembiyaan dari fungsi
penganggaran.
Pelaksanaan
dari
fungsi
pengadaan
dapat
dilakukan
dengan
pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan sumbangan (hibah, misal
untuk rumah sakit umum) (Seto dkk, 2004).
Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam fungsi pengadaan adalah pengadan
tersebut haruslah memenuhi syarat, yakni:
1. Doelmatig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana.
2. Rechmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan.
Biasanya anggaran yang dialokasikan oleh rumah sakit umum yang dikelola oleh
pemerintah (pusat maupun daerah) tidak sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya
(kebutuhan > anggaran tersedia). Untuk itu perlu disusun skala prioritas atas dasar
manfaat. Untuk pengadaan obat, WHO memperkenalkan sistem VEN (Vital,
Esensial, Non-esensial), dengan mengatur pengadan dari hanya item-item “V”,
kemudian item-item “E”, yang apabila diperlukan, tentukan dengan tepat prioritas
diantara item-item tersebut dan akhirnya apabila dana tidak dialokasikan
tersisa/tersedia, diatur untuk pengadaan item-item “N”. Perlu diingat bahwa VEN
untuk tiap negara akan berbeda penggolongannya.
3. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya haruslah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Jadi dalam pengadaan perlu diperhatikan mengenai kebutuhan, kemampuan
dan ketentuan (3K) (Seto dkk, 2004).
Pada proses pengadaan ada tiga elemen penting:
1. Metoda pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan “biaya tinggi”
2. Penyusun dan persyaratan kontrak kerja, sangat penting untuk menjaga agar
pelaksanaan pengadaan terjamin mutu, waktu dan kelancaran bagi semua pihak
3. Order pemesanan, agar barang dapat sesuai macam, waktu dan tempat
24
obat, sedangkan biaya operasional relatif kecil, biaya pengembangan jarang yang
mengalokasikan (Anonim, 1996).
H. Analisis ABC
Analisis ABC adalah metode yang sangat berguna untuk melakukan
pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang
rasional. Terkait dengan pemilihan obat, evaluasi obat kelompok A menjelaskan
tentang item obat yang paling banyak digunakan. Selain itu analisis ABC juga
membantu untuk mengidentifikasi biaya yang dihabiskan untuk setiap item obat yang
tidak terdapat dalam daftar golongan esensial atau jarang digunakan. Terkait dengan
pendapatan dari penyediaan obat, analisis ABC dapat digunakan untuk:
1. menentukan frekuensi permintaan item obat
Memesan item obat kelompok A lebih sering dan dalam jumlah yang lebih kecil
akan mengurangi biaya inventoris
2. mencari sumber item kelompok A dengan harga yang lebih murah
Dilakukan dengan mencari item kelompok A dalam bentuk sediaan yang paling
murah atau supplier yang paling murah
3. memonitor status permintaan item
Hal ini untuk mencegah terjadinya kekurangan item yang mendadak dan
keharusan untuk melakukan pembayaran darurat yang biasanya mahal
Pola
penyediaan
disesuaikan
dengan
prioritas
sistem
kesehatan
yang
menunjukkan jumlah obat jenis apa saja yang sering digunakan
5. membandingkan biaya aktual dan terencana
Membandingkan biaya aktual dan terencana dengan sistem penyediaan obat di
sektor publik negara yang bersangkutan (Quick, 1997).
Terkait dengan manajemen distribusi dan inventoris, analisis ABC bisa
digunakan untuk :
1. memonitor waktu paruh dengan menitik beratkan pada kelas A untuk
meminimalisasi jumlah obat yang dibuang.
2. menjadwal pengiriman
3. menghitung jumlah stok secara berkala, terutama untuk penghitungan item
kelompok A
4. memonitor penyimpanan (Quick, 1997).
Terkait dengan segi manfaat, analisis ABC digunakan untuk mengevaluasi
item dengan tingkat penggunaan terbanyak bersama-sama pejabat kesehatan, dokter,
dan tenaga medis lain untuk memberikan gambaran mengenai obat yang jarang dan
sering digunakan (Quick, 1997).
