• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan kemampuan mengarang dengan menggunakan pendekatan kontekstual siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peningkatan kemampuan mengarang dengan menggunakan pendekatan kontekstual siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011 - USD Repository"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

i

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

SISWA KELAS 5 SD PANGUDI LUHUR 3 YOGYAKARTA

SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh:

Aris Budi Nugroho

NIM: 081134175

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Kary a in i say a persembahk an untuk

Yesus Kri stus

&

(5)

v

(6)
(7)
(8)

viii

“PENINGKATAN

KEMAMPUAN

MENGARAN

G

DENGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL SISWA KELAS 5 SD

PANGUDI LUHUR 3 YOGYAKARTA SEMESTER GANJIL TAHUN

PELAJARAN 2010/2011”.

Aris Budi Nugroho

Universitas Sanata Dharma

2011

Kemampuan mengarang siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur dapat

dikatakan rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata mengarang siswa

kelas 5 SD Pangudi Luhur III Yogyakarta yang hanya mencapai 66,37, sementara

KKM yang sudah ditentukan dalam kurikulum sekolah adalah 70.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah penerapan pendekatatan

kontekstual dapat meningkatkan kemampuan mengarang siswa SD kelas 5. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas model Kemis dan

Mc. Taggart yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian tindakan kelas

ini adalah siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur III Yogyakarta tahun pelajaran

2010/2011 yang berjumlah 39 orang. Waktu penelitian dilakukan pada semester

satu tahun pelajaran 2010/2011. Kemampuan mengarang diukur dengan

melakukan tes mengarang. Karangan siswa dinilai dengan rubrik yang telah dibuat

oleh peneliti. Data dianalisis dengan membandingkan nilai-rata-rata mengarang

dengan menggunakan t test dengan taraf kepercayaan 99%.

Hasil penelitian pada siklus I rata-rata nilai mengarang mencapai

68,74

dengan skor pada tiap komponen

73,33% untuk komponen kesesuaian judul,

64,74% untuk isi gagasan, 69,14% untuk organisasi isi, 73,14% untuk tata bahasa,

dan

59,05% untuk ejaan dan tanda baca. Pada siklus kedua nilai rata-rata

mengarang mencapai

72,74

dengan skor pada tiap komponen

84,76% untuk

komponen Kesesuaian Judul, 69,05% untuk isi gagasan, 76,00% untuk organisasi

isi, 74,86% untuk “Tata Bahasa”, dan 60,00% untuk ejaan dan tanda baca”. Dari

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa

mengalami peningkatan disetiap siklus. Setelah melakukan uji beda mean,

kemampuan mengarang dinyatakan meningkat signifikan pada taraf kepercayaan

99%.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpu

lkan

bahwa pendekatan

kontekstual dapat meningkatkan kemampuan mengarang siswa kelas 5 SD

Pangudi Luhur III Yogyakarta tahun pelajaran 2010/2011.

(9)

ix

"IMPROVING WRITING ABILITY USING CONTEXTUAL LEARNING AT

FIFTH GRADE PANGUDI LUHUR ELEMENTARI SCHOOL IN ACADEMIC

YEAR 2010/2011".

Aris Budi Nugroho

Sanata Dharma University

2011

Students' writing ability Pangudi Luhur 5 th grade is low. This is indicated

by the average value of 5 th grade of Pangudi Luhur III Yogyakarta which was

only 66.37, while the KKM is already specified in the school curriculum is 70.

This study aims to examine whether the application of contextual learning

can improve students' writing ability first grade 5. In this study, researchers used

classroom action research model Kemis and McTaggart conducted in two cycles.

The subject of this classroom action research is a 5 th grade students Pangudi

Luhur III Yogyakarta school year 2010/2011, amounting to 39 people. Time study

conducted in semester one academic year 2010/2011. Writing ability is measured

by writing tests. Authorship students are assessed with a rubric that has been made

by researchers. Data were analyzed by comparing the average value-authored by

using t test with 99% confidence level.

The results on the first cycle the average value reached 68.74 obtained by

a score of 73.33% on Conformity Title, 64.74% for Content Ideas, 69.14% for the

"Content Organization", 73.14% to "Grammar", and 59.05% for "Spelling and

Punctuation." In the second cycle of the average value reached 72.74 obtained by

a score of 84.76% for Conformity Title, 69.05% for Content Ideas, 76.00% for the

"Content Organization", 74.86% for " Grammar ", and 60.00% for" Spelling and

Punctuation ". From the results of this study concluded the average score

obtained by students has increased in each cycle. After t test, writing ability

increased significantly at 99% confidence level. Based on these data it can be

concluded that the contextual approach can enhance students' writing ability

Pangudi Luhur 5 th grade III Yogyakarta school year 2010/2011.

(10)

x

Puji dan syukur yang tak terhingga kami panjatkan kepada Tuhan yang

Maha Esa atas kesempatan, karunia, dan pengalaman yang dilimpahkan yang

boleh peneliti alami khususnya dalam penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.

Limpahan karunia yang tak henti-hentinya penulis syukuri ini tak lepas dari

bantuan beberapa pihak baik dalam materi, dukungan masukan dan doa. Oleh

karena itu penulis dengan tulus menghaturkan terima kasih kepada :

1.

Drs. Puji Purnomo, M.Si., selaku Kaprodi PGSD USD yang telah memberikan

masukan, saran, pandangan dan dukungan sejak awal sampai skripsi ini

terselesaikan.

2.

Dr. Yuliana Setiyaningsih dan Drs. Y.B. Adimasana, M.A., selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan dukungan dan semangat serta bimbingan

dengan baik dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

3.

Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang

telah membekali penulis dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan selalu

terbuka untuk menyelesaikan kesulitan yang dihadapi penulis.

4.

Panitia penguji Ujian Sarjana Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti ujian

sarjana dan mempertahankan skripsi ini.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 4

C. Rumusan Masalah ... 4

D. Batasan Pengertian ... 4

E. Pemecahan Masalah ... 5

(13)

G. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Penelitian Terdahulu ... 7

B. Kemampuan Mengarang ... 8

1. Mengarang ... 8

2. Kemampuan Mengarang ... 14

C. Pendekatan Kontekstual ... 15

1. Pendekatan Mengajar ... 15

2. Kontekstual ... 15

3. Pendekatan Kontekstual ... 16

a. Pengertian pendekatan kontekstual ... 16

b. Komponen pendekatan kontekstual ... 17

c. Kekuatan pendekatan kontekstual ... 18

D. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran mengarang ... 19

E. Kerangka Berpikir ... 21

F. Hipotesis Tindakan ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

A. Setting Penelitian ... 24

B. Jenis Penelitian ... 24

C. Rancangan Penelitian ... 28

D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 36

1. Jenis Data ... 37

2. Teknik Pengumpulan Data ... 37

3. Instrumen Penelitian ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Deskripsi Penelitian ... 46

(14)

BAB V PENUTUP ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 68

(15)

DAFTAR BAGAN DAN GRAFIK

Bagan 3.1 Model PTK ... 27

Bagan 3.2 Rencana tindakan siklus I ... 31

Bagan 3.3 Rencana tindakan siklus I ... 35

Grafik 4.1 Pencapaian skor setiap komponen siklus I ... 58

Grafik 4.2 Peningkatan nilai rata-rata pada siklus I ... 59

Grafik 4.3 Pencapaian skor setiap komponen siklus I dan siklus II ... 61

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Panduan penyekoran komponen karangan ... 39

Tabel 3.2 Deskriptor penyekoran komponen “Judul Karangan” ... 39

Tabel 3.3 Deskriptor penyekoran komponen “Isi Gagasan” ... 40

Tabel 3.4 Deskriptor penyekoran komponen “Organisasi Isi” ... 41

Tabel 3.5 Deskriptor penyekoran komponen “Tata Bahasa” ... 41

Tabel 3.6 Deskriptor penyekoran komponen “Ejaan dan Tanda Baca” ... 42

Tabel 3.7 Target pecapaian setiap siklus ... 42

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Daftar pertanyaan wawancara ... 68

Kuesioner pemilihan topik ... 71

Silabus ... 72

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 74

Lembar Kegiatan Siswa ... 91

Nilai mengarang ... 111

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan dari pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan untuk

mengembangkan aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek motorik siswa.

Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, pengembangan aspek-aspek tersebut

dapat dilakukan dengan memperkenalkan dan melatih siswa untuk menulis

berbagai jenis karangan dengan berbagai topik. Jenis-jenis karangan yang

dapat diperkenalkan pada siswa adalah karangan deskriptif, naratif,

argumentatif, ekposisi dan persuasif.

