• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI BOBOT SAPIH TERHADAP BOBOT LAHIR DAN BOBOT HIDUP 365 HARI PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KORELASI BOBOT SAPIH TERHADAP BOBOT LAHIR DAN BOBOT HIDUP 365 HARI PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI BOBOT SAPIH TERHADAP BOBOT LAHIR

DAN BOBOT HIDUP 365 HARI PADA SAPI

PERANAKAN ONGOLE

(Correlation Weaning Weight to Birth Weight and Live Weight of 365 Day

of Ongole Grade Cross Cattle)

DIDI BUDI WIJONO,HARTATIK danMARIYONO

Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2 Grati, Pasuruan 67184

ABSTRACT

Beef cattle has unique growth characteristic on certain phase of growth and certain physiological state. This unique characteristic will influence the growth rate at later states. The body weight changes in every stage of growth and the rate of relationship between them are important in breeding policy decision. The aim of the research was to get information of relationship between life weights on difference stages of growing for early selection practice. Forty heads of halfblooded Ongole calves were used in this study. Data collected were live weight at birth; at 205 d and 305 day of age and were analyzed using regression analysis. The averages of live weight were 22.34 ± 2.96 kg at birth; 84.14 ± 17.76 kg at 205 d of age and 120.97 ± 27.45 kg at 365 of age. Live weight at 205 d of age has higher correlation with live weight at 365 of age (r = 0.73) compare with live weight at birth (r = 0.22). The regression equation was Y = 21.51 + 0.10 X1 – 0.05 X2; where X1 was live weight at 205 d of age and X2 was live weight at 365 d of age. The information of live weight at 205 day of age could be better used as criteria in selecting cattle for breeding and cattle growth on later stage compare with birth weight information.

Keys Words: PO Cattle, Live Weight, Correlation, Selection

ABSTRAK

Fase pertumbuhan sapi memiliki karakteristik pada setiap status dan lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan serta akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan selanjutnya. Perubahan bobot hidup setiap tahapan pertumbuhan dan keeratan hubungannya mempunyai arti penting didalam penentuan kebijakkan dalam pemuliabiakan. Tujuan penelitian untuk mendapatkan informasi keeratan hubungan antara bobot hidup dengan status yang berbeda sebagai penentu seleksi lebih awal. Materi yang digunakan anak sapi peranakan ongole (PO) sebanyak 40 ekor dengan pengumpulan data bobot hidup (bobot lahir, bobot hidup 205 hari dan bobot hidup 365 hari); analisa data dengan analisis korelasi regresi. Hasil pengamatan menunjukkan rataan bobot hidup terkoreksi untuk bobot lahir 22,34 ± 2,96 kg, bobot hidup 205 hari sebesar 84,14 ± 17,76 kg dan bobot hidup 365 hari sebesar 120,97 ± 27,45 kg. Nilai korelasi positif yang memiliki keeratan hubungan tinggi terjadi pada bobot hidup sapih (BB 205 hari) terhadap bobot hidup 365 hari (r = 0,73) dibandingkan dengan bobot lahir (r = 0,22), dengan persamaan regresi Y= 21.51 + 0.10 X1 – 0.05 X2 dimana X1 adalah bobot hidup 205 hari dan X2 adalah bobot hidup 365 hari. Dengan demikian bobot hidup sapih (205 hari) dapat digunakan sebagai seleksi didalam pemilihan bibit dibanding dengan pemanfaatan bobot lahir terhadap pertumbuhan selanjutnya.

Kata Kunci: Sapi PO, Bobot Hidup, Korelasi, Seleksi

PENDAHULUAN

Pembibitan merupakan usaha penyediaan sapi potong bakalan sebagai bibit berkualitas yang pada dasarnya dibutuhkan waktu yang panjang dan biaya cukup besar sebelum

mampu mendapatkan hasilnya. Oleh karena itu pembibitan sapi potong kurang menarik dari sisi usaha.

Upaya pembibitan yang efisien diperlukan strategi seleksi berdasarkan karakteristik status fisiologis ternak selaras dengan sifat

(2)

karakteristik target seleksi yang ingin dicapai. Sifat karakteristik dipengaruhi berbagai faktor yaitu genetik, lingkungan dan interaksi keduanya.

Tahapan pertumbuhan ternak pada dasarnya memiliki beberapa tahapan yaitu masa menyusu (pedet, anak), muda dan dewasa; pelaksanaan seleksi secara penuh sampai dewasa sangat memakan waktu dan biaya, sehingga didalam melakukan seleksi dibutuhkan tahapan seleksi per periode untuk mendapatkan populasi terpilih yang jumlahnya semakin berkurang dan memiliki performans yang terbaik.

Pertumbuhan prasapih merupakan tahapan pemeliharaan yang paling efisien karena pedet sepanjang hidupnya sangat tergantung kepada induk untuk memenuhi kebutuhan gizi yang berasal dari susu dan masa persiapan perkembangan biologis ternak terutama kesiapan perkembangan pencernaan dalam kemampuannya mencerna ransum sampai disapih.