Analisis ABC dapat diterapkan pada suatu periode tahunan atau periode yang
lebih singkat. Langkah-langkah analisis ABC yaitu :
1. mendata semua item yang dibeli atau dikonsumsi dan memasukkannya
kedalam unit biaya
26
3. menghitung nilai konsumsi
4. menghitung persentase nilai total setiap item
5. menyusun kembali daftar berurutan dari nilai total yang paling tinggi
6. menghitung persentase kumulatif nilai total untuk setiap item
7. memilih poin
cut-off
atau batasan (range persentase) untuk obat kelompok
A,B,dan C
8. menyajikan data dalam bentuk grafik (Quick, 1997).
bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Sebagai contoh, 20% dari total barang
biasanya bernilai 80% dari total nilai inventori (Anonim, 2006b).
Menurut Handoko (1999), Hukum Pareto berguna dalam pengalokasian
sumber daya-sumber daya pengawasan, dan telah dioperasikan sebagai cara
mengklasifikasikan persediaan menjadi kelompok A, B, dan C. Secara grafik,
pemisahan persediaan barang-barang dalam kelas-kelas (dikenal sebagai
analisis
persediaan
ABC) dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 8. Contoh suatu distribusi persediaan ABC (Handoko, 1999)
28
1. Kelas A
a. Pengendalian ketat
b. Penyimpanan secara baik laporan-laporan penerimaan dan penggunaan barang
c. Berdasarkan perhitungan kebutuhan
d. Pengecekan secara ketat revisi skedul
e. Monitoring terus menerus
f.
Persediaan pengaman tidak ada atau rendah (1 - 2 minggu)
2. Kelas B
a. Pengndalian moderat
b. Penyimpanan secara baik laporan-laporan penerimaan dan penggunaan barang
c. Berdasarkan perhitungan pemakaian di waktu yang lalu atau daftar
permintaan
d. Serangkaian pengecekan perubahan-perubahan kebutuhan
e. Monitoring untuk kemungkinan kekurangan persediaan
f.
Persediaan pengaman moderat (sampai 2 - 3 bulan)
3. Kelas C
a. Pengendalian longgar
b. Bila suplai mencapai titik pemesanan kembali, pesanan segera dilakukan
c. Pengecekan sedikit dilakukan, dengan membandingkan terhadap kebutuhan
d. Monitoring tidak perlu atau sedikit dilakukan
E. Keterangan Empiris
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang analisis perencanaan obat ini merupakan jenis penelitian
non eksperimental dengan menggunakan rancangan studi kasus yang bersifat
retrospektif.
B. Definisi Operasional
1. Nilai Pakai berarti nilai yang diberikan kepada suatu sediaan berdasarkan jumlah
pengeluaran sediaan tersebut. Nilai A diberikan terhadap sediaan yang masuk
dalam pemakaian terbanyak dengan kekuatan gabungan dari seluruh sediaan
tersebut mendominasi 80% pemakaian keseluruhan untuk tiap periodenya. Nilai B
diberikan terhadap sediaan yang pemakaian sedang yang dimulai dari sediaan
yang pemakainnya lebih kecil dari sediaan bergolongan A, kekuatan gabungan
sediaan di golongna B sebesar 15% dari pemakaian keseluruhan dari tiap periode.
Niali C diberikan tehadap sediaan yng pemakaiannya kecil atau tidak sama sekali
yang dimulai dari sediaan yang pemakaiannya lebih kecil dari sediaan yang
masuk golongan B, kekuatan gabungan dari sediaan bergolongan C sebesar 5%
dari seluruh pemakaian untuk tiap periodenya.
diberikan terhadap sediaan-sediaan yang memberikan investasi terbesar dan
apabila di kombinasikan akan memberikan kekuatan sebesar 80% dari seluruh
investasi untuk tiap periodenya. Nilai B diberikan terhadap sediaan yang
memberikan investasi sedang yang diambil setelah sediaan yang masuk golongan
B, jika dikombinasikan memberikan kekuatan sebesar 15% dari seluruh investasi
tiap periodenya. Nilai C diberikan terhadap sediaan yang memiliki investasi kecil
atau tidak memberikan sama sekali, jika sediaan yang bergolongkan C
dikombinasikan maka harus memberikan kekuatan sebesar ± 5% dari seluruh
investasi tiap periode.