Setiap karangan selalu memiliki pokok pikiran yang dibahas dalam

karangan tersebut. Pokok pikiran dalam karangan yang menjadi bahasan

utama dinamakan topik. Topik yang bisa diangkat sebagai bahan untuk

mengarang di Sekolah Dasar (SD) adalah diri sendiri, keluarga, lingkungan,

maupun hal-hal lain yang dekat dengan siswa.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar, kegiatan

mengarang diterapkan pada siswa SD sejak kelas 2 semester genap. Dengan

demikian, bagi siswa SD kelas 5 semester ganjil, seharusnya kegiatan

mengarang sudahlah menjadi bagian dari kompetensi kemampuan berbahasa

yang telah cukup siswa kuasai. Siswa kelas 5 SD semester ganjil seharusnya

telah mengetahui karakteristik karangan yang dapat dikatakan baik menurut

(19)

yang perlu diperhatikan dalam penilaian mengarang adalah judul, gagasan,

organisasi gagasan, struktur tata bahasa, serta ejaan dan tanda baca. Jadi

karakteristik karangan siswa kelas 5 SD yang dapat dikatakan baik mencakup

adanya kesesuaian judul dengan isi, isi gagasan yang dikemukakan dapat

dimengerti pembaca, organisasi isi karangan baik, tata bahasa yang digunakan

baku, ejaan dan tanda bacanya benar.

Kegiatan mengarang bagi siswa SD merupakan kemampuan berbahasa

yang sangat penting. Kegiatan mengarang dapat melatih mengembangkan

berbagai aspek yang ada dalam diri siswa, baik aspek kognitif, afektif,

maupun psikomotorik siswa. Pentingnya kemampuan mengarang bagi siswa

SD dapat dilihat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang

telah memasukan kegiatan mengarang sejak siswa berada di kelas 2 sampai

kelas 6 SD.

Kemampuan mengarang merupakan kemampuan yang harus dikuasai

siswa SD, namun setelah melihat nilai mengarang di kelas 5 SD Pangudi

Luhur 3 Yogyakarta didapati bahwa kemampuan mengarang siswa kelas 5 SD

Pangudi Luhur 3 Yogyakarka belum mencapai standar yang ditentukan. Kelas

5 tersebut memiliki nilai rata-rata kelas 66,37 dan hanya 51,2% siswa yang

memiliki nilai mengarang mencapai Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini

cukup memprihatinkan kerena seharusnya nilai rata-rata mengarang dapat

mencapai KKM, yaitu 70,00.

Permasalahan yang terjadi di atas timbul karena dalam mengajarkan

(20)

dengan topik dan kondisi siswa. Dalam mengajarkan mengarang guru hanya

menggunakan metode ceramah. Selain itu guru seringkali menentukan topik

yang tidak sesuai dengan kehidupan siswa sehingga siswa menulis karangan

mengenai sesuatu yang tidak menarik bagi dirinya. Sebenarnya dalam

mengajarkan siswa menulis sebuah karangan, guru sebaiknya menggunakan

pendekatan yang sesuai dengan keadaan siswa. Dengan menggunakan

pendekatan yang tepat, maka minat siswa akan lebih besar untuk membuat

karangan dengan lebih baik.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan mengarang siswa SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta adalah dengan

menggunakan pendekatan kontekstual. Peneliti menggunakan pendekatan

kontekstual dalam usaha meningkatkan kemampuan mengarang siswa.

Peneliti menganggap dengan pendekatan ini kegiatan pembelajaran akan

selalu sesuai dengan konteks kehidupan siswa sehingga gagasan-gagasan yang

bisa dituangkan siswa dalam karangannya akan lebih banyak dan terorganisir

karena apa yang akan siswa tulis merupakan hal yang sering ia temui. Dengan

menggunakan pendekatan kontekstual maka diharapkan dapat meningkatkan

nilai siswa dalam menulis karangan, sehingga pada akhirnya nilai rata-rata

mengarang siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta dapat mencapai

KKM, atau dengan kata lain nilai rata-rata mengarang siswa dapat mencapai

(21)

B. Batasan Masalah

Peneliti menyadari bahwa tidak mungkin mengatasi masalah yang ada

dalam waktu singkat dengan memperhatikan semua kemungkinan

penyebabnya, sehingga masalah penelitian ini dibatasi hanya pada kompetensi

dasar "menulis karangan berdasarkan pengalaman siswa" di mana

penyelesaian masalahnya dibatasi pula hanya dengan pendekatan kontekstual

secara umum saja.

C. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini terdapat dua permasalahan yang ingin peneliti ketahui

jawabannya, yaitu:

D. Apakah pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan

mengarang siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta Semester Ganjil

Tahun Pelajaran 2010/2011.

E. Sejauh mana pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan

mengarang siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta Semester Ganjil

Tahun Pelajaran 2010/2011.

F. Batasan Pengertian

Dalam bahasa tulis seringkali terdapat perbedaan tafsiran mengenai

istilah-istilah yang digunakan. Agar tidak menimbulkan pertanyaan dan tidak

menimbulkan salah tafsir, istilah-istilah penting yang digunakan dalam

(22)

1. “Mengarang” adalah kegiatan menuangkan ide-ide yang ada dalam pikiran

yang diperoleh melalui pengalaman, proses belajar, maupun melalui

pengamatan ke dalam bahasa tulis yang memiliki organisasi dan struktur

bahasa tertentu.

2. “Kemampuan” adalah taraf sampai di mana seseorang (siswa) dapat

menguasai kompetensi tertentu yang dapat diamati dan dinilai.

3. “Pendekatan kontekstual” adalah sebuah pendekatan mengajar di mana

kegiatan pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa

sehari-hari (Johnson 2007:64).

G. Pemecahan Masalah

Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang masalah dan terkandung

dalam rumusan masalah, masalah rendahnya kemampuan mengarang siswa

SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta akan diatasi dengan menggunakan

pendekatan kontekstual. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa

pendekatan yang digunakan dalam mengajar adalah pendekatan kontekstual di

mana kegiatan pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa

sehari-hari.

H. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan

(23)

1. Untuk mengetahui apakah pendekatan kontekstual dapat meningkatkan

kemampuan mengarang siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta.

2. Bila dapat, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan mengarang

siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta

3. Meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran di kelas.

I. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini memiliki manfaat baik bagi peneliti, bagi rekan-rekan

guru, maupun bagi sekolah. Manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan

penelitian ini, antara lain:

1. Bagi peneliti sendiri menambah pengetahuan mengenai PTK khususnya

hal yang berkaitan dengan mengarang dan pendekatan kontekstual, serta

merupakan pengalaman berharga dalam usaha meningkatkan

profesinalisme guru.

2. Bagi rekan-rekan guru, dapat menjadi salah satu contoh pembelajaran

mengarang dengan menggunakan pendekatan kontekstual

3. Bagi sekolah, dapat menambah satu bacaan yang dapat dimanfaatkan

(24)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Peneliti menemukan penelitian yang hampir sejenis dengan

penelitian yang dilakukan peneliti sendiri. Penelitian yang hampir serupa

tersebut dilakukan oleh I Ketut Widiasa dengan judul “Peningkatan

Keterampilan Menulis Naratif Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

dengan Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas X-6 SMA Negeri”.

Dalam penelitiannya Widiasa mencoba meningkatkan kemampuan menulis

naratif dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Widiasa menemukan

permasalahan kurangnya kemampuan menulis naratif siswa SMA Negeri,

Bertolak dari hal itu Widiasa sebagai peneliti menggunakan Pendekatan

kontekstual untuk meningkatkan keterampilan menulis naratif.

Menurut Widiasa, Pendekatan Kontekstual digunakan sebagai

upaya meningkatkan keterampilan menulis naratif karena dengan Pendekatan

Kontekstual siswa dapat membuat keterkaitan yang bermakna dalam

menuangkan gagasan pada tulisannya dengan kehidupan kesehariannya.

Dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Widiasa berhasil

meningkatkan keterampilan menulis Naratif siswa.

Sebelum dilakukan tindakan dengan menggunakan Pendekatan

Kontekstual nilai rata-rata dari 40 siswa adalah 65, sedangkan KKM menulis

(25)

keterampilan menulis naratif siswa meningkat menjadi 74. Setelah dilakukan

tindakan siklus II keterampilan menulis naratif siswa semakin meningkat

dengan rata-rata 81.

