• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA JASA PARKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA JASA PARKIR"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA JASA PARKIR

2.1 Perlindungan Hukum Dan Konsumen

2.1.1 Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Raharjo, Teori perlindungan hukum bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.1 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.2

Kepentingan-kepentingan tersebut digolong-golongkan dengan maksud jika terjadi perselisihan kepentingan dalam proses pembangunan khususnya benturan kepentingan umum atau sosial dengan kepentingan individu, maka perlu diupayakan keseimbangan atau harmonisasi kepentingan. Dalam pertentangan kepentingan itu, hukum akan memilih dan mengakui kepentingan yang lebih utama melalui penggunaan kekuasaan. Ini menuntut adanya korban kepentingan pada salah satu pihak sebagai konsekwensi pembangunan. Supaya hukum dapat

1Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti,Bandung,hlm. 53. 2 Ibid, hlm. 54.

(2)

melakukan fungsinya itu, seorang ahli hukum Satjipto Raharjo mengutip Roscoe Pound membuat suatu daftar kepentingan. Daftar tersebut merupakan penggolongan kepentingan yang terdiri dari: (1) Kepentingan-kepentingan umum (public interests)

(2) Kepentingan-kepentingan sosial (social interests) (3) Kepentingan-kepentingan individu (individual interests)3

Indonesia sebagai negara hukum, yang tercantum dalam UUD 1945 mengamanatkan bahwa masyarakat sama kedudukanya dimata hukum. Sehingga benturan-benturan kepentingan antar masyarakat ataupun individu haruslah mempunyai keadilan hukum sebagai porsi utama yang ditengahi oleh Negara dalam melindungi setiap individu, kelompok, masyarakat dan lain-lain. Maka dari itu fungsi Negara adalah melindungi masyarakatnya agar adil dan makmur. Menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai 0tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif.4

Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan. Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wiyasa Putra bahwa hukum dapat di fungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan antipatif. Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk

3 Ibid, hlm. 56.

(3)

yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum yang dijamin oleh negara.5

2.1.2 Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.6 Konsumen pada umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi7. Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 undangUndang Perlindungan Konsumen adalahsetiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Selain pengertian-pengertian di atas, dikemukakan pula pengertian konsumen, yang khusus berkaitan dengan masalah ganti rugi. Di Amerika serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk cacat” yang bukan hanya meliputi pembeli, melainkan juga korban yang bukan pembeli, namun pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai. Sedangkan di Eropa, hanya dikemukakan pengertian konsumen berdasarkan Product Liability Directive (selanjutnya disebut Directive) sebagai pedoman bagi negara MEE dalam menyusun ketentuan mengenai Hukum Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Directive

5 Lili Rasjidi dan I B Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Siste, Remaja Rusdakarya, Bandung, hlm. 118.

6 Celina Tri Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 22.

7 Janus Sidabalol, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 17.

(4)

tersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang menderita kerugian (karena kematian atau cedera) atau kerugian berupa kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri.8

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa. Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai akhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai akhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen pemakai dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah “konsumen” yang mengaburkan dari maksud yang sesungguhnya.9

Terdapat beberapa batasan pengertian konsumen, yakni:

1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu;

2. Konsumen antara adalah setip orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial).

3. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa, untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non-komersial).10

8 Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 21.

9 Susanti Adi Nugroho, 2011, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana, Jakarta, hlm. 61-62.

(5)

Bagi konsumen antara, barang atau jasa itu adalah barang atau jasa kapital, berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya. Konsumen antara ini mendapatkan barang atau jasa itu di pasar industri atau pasar produsen. Melihat pada sifat penggunaan barang dan/atau jasa tersebut, konsumen antara ini sesungguhnya adalah pengusaha, baik pengusaha perorangan maupun pengusaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, baik pengusaha swasta maupun pengusaha publik (perusahaan milik negara), dan dapat terdiri dari penyedia dana (investor), pembuat produk akhir yang digunakan oleh konsumen akhir atau produsen, atau penyedia atau penjual produk akhir seperti supplier, distributor, atau pedagang.Sedangkan konsumen akhir, barang dan/atau jasa itu adalah barang atau jasa konsumen, yaitu barang dan/atau jasa yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau rumah tangganya (produk konsumen). Barang dan/atau jasa konsumen ini umumnya diperoleh di pasar-pasar konsumen.11 Nilai barang atau jasa yang digunakan konsumen dalam kebutuhan hidup mereka tidak diukur atas dasar untung rugi secara ekonomis belaka, tetapi semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup raga dan jiwa konsumen.12