3. Vital, Esensial, Non-esensial (VEN) merupakan golongan sediaan yang
ditetapkan oleh Apoteker Pengelola Apotek Sanata Dharma. Vital berarti tidak
boleh kosong sama sekali, Esensial berarti sediaan tersebut tidak boleh kosong
lebih dari 2x24 jam, Non-esensial berarti sediaan yang boleh kosong lebih dari 48
jam. Untuk sedian vital diberi nilai A, sedian esensial diberi nilai B, dan sediaan
non-esensial diberi nilai C.
4. Investasi berarti kemampuan suatu sediaan dalam memberikan nilai harganya
berdasarkan harga+ppn dan pemakaian dalam satu periode.
32
digolongan A selama satu tahun dengan catatan digolongan B selama dua tahun.
Nilai Ac diberikan terhadap sediaan-sediaan yang mampu bertahan dalam
golongan A selama satu tahun. Nilai Ba diberikan terhadap sediaan-sediaan yang
mampu bertahan digolongan B selama tiga tahun. Nilai Bb diberikan terhadap
sediaan-sediaan yang mampu bertahan digolongan B selama dua tahun dan satu
tahunnya berada digolongan C ataupun belum ada pada satu periode. Nilai Bc
diberikan terhadap sediaan-sediaan yang hanya mampu bertahan selama satu
tahun digolongan B. Nilai C diberikan terhadap sediaa-sediaan yang bertahan
digolongan C selama tiga tahun.
6. Rekomendasi perencanaan ditujukan untuk sediaan yang masuk dalam golongan
A dan B berdasarkan indeks kritis.
7. Analisis perencanaan berdasarkan analisis obat yang keluar dan kekuatan
masing-masing obat selama tiga tahun yaitu tahun 2006, 2007, dan 2008 yang
digabungkan dengan pendapat Apoteker Pengelola terhadap tiap jenis obat.
8. Kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana memperoleh daftar sediaan yang
perlu ada di apotek untuk periode berikutnya dan bagaimana mengelola sediaan
yang tidak diperlukan.
9. Wawancara mewakilkan kekuatan obat selama tiga tahun dengan melihat realita
sampai saat ini. Waktu wawancara dilakukan pada awal tahun 2009.
10. Karakteristik sediaan tidak spesifik dan hanya melihat apa yang ada di apotek.
11. Satu periode terdiri dari duabelas bulan atau 1 tahun.
13. Harga satuan+ppn suatu sediaan untuk tiap periode adalah sama berdasarkan data
tahun 2008.
C. Subyek Penelitian
Subyek yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Perbekalan farmasi yang ada di Apotek Sanata Dharma dari tahun 2006 sampai
2008. Jumlah perbekalan pada tahun 2006 sebesar 1926 sediaan, tahun 2007
sebesar 2001 sediaan, dan tahun 2008 sebesar 2080 sediaan.
2. Data sediaan pada saat
stock opname
tahun 2006 sampai 2008.
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Daftar pertanyaan sebagai alat bantu untuk wawancara
2. Buku untuk mencatat langsung
3. Kalkulator untuk menghitung
4. Program microsoft office excel 2007
E. Tempat Penelitian
34
F. Jalan Penelitian
Data diambil dari jumlah pemakaian dan harga obat (harga beli+ppn) di
Apotek Sanata Dharma dari tahun 2006 sampai 2008, serta wawancara dengan
Apoteker Pengelola Apotek. Kemudian akan diperoleh daftar obat yang keluar selama
beberapa periode, daftar peringkat harga obat dan daftar obat yang harus berada di
Apotek menurut Apoteker Pengelola.