Penelitian yang dijelaskan di atas memiliki sedikit perbedaan

dengan yang dilakukan peneliti. Penelitian yang dijelaskan di atas

menggunakan pendekatan kontekstual, namun yang menjadi subjek

penelitiannya adalah siswa SMA yang secara teori berada pada tahap

“Operasional Formal”. Peneliti sendiri melakukan penelitian untuk

meningkatkan kemampuan mengarang siswa dengan menggunakan

pendekatan kontekstuan dan yang menjadi subjek penelitiannya adalah siswa

kelas 5 SD yang berada pada tahap perkembangan “Operasional Konkret.

Dari hasil penelitan terdahulu tersebut peneliti berkeyakinan bahwa

pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan mengarang siswa

kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta. Kemampuan mengarang siswa

dapat meningkat karena dalam membuat karangan siswa diberi kesempatan

untuk menuangkan segala gagasannya yang ia dapat dari pengalaman

sehari-hari sehingga siswa akan lebih mudah dalam menuangkan gagasannya dalam

betuk tulisan sehingga pada akhirnya kemampuan menulis siswa dapat

meningkat.

B. Kemampuan Mengarang

1. Mengarang

a. Pengertian mengarang

(26)

secara teratur dan terorganisasi kedalam sebuah tulisan sehingga

pembaca dapat mengikuti dan memahami jalan pikiran seseorang

(Akhadiah dkk, 1989:143). Dalam mengarang, seseorang menuangkan

segala ide yang ada dalam pikirannya dan yang ingin disampaikan

kepada pembaca kedalam suatu bentuk bahasa tertulis yang terorganisir.

b. Unsur-unsur karangan

1) Topik

Menurut Akhadiah dkk (1989:9), “topik ialah pokok

pembicaraan dalam keseluruhan karangan yang akan digarap.” .

Menurut Alwi dkk (2003:435), topik merupakan proposisi yang

berwujud frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan. Jadi

pada intinya, topik adalah pokok pembicaraan dan pokok

pembicaraan yang akan digarap tersebut selalu dibahas dalam

karangan.

Jika seseorang akan membuat sebuah karangan, maka yang

pertama-tama harus ia miliki adalah topik karangan, karena karangan

tidak akan bisa dibuat dengan baik tanpa adanya pokok pembicaraan

yang akan dibahas dalam karangannya (Akhadiah dkk, 1989:105).

Topik karangan bisa saja ditentukan sendiri ataupun

ditentukan oleh pihak lain. Untuk tulisan atau karangan bebas, topik

dapat ditentukan sendiri oleh pengarang sesuai keinginannya.

Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran yang bersifat formal bisa

(27)

oleh pihak lain.

Topik yang biasa digunakan dalam pembelajaran di sekolah

dasar seharusnya merupakan topik yang kontekstual. Topik

kontekstual tersebut merupakan hal yang berkaitan ataupun dekat

dengan kehidupan penulis.

2) Judul karangan

Judul karangan merupakan nama atau semacam label yang

diberikan pada sebuah karangan. Judul merupakan hal yang berbeda

dengan topik. Jika topik merupakan hal yang dibahas dalam

keseluruhan karangan, maka judul hanya merupakan nama dari

sebuah karangan yang belum tentu benar-benar dibahas dalam

karangan (Akhadiah dkk, 1989:107).

Penjelasan di atas mengatakan bahwa judul bukan sesuatu

yang harus dinyatakan secara eksplisit dalam sebuah karangan. Judul

yang ada dalam karangan terkadang dapat menggunakan kata-kata

atau kalimat yang tidak ada hubungan dengan yang dibahas secara

denotatif, namun secara konotatif judul tetaplah berhubungan erat

dengan apa yang dibahas dalam karangan.

3) Paragraf

a) Pengertian paragraf

Paragraf merupakan karangan yang paling singkat atau

pendek. Sebuah paragraf dibangun oleh beberapa kalimat yang

(28)

saja (Akhadiah dkk, 1992:111).

Paragraf juga merupakan inti penuangan gagasan dalam

sebuah karangan. Dalam sebuah paragraf, gagasan-gagasan

gagasan yang dituliskan didukung oleh semua kalimat paragraf

tersebut, baik kalimat utama, kalimat topik, kalimat-kalimat

penjelas, hingga kalimat penutup (Akhadiah dkk, 1992:144).

b) Jenis-jenis paragraf

Akhadiah dkk (1989:146), membagi jenis paragraf

berdasarkan tujuannya. Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat

dibedakan menjadi paragraf pembuka, penghubung, dan penutup.

Paragraf pembuka merupakan paragraf yang berperan

sebagai pengantar kepada permasalahan yang akan dibahas.

Setelah sedikit diulas pada paragraph pembuka, suatu

permasalahan akan dan diuraikan lebih lanjut pada paragraf

selanjutnya.

Paragraf penghubung adalah paragraf yang didalamnya

terdapat masalah pokok yang diuraikan dalam sebuah karangan.

Secara kuantitatif paragraf inilah yang penulisannya paling

panjang, dan antara paragraf satu dengan paragraf yang lain harus

berhubungan secara logis.

Paragraf penutup ialah paragraf yang mengakhiri sebuah

karangan. Dalam paragraph penutup biasannya berisi kesimpulan

(29)

hal-hal yang dianggap penting.

c) Syarat paragraf yang baik

Dalam membuat sebuah karangan yang baik, maka penulis

perlu menuangkan gagasan-gagasannya ke dalam paragraf terlebih

dahulu. Ada tiga ketentuan yang menjadi dasar penulisan peragraf

yang baik (Akhadiah dkk, 1992:112). Syarat paragraf yang baik

tersebut antara lain harus memenuhi unsur kesatuan, kepaduan

(kohesi dan koherensi) dan kelengkapan.

Sebuah paragraf dikatakan memenuhi unsur kesatuan

apabila semua kalimat yang terkandung dalam paragraf yang

dimaksud berhubungan dengan gagasan pokok paragraf tersebut.

Jadi sebuah paragraf yang baik ialah paragraf yang hanya memiliki

satu gagasan pokok dan diperjelas oleh kalimat penjelas yang

berhubungan dengan gagasan pokok tersebut.

Unsur kepaduan dipenuhi oleh sebuah paragraf apabila

dalam paragraf yang dimaksud dibangun oleh kalimat-kalimat

yang memiliki kohesi dan koherensi. Menurut Alwi (2003:41)

kohesi merupakan keterkaitan antara kalimat atau proposisi yang

secara eksplisit diungkap dalam kalimat-kalimat yang digunakan,

sedangkan koherensi merupakan keterkaitan antara kalimat yang

secara implisit diungkap oleh kalimat-kalimat yang digunakan.

Dengan keterkaitan-keterkaitan kalimat antar paragraf tersebut

(30)

pikiran penulis tanpa adanya loncatan pikiran yang

membingungkan.

Syarat ketiga dari penulisan paragraf yang baik adalah

memenuhi unsur kelengkapan. Sebuah paragraf dikatakan lengkap

apabila kalimat-kalimat penjelas dalam paragraf yang dimaksud

cukup meunjang kejelasan kalimat topik dalam paragraf tersebut.

4) Kalimat

Kalimat merupakan sekelompok kata yang merupakan suatu

kesatuan yang mengutarakan suatu pikiran atau perasaan

(Poerwadarminta, 1989:473). Sedangkan menurut Alwi dkk

(2003:311), “Kalimat adalah satuan bahasa terkecil , dalam wujud

lisan atau tulisan, yang mengungkapakan pikiran yang utuh.” Suatu

pikiran atau perasaan dapat diungkapkan dengan sebuah kalimat.

Kalimat merupakan penyusun utama sebuah paragraf. Untuk

membentuk sebuah paragraf yang baik maka dalam paragraf tersebut

harus memiliki kalimat topik dan kalimat penjelas

Kalimat topik merupakan kalimat utama yang dibahas dan

dijelaskan dalam suatu paragraf. Dalam sebuah paragraf, kalimat topik

dijelaskan oleh beberapa kalimat penjelas yang mendukung kalimat

topik yang dimaksud.

Kalimat penjelas merupakan kalimat yang dipakai untuk

memperjelas maksud dari kalimat topik. Dalam sebuah paragraph

(31)

dibahas dalam paragraf berikutnya.