Sementara itu, pascasapih merupakan masa transisi antara ketergantungan kepada induk beralih kepada kemampuan beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya untuk tumbuh. Faktor lingkungan pakan dapat mencapai > 50% sehingga konsumsi dan nilai gizi pakan akan mempengaruhi pertumbuhan atau pertambahan bobot hidup (WARWICK et al., 1983).

Kemampuan beradaptasi untuk pemanfaatan nutrisi pakan secara bertingkat, setelah berumur sekitar 4 bulan tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan, dan diharapkan pertumbuhan selanjutnya lebih berperan faktor keturunan. Dengan demikian pengamatan salah satu sifat karakteristik pada masa pertumbuhan dapat digunakan prediksi peran potensi genetik untuk perkembangan selanjutnya.

Dengan demikian peran pakan cukup rendah dalam mendukung pertumbuhan pedet yang masih menyusu, akan tetapi sangat mendukung terhadap perkembangan rumen dan mikroba rumen guna penyiapan diri pada saat disapih.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif tahap awal seleksi didasarkan kepada keunggulan performas produksi yaitu laju pertumbuhan, dan batasan minimal yang dapat

digunakan untuk seleksi pada kondisi pemeliharaan sederhana atau pakan optimal.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di Loka Penelitian Sapi Potong sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 terhadap laju pertumbuhan keturunan (pedet) sapi potong peranakan ongole (PO). Sebanyak 40 ekor dengan tidak membedakan jenis kelamin, dipelihara dengan pakan basal pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri pertanian berupa tumpi, dedak, kulit kopi, tetes, jerami dan rumput gajah.

Parameter pengamatan dilakukan pada bobot lahir (BL), bobot sapih dikoreksi dalam bobot hidup 205 hari dan bobot hidup lepas sapih dikoreksi dalam bobot hidup 365 hari.

BT – BL BST 205 hari =

UT x 205 + BL BST 205 hari = bobot sapih terkoreksi 205

hari BT = Bobot tertimbang BL = Bobot lahir UT = Umur tertimbang BT – BB BLST = UT x 160 + BB BLST 365 hari = bobot lepas sapih terkoreksi

365 hari

BT = bobot timbang

BB 205 hari = bobot badan

UT = umur tertimbang

Penimbangan bobot hidup dilakukan secara reguler setiap 2 – 3 bulan dan saat dilahirkan ditimbang kurang dari 24 jam. Data bobot hidup yang dihasilkan dilakukan analisis data secara diskriptif dan dilanjutkan dengan analisis korelasi-regresi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan terhadap laju pertumbuhan pedet sapi PO selama masa menyusu (prasapih) dan pascasapih sampai dengan umur 365 hari di persentasikan dalam perubahan bobot hidup yang dapat diukur secara kuantitaif, disajikan dalam Tabel 1. Pertambahan bobot hidup dan

(3)

Tabel 1. Korelasi, PBHH, rataan dan standard deviasi bobot lahir, bobot hidup umur 205 dan 365 hari sapi PO

Korelasi

Uraian Bobot (kg) PBHH (kg) Bobot

lahir Bobot hidup 205 hari Bobot hidup 365 hari Bobot lahir 22,34 ± 2,96 1

Bobot hidup 205 hari 84,14 ± 17,76 0,30 ± 0,08 0,22 1

Bobot hidup 365 hari 120,97 ± 27,45 0,23 ± 0,12 -0,08 0,74 1

konsumsi pakan sapi dara dan pejantan muda mulai umur 9 – 25 bulan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (BURNHAM et al., 2000).

Hasil pengamatan terhadap bobot lahir, bobot sapih dan bobot hidup 365 hari menunjukkan adanya perbedaan pertambahan bobot hidup hariannya (PBHH) masing-masing sebesar 0,30 dan 0,23 kg. Tampaknya setelah disapih terjadi penurunan PBHH yang dimungkinkan adanya fase transisi pemenuhan gizi pakan yang pada awalnya tergantung kepada induk dan beralih kepada kemampuan sendiri. DONAHUE et al. (1985) menyatakan bahwa umur saat terjadinya transisi dari periode preruminan menjadi ruminansia sejati bevariasi cukup luas tergantung kepada pola pakan untuk merangsang perkembangan mikroba rumen dan perkembangan volume rumen telah sempurna terjadi saat umur 3 bulan.

Tampaknya laju pertumbuhan pada sapi PO dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa keeratan hubungan bobot lahir, bobot sapih (BB 205 hari) dan bobot hidup 365 hari berkorelasi positif yang memiliki indikator korelasi berbeda keeratannya. Hubungan tertinggi terjadi antara bobot hidup sapih terhadap bobot hidup 365 hari (r = 0,73) dengan signifikansi sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan terhadap bobot lahir (r = 0,22), dan bobot lahir terhadap bobot hidup 365 hari memiliki indikator korelasi yang sangat rendah (r = -0,04) (Tabel 1).