G. Analisis Data
Analisis Data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis ABC Nilai Pakai
Pemakaian obat dihitung per tahun, lalu diurutkan dari pemakaian
tertinggi sampai terendah. Penetapan klasifikasi obat menjadi A
NP, B
NP, C
NPberdasarkan persentase kumulatif 80%, 15%, dan 5%. Obat yang sudah
dikelompokkan diberi skor, masing-masing bernilai 3 jika masuk dalam A
NP, nilai
2 jika masuk dalam kelompok B
NP, dan diberi nilai 1 jika masuk dalam kelompok
C
NP.Berikut perhitungannya:
Keterangan: y
= % pemakaian
x
= jumlah pemakaian/sediaan
2. Analisis ABC Nilai Investasi
Analisis dilakukan pertahun, yaitu mengidentifikasi obat dalam urutan
pemakaian biaya terbanyak kemudian obat dikelompokkan menjadi klasifikasi
A
NI, B
NI, C
NI.Caranya yaitu dengan menghitung jumlah penggunaan obat dan
dikalikan dengan harga satuan, kemudian diurutkan dari yang tertinggi sampai
yang terendah. Penetapan klasifikasi obat berdasarkan persentase kumulatif 80%,
15%, dan 5%. Yang sudah dikelompokkan lalu diberi skor, masing-masing
bernilai 3 jika masuk dalam kelas A
NI, nilai 2 untuk obat kelas B
NI, dan nilai 1
untuk obat kelas C
NI.Berikut perhitungannya:
Keterangan: x
= jumlah investasi/sediaan
n
= jumlah pemakaian/sediaan
hp = harga beli + ppn tiap satuan sediaan
Keterangan: y
= % investasi
x
= jumlah investasi/sediaan
Σ
x = jumlah seluruh investasi sediaan
3. Analisis VEN
36
untuk obat yang dirasa tidak perlu untuk berada di Apotek atau boleh kosong
lebih dari 48 jam.
4. Analisis ABC Nilai Indeks Kritis
Untuk mengklasifikasikan obat, data kemudian dimasukkan ke dalam
rumus berikut:
NIK =
nilai pakai + nilai investasi + (2 x VEN)
Nilai pakai, nilai investasi, dan nilai kritis berkisar antara 1 sampai 3.
Untuk NIK 9,5-12 maka obat masuk dalam kelompok A
IKUntuk NIK 6,5-9,4 maka obat masuk dalam kelompok B
IKUntuk NIK ‹ 6,5 maka obat masuk dalam kelompok C
IKSetelah didapat klasifikasi tersebut lalu digabung sehingga didapat golongan
Aa, Ab, Ac, Ba, Bb, Bc, dan C. Golongan tersebut ditentukan berdasarkan
kemampuan berada di golongan selama 3 periode.
Aa = Kategori A yang mampu bertahan dalam tiga periode di Golongan A Nilai
Indeks Kritis. Nama tiap sediaan yang masuk kategori ini terlampir.
Ac = Kategori A yang mampu bertahan dalam satu periode di Golongan A Nilai
Indeks Kritis dengan dua kali masuk dalam Golongan lain atau belum ada
pada dua periode. Nama tiap sediaan yang masuk kategori ini terlampir.
Ba = Kategori B yang mampu bertahan dalam tiga periode di Golongan B Nilai
Indeks Kritis. Nama tiap sediaan yang masuk kategori ini terlampir.
Bb = Kategori B yang mampu bertahan dalam dua periode di Golongan B Nilai
Indeks Kritis dengan satu kali masuk dalam Golongan C atau belum ada pada
satu periode. Nama tiap sediaan yang masuk kategori ini terlampir.
Bc = Kategori B yang mampu bertahan dalam satu periode di Golongan B Nilai
Indeks Kritis dengan dua kali masuk dalam Golongan C atau belum ada pada
dua periode. Nama tiap sediaan yang masuk kategori ini terlampir.