Ellis (2003:38), menyatakan “ A clear sentence starts with a

clear idea of what you want to say”. Pernyataaan tersebut dapat

diartikan bahwa sebuah kalimat yang baik dapat dimulai dengan

sebuah ide yang baik pula mengenai apa yang akan disampaikan. Jadi

dalam membuat kalimat yang baik pada sebuah paragraf atau wacana

diperlukan ide-ide yang baik pula untuk menunjang terbentuknya

paragraf yang baik.

5) Kata

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:451), kata

merupakan satuan bahasa terkecil, sedangkan Akahadiah dkk

(1992:63). memberi penjelasan kata sebagai “unsur bahasa yang

diucapkan atau ditulis yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan

dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Kata merupakan

penyusun utama dalam sebuah kalimat. Dalam sebuah kata terdapat

gambaran bunyi bahasa yang disbut ejaan. Ejaan tersebut terbentuk

olehtulisan berupa susunan huruf yang distandarisasikan.

2. Kemampuan mengarang

a. Pengertian Kemampuan

Kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti sanggup

atau dapat. Kemampuan dapat diartikan sebagai sesanggupan atau

(32)

b. Pengertian Kemampuan Mengarang

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kemampuan adalah

kesanggupan atau kekuatan dalam melakukan sesuatu, sedangkan

mengarang adalah kegiatan menuangkan ide-ide atau gagasan secara

teratur dan terorganisasi ke dalam sebuah tulisan sehingga pembaca

dapat mengikuti dan memahami jalan pikiran seseorang. Jadi dapat

disimpulkan bahwa kemampuan mengarang adalah kesanggupan dalam

melakukan kegiatan menuangkan gagasan atau ide-ide secara

terorganisasi ke dalam sebuah tulisan sehingga pembaca dapat mengikuti

dan memahami jalan pikiran pengarang.

c. Kemampuan Mengarang dalam Kurikulum

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang saat ini dipakai sebagai

kurikulum pendidikan secara nasional memasukan kemampuan

mengarang sebagai kemampuan menulis yang harus dikuasai siswa.

Kemampuan mengarang tersebut dimasukan dalam Standar Kompetensi

(SK) menulis dan pada Kompetensi Dasar (KD) mengarang berbagai

topik.

C. Pendekatan Kontekstual

1. Pendekatan mengajar

“Pendekatan adalah cara, langkah-langkah yang diambil untuk

melaksanakan tugas dalam mengatasi masalah” (Poerwadarminta, 1989: 56).

(33)

1991:25). Dari dua pengertian diatas dapat dikatakanpendekatan mengajar

dapat dikatakan sebagai suatu cara dalam memberikan menyampaikan

materi atau mengajarkan suatu materi dengan berdasar pada cakupan konsep

dan teori-teori belajar dan mengajar tertentu.

2. Kontekstual

Salim dan Salim (1991:767) memberi pengertian bahwa konteks

adalah lingkungan yang melingkupi, sedangkan kontekstual disebutkan

merupakan sifat yang berhubungan dengan konteks. Jadi dapat disimpulkan

bahwa kontekstual adalah sesuatu yang bersifat melingkupi sesuatu.

3. Pendekatan kontekstual

a. Pengertian pendekatan kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan salah satu dari berbagai

macam pendekatan yang ada dalam dunia pendidikan. Pendekatan

kontekstual juga biasa disebut Contexstual Tteaching and Learning

(CTL).

Johnson (2007:19), memberikan gambaran mengenai pendekatan

kontekstual seperti berikut:

“..An educational process that aims to help students see meaning in academic material they are studying by connecting academic subjects with the contexts of their daily lives, that is with contexts of their personal, social, and culture circumstance”.

Kutipan diatas menjelaskan bahwa pendekatan kontekstual

merupakan pendekatan yang membantu para peserta didik untuk

(34)

sehari-hari yang meliputi konteks personal, social dan budaya.

Pendekatan kontekstual merupakan konsepsi yang membantu

guru mengaitkan suatu materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata.

Dalam pembelajaran kontekstual ini guru memotivasi siswa membuat

hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan siswa

sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Trianto, 2009:104).

Seorang guru yang menggunakan pendekatan kontekstual dalam

mengajar akan selalu berusaha agar materi-materi yang disampaikan

selalu sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari. Dengan demikian

siswa akan lebih mudah mengkaitkan materi pelajaran di sekolah dengan

kehidupannya sehari-hari sehingga pengetahuan yang didapat dapat

bermakna dalam hidupnya.

b. Komponen pendekatan kontekstual

Menurut Johnson (2007:67), dalam melaksanakan pembelajaran

menggunakan pendekatan kontekstual, perlu mencakup beberapa

komponen penting yang perlu diperhatikan, antara lain:

1) Keterkaitan yang bermakna, maksudnya dalam melakukan kegiatan

belajar siswa harus dapat terarahkan pada pengetahuan yang dapat

berguna dalam kehidupannya.

2) Pekerjaan berarti, maksudnya dalam melakukan kegiatan belajar,

siswa bukan untuk memperoleh pengetahuan semata, namun

diusahakan kegiatan belajarnya dapat menghasilkan suatu

(35)

3) Belajar mandiri, maksudnya dalam memperoleh pengetahuan siswa

tidak harus selalu diberitahu oleh guru, namun siswa perlu aktif

dalam memperoleh pengetahuannya.

4) Kerjasama, maksudnya dalam pembelajaran siswa dibiasakan

berbagi pengetahuan dengan siswa. Dengan demikian komunikasi

dan hubungan sosial siswa juga akan lebih baik. Vygotsky dalam

Sugiyanto (2009:18) menyatakan bahwa pengetahuan dan

pengalaman anak banyak dibangun melalui komunikasi dengan

orang lain.

5) Kritis dan kreatif, maksudnya dalam pendekatan kontekstual siswa

bisa distimulus untuk mau berpikir kritis. Siswa juga diarahkan agar

kreatifitasnya semakin berkembang

6) Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang

7) Mencapai standar yang tinggi, dalam pendekatan kontekstual standar

yang digunakan haruslah standar yang dapat memacu siswa belajar

lebih baik.

8) Menggunakan penilaian autentik, maksudnya penilaian yang

digunakan haruslah penilaian yang dapat menggambarkan keadaan

setiap siswa yang sebenarnya karena pendekatan kontekstual

mengakui kekhasan dan keunikan setiap individu.

c. Kekuatan pendekatan kontekstual

Linfords (1980:186), menyatakan

(36)

to formulate his own concepts and name them, this environment would seem to match the child early ways of learning.”

Penjelasan di atas dapat dirumuskan kembali bahwa sebuah

lingkungan atau suasana yang mendukung siswa untuk menggali

pengetahuan, mengamati dan membuat tindakan dapat membantu siswa

dalam merumuskan konsepnya sendiri. Lingkungan, suasana dan

kondisi tersebut akan memberi gambaran untuk menyesuaikan cara

belajarnya.

Pendekatan kontekstual merupakan salah satu pendekatan

mengajar yang selalu berusaha untuk membawakan konteks yang sesuai

dengan keadaan dan kehidupan siswa sehari-hari yang mana bahwa

konteks tersebut dapat lebih mendorong siswa dalam menggali

pengetahuan, mengamati dan membuat tindakan, sehingga pada

akhirnya siswa akan lebih mudah dalam merumuskan konsep-konsep

yang ia pelajari. Jadi dengan pendekatan konteksual siswa akan lebih

mudah menyesuaikan cara belajarnya serta mempermudah siswa dalam

merumuskan konsep-konsep yang ia pelajari.

D. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Mengarang

Roofi’udin, (2001:112) menjelaskan bahwa proses menulis sebuah

(37)

1. Tahap pra menulis, pada tahapan ini mencakup kegiatan menentukan

topik, mengidentifikasi pikiran-pikiran berkaitan dengan topik serta

merencanakan pengorganisasiannya, dan menentukan bentuk karangan

2. Tahap menulis, kegiatan dalam tahap ini mencakup menuangkan gagasan

kedalam draft atau kerangka karangan menggunakan informasi dan data

yang telah diperoleh dari kegiatan pra menulis. Setelah penulis merevisi

draft kasar atau kerangka karangannya dengan menambah informasi,

mempertajam rumusan, mengubah urutan pikiran dan membuang

informasi yang tidak relevan kemudian menuangkan gagasannya tersebut

kedalam sebuah karangan jadi.

3. Tahap pasca menulis, pda tahap ini karangan dibaca secara menyeluruh

dan melakukan editing seperti memperbaiki pilihan kata yang kurang

tepat, memperbaiki kesalahan ejaan dan tanda baca.