2.1.3 Hak dan Kewajiban Konsumen

Dalam Pasal 4 UUPK diatur mengenai hak konsumen. Hak konsumen adalah :

1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

11 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 25. 12 Ibid, hlm. 51.

(6)

5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPKlebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika serikat J.F. Kennedy di depan Kongres pada tanggal 15 Maret 1962, yang terdiri dari:

a) hak memperoleh keamanan; b) hak memilih;

c) hak mendapat informasi; d) hak untuk didengar.13

Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing pada Pasal 3, 8, 19, 21, dan Pasal 26, yang oleh Organisasi Konsumen Sedunia (Organization of Consumer Union - IOCU) ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya, yaitu:

a) hak untuk memperoleh kebutuhan hidup; b) hak untuk memperoleh ganti rugi;

c) hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

d) hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.14

13 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 39.

(7)

Disamping itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut:

a) hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid);

b) hak perlindungan kepentingan ekonomi ( recht op bescherming van zijn economische belangen);

c) hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding); d) hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming); e) hak untuk didengar (recht om te worden gehord)15

Beberapa rumusan tentang hak-hak konsumen yang telah dikemukakan,secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu:

1. hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan;

2. hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar; dan

3. hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi.16 Oleh karena itu, ketiga hak prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan/ merupakan prinsip perlindungan konsumen di Indonesia.

Selain hak konsumen, kewajiban konsumen juga diatur di dalam Pasal 7 UUPK. Kewajiban konsumen antara lain:

1) beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

15 Ibid.

(8)

2) membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

3) mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Menyangkut kewajiban konsumen beriktikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen. Berbeda dengan pelaku usaha kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha). Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru, sebab sebelum diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam kasus pidana tersangka/terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh aparat kepolisian dan/atau kejaksaan. Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini akan menjadi lebih mudah diperoleh jika konsumen mengikuti penyelesaian sengketa secara patut. Hanya saja kewajiban konsumen ini, tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha.17

2.2 Perlindugan Konsumen

2.2.1 Pengertian Perlindungan Konsumen

(9)

Pengertian perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen/UUPK), yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.18 Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah denga meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuhkan sikap pelaku usaha yag jujur dan bertanggungjawab.19

Tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu:

a) Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang dan/atau jasa kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya (Pasal 3 huruf c);

b) Menciptakan sistem perlindungan konsumenyang memuat unsurunsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi itu (Pasal 3 huruf d);

18 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 1. 19 Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 9.

(10)

c) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab (Pasal 3 huruf e).20

Pada hakikatnya, perlindungan konsumen menyiratkan keberpihakan kepada kepentingan-kepentingan (hukum) konsumen. Adapun kepentingan-kepentingan konsumen menurut Resolusi perserikatan bangsa-Bangsa Nomor 39/284 tentang Guidelines for Consumer Protection, sebagai berikut:

a) Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya; b) Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen ;

c) Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi;

d) Pendidikan konsumen;

e) Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;

f) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan pada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.21

2.2.2 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas perlindungan konsumen adalah: “Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:

1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungankonsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;

3) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual;

20 Ibid, hlm. 9.

(11)

4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah bangsa negara Republik Indonesia.22

Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian asas yaitu:23

1. asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen; 2. asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan; dan

3. asas kepastian hukum.

Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok diatas yaitu asas keadilan, asas kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam hukum ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan, kemanfaatan disejajarkan dengan asas maksimalisasi, dan kepastian hukum disejajarkan dengan asas efisiensi. Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas efisien karena menurut Himawan bahwa : “Hukum yang berwibawa adalah hukum yang efisien, di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hakhaknya tanpa ketakutan dan melaksanakan kewajibannya tanpa penyimpangan”.24

22 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hlm. 26.