C
= Kategori C yang bertahan dalam tiga periode di Golongan C Nilai Indeks
Kritis. Dapat pula kategori C yang bertahan dalam satu periode di Golongan C
Nilai Indeks Kritis dengan satu atau dua kali tidak terdaftar diperiode
manapun. Nama tiap sediaan yang masuk kategori ini terlampir.
38
H. Kesulitan Penelitian
Dalam proses pengambilan data pada penelitian ini, peneliti mengalami
beberapa kesulitan, seperti kurangnya pengalaman penulis dalam menggunakan
program
micrisoft office excel.
Untuk mengatasi kesulitan ini, peneliti mencoba-coba
menggunakan data buatan agar tidak ada kesalahan pada data aslinya.
39
Penelitian Analisis Perencanaan Obat berdasarkan ABC Indeks Kritis di
Apotek Sanata Dharma Tahun 2006-2008 merupakan jenis penelitian non
eksperimental dengan
menggunakan
rancangan
studi
kasus.
Penelitian non
eksperimental adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri
(variabel) subyek menurut keadaan apa adanya (
in nature
), tanpa ada manipulasi atau
intervensi peneliti (Praktiknya, 2001). Studi kasus atau penelitian kasus adalah
penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan
gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut (Suryabrata,
2008).
ABC Indeks Kritis merupakan salah satu cara menyusun prioritas dan analisis
kebutuhan yang termasuk dalam perencanaan dan seleksi sediaan farmasi. Alasan
menggunakan ABC Indeks Kritis karena metode ini sangat sederhana dan metode ini
dirasa sesuai mengingat ada penjabaran yang cukup spesifik untuk tiap jenis sediaan.
Kesesuaiannya akan lebih tampak jika hasil dari analisis ini memberikan data yang
stabil dalam keberadaannya.
40
dari persenan berdasarkan besar persenan, persen tertinggi dari sediaan mendapatkan
urutan teratas untuk dihitung/dijumlahkan. Penilaian sediaan yang masuk dalam
golongan bernilai 3 (A) diambil dari sediaan-sediaan yang persen pemakaiannya
terbesar, yang jika dijumlahkan mendekati atau sama dengan 80%. Golongan bernilai
2 (B) diambil dari sediaan-sediaan setelah golongan yang persen pemakaiannya jika
dijumlahkan mendekati atau sama dengan 15%, dan jumlah pemakaian sebesar 5%
pemakaian diberi nilai 1 (golongan C).
Analisis ABC Nilai Investasi diambil dari jumlah penggunaan obat tiap
periode dikalikan dengan harga satuan (harga beli+ppn), kemudian diurutkan dari
jumlah rupiah terbesar sampai terkecil, dari jumlah tersebut diberi nilai berdasarkan
persen rupiah yang ada (sama dengan Nilai Pakai). Jumlah investasi sebesar atau
mendekati 80% diberi nilai 3 (bergolongan A); jumlah investasi sebesar 15% diberi
nilai 2 (bergolongan B); dan jumlah investasi sebesar 5% diberi nilai 1 (bergolongan
C).
tidak dibatasi berdasarkan bentuk sediaan dan kegunaan sediaan tersebut.
Pengelompokkan didasarkan mutlak pada pendapat dari Apoteker Pengelola Apotek
Sanata Dharma.
A. Profil Nilai Pakai, Nilai Investasi dan VEN
1. Analisis ABC Nilai Pakai
Nilai Pakai ditentukan dari banyaknya pemakaian (konsumsi) sediaan oleh
konsumen atau peresepan dari dokter. Hal ini berarti Nilai Pakai (NP) yang
diberikan kepada suatu sediaan mewakili konsumen dan dokter yang meresepkan
dalam menilai suatu sediaan. Pengambilan data dilakukan terhadap besarnya
jumlah suatu sediaan yang keluar dari apotek per satu bulan yang kemudiaan
digabungkan dalam satu tahun lalu dipersenkan dan diberi nilai berdasarkan
persenan tersebut. Nilai 3 (tertinggi) diberikan pada sediaan yang mempunyai
persen tertinggi yang masuk pemakaian 80% seluruh sediaan. Nilai 2 diberikan
pada sediaan yang mempunyai persen tertinggi setelah sediaan bernilai 3 yang
masuk pemakaian 15% seluruh sediaan, dan sisanya 5% diberi nilai 1.