Pendekatan kontekstual merupakan pendekatanyang sesuai dan dapat

digunakan dalam pembelajaran mengarang. Pembelajaran mengarang akan

menjadi kontekstual apabila dalam pembelajaran, komponen penting dalam

pendekatan kontekstual diperhatikan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, komponen penting yang perlu

diperhatikan dalam pembelajaran mengarang yang kontekstual mencakup

membuat keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti,

(38)

Dengan memperhatikan dan memasukan komponen penting di atas ke

dalam pembelajaran mengarang maka pembelajaran akan menjadi

pembelajaran yang kontekstual. Hal tersebut akan menjadikan pembelajaran

mengarang akan lebih bermakna karena terkait erat dengan konteks siswa

dalam kehidupan sehari-hari.

E. Kerangka Berpikir

Seseorang yang hendak belajar kebahasaan, hendaknya memulainya

dari konteks (Hymes dalam Tanlain, 2006:35). Konteks yang dimaksud adalah

suatu keadaan atau situasi yang melingkupi seseorang. Jadi untuk

mengajarkan aspek-aspek kebahasaan pada peserta didik, salah satu

pendekatan yang sesuai dan dapat digunakan adalah pendekatan kontekstual.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pendekatan

kontekstual merupakan pendekatan yang membantu para peserta didik untuk

mengaitkan materi-materi akademis dengan konteks kehidupan siswa

sehari-hari yang meliputi konteks personal, sosial dan budaya (Johnson,

2007:19).Trianto (2009:105) juga memberi penjelasan bahwa pendekatan

kontekstual menekankan pada berpikir tingkat tinggi yang di dalamnya

terdapat transfer pengetahuan lintas disiplin, pengumpulan informasi,

penganalisaan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber.

Sumber informasi dan data tersebut didapat melakui pengalaman siswa yang

diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.

(39)

membuat sebuah karangan, maka siswa akan lebih mudah untuk sebuah

karangan dengan topik yang sesuai dengan kehidupannya sehari-hari. Siswa

akan lebih mudah untuk menuangkan gagasan atau ide-ide kedalam bentuk

tulisan karena apa yang akan siswa tuangkan kedalam tulisan adalah apa yang

siswa alami dan dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari.

Dengan menggunakan pendekatan konteksual, siswa akan lebih

tertarik dalam membuat sebuah karangan. Siswa akan lebih tertarik dalam

membuat karangan karena dalam pendekatan kontekstual, karangan yang

dibuat oleh siswa adalah karangan yang berkaitan dengan kehidupan siswa

sehari-hari, guru menggunakan variasi dalam menentukan topik yang sesuai

dengan konteks kehidupan siswa..

Menurut Bransford dkk, “When material taught is multiple contexts,

people more likely to extract the relevan features of the concepts. Dengan kata

lain, variasi konteks dalam mengajarkan sesuatu akan lebih disukai untuk

mendukung siswa dalam menggali konsep-konsep yang relevan.

Peneliti menyimpulkan bahwa siswa lebih tertarik dalam membuat

sebuah karangan dengan topik yang bervariasi.Topik yang dipilih sebaiknya

bervariasi agar siswa lebih tertarik untuk menggali apa yang telah ia ketahui

sebelumnya dalam memilih gagasan-gagasan yang akan dituangkan siswa

kedalam tulisan, sehingga gagasan yang dituangkan siswa merupakan gagasan

yang telah siswa seleksi dan dianggap sebagai gagasan terbaik yang layak

dituangkan menurut siswa.

(40)

menggunakan pendekatan kontekstual dalam mengajarkan mengarang, maka

siswa akan lebih tertarik dalam membuat sebuah karangan. Selain itu siswa

juga akan lebih mudah menuangkan gagasan yang dimilikinya kedalam

sebuah tulisan, sehingga kualitas karangan siswa akan lebih baik.

Kualitas karangan siswa berhubungan erat dengan kemampuan

siswa dalam membuat karangan, Dengan kualitas karangan siswa yang lebih

baik tersebut maka dapat dikatakan pula bahwa kemampuan mengarang siswa

meningkat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan

kontekstual dalam mengajarkan mengarang, kemampuan siswa dalam

menyusun sebuah karangan dimungkinkan akan meningkat.

Penelitiian ini sangat terkait dengan kegiatan mengarang. Penelitian ini

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengarang siswa kelas 5 SD

Pangudi Luhur 3 Yogyakarta dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, pendekatan kontekstual ini diyakini

peneliti dapat meningkatkan kemampuan mengarang siswa.

F. Hipotesis Tindakan

Hipotesis penelitian ini adalah “Pembelajaran menggunakan pendekatan

kontekstual dapat meningkatkan kemampuan mengarang siswa kelas 5 SD

(41)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian 1. Tempat penelitian

SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta merupakan tempat di mana penelitian ini

dilaksanakan.

2. Subjek penelitian

Siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta merupakan subjek dalam

penelitian ini

3. Objek penelitian

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah kemampuan mengarang

siswa

4. Waktu penelitian

Setelah mendasarkan diri pada program tahunan dan program semester SD

Pangudi Luhur 3 Yogyakarta, maka kegiatan penelitian ini dilaksanakan

pada minggu ke 5 bulan November hingga minggu ke 2 bulan Desember.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Peneliti

melakukan PTK karena penelitian menemukan permasalahan mengenai proses

(42)

5 SD Pangudi Luhur 3. Masalah tersebut ditunjukan dengan rata-rata nilai

mengarang siswa kelas 5 yang masih di bawah KKM 70.

Dari permasalahan tersebut maka peneliti ingin meningkatkan mutu

pembelajaran di kelas dengan melakukan PTK.PTK ini dilakukan untuk

mengatasi masalah pembelajaran di kelas khususnya masalah mengenai

kemampuan siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 dalam materi membuat

karangan karangan.

Menurut Kernan dalam Kusumah dan Dwitagama (2009:24) ada

tujuh langkah yang harus dicermati dalam melakukan PTK antara lain:

1. Analisis situasi atau kenal medan

Pada analisis situasi ini, peneliti dapat mencari informasi dengan

melakukan berbagai kegiatan seperti wawancara, penyebaran kuisioner,

maupun observasi langsung. Pada tahap ini peneliti harus mendapat

informasi yang jelas mengenai situasi di tempat yang akan dilakukan PTK.

2. Perumusan dan klarifikasi masalah

Pada tahap ini peneliti merumuskan informasi yang didapat dari tahap

pertama agar informasi yang didapat lebih sistematik dan mudah

dimengerti sehingga informasi tersebut bisa diklarifikasi dengan lebih

mudah.

3. Hipotesis tindakan

Pada tahap ini penelitii menetapkan dan merumuskan hipotesis tindakan.

4. Perencanaan tindakan

(43)

siklus, sehingga pada pelaksanaan peneliti memiliki panduan yang jelas.

5. Pelaksanaan tindakan dengan memonitoringnya

Setelah perencanaan direncanakan secara rinci, maka dilakukan

pelaksanaan dari rencana yang telah dirancang oleh peneliti.Rencana

tindakan yang dilakukan harus sesuai perencanaan yang dibuat.Pada

pelaksanaan ini peneliti harus melakukan pengamatan/monitoring apakah

tindakan yang direncanakan berjalan dengan baik atau tidak.

6. Evaluasi hasil tindakan

Pada tahap ini peneliti melakukan evaluasi dari pelaksanaan tindakan.

7. Refleksi dan pengambilan keputusan

Pada tahap ini peneliti melakukan refleksi dan melihat kelebihan dan

kekurangan yang ada pada pelaksanaan tindakan yang telah

dilakukan.Setelah itu peneliti mengambil keputusan untuk pengembangan

selanjutnya.

Penelitian Tindakan Kelas ini mengacu pada desain PTK model

Kemis& Mc. Taggart. Tahapan setiap siklus dalam PTK model Kemis &

(44)

Bagan tersebut menjelaskan bahwa setelah refleksi siklus I maka

penelitian ini berlanjut ke siklus II dan seterusnya hingga tujuan penelitian

ini tercapai. Setiap siklus dalam PTK ini digambarkan dalam empat proses

utama yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Siklus I dilakukan dalam

dua pertemuan dengan jumlah 5 jam pelajaran, sedangkan siklus II

Pelaksanaan

Perencanaan

Pengamatan

Refleksi

Pelaksanaan

Perencanaan

Pengamatan

Refleksi

Siklus I

Siklus II

Bagan 3.1 Model PTK

Kondisi Awal

(45)

dilakukan dalam tiga pertemuan dengan jumlah 7 jam pelajaran.Dalam

tahap perencanaan peneliti merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan

di lapangan. Perencanaan tindakan tersebut dilakukan dengan membuat

RPP, LKS, dan instrumen penilaian.