Rendahnya korelasi bobot lahir terhadap pencapaian bobot sapih dimungkinkan pengaruh sifat mathering ability dan perkembangan semasa dalam kandungan yang mempengaruhi bobot lahir. Sebagaimana hasil pengamatan terdahulu diketahui adanya korelasi positif antara pertumbuhan pedet

dengan induk, bobot hidup pedet semakin meningkat dengan bertambahnya umur yang diikuti dengan menurunnya bobot hidup induk selaras dengan meningkatnya kebutuhan susu (WIJONO at al., 2005). BESTARI et al. (1999) melaporkan bahwa pertumbuhan pedet dari lahir sampai umur 120 hari adalah pertumbuhan dalam periode laktasi, sehingga kecepatan pertumbuhan pedet sangat tergantung kepada kemampuan produksi susu induk.

BARKER et al. (1979) menyatakan bahwa bobot lahir, rata-rata pertambahan bobot hidup prasapih dan bobot sapih di pengaruhi oleh faktor genetik dengan nilai heritabilitas secara berurutan sebesar 0,40; 0,30; dan 0,30. Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain induk terhadap kemampuan produksi susu, iklim (musim) dan tata laksana pemeliharaan yaitu masing-masing sebesar 0,60; 0,70; dan 0,70. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan sangat tinggi terhadap laju pertumbuhan dibandingkan dengan pengaruh genetik dan semakin tinggi dengan bertambahnya umur.

Rendahnya hubungan antara bobot lahir dan bobot sapih (r = 0,22) sehingga memberi peluang didalam melakukan seleksi dengan tidak menggunakan bobot lahir. Faktor kesulitan kelahiran juga dapat dihindarkan dengan terlalu besarnya bobot lahir yang tidak sepadan dengan luasnya ruang pinggul. Guna mendapatkan bobot sapih yang tinggi dapat dilakukan setelah dilahirkan dengan perbaikan pola pemeliharaan induk yang akan mempengaruhi pertumbuhan selanjutnya, sampai dengan umur 365 hari menunjukkan adanya korelasi yang tinggi. Setelah memasuki masa lepas sapih (pascasapih) yang merupakan titik tolak kehidupan mandiri secara biologis yang perlu dipertimbangkan secara cermat di dalam melakukan seleksi. Hal ini disebabkan

(4)

pertumbuhan dan perkembangan tubuh sangat tinggi semasa muda. Indikator korelasi bobot sapih terhadap bobot hidup muda (umur 365 hari) menunjukkan hubungan yang sangat erat (r = 74) sehingga bobot hidup muda sangat dipengaruhi oleh bobot sapih dan tidak ada pengaruh induk.

Selama pengamatan tampak adanya penurunan bobot hidup pada tahap awal penyapihan yang diakibatkan oleh perubahan meliou didalam rumen yang menghambat proses kerja mikroba pencernaan dan mengalami depresi proses serta pertumbuhan mikroba rumen. TILLMAN et al. (1998) dan LEIBHOIZ (1975) menyatakan perkembangan dan fungsi organ pencernaan sapi lepas sapih adalah belum maksimal terutama rumen dan reticulum sehingga belum mampu menjadi ruminan sejati.

Dengan demikian untuk melakukan seleksi dini dapat dilakukan berdasarkan bobot sapih yang didapatkan berdasarkan kelompok dasar yang digunakan sebagai populasi seleksi, karena memiliki lingkungan yang relatif sama sehingga dapat menggambarkan potensi genetiknya. Sampai dengan umur 365 hari perbedaan jenis kelamin belum dipengaruhi oleh aktivitas reproduksi yang akan mempengaruhi perubahan bilogis ternak.

Ditinjau dari persamaan regresi Y = 21,51 + 0,10 X1 – 0,05 X2 dimana:

X1 = bobot hidup 205 hari X2 = bobot hidup 365 hari

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa keeratan hubungan yang paling dekat adalah

pengaruhi BL terhadap penyapihan (0,10) dibandingkan terhadap bobot hidup 365 hari (-0,05). Hal ini menunjukkan bobot lahir tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan setelah disapih yaitu memasuki masa pertumbuhan.

Respon laju pertumbuhan kondisi bobot lahir, bobot hidup 205 dan 365 dan PBHH dengan melakukan pengelompokkan yaitu berdasarkan bobot lahir diatas rataan dan dibawah rataan secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang siknifikans (P < 0,05), (Tabel 2).

Demikian pula perlakuan pemberian pakan tidak memberikan dampak yang siknifikans sebagaimana yang dilaporkan PUTU et al. (2000). Selanjutnya dilaporkan bahwa untuk mendapatkan pedet yang sedang menyusi dengan pemberian konsentrat plus bioplas sampai dengan umur 126 hari PBHH naik 0,32 kg/ekor/hari (variasi 0,28 – 042), dan menurun sampai umur 208 hari menjadi 0,28 pada sapi PO, sedangkan pada sapi Bali 0.42 dan 0,35 (variasi 0,34 – 0,44). Penurunan bobot