42
banyak dibandingkan dengan golongan B dan C. Atau tidak adanya pemakaian
pada suatu sediaan juga akan sangat mempengaruhi hal tersebut.
Gambar 9. Diagram Batang Analisis Nilai Pakai selama Tiga periode di
Apotek Sanata Dharma
Berdasarkan hasil di atas, golongan A dan B untuk Nilai Pakai mengalami
penurunan pada tahun 2007 dari tahun 2006 dan meningkat sedikit pada tahun
2008 dari tahun 2007 tetapi tidak sebesar pada tahun 2006. Untuk yang
bergolongan C malah sebaliknya. Perubahan nilai pakai untuk tiap tahunnya tidak
begitu signifikan, dimana golongan C selalu di urutan pertama yang kemudian
disusul oleh golongan B dan A. Padahal idealnya golongan A harus berada pada
urutan pertama baru golongan B dan C agar tidak mengalami kerugian.
44
tapi hasil persen tersebut menunjukkan perbandingan golongan C dengan jumlah
sediaan pada tahun tersebut, jadi tidak dapat dikatakan ada penurunan jumlah
golongan C.
Tabel I.Jumlah Sediaan Berdasarkan Nilai Pakai pada tahun 2006-2008
di Apotek Sanata Dharma
Golongan
Tahun
Jumlah Sediaan
A
B
C
2006
1926
148
266
1512
2007
2001
99
239
1663
2008
2080
123
239
1718
besar. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tidak ada penambahan minat
pemakaian obat walaupun ada penambahan jumlah jenis sediaan.
Dalam perhitungan Nilai Indeks Kritis, Nilai Pakai digunakan sebagai
variabel yang memberikan kontribusi sebesar 25%. Setiap jenis yang termasuk
dalam golongan A diberi nilai 3 untuk perhitungan Nilai Indeks Kritis berikutnya.
Setiap jenis yang termasuk dalam golongan B diberi nilai 2 untuk perhitungan
Nilai Indeks Kritis berikutnya. Kemudian setiap jenis yang termasuk dalam
golongan C diberi nilai 1 untuk perhitungan Nilai Indeks Kritis berikutnya.
2. Analisis ABC Nilai Investasi
46
Sama halnya dengan NP, jumlah sediaan pada NI yang masuk dalam satu
penggolongan dipengaruhi oleh kemerataan jumlah investasi. Jika ada satu atau
beberapa sediaan yang mendominasi investasi dari jumlah investasi keseluruhan
maka akan semakin sedikit sediaan yang akan masuk kedalam golongan A
(bernilai 3) dan banyak yang masuk dalam golongan B atau C. Begitu pula
sebaliknya, jika tak ada yang mendominasi dan jumlah investasi merata oleh tiap
sediaan maka Golongan A akan lebih banyak dibandingkan dengan golongan B
dan C.
Analisis Nilai Investasi dapat sebagai salah satu penutup kekurangan dari
Nilai Pakai karena melibatkan nilai ekonomi dari suatu sediaan. Tidak semua
sediaan memiliki nilai ekonomi yang sama walaupun sediaan tersebut memiliki
fungsi yang sama seperti Amoxsan® kapsul dan amoxicillin kapsul, amoxicillin
adalah generik lebih murah daripada Amoxsan® sebagai merk dagang.
tiap botol; sehingga investasi sebesar Rp.11.926.400; walaupun CK0 memiliki
pemakaian yang sangat besar dibandingkan enziplex botol tetapi investasi yang
dihasilkan jauh lebih kecil. Jadi dalam pertimbangan Nilai Investasi, enziplex
botol lebih diutamakan padahal CK0 juga dibutuhkan oleh konsumen sehingga
Analisis Nilai Pakai dan Nilai Investasi tidak dapat dipisahkan. Permasalahan
berikutnya adalah analisis NI dan NP tidaklah cukup sehingga untuk menutupi
kekurangan kedua analisis terkait ketersediaan di Apotek Sanata Dharma dapat
ditutupi oleh Analisis VEN. Analisis VEN ini didasarkan pada waktu keberadaan
tenggang pemesanan untuk mendapatkan ketersediaan yang cukup.
