• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bezenking Snelheid), BSR ( Blood Sedimentation Rate), ESR ( Erytrocyte

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bezenking Snelheid), BSR ( Blood Sedimentation Rate), ESR ( Erytrocyte"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1. Definisi LED

Laju Endap Darah adalah kecepatan mengendapnya eritrosit dari suatu sampel darah yang diperiksa dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan dalam mm/jam. LED sering juga diistilahkan dalam bahasa asing BBS (Blood Bezenking Snelheid), BSR (Blood Sedimentation Rate), ESR (Erytrocyte Sedimentation Rate) dan dalam bahasa indonesianya adalah KPD (Kecepatan Pengendapan Darah).(Depkes, 1992).

Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu tahap pembentukan rouleaux, tahap pengendapan dan tahap pemadatan. Di laboratorium cara untuk memeriksa Laju Endap Darah (LED) yang sering dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Weetergren. Pada cara Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0—20 mm/jam dan untuk pria 0—10 mm/jam, sedang pada cara Westergren nilai rujukan untuk wanita 0 — 15 mm/jam dan untuk pria 0 — 10 mm/jam. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap Darah (LED) adalah faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah eritrosit/ul darah yang kurang dari normal, ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan menyebabkan Laju Endap Darah (LED) cepat. Pembentukan rouleaux tergantung dari komposisi protein plasma. Peningkatan kadar fibrinogen dan globulin mempermudah pembentukan roleaux sehingga Laju Endap darah (LED) cepat, sedangkan

(2)

kadar albumin yang tinggi menyebabkan Laju Endap Darah (LED) lambat. (www.labkesehatan.blogspot.com)

2. Fase-fase LED

a. Fase pertama (fase pembentukan rouleaux)

Pada fase ini terjadi rouleaux formasi yaitu eritrosit mulai saling menyatukan diri. Waktu yang dibutuhkan adalah dari beberapa menit hingga 30 menit. Adanya makromolekul dengan konsentrasi tinggi di dalam plasma, dapat mengurangi sifat saling menolak di antara sel eritrosit, dan mengakibatkan eritrosit lebih mudah melekat satu dengan yang lain, sehingga memudahkan terbentuknya rouleaux. Rouleaux adalah gumpalan eritrosit yang terjadi bukan karena antibodi atau ikatan konvalen, tetapi karena saling tarik-menarik di antara permukaan sel. Bila perbandingan globulin terhadap albumin meningkat atau kadar fibrinogen sangat tinggi, pembentukan rouleaux dipermudah hingga LED meningkat.

(3)

b. Fase kedua (fase pengendapan cepat)

Fase ini disebut juga fase pengendapan maksimal, karena telah terjadi agregasi atau pembentukan rouleaux atau dengan kata lain partikel-partikel eritrosit menjadi lebih besar dengan permukaan yang lebih kecil sehingga menjadi lebih cepat pula pengendapannya. Kecepatan pengendapan pada fase ini adalah konstan. Waktunya 30 menit sampai 120 menit.

c. Fase ketiga (fase pengendapan lambat/ pemadatan)

Fase ini terjadi pengendapan eritrosit yang sangat lambat. Dalam keadaan normal dibutuhkan waktu setengah jam hingga satu jam untuk mencapai fase ketiga tersebut. Pengendapan eritrosit ini disebut sebagai laju endap darah dan dinyatakan dalam mm/1jam.

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi LED a. Faktor eritrosit

Faktor terpenting yang menentukan kecepatan endapan eritrosit adalah ukuran atau masa dari partikel endapan. Pada beberapa penyakit dengan gangguan fibrinogen plasama dan globulin, dapat menyebabkan perubahan permukaan eritrosit dan peningkatan LED, LED berbanding terbalik dengan vikositas plasma.

b. Faktor plasma

Beberapa protein plasma mempunyai muatan positif dan mengakibatkan muatan permukaan eritrosit menjadi netral, hal ini menyebabkan gaya menolak eritrosit menurun dan mempercepat

(4)

terjadinya agregasi atau endapan eritrosit. Beberapa protein fase akut memberikan kontribusi terjadinya agregasi.

c. Faktor tehnik dan mekanik

Faktor terpenting pemeriksaan LED adalah tabung harus betul-betul tegak lurus, perubahan dan menyebabkan kesalahan sebesar 30%. Selain itu selama pemeriksaan rak tabung tidak boleh bergetar atau bergerak. Panjang diameter bagian dalam tabung LED juga mempengaruhi hasil pemeriksaan.(Herdiman T. Pohan,2004).