23 Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 33.

(12)

Tujuan perlindungan konsumen juga diatur dalam Pasal 3 UndangUndang Perlindungan Konsumen, yaitu:

1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses

negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Pasal 3 UUPK ini, merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen.25

Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen yang disebutkan di atas bila dikelompokkan ke dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam rumusan huruf c, dan huruf e. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan huruf a, dan d, serta huruf f. Terakhir tujuan khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat dalam rumusan huruf d. Pengelompokkan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat dilihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang harus dikualifikasi sebagai tujuan ganda.26

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai

25 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit, hlm 37. 26 Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 35.

(13)

dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Berbicara mengenai perlindungan hukum, hal tersebut merupakan salah satu hal terpenting dari unsur suatu negara hukum. Dianggap penting karena dalam pembentukan suatu negara akan dibentuk pula hukum yang mengatur tiap-tiap warga negaranya.

Sudah lazim untuk diketahui bahwa suatu negara akan terjadi suatu hubungan timbal balik antara warga negaranya sendiri. Dalam hal tersebut akan melahirkan suatu hak dan kewajiban satu sama lain. Perlindungan hukum akan menjadi hak tiap warga negaranya. Namun disisi lain dapat dirasakan juga bahwa perlindungan hukum merupakan kewajiban bagi negara itu sendiri, oleh karenanya negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada warga negaranya.

Dalam teori perlindungan hukum oleh Soedikno Mertokusumo yang menyebutkan kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.27 Merujuk beberapa rumusan tentang konsep perlindungan seperti tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur-unsur terhadap makna perlindungan itu sendiri, yaitu:

1. Adanya jaminan terhadap pelaksanaan serangkaian hak dan terhindar dari diskriminasi.

2. Ada jaminan akan rasa aman dari gangguan pihak lain.

Kemudian pendapat Philipus M. Hadjon, membedakan dua macam perlindungan hukum terutama bagi rakyat, yaitu Perlindungan hukum yang preventif dan perlidungan hukum yang

27 E. Fernando M.Manullang. 2007. Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. hlm44.

(14)

represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah tejadinya sengketa.

Dari kajian teoritis hukum tentang konsep perlindungan hukum bagi mastyarakat diatas, dapat diterapkan pada penggunaan jasa parkir di Kota Denpasar yang diatur dalam Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkira. Kemudian Peraturan Walikota Denpasar Nomor 30 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggraan Jasa Perparkiran. Dengan menimbang bahwa bertambahnya jumlah kendaraan sejalan dengan semakin meningkatnya kemampuan perekonomian masyarakat dan dalam rangka menciptakan ketertiban lalu lintas, keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dibidang Perparkiran serta dalam rangka Pemerintah Kota Denpasar meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, maka dipandang perlu untuk mengatur Sistem Penyelenggaraan Perparkiran.

Pertimbangan tentang meningkatkan pendapatan asli daerah dari jasa parkir merupakan hak pemerintah daerah dalam upaya menggali potensi pendapatan daerah. Namun tentunya perlu pengawasan yang baik untuk mencegah berbagai ketimpangan di dalam penerapanya, sehingga tentunya tidak bermanfaat bagi pendapatan bagi pemasukan daerah dan efek pertanggungjawaban secara hukum. Hal yang paling fulgar dilakukan adalah adanya undian berhadiah dalam karcis parkir tersebut, kemudian dalam beberapa tempat terdapat karcis parkir pada bagian belakangnya tertulis bahwa segala bentuk kehilangan bukan tanggung jawab jasa pelayanan parkir dikota Denpasar seperti kerjasama dengan swasta perusahaan atau tempat bernama Robinson kemudian parkir diseputaran Lapangan Niti Mandala Renon Denpasar.

(15)

Dengan demikian penting dan sangat perlu kemudian menerapkan upaya perlindungan secara preventif maupun refresif demi tegaknya kepastian hukum, perlindungan serta tata klola system penyelenggraan perparkiran di kota Denpasar.

2.3 Layanan Parkir

2.3.1Pengertian Parkir

Parkir adalah keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang bersifat sementara. Selain Pengertian di atas beberapa ahli memberikan definisinya tentang parkir, yaitu :

1. Semua kendaraan tidak mungkin bergerak terus, pada suatu saat ia harus berhenti untuk sementara waktu (menurunkan muatan) atau berhenti cukup lama yang disebut parkir 2. Jangka waktu parkir (parking duration) adalah lama parkir suatu kendaraan untuk satu

ruang parkir

3. Parkir adalah memangkalkan / menempatkan dengan memberhentikan kendaraan angkutan orang/barang (bermotor/tidak bermotor) pada suatu tempat parkir dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan dari definisi-definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa parkir adalah suatu keadaan tidak bergerak sutau kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang dapat merupakan awal dari perjalanan dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya yang membutuhkan suatu areal sebagai tempat pemberhentian yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun pihak lain yang dapat berupa perorangan maupun badan usaha.

(16)

Lalu-lintas baik yang bergerak pada suatu saat akan berhenti. Setiap perjalanan akan sampai pada tujuan sehingga kendaraan harus diparkir. Sarana perparkiran merupakan bagian dari sistem transportasi dalam perjalanan mencapai tujuan karena kendaraan yang digunakan memerlukan parkir.

Parkir menurut statusnya sesuai pasal 1 angka 9 dan 10 Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelengaraan Perparkiran :

A. Parkir Umum

Parkir Umum Parkir umum adalah perparkiran yang menggunakan tanah, jalan dan lapangan yang memiliki/dikuasai dan pengelolaannya diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Tempat parkir umum ini menggunakan sebagian badan jalan umum yang dikuasai atau milik pemerintah yang termasuk bagian dari tempat parkir umum ini adalah parkir ditepi jalan umum B. Parkir Khusus

Parkir khusus adalah perparkiran yang menggunakan tanah-tanah yang tidak dikuasai oleh pemerintah daerah yang pengelolanya diselenggarakan oleh pihak lain baik berupa badan usaha maupun perorangan. Tempat parkir khusus ini berupa kendaraan bermotor dengan mendapatkan ijin dari pemerintah daerah. Yang termasuk jenis ini adalah gedung parkir, peralatan parkir, tempat parkir gratis dan garasi. Gedung parkir adalah tempat parkir pada suatu bangunan atau bagian bangunan atau bagian banguanan. Peralatan parkir adalah tempat parkir yang tidak memungut bayaran dari pemilik kendaraan yang parkir di suatu lokasi. Tempat penitipan kendaraan atau garasi adalah tempat/bangunan atau bagian bangunan milik perorangan, pemerintah daerah atau badan hukum yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan kendaraan bermotor dengan memungut bayaran/sewa dan dengan diselenggarakan secara tetap.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

awal diperoleh data tentang hasil belajar matematika siswa sebelum dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai berikut: siswa yang mendapat nilai dengan kriteria

Kegiatan kelompok BKR Percontohan ini sangat penting sehingga terjadi komunikasi antara remaja dengan orang tua tentang kesehatan reproduksi yang selama ini belum

Gambar 3.12 Usecase Diagram Kegiatan Dosen Tetap Bidang Keahlian Sesuai Program Studi Dalam Seminar

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan buku ajar berbasis pemaknaan, menganalisis peran buku ajar berbasis pemaknaan

Subyek penelitian adalah pasien berusia 0-14 tahun yang didiagnosis mengalami dermatitis atopik dan orang tua yang mengantarkan untuk berobat di poli anak dan

 Namun pengamat tidak bisa mencatat burung yang di luar waktu dan jarak yang di tentukan..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan bungkil biji kapuk dan sekam padi yang memiliki kadar air, kadar abu, kadar karbon, dan nilai kalor sesuai

Konteks visi yang lebih tepat bagi Padang TV menurut penulis adalah “menjadi pemimpin dalam industri media televisi lokal di Kota Padang dan sekitarnya, dan berkontribusi