Gambar 10. Diagram Batang Analisis Nilai Investasi selama tiga
periode di Apotek Sanata Dharma
48
selalu naik untuk tiap tahunnya. Perubahan nilai investasi untuk tiap tahunnnya
sama seperti nilai pakai yaitu tak mengalami perubahan, dimana golongan C
selalu diurutan pertama. Golongan A berada di bawah B pada tahun 2006 tapi
meningkat lebih tinggi pada tahun 2007 dan 2008 tapi tetap saja masih jauh di
bawah golongan C. Hal ini juga sesuai dengan yang dikatakan oleh Handoko
(1999), bahwa kelas C merupakan barang-barang dengan jumlah phisik 40 samapi
60% tetapi bernilai 10 sampai 20% dari investasi tahunan.
Tabel II. Jumlah Sediaan dan Nilai Rupiah Berdasarkan Nilai Investasi
pada Tahun 2006-2008 di Apotek Sanata Dharma
Golongan
Tahun
Jumlah Sediaan
A
B
C
2006
1926 jenis
(Rp.150.978.217;)
280 jenis
(Rp.120.752.876;)314 jenis
(Rp.22.642.545;)1332 jenis
(Rp.7.582.796;)2007
2001 jenis
(Rp.143.476.273;)
302 jenis
(Rp.114.769.558;)274 jenis
(Rp.21.539.711)1425 jenis
(Rp.7.167.004;)2008
2080 jenis
(Rp.157.918.428;)
299 jenis
(Rp.126.364.360;)267 jenis
(Rp.23.694.550;)1514 jenis
(Rp.7.859.518;)sediaan (lampiran II.3) yang tidak memberikan investasi sama sekali atau ada
50,47 % dari jumlah sediaan.
Tahun 2008 memang meningkat investasinya tetapi masih belum
seimbang antara jumlah sediaan yang ada dengan investasi pada tahun tersebut.
Sama halnya dengan tahun 2007, tahun 2008 juga terdapat beberapa sediaan yang
tidak memberikan investasi sama sekali. Terdapat 1130 jenis (lampitan II.3) yang
tidak memberikan investasi sama sekali, jauh lebih banyak dari tahun 2007, dan
mendominasi sebanyak 54,33% dari keseluruhan sediaan yang ada pada tahun
2008. Jika mau dibandingkan dengan tahun 2006 cukup jauh perbedaan, tahun
2006 terdapat 859 (lampiran II.3) dari 1926 sediaan yang tidak memberikan
investasi atau sama dengan 44,60% dari seluruh sediaan. Dilihat dari hasil ini,
tiap tahun mengalami peningkatan jumlah sediaan tetapi memberikan juga jenis
sediaan yang lebih banyak untuk tidak memberikan investasi sama sekali.
Jika melihat lebih dalam tabel di atas, kita akan memperoleh harga tiap
sediaan dalam kurun waktu satu tahun, baik dari seluruh sediaan maupun tiap
golongan.
Tabel III. Rata-rata Harga per-Sediaan Berdasarkan Nilai Investasi
pada Tahun 2006-2008 di Apotek Sanata Dharma
Rata-rata harga tiap sediaan dari masing-masing
golongan
(Rp)
Tahun
Rata-rata harga
tiap sediaan dari
seluruh sediaan
(Rp)
A
B
C
2006
78.390
431.260
72.110
5.693
2007
71.702
380.032
78.612
5.029
50
Berdasarkan tabel III, dapat terlihat perbandingan harga tiap sediaan dari
tiap golongan dan seluruh sediaan. Sebagai contoh tahun 2007, sediaan yang
masuk golongan A menghasilkan harga rata-rata Rp. 431.260 untuk satu tahunnya
sedangkan sediaan yang masuk golongan C hanya Rp. 5.693 dalam satu tahunnya
sehingga banyak kerugian yang disebabkan oleh golongan C. Dana pengadaan
untuk golongan C seharusnya dapat dimanfaatkan untuk golongan A agar
memperoleh investasi yang lebih. Selain kerugian itu, waktu, tenaga dan pikiran
juga ikut dikuras dengan sia-sia. Jika disuruh memilih, lebih baik tidak
mendapatkan investasi dari golongan C dari pada mengadakan sediaan
bergolongan C.