4. Faktor yang meningkatkan LED a. Jumlah eritrosit kurang dari normal

b. Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih mudah atau cepat membentuk rouleaux, sehingga LED dapat meningkat. c. Peningkatan kadar fibrinogen dalam darah akan mempercepat

pembentukan rouleaux, sehingga LED dapat meningkat.

d. Tabung pemeriksaan digoyang/bergetar akan mempercepat pengendapan, LED dapat meningkat.

e. Suhu saat pemeriksaan lebih tinggi dari suhu ideal (>20 C) akan mempercepat pengendapan, sehingga LED dapat meningkat.

5. Faktor yang menurunkan LED

Lekositosis berat, polsitemia, abnormalitas protein (hyperviskositas), faktor teknik (problem pengenceran, darah sampel beku, tabung LED pendek, getaran pada saat pemeriksaan).

(5)

LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi/peradangan akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Laju endap darah yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED) dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan Laju Endap Darah (LED) yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.

LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. Selain pada keadaan patologik, LED yang cepat juga dapat dijumpai pada keadaan-keadaan fisiologik seperti pada waktu haid, kehamilan setelah bulan ketiga dan pada orang tua. (hnz11.wordpress.com/2009)

6. Pemeriksaan LED dengan Metode Westergren a. Antikoagulan

Dalam penetapan LED, diperlukan darah yang tidak membeku, sehingga biasanya digunakan antikoagulan. antikoagulan yang digunakan yaitu dengan menggunakan Na sitrat 3,8%.

b. Prinsip Pemeriksaan LED

Darah yang dicampur dengan antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung westergren dan diamkan dalam suhu kamar dan posisi tegak lurus selama satu menit, maka eritrosit akan mengendap di dasar tabung dan bagian atas tertinggal plasma.

(6)

c. Pengukuran LED

Metode yang dipakai dalam pengukuran LED ada dua cara yaitu secara makro dan mikro. Secara makro yaitu metode crista (Hellige volmer) dan metode landau. Kedua metode ini sangat kurang popular di Indonesia. Metode westergren didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan karena pipet westergren yang hampir dua kali panjang pipet wintrobe.

Pembacaan metode westergren dilihat dengan panjangnya kolom plasma di atas tiang eritrosit dengan memperhatikan beberapa hal yaitu warna plasma di atas eritrosit, kejernihan plasma misalnya menjadi keruh oleh karena hiperlipemia, lapisan leukosit pada kolom eritrosit akan meningkat oleh leukositosa dan leukimia, tajamnya batas antara darah dan plasma yang menjadi tidak tajam oleh anisositosa (Wagener, 2002). Penting sekali untuk menaruh pipet atau tabung LED dalam sikap tegak lurus, selisih kecil dari garis vertikal sudah dapat berpengaruh banyak terhadap hasil LED. (R. Gandasoebrata, 2007)

7. Kesalahan Pemeriksaan LED

a. Adanya gumpalan dalam darah sehingga menyebabkan hasil LED tidak betul.

b. Gelembung-gelembung udara pada tabung sehingga menyebabkan adanya kesalahan.

(7)

B. Diare

Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita terbesar di dunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2juta anak di dunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke-2 terbesar pada balita.

1. Definisi

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Diare juga disebut juga penyakit penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun.

Kondisi ini dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (fructose, lactose), memakan makanan yang asam,pedas,atau bersantan secara berlebihan, dan kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan seringkali mual dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari. (Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ketiga, Depkes RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2007).

(8)

2. Jenis-jenis Diare a. Diare Akut

Merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotavirus yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya biasanya (3kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare Rotavirus ini merupakan virus usus patogen yang menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare akut pada anak-anak. b. Diare Bermasalah

Merupakan yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Diare ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.

c. Diare Persisten

Merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis diare persisten adalah keruskan mukosa usus. Penyebab diare persisten sama dengan diare akut. (Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ketiga, Depkes RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2007).

(9)

3. Etiologi

Diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu : a. Faktor Infeksi

1) Infeksi Enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi; Infeksi bakteri: vibrio, Escherecia Coli, Salmonella, Shigella, Campyobacter, Yersinie Aeromonas, Salmonella, Shigella, Campyobacter. Infeksi Parasit: Cacing (Askaris, Trichuris, Oxyuris Strongloides), Protozoa (entamoeba Histolitika, Giardia lambria Trichomonas hominis), Jamur (candida Albikan).

2) Infeksi Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronchopneumonia, Ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

b. Faktor Mal Absorbsi

1) Mal absorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), Monosakarida (intoleransi Glukosa, Fruktosa dan galaktosa) pada bayi dan anak yang terpenting dan sering adalah intoleransi laktosa. 2) Mal absorbsi lemak.

3) Mal absorbsi protein.

c. Faktor makanan: makanan beracun, alergi terhadap makanan.

d. Faktor Psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

(10)

4. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang terjadi pada diare adalah sebagai berikut:

Frekuensi BAB (Buang Air Besar) lebih dari 3 kali, tinja cair disertai lendir atau darah, warna tinja kehijauan, jumlah lebih dari 200 gr/hari, Ubun-ubun besar cekung, kelopak mata cekung, mukosa bibir kering, turgor kulit kembali lambat, distensi abdomen, bising usus hiper/hipo peristaltik, muntah-muntah, demam, tenesmus, BB(berat badan) berkurang, perubahan tanda-tanda vital, anak gelisah, ujung ekstremitas dingin.

5. Komplikasi

Macam-macam komplikasinya adalah Dehidrasi, Hipokalemia, Hipokalsemia, Cardiakdisritmia, Hiponatremia, Syok hipovelemia, Asidosis metabolik, kejang, malnutrisi.

6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : a. Pemeriksaan Tinja :

1) Tinja Rutin

Makroskopis : pada pemeriksaan feses ini dilihat warna feses biasanya warna coklat muda sampai kuning yang bercampur dengan lendir atau darah yang mana konsistensinya encer.

Mikroskopis : adanya jumlah sel epitel leukosit dan eritrosit meningkat.

(11)

2) Tinja Kultur

Mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.

b. Pemeriksaan Darah :

1) Darah Lengkap: Hb, Ht, Leukosit,LED.

2) Elektrolit: Na, K, Ca dan Protein serum pada diare yang disertai kejang.

3)

Ph, cadangan alkali dan elektrolit untuk menemukan gangguan

keseimbangan asam basa. (Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ketiga, Depkes RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2007).

C. Dehidrasi 1. Definisi

Air merupakan penyusun lebih dari dua pertiga tubuh manusia yang sehat. Dehidrasi terjadi saat jumlah air normal pada tubuh berkurang, mengganggu keseimbangan mineral (gula dan garam) dalam cairan tubuh manusia.

Dehidrasi merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat hilangnya cairan tubuh secara berlebihan. Penderitanya bisa menunjukan defisiensi baik cairan maupun kadar elektrolit. Derajat keparahan dehidrasi dihitung dari perbandingan berat cairan yang hilang dengan berat tubuh, yaitu ringan (5%), sedang (10%), berat (15%). (DR dr Parlindungan Siregar SpPD, KGH, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2010)

(12)

2. Macam-macam Dehidrasi

a. Dehidrasi isotonik, terjadi jika terjadi kehilangan air dan garam dalam proporsi yang sama sebagaimana air dan garam pada cairan di sekitar sel. Konsentrasi sodium serum dan osmolalitas serum tidak terpengaruh jika yang hilang adalah cairan dari intravaskular. Konsekuensinya, fluid shift tidak terjadi. Sodium serum tetap dalam batas normal, yaitu 135 dan 145 mEq/L.

b. Dehidrasi hipernatremik, biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Hipernatremik berarti ada kadar garam yang tinggi dalam darah sehingga dehidrasi jenis ini dapat terjadi saat terjadi kehilangan lebih banyak air daripada garam. Diare berair dan muntah yang berlebihan bisa menjadi penyebabnya.

c. Dehidrasi hipotonik, terjadi jika sodium yang hilang lebih dari cairan atau saat tubuh mempertahankan air dan konsentrasi sodium serum di bawah 135 mEq/L. Kekurangan sodium menyebabkan air berpindah dari ekstraseluler ke intraseluler. Penyebabnya bisa pemberian air putih untuk menggantikan keringat yang hilang, administrasi cairan IV yang tidak tepat (larutan terlalu hipotonik) atau penggunaan air keran bukannya suntikan saline. Eksresi sodium yang tidak normal juga bisa menyebabkan dehidrasi jenis ini seperti pada pasien dengan fibrosis kistik. (Dr.Pengambean.2005)

(13)

3. Pemeriksaan dan Tes

a. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada kasus dehidrasi adalah melihat tanda-tanda berikut ini :

1) Tekanan darah yang rendah

2) Tekanan darah semakin menurun saat dilakukan perubahan posisi dari berbaring menjadi berdiri.

3) Detak jantung makin cepat. 4) Turgor kulit buruk (tidak elastis) 5) Capillary refill turun

6) Shock

b. Sementara itu, tes yang dapat dilakukan adalah :

1) Kimia darah, untuk mengecek elektrolit, terutama kadar sodium, potassium dan bikarbonat.

2) Urine spesific gravity. Jika nilainya tinggi, berarti menandakan dehidrasi yang signifikan.

3) BUN (blood urea nitrogen) yang meningkat. 4) Kreatinin, (meningkat).

5) Complete blood count untuk mengetahui yang terkonsentrasi dalam darah.

4. Penatalaksanaan Medis Kategori dehidrasi :

a. Tanpa dehidrasi (A: kehilangan cairan < 3%).

(14)

c. Dehidrasi berat (C: kehilangan cairan sama atau lebih dari 10%).

Tabel 1

Penilaian Status Dehidrasi

Penilaian A B C

Keadaan Umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut/Lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa Haus Minum biasa, tidak haus

Haus, ingin minum banyak

Malas minum, tidak bisa minum Turgor Kulit Kembali cepat Kembali lambat Sangat lambat Hasil

Pemeriksaan

Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-sedang

Dehidrasi berat Therapi Rencana therapi A Rencana therapi B Rencana therapi c

D. Metabolisme Diare Terhadap LED

Metabolisme diare terhadap LED diawali dengan adanya gejala penyakit diare. Dimana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus-menerus dalam waktu lebih dari 3 hari dan feses tersebut masih memiliki kandungan air berlebihan. Maka tubuh akan segera kehilangan cairan yang cukup banyak yang disebut dehidrasi. Sehingga terdapat kadar garam yang tinggi dalam darah dan akan terjadi kehilangan lebih banyak air dari pada garam. Dehidrasi yang berat akan menyebabkan jumlah sel darah merah semakin meningkat dari normal, ukuran eritrosit lebih kecil dari ukuran normal dan darah menjadi pekat dan hampir tidak dapat mengalir. Sehingga dehidrasi berat dan diare merupakan faktor yang dapat menurunkan LED.

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan teknologi Internet dalam proses pembelajaran memungkinkan siswa untuk secara signifikan meningkatkan jaringan sosial mereka dan untuk mengenal rekan-rekan

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan bukan karena kuat gagah peneliti melainkan berkat bantuan, arahan, motivasi, kritik, saran dari berbagai pihak yang luar

Menurut Marwardi (2007), gorong-gorong adalah salah satu bangunan air pada persilangan untuk menyalurkan air yang lewat dari satu sisi jalan yang lain atau untuk

40 60 Sr Mohd Zahry Shaikh Abdul

Berdasarkan identifikasi yang telah dipaparkan di atas telah terungkap beberapa masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan khususnya SMK, maka penelitian ini

Sedangkan menurut Adisasmita(2011) efisiensi adalah komponen input yang digunakan seperti waktu, tenaga dan biaya dapat dihitung penggunaannya dan tidak berdampak pada

Keluhan inkontinensia pada kelompok lansia mengalami penurunan setelah dilakukan intervensi yaitu frekuensi berkemih pada siang hari menurun dari 6 kali

Pada sistem reproduksi, estrogen dihasilkan terutama oleh sel-sel folikel berukuran kecil, berperan menginduksi sintesa protein kuning telur oleh hati serta bekerjasama