Tahap selanjutnya setelah tahap perencanaan adalah tahap

“pelaksanaan”.Dalam tahap ini peneliti melakukan setiap tindakan yang

telah direncanakan sebelumnya.

Tahap ketiga dalam sebuah siklus adalah tahap “pengamatan”. Pada

tahap ini peneliti melakukan pengamatan pada proses pelaksanaan

tindakan. Pada tahap ini peneliti juga mengamati akibat yang ditimbulkan

oleh pelaksanaan tindakan dengan cara mengumpulkan data untuk

mengetahui kemajuan kemampuan mengarang siswa setelah penerapan

pendekatan kontekstual pada pembelajaran mengarang.

Langkah keempat adalah “refleksi”, di mana peneliti melakukan

refleksi, memikirkan, dan merenungkan semua informasi yang diperoleh

pada siklus I. hasil refleksi digunakan sebagai dasar tindakan berikutnya.

C. Rancangan Penelitian

1. Persiapan

a. Permintaan izin kepada kepala sekolah SD Pangudi Luhur 3

Yogyakarta untuk melakukan kegiatan penelitian di SD tersebut

b. Melakukan observasi pada siswa kelas 5 untuk memperoleh gambaran

(46)

c. Melakukan wawancara pada guru kelas 5 untuk mengetahui gambaran

sepintas mengenai kemampuan mengarang siswa

d. Identifikasi masalah

e. Analisis Masalah

f. Perumusan masalah

g. Perumusan hipotesis

h. Penyusunan rencana penelitian dalam siklus-siklus

i. Menentukankondisi awal mengenai kemampuan mengarang siswa

kelas 5 dengan melihat nilai mengarang 2 tahun yang lalu.

j. Penyusunan silabus, RPP, LKS, dan instrumen penelitian

2. Rencana tindakam setiap siklus

Setelah diperoleh gambaran keadaan kelas, maka dilakukan tindakan kelas

sebagai berikut:

a. Siklus I

1) Rencana tindakan

a) Siswa membentuk kelompok beranggotakan 3 (tiga) orang.

b) Siswa menyimak penjelasan singkat guru mengenai silsilah

keluarga

c) Siswa mengamati kemudian menempelkan foto anggota

keluarganya masing-masing pada tempat yang tersedia.

(47)

e) Siswa mengisi pertanyaan seputar anggota keluarga yang ada

pada foto, contoh: siapa nama anggota keluarga tersebut,

berapa usianya, bagaimana ciri fisiknya, apa sifat yang paling

nampak darinya , di mana ia bersekolah/ bekerja, apa tugas

dari pekerjaannya, apa manfaat ia bekerja/ bersekolah.

f) Siswa secara berkelompok mendiskusikan hal apa saja yang

perlu diperhatikan dalam membuat karangan.

g) Siswa secara individu membuat kerangka karangan

berdasarkan foto anggota keluarga yang telah dijawab

pertanyaan seputar nya.

h) Siswa saling mengkritisi dan menyempurnakan kerangka

karangan yang dibuat teman dalam kelompok

i) Siswa secara individu membuat karangan berdasarkan

kerangka karangan yang telah dibuat bersama kelompoknya.

j) Siswa menentukan tempat di mana karangannya akan

dipublikasikan. Pilihan publikasi karangan adalah di majalah

dinding, surat kabar, surat kabar online, atau diperbanyak dan

dibagikan langsung kepada calon pembaca di sekolah maupun

luar sekolah

k) Siswa mempersiapkan publikasi karangan

Rencana tindakan pada siklus I dapat lebih jelas dengan melihat pada bagan

(48)

Bahan yang perlu dipersiapkan siswa sebelum pembelajaran: Siswa diminta membawa foto anggota keluarganya (guru membawa contoh)

Siswa secara berkelompok mendiskusikan hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam membuat karangan.

Tahap Menulis Tahap Pasca Menulis

Siswa membuat kerangka karangan berdasarkan foto anggota keluarga yang telah dijawab pertanyaan

seputarnya

Siswa menentukan tempat di mana karangannya akan dipublikasikan. Pilihan publikasi karangan adalah di majalah dinding, surat kabar, surat kabar online, atau diperbanyak dan dibagikan langsung kepada calon pembaca di sekolah maupun luar sekolah Siswa menulis nama

dan kedudukan yang ada pada foto misal: berapa usianya, bagaimana ciri fisiknya, apa sifat yang paling nampak darinya , di mana ia bersekolah/ bekerja, apa tugas dari pekerjaannya, apa manfaat ia bekerja/ bersekolah. yang telah dibuat bersama

kelompoknya.

Siswa

mempersiapkan publikasi karangan Siswa saling

mengkritisi dan menyempurnakan kerangka karangan yang dibuat teman dalam kelompok

(49)

2) Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan merealisasikan rencana pada

butir 1).

3) Observasi dan pengumpulan data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan merupakan data

kuantitatif, yaitu nilai mengarang para siswa kelas 5.Instrument

pengumpulan data kuantitatif ini adalah produk berupa karangan siswa

kelas 5, dan hasil karangan siswa dinilai oleh peneliti dengan mengacu

pada rubrik penilaian yang telah dibuat sebelumnya. Tahap ini

dilakukan dilaksanakan diantara tahap menulis dan dengan tahap pasca

menulis

4) Refleksi

Pada tahap ini peneliti melakukan refleksi dan melihat kelebihan dan

kekurangan yang ada pada pelaksanaan tindakan yang telah

dilakukan.Setelah itu peneliti mengambil keputusan untuk

pengembangan selanjutnya.

b. Siklus II

1) Rencana tindakan

a) Siswa membentuk kelompok beranggotakan 3 (tiga) orang.

b) Siswa mengamati foto-foto dan membaca artikel seputar SD

Pangudi Luhur uang dipersiapkan siswa dan guru sebelum

pembelajaran.

(50)

d) Siswa menulis nama lokasi dari bagian sekolah yang ada pada foto.

e) Siswa mengisi pertanyaan seputar lokasi yang ada pada foto

dengan mengamati langsung lokasi. Contoh pertanyaan: apa guna

dari bagian sekolah yang ada pada foto, apa kegiatan yang biasa

dilakukan di bagian sekolah yang ada pada foto, bagaimana kondisi

dari bagian sekolah yang ada pada foto, bagaimana cara merawat

bagian sekolah yang ada pada foto.

f) Siswa secara berkelompok mendiskusikan hal apa saja yang perlu

diperhatikan dalam membuat karangan.

g) Siswa secara berkelompok membuat kerangka karangan

berdasarkan foto yang telah diberi penjelasan dengan menjawab

pertanyaan seputar foto tersebut

h) Siswa secara individu membuat karangan berdasarkan kerangka

karangan yang telah dibuat bersama kelompoknya.

i) Siswa menentukan tempat di mana karangannya akan

dipublikasikan. Pilihan publikasi karangan adalah di majalah

dinding, surat kabar, surat kabar online, atau diperbanyak dan

dibagikan langsung kepada calon pembaca di sekolah maupun luar

sekolah.

j) Siswa mempersiapkan publikasi karangan .

k) Siswa mempublikasikan hasil karangan sesuai dengan persiapan

yang telah dilakukan. (untuk publikasi di internet dibantu oleh

(51)

Rencana tindakan pada siklus II dapat lebih jelas dengan melihat pada

(52)

Siswa (untuk publikasi di internet dibantu oleh guru) Siswa secara

berkelompok mendiskusikan hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam membuat karangan.

Tahap Menulis Tahap Pasca Menulis

Siswa mengamati foto setiap bagian sekolah.

Siswa membuat kerangka karangan berdasarkan foto yang telah diberi penjelasan secara berkelompok.

Siswa menentukan tempat di mana karangannya akan dipublikasikan. Pilihan publikasi karangan adalah di majalah dinding, surat kabar, surat kabar online, atau diperbanyak dan dibagikan langsung kepada calon pembaca di sekolah maupun luar sekolah

Siswa menulis nama lokasi dari bagian sekolah yang ada pada foto. lokasi yang ada pada foto dengan

mengamati langsung lokasi

Contoh pertanyaan: apa guna dari bagian sekolah yang ada pada foto, apa kegiatan yang biasa dilakukan di bagian sekolah yang ada pada foto,

bagaimana kondisi dari bagian sekolah yang ada pada foto. yang telah dibuat bersama

foto dan artikel seputar SD PL

Bahan yang perlu dipersiapkan siswa sebelum pembelajaran: Siswa diminta membawa artikel seputar SD PL (guru membawa contoh)

(53)

2) Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan merealisasikan rencana pada

butir 1).

3) Observasi/Pengumpulan data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan merupakan data

kuantitatif, yaitu nilai mengarang para siswa kelas 5.Instrument

pengumpulan data kuantitatif ini adalah berupa produk berupa

karangan siswa kelas 5, dan hasil karangan siswa dinilai oleh peneliti

dengan mengacu pada rubrik penilaian yang telah dibuat sebelumnya.

4) Refleksi

Pada tahap ini peneliti melakukan refleksi dan melihat kelebihan dan

kekurangan yang ada pada pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan.

Setelah itu peneliti mengambil keputusan untuk pengembangan

selanjutnya serta membuat kesimpulan.

D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, kemampuan mengarang siswa dan pendekatan

kontekstual merupakan hal yang akan diteliti. Kondisi awal kemampuan

mengarang siswa diperoleh melalui pengumpulan data teknik dokumentasi di

mana nilai mengarang siswa SD Pangudi Luhur tahun ajaran 2008/2009 dan

2009/2010 dikumpulkan kemudian dilakukan analisis dengan mencari

(54)

Nilai rata-rata mengarang siswa merupakan indikator dari kemampuan

mengarang siswa.Apabila nilai rata-rata mengarang siswa baik, maka

kemampuan mengarang siswa dapat dikatakan baik, begitu pula sebaliknya.

Untuk mengetahui kemampuan mengarang siswa maka diperlukan tes

mengarang dengan instrumen yang baik sehingga nilai yang didapat

merupakan nilai yang benar-benar mencerminkan kemampuan mengarang

siswa yang sebenarnya.

1. Jenis data

Jenis data yang akan diolah dalam penelitian ini adalah data

kuantitatif, berupa kemampuan mengarang siswa yang

dinyatakan/direpresentasikan dalam bentuk skor yang diubah menjadi

nilai.

2. Teknik pengumpulan data

a. Data Kondisi Awal

Data kondisi awal kemampuan mengarang siswa diperoleh

melalui pengumpulan data teknik dokumentasi di mana nilai

mengarang siswa SD Pangudi Luhur tahun ajaran 2008/2009 dan

2009/2010 dikumpulkan kemudian dilakukan analisis dengan

mencari rata-rata dan menentukan distribusi penyebaran nilainya.

b. Data kemampuan mengarang

(55)

diperoleh melalui tes mengarang dengan topik tertentu.Topik yang

ditentukan diambil dari hasil analisis data yang dikumpulkan melalui

metode proyektif teknik mengurutkan.Dalam pengumpulan data

teknik ini subjek diberikan pilihan-pilihan topik di mana subjek

diminta memilih topik yang paling relevan dan menarik menurut

kacamata subjek.

Validitas tes kemampuan mengarang ini menggunakan

Validitas Muka. Validitas jenis ini menyatakan suatu instrumen tes

valid apabila instrumen yang digunakan dalam tes telah mencakup

keseluruhan isi materi yang akan dicapai (Nazir, 2006:148).

3. Instrumen Penelitian

Kemampuan mengarang siswa SD Pangudi Luhur 3 diperoleh melalui tes

mengarang yang hasilnya berupa produk karangan.Instrumen yang

digunakan untuk menilai karangan siswa adalah lembar karangan

(terlampir) dan rubrik penilaian mengarang. Menurut Rofi’udin dan Zuhdi

(2002:91-92) komponen-komponen yang dinilai dalam karangan

mencakup adanya kesesuaian judul dengan isi, isi gagasan yang

dikemukakan dapat dimengerti pembaca, organisasi isi karangan baik, tata

bahasa yang digunakan baku, ejaan dan tanda bacanya benar. Rofi’udin

dan Zuhdi (2002:191) memberikan beberapa beberapa cara dalam

melakukan penilaian karangan yaitu dengan penentuan skor maksimal,

(56)

karangan siswa dengan menentukan skor maksimal.Rubrik yang

digunakan dalam penilaian mengarang dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 3.1 Panduan penyekoran komponen karangan

Tabel di atas menggambarkan bahwa skor masksimal tiap-tiap komponen

karangan yang dinilai berbeda.Dalam melakukan penyekoran peneliti mengacu

pada tabel deskriptor penyekoran yang dapat dilihat di bawah ini. Komponen yang

dinilai

Skor Maksimal

kesesuaian judul

dengan isi

3

Isi gagasan

6

Organisasi isi

karangan

5

Tata bahasa 5

Ejaan dan tanda

baca

(57)

Deskriptor penyekoran untuk “Judul Karangan”

Komponen

yang dinilai Judul

Nilai Deskriptor

1 Judul mencerminkan sebagian kecil isi karangan yang dibuat.

Hanya beberapa gagasan yang dituangkan dalam karangan

berhubungan dengan judul

2 Judul mencerminkan sebagian sebagian besar isi karangan, namun

judul masih terlalu luas

3 Judul mencerminkan keseluruhan isi karangan dan tidak terlalu

luas

Tabel 3.2 Deskriptor penyekoran komponen “Judul Karangan”

Deskriptor penyekoran untuk isi gagasan karangan

Komponen

yang dinilai Isi Gagasan

Nilai Deskriptor

1 Semua gagasan yang dituangkan dalam karangan tidak dapat dimengerti

pembaca

2 Gagasan yang dituangkan dalam karangan sempit dan sebagian besar

tidak dapat dimengerti pembaca

3 Gagasan yang dituangkan dalam karangan sebagian (lebih kurang 50%)

dapat dimengerti pembaca dan sebagian tidak dapat dimengerti

pembaca. Gagasan yang dituangkan kurang luas

4 Gagasan yang dituangkan dalam karangan hanya sebagian kecil yang

tidak dapat dimengerti pembaca namun gagasan yang dituangkan dalam

karangan kurang luas

5 Seluruh gagasan dapat dimengerti pembaca, namun gagasan yang

dituangkan dalam karangan kurang luas

6 Gagasan yang dituangkan dalam karangan luas dan seluruh gagasan

dapat dimengerti pembaca

(58)

Deskriptor penyekoran untuk organisai isi karangan

Komponen

yang dinilai Organisasi isi

Nilai Deskriptor

1 Setiap kalimat satu dan kalimat lain dalam karangan tidak

sistematis dan tidak mengandung keterpaduan

2 Lebih dari 3 kalimat tidak mengandung keterpaduan dengan

kalimat lainnya

3 Kalimat memiliki hubungan keterpaduan namun antar paragraph

tidak mengandung keterpaduan, atau sebaliknya

4 Kalimat dalam karangan memiliki keterpaduan yang baik,

paragraf memiliki keterpaduan namun kurang sistematis

5 Kalimat-kalimat dan paragraph mengandung keterpaduan yang

baik serta diorganisasikan secara sistematis

Tabel 3.4 Deskriptor penyekoran komponen “Organisasi Isi”

Deskriptor penyekoran untuk tata bahasa di dalam karangan

Komponen

yang dinilai Tata bahasa

Nilai Deskriptor

1 Setiap kalimat memiliki kata yang tidak baku sehingga tata

bahasa dalam setiap kalimatpun menjadi tidak baku

2 Ditemukan 5-7 kalimat yang digunakan dalam karangan

merupakan kalimat yang tidak baku

3 Ditemukan 4-6 kalimat yang digunakan dalam karangan

(59)

4 Ditemukan 1-3 kalimat yang digunakan dalam karangan

merupakan kalimat yang tidak baku

5 Semua kalimat yang digunakan dalam karangan merupakan

kalimat yang baku

Tabel 3.5 Deskriptor penyekoran komponen “Tata Bahasa”

Deskriptor penyekoran untuk ejaan dan tanda baca yang digunakan dalam

karangan

Komponen

yang dinilai Ejaan dan Tanda baca

Nilai Deskriptor

1 Lebih dari 5 ejaan dan tanda baca yang digunakan salah

2 Terdapat paling banyak 5 kesalahan dalam penggunaan ejaan dan

tanda baca

3 Semua ejaan dan tanda baca yang digunakan benar

Tabel 3.6 Deskriptor penyekoran komponen “Ejaan dan Tanda Baca”

E. Teknik Analisis data

Kondisi awal kemampuan siswa dan kondisi akhir yang diharapkan adalah

sebagai berikut.

No Peubah Indikator

Kondisi

Awal

Kondisi pada Akhir Siklus

Siklus I Siklus II

(60)

Peningkatan kemampuan mengarang siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur 3

Yogyakarta diuji dengan langkah-langkah berikut:

1. Penyekoran

Penyekoran karangan siswa dilakukan dengan berpandangan pada rubrik yang

telah dibuat sebelumnya

2. Penilaian

Skor yang diperoleh siswa diubah menjadi nilai dengan maksud agar hasil

belajar lebih bermakna bagi siswa dengan rumus berikut.

=

x 10

3. Menghitung nilai rata-rata mengarang siswa kelas 5

Nilai rata-rata mengarang siswa kelas 5 diperoleh dengan membagikan jumlah

nilai seluruh siswa dengan jumlah siswa.

X

N

4. Uji perbedaan mean

Untuk melakukan uji perbedaan mean diperlukan langkah- langkah

sebagai berikut:

(61)

6. Mencari SD dari distance.

Untuk mencari SD dari distance gunakan cara berikut:

=

Keterangan:

SD = Standar Deviasi

D = Distance (selisih dari x dan y)

7. Ha dan H0 dalam bentuk kalimat.

Ha : Terdapat peningkatan nilai rata-rata antara kondisi awal dengan rata-rata

setelah diadakannya tindakan.

H0 : Tidak ada peningkatan nilai rata-rata antara kondisi awal dengan rata-rata

setelah diadakannya tindakan.

8. Hipotesis statistiknya:

Ha: µ<≠ µ>

H0 :µ<= µ>

9. Cari thitungdengan rumus:

=

10. Menentukan taraf signifikansinya.

Dalam penelitian ini taraf signifikansinya (α) = 0,01

11. Tentukan criteria pengujian yaitu:

(62)

to> tt, df.= n – 1

TerimaH0tolak Ha, jika:

to ≤ tt, df.= n – 1

(63)

46

 

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul “Peningkatan

Kemampuan Mengarang dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual

Siswa Kelas 5 SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta Semester Gasal Tahun

Ajaran 2010/2011” dilaksanakan selama tiga minggu. Penelitian ini dimulai

pada tanggal 29 November 2010 sampai dengan 8 Desember 2010

Penelitian ini terdiri dari dua siklus dengan jumlah 12 jam pelajaran.

Siklus I terdiri dari 2 (dua) pertemuan dengan jumlah 5 jam pelajaran,

sedangkan siklus II terdiri dari 3 (tiga) pertemuan dengan jumlah 7 jam

pelajaran. Pada pembelajaran siklus I diterapkan pendekatan kontekstual

dengan indikator “siswa dapat membuat karangan yang baik dengan topik

“Keluargaku”. Pada pembelajaran siklus II diterapkan pendekatan

kontekstual dengan indikator “siswa dapat membuat karangan yang baik

dengan topik “Sekolahku”.

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan Tindakan

Pada tahap perencanaan, peneliti menyebar angket untuk mengetahui

topik yang sesuai untuk dijadikan karangan bagi siswa kelas 5 SD

(64)

angket peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri

dari:

1) Silabus dan Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

berpedoman pada KTSP 2006.

2) Lembar Kerja Siswa (LKS)

3) Gambar silsilah keluarga

4) Lembar kerangka karangan

5) Lembar mengarang

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan kelas siklus yang pertama dilaksanakan

pada hari Senin 29 November 2010 dan Selasa tanggal 30 November

2010 dengan jumlah siswa 37 anak. Pembelajaran berlangsung sesuai

dengan pedoman perencanaan pembelajaran yang telah direncanakan

yaitu dengan menerapkan pendekatan kontekstual yang dirancang oleh

guru.. Pada akhir siklus I ini dilakukan tes mengarang untuk

mengetahui perkembangan kemampuan mengarang siswa. Berikut

adalah rician gambaran kegiatan siklus I pada setiap pertemuan.

1) Pertemuan I

a) Kegiatan awal

Kegiatan pembelajaran diawali dengan doa, pemberian

salam, dan penyampaian tujuan pembelajaran yang akan

(65)

melakukan apersepsi dengan dengan memperlihatkan contoh

foto anggota keluarga yang telah disusun menjadi bagan sisilah

keluarga dan mengaitkannya dengan materi yang akan

dipelajari.

b) Kegiatan Inti

Dalam kegiatan inti, pertama-tama siswa dibagi dalam

kelompok yang terdiri dari 4 anak dan pembagian LKS.

Kemudian siswa mengamati foto anggota keluargannya dan

menempelnya di LKS yang telah disediakan. Setelah itu siswa

member keterangan setiap anggota keluarganya dengan

menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Dalam kelompoknya

siswa kemudian mendiskusikan hal-hal yang perlu diperhatikan

dalam membuat sebuah karangan yang baik. Setelah itu siswa

bekerja kembali secara individu untuk membuat sebuah

kerangka karangan berdasarkan keterangan mengenai anggota

keluarka siswa masing-masing. Kerangka karangan tersebut

kemudian ditukar dengan anggota kelompoknya yang lain untuk

satu-sama lain mengkritisi dan memberikan masukan serta saran

yang dianggap perlu untuk memperbaiki kerangka karangan

yang memiliki kekurangan.

c) Kegiatan Akhir

Pada kegiatan akhir siswa menuliskan refleksi mengenai

(66)

melakukan sharing secara lisan mengenai proses pembelajaran

pada pertemuan ini. Dalam refleksi ini anak menyampaikan

perasaan serta kesulitan-kesulitan yang dialami selama

mengikuti kegiatan pembelajaran.

2) Pertemuan II

a) Kegiatan awal

Kegiatan pembelajaran diawali dengan doa, pemberian

salam, san penyampaian tujuan pembelajaran yang akan

dilakukan. Setelah siswa siap mengikuti pembelajaran, guru

melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab mengenai

materi yang telah dipekajari sebelumnya.

b) Kegiatan Inti

Dalam kegiatan inti, pertama-tama siswa membaca

kembali kerangka karangan yang telah dibuat pada pertemuan

sebelumnya. Setelah itu guru membagikan lembar mengarang

kepada siswa untuk selanjutnya siswa menulis karangan pada

lembar mengarang yang telah disediakan guru tersebut. Karangan

yang telah selesai kemudian dikumpulkan kepada guru. Setelah

itu siswa bersama kelompoknya mendiskusikan mengenai

publikasi karangan yang telah dibuat siswa. Guru memberikan

gambaran tempat untuk publikasi karangan, antara lain di majalah

Gambar

Grafik 4.1 Pencapaian skor setiap komponen siklus I .....................................................
Tabel 3.2 Deskriptor penyekoran komponen “Judul Karangan” .....................................
Tabel di atas menggambarkan bahwa skor masksimal tiap-tiap komponen
Tabel 3.2 Deskriptor penyekoran komponen “Judul Karangan”
+6

Referensi

Dokumen terkait

Lakmi Hartayanie, MP selaku dosen pembimbing I, yang mulai dari awal pencarian topik penelitian hingga terselesaikannya laporan Skripsi ini, telah banyak meluangkan waktu,

Prinsip kerja dari wind tunnel ini adalah menggerakkan udara dengan fan hisap dibagian belakang dan meletakkan benda uji pada external balance yang berfungsi

Hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012 menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan pencegahan

Pemberian vitamin A, B 12 , C dan kombinasi ketiganya melalui drinking water menunjukkan hasil berbeda tidak nyata antara kontrol dan perlakuan pada tulang

Pasal 1 angka 9 yang dimaksud Pegawai Tidak Tetap adalah pegawai yang tidak termasuk dokter PTT, diangkat oleh Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk dan

Kumpulan baris perintah tersebut biasanya disimpan ke dalam file dengan nama ekstensi *.ASM dan lain sebagainya, tergantung pada program Assembler yang akan dipakai untuk

Pendapatan operasional yang terdiri dari pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya, tumbuh 25,0% menjadi Rp19,6 triliun pada semester I 2014 dari Rp15,7

Air permukaan tanah yang mengandung bahan pencemar misalnya tercemari zat radioaktif, logam berat dalam limbah industri, sampah rumah tangga, limbah rumah sakit, sisa-sisa