Sama halnya dengan menganalisis Nilai Pakai, Nilai Investasi juga
memberikan kesimpulan bahwa penambahan jenis sediaan pada tiap periode tidak
menambah investasi yang ada. Berarti dalam pemilihan sediaan tidak tergantung
dari kelengkapan jenis sediaan tetapi dari jumlah investasi yang kita dapatkan.
Gambar 11.
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Nilai
Investasi tahun 2006 di Apotek Sanata Dharma
52
Gambar 12.
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Nilai
Investasi tahun 2007 di Apotek Sanata Dharma
sediaan yang bertambah akan mendistribusikan golongan C lebih banyak lagi.
Dari gambar diatas juga dapat disimpulkan bahwa kekuatan golongan A tidak
dapat menutupi kekurangan golongan C.
Gambar 13.
Distribusi Sediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC Nilai
Investasi tahun 2008 di Apotek Sanata Dharma
54
tersebut mengalami penurunan dari tahun 2007 tetapi jumlah uang yang
dihasilkan meningkat (tabel II). Golongan C, 72,8% barang memberi dampak
terhadap 5% rupiah, hasil tersebut meningkat dari tahun 2007 dan mengalami
peningkatan jumlah uang yang dihasilkan. Hal ini berarti jumlah sediaan yang
bertambah akan mendistribusikan golongan C lebih banyak lagi. Tetapi juga
dapat sedikit meningkatkan jumlah uang yang dihasilkan (tabel II), sehingga
sediaan yang membantu peningkatan tersebut perlu di perhatikan lebih. Dari
gambar diatas juga dapat disimpulkan bahwa kekuatan golongan A belum dapat
menutupi kekurangan golongan C.
Dari ketiga gambar di atas (11, 12 dan 13), dapat dikatakan bahwa
peningkatan jumlah sediaan akan menambah golongan C dan ada kemungkinan
menambah uang yang dihasilkan. Tetapi untuk tiap tahunnya, golongan A tetap
tidak dapat menutupi kekurangan golongan C sehingga perlu pengelolaan.
Pengelolaan dilakukan terhadap golongan A dan B, sedangkan golongan C dapat
dicari alternatif untuk meniadakannya agar tidak menambah biaya perawatan.
Sebagai contoh, golongan C dapat dijual kepada apotek lain atau jaringan lain,
minta diresepkan oleh dokter Sanata Dharma sesuai dengan kegunaannya atau
apotek yang mempunyai praktek dokter yang sama dengan dokter Sanata Dharma
ataupun kenalannya.
perhitungan Nilai Indeks Kritis berikutnya. Setiap jenis yang termasuk dalam
golongan B diberi nilai 2 untuk perhitungan Nilai Indeks Kritis berikutnya. Dan
setiap jenis yang termasuk dalam golongan C diberi nilai 1 untuk perhitungan
Nilai Indeks Kritis berikutnya.
3. Analisis VEN
Analisis VEN dilakukan untuk menutupi kekurangan dari Analisis Nilai
Investasi dan Analisis Nilai Pakai. NI dan NP memberikan data apa yang telah
tejadi dan data tersebut bersifat permanen dan tidak dapat diubah tetapi data VEN
bersifat fleksibel tergantung dari Apoteker Pengelola Apotek (dalam kasus ini).
Analisis VEN dilakukan untuk memperoleh data dari segi pengamatan dan
pengalaman Apoteker (dari segi ketersediaan suatu sedi