• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. Duluan ajaa..nanti aku nyusul jawab Panji dengan suara lantangnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1. Duluan ajaa..nanti aku nyusul jawab Panji dengan suara lantangnya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

Awan yang begitu biru, angin sepoi yang menyejukkan dan sinar matahari yang merekah menandakan cerahnya hari di siang itu. Namun sayangnya cuaca cerah itu tidak secerah kehidupan Panji yang sedari tadi hanya berdiam diri di bawah pohon rindang di samping gubuk tua yang merupakan tempat ia dan keluarganya berteduh.

“Panjiiiii!!!!....” suara teriakan Abi memecahkan lamunan Panji “Mau ikut ke lapangan gak??” Tanya Jono menambahkan

“Duluan ajaa..nanti aku nyusul…” jawab Panji dengan suara lantangnya

Setelah Abi dan Jono perlahan menghilang dari pandangan kedua mata Panji, tiba-tiba Panji di kejutkan dengan suara teriakan yang lebih dahsyat dari teriakan Abi tadi.

“Aku butuh uang sekarang!!..” teriak bapak

“Aku lagi gak pegang uang mas…” ibu berusaha menjelaskan “Bohoongg!!!..pasti kamu sembunyikan uang itu…”

Prrranggg….Prrrrrraangggg………..

Dalam sekejap keadaan gubuk sederhana itu sudah seperti kapal pecah karena dipenuhi dengan pecahan piring yang dilempar oleh Bapak Panji yang sedang bertengkar dengan ibunya. Panji hanya terdiam mendengarkan keributan itu. Dia sudah sangat hafal dengan kelakuan bapaknya yang selalu memaksakan kehendaknya sendiri dan tidak pernah memperlakukan ibunya dengan baik.

Minuman keras adalah salah satu faktor bapak Panji selalu menuntut untuk diberikan uang. Hal ini yang membuat keluarga kecil Panji menjadi tidak harmonis lagi dan Bapaknya pun tidak pernah lagi memberikan nafkah kepada ibunya untuk biaya sehari-hari.

Adik kecil Panji yang bernama Gita tiba-tiba keluar dari rumah dan langsung memeluk Panji yang masih duduk di bawah pohon rindang disamping rumahnya.

(2)

“Sampe kapan kita gini terus kak?kasihan ibu…” tanya gita Lirih

“Iyaa…kita gak usah ikut campur masalah bapak dan ibu…” sahut Panji yang berusaha menenangkan Gita

“Gita takut kak…” ujar Gita sambil menangis

“Kamu harus sabar..kakak juga gak mau keluarga kita jadi kacau gini…”

Tidak dapat menahan air mata, akhirnya pipi kering Panji perlahan dibasahi oleh tetesan air mata kesedihan yang ia dan Gita rasakan sekarang.

Tiba-tiba bapak Panji dan Gita keluar dari rumah dan masih dengan muka marahnya... “Kalian memang gak ada gunanya!!” ucap bapak Panji dengan nada suara tinggi Panji dan Gita hanya bisa tertunduk ketika bapak menunjuk kearah mereka.

Setelah bapak pergi, Panji dan Gita langsung masuk ke dalam rumah untuk memastikan keadaan ibu mereka.

“Panji…Gita….” Ibu langsung memeluk ke dua anaknya yang sangat ia sayangi “Ibu gak papa kan??” tanya Panji

“Ibu baik-baik aja kok nak…” jawab ibu yang sedari tadi masih menangis

“Nanti kita makan pakek apa kalo gak ada piring??” Gita mengumpuli serpihan beling yang berserakan di dalam rumahnya

“Pakek daun pisang aja ya nak..ibu gak ada uang lagi untuk membeli piring..” sahut ibu dengan wajah yang kebingungan

Panji langsung mengambil dan memecahkan celengannya… “Kenapa di pecahin nak??”

(3)

“Ini uangnya untuk ibu aja, buat keperluan kita bu…” ujar Panji langsung memeluk ibunya sambil menangis

“Maafin ibu ya nak..ibu udah bikin kalian jadi susah…”

Tangisan ibu semakin menjadi dan membuat Panji dan Gita ikut larut dalam tangisan ibunya. ***

Demi sang ibu, Panji rela berpanas-panasan untuk mengumpulkan uang dari tumpukan sampah. Keringat yang membasahi tubuhnya tidak ia hiraukan, yang ada di fikirannya sekarang hanya ada ibu dan adik kecilnya si Gita. Tanpa rasa letih, Panji terus menelusuri jalan untuk mencari puing-puing sampah yang ada di rumah warga sekitar.

Saat di perjalanan, Panji bertemu dengan Abi dan Jono.. “Kok gak jadi nyusul??” Tanya Abi

“Maaf bi, aku harus cari uang untuk makan malam ibu dan Gita…” jawab Panji menjelaskan “Ribut lagi ya??” tanya Jono menambahkan

“Iyaa seperti biasaa….” Jawab Panji singkat

Tanpa basa-basi Abi dan Jono langsung mencari sampah yang dibutuhkan Panji.

“Gak usah repot-repot…kalian pulang aja…” larang Panji yang tak ingin melihat sahabatnya menjadi susah karena masalahnya

Abi dan Jono serempak menatap wajah Panji yang penuh dengan keringat “Ini gunanya sahabat..” ucap Abi dengan gagah

Panji terharu mendengar perkataan Abi. Begitu beruntungnya ia memiliki sahabat yang sangat peduli dengan keadaannya sekarang.

(4)

Pecahan piring yang tadinya berserakan, sekarang sudah tidak terlihat lagi di permukaan tanah yang menjadi lantai di gubuk kecil keluarga Panji.

“Assalamuallaikum…” Panji mengucapkan salam sesampainya dirumah “Walaikumsalam…” jawab ibu Panji

“Gita kemana bu??”

“Gita lagi main di rumah depan nak…”

Untuk memastikan keberadaan adiknya, Panji mengintip dari pintu rumahnya… “Gitaaa!!!!” teriak Panji

Gita spontan menoleh kearah sumber suara yang memanggil namanya.. “Jangan lama-lama mainnya, udah sore dek…” tambah Panji

“Iya kak sebentar lagi ya…”

Ibu Panji yang sedang membereskan keadaan rumahnya dikejutkan dengan ditemukannya selembar foto yang berhamburan di bawah lemari pakaian di kamarnya. Di pandanginya foto itu dengan hati yang hancur dan tetesan air mata yang jatuh di kedua pipinya. Panji yang tidak sengaja masuk ke kamar ibunya juga terkejut mendapati ibunya yang sedang dalam keadaan menangis.

“Kenapa nangis bu?” Panji memberanikan diri untuk bertanya

Ibu Panji hanya terdiam sambil terus menatap selembar foto yang ada di tangannya.. “Foto siapa itu bu?” tambah Panji penasaran

Ibu Panji masih tetap diam dan menangis. Ia hanya menunjukkan selembar foto itu kehadapan Panji..

(5)

Ibu menganggukan kepalanya…

“Kenapa ibu menangis??kan itu cuma foto bapak..” tanya Panji yang semakin heran dengan tangisan ibunya

Ibu Panji menggeserkan jari jempolnya yang menutupi salah satu sisi dari foto itu.. “Hah??siapa itu bu??” tiba-tiba suara Panji menggeras dan terdengar penuh amarah “Ibu nggak tau nak…” sahut ibu singkat dengan diiringi isakan tangis yang makin menjadi

Gita yang baru saja pulang bermain sangat terkejut mendapati ibunya yang sedang menangis di kamar..

“Ibu kenapa kak??”

“Gak papa kok dek..ibu kecapekan aja…” jawab Panji yang sengaja berbohong Gita mendekati ibunya dan mencium pipi sang bunda..

“Udah sore dek, mandi gih…” Panji mengalihkan perhatian Gita agar si kecil itu tidak banyak bertanya lagi

Panji dan Gita meninggalkan ibunya sendiri di dalam kamar dan membiarkan ibunya untuk istirahat sejenak..

(6)

BAB 2

Panji yang masih tertidur pulas akhirnya terbangun karena mendengar suara teriakan bapaknya. Panji langsung beranjak dari tempat tidurnya dan mengintip dari pintu kamarnya untuk melihat keadaan ibunya yang sedari tadi hanya duduk terdiam dan hanya bisa menangis karena caci maki yang keluar dari mulut bapak.

“Bapak marah-marah lagi kak?” suara Gita mengejutkan Panji yang sedang mengintip “Gak usah didengerin, tidur lagi ajaa…” sahut Panji

Adik kecilnya itu hanya terdiam di atas tempat tidur. Mata gita mulai berkaca-kaca dan membuat Panji bingung bagaimana caranya untuk menahan tangis Gita agar tidak di dengar oleh Bapak dan ibunya yang sedang bertengkar di ruang tengah.

“Ini cobaan dari Tuhan..kita harus sabar ya…” ujar Panji yang langsung memeluk tubuh mungil Gita

Tiba-tiba Panji teringat sesuatu…

“Hari ini ulang tahun ibu…” Panji mengambil uang simpanannya di lemari pakaiannya “Mau kasih ibu apa kak?”

“Kita beli kue ulang tahun aja ya…”

“Uangnya cukup kak?” tanya Gita yang membantu Panji menghitung uang hasil dari jerih payah Panji mengumpulkan sampah kemarin

“Mudah-mudahan cukup…”

Setelah selesai menghitung uangnya, Panji dan Gita langsung bergegas pergi untuk membelikan ibunya kue ulang tahun. Ibu dan bapak yang masih bertengkar tidak mengetahui kepergian Panji dan Gita yang memang sengaja pergi tanpa pamit dengan ibu bapaknya.

(7)

“Yang ini berapa bu??” tanya Panji kepada ibu penjual kue “160 ribu nak…”

“Uang kita gak cukup kak…” Gita menoleh kearah Panji yang terlihat sedikit kecewa

Panji dan Gita binggung harus bagaimana agar bisa membeli kue untuk ibunya. 2 jam lebih mereka berpanas-panasan untuk mencari uang tambahan. Terhitung sepuluh kali mereka melewati toko kue tadi untuk memastikan kue yang akan mereka beli belum dibeli orang lain. “Gita capek kak…” gumam Gita yang sudah sangat kelelahan

Panji menatap adiknya dengan tatapan iba. Sebenarnya Panji tidak ingin mengajak adiknya ikut untuk bersusah payah seperti ini namun Panji juga tidak ingin Gita tetap berdiam dirumah dan mendengarkan keributan yang terjadi antara bapak dan ibunya.

Melihat kegigihan Panji mencari tambahan uang, ibu penjual kue memanggil Panji dan Gita untuk masuk ke dalam tokonya.

“Kamu punya uang berapa nak?” tanya ibu penjual kue

“60 ribu bu, masih kurang 100 ribu lagi…” jawab Panji sambil meletakkan uang yang telah ia kumpulkan tadi

Ibu penjual kue itu mengembalikan uang yang sudah diberikan Panji.. “Simpan aja uang ini, buat tambahan uang jajan kalian..”

Panji dan Gita terkejut mendengar perkataan ibu penjual kue itu

“Ambil kue ini dan berikan kepada ibumu…” tambah ibu penjual kue itu “Gratis bu??” tanya gita keheranan

Ibu penjual kue itu hanya menjawab pertanyaan Gita dengan anggukan dan senyuman indah dari bibir merahnya..

(8)

“Terima kasih banyak bu…”

Panji dan Gita langsung bergegas pulang dan tidak sabar lagi ingin memberikan kue ulang tahun yang ia dapatkan secara cuma-cuma kepada ibunya yang sedang berulang tahun..

“Ibu pasti seneng banget ya kak…” ujar Gita begitu bersemangat

Panji hanya bisa tersenyum melihat adiknya yang tadinya mengeluh karena kelelahan sekarang sudah kembali tersenyum dan sangat bersemangat untuk memberikan kejutan kecil kepada ibu. Mereka berharap perayaan kecil yang akan diberikan kepada ibunya setidaknya dapat sedikit mengobati kesedihan yang selalu menghampiri hatinya saat ini.

Sesampainya mereka di gubuk tua yang merupakan rumah mereka, Panji dan Gita langsung mempersiapkan kejutan kecil untuk sang bunda..

“Git, coba kamu liat ibu ada di kamar nggak…” “Oke kak…”

Gita bergegas memastikan keberadaan ibunya di kamar… “Kak ibu gak ada di kamar…”

“Hmm ibu pasti lagi bantu-bantu di rumah orang kaya di seberang itu…” “Jadi gimana dong kak??” tanya Gita

“Kita tunggu aja sampe ibu pulang ya..”

Panji dan Gita menunggu ibunya di dalam kamar sambil memandangi kue ulang tahun yang akan mereka berikan di hari bahagia ibunya itu.

*** “Bangun kak….”

(9)

“Udah jam 10 malem kak..” jawab Gita yang terlihat sangat tidak bersemangat “Kamu kenapa dek??sakit??”

“Nggak kak…”

“Jadi kenapa lemes gitu??”

“Ibu belum pulang dari tadi siang kak…”

“Hah??belum pulang??udah kamu cek di kamar??”

“Udah kak…dari tadi siang Gita nungguin ibu di teras tapi ibu gak pulang-pulang kak…” “Gak biasanya ibu belum pulang jam segini…”

Panji beranjak dari tempat tidurnya dan melangkahkan kakinya menuju ke kamar sang bunda. Memang benar kata Gita, tak ada tanda-tanda kepulangan dari ibunya. Panji khawatir terjadi apa-apa dengan ibunya.

Saat Panji akan melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ia menginjak selembar kertas putih yang tergeletak di tanah yang menjadi alas gubuk sederhana keluarga mereka. Panji mengambil selembar kertas itu dan perlahan membaca tulisan yang ada pada kertas.

Ibu pamit ya anak-anakku

maafkan ibu yang tidak bisa membahagiakan kalian ibu hanya bisa menambahkan beban di kehidupan kalian jangan bersedih, ibu hanya pergi sebentar

ibu yakin kalian bisa hidup mandiri sewaktu ibu pergi jaga rumah baik-baik ya nak

(10)

Panji terdiam setelah membaca selembar kertas putih yang merupakan surat dari ibunya.. “Gitaa!!!....” teriak Panji

“Iyaa kak? Gita di dapur…”

Panji menghampiri adiknya yang sedang berusaha mencari apa yang bisa dimakan untuk mengisi perut malam ini…

“Kita cari ibu sekarang…”

“Cari ibu??kenapa nggak kita tunggu aja kak..udah malem…”

Panji memberikan surat yang ditemukannya tadi. Setelah Gita selesai membaca, ia juga hanya bisa terdiam sama halnya seperti Panji yang juga terdiam setelah membaca surat dari ibunya. “Ayo kita pergi sekarang…” ajak Panji

Panji menarik tangan Gita keluar rumah…

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesediaan individu bekerja pada sektor pariwisata di Provinsi Jawa Tengah, adalah status pernikahan, lama sekolah, rata-rata lama

Indikator penilaian soal dengan presentase tertinggi terdapat pada indikator 1, yaitu indikator mengidentifkasi masalah yaitu mencapai presentase sebesar 62,5%,

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM&H) dan Dekan Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD (KGEH), yang

Pendidikan mitigasi bencana dipandang penting untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui pembelajaran teks. Oleh sebab itu, tujuan penelitian ini

Kaping telu uga Pétrus nyélaki, persis kaya sing dingendikaaké Gusti Yésus sakdurungé.... Malah Pétrus uga ngipat-ipati lan

Mendapatkan informasi tentang peraturan perundangan yang melindungi korban, peraturan perundangan yang melindungi korban adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Jawab : Microfin Indonesia yang merupakan lembaga konsultan dalam hal ini hanya sebatas memberikan pembinaan BMT Mitra Usaha Ummat terkait hal-hal yang berhubungan

Tamu puas akan service yang diberikan Hotel Tugu Malang, sebanyak 80% responden menyatakan iya dan 20% menyatakan tidak, dapat disimpulkan tamu merasa puas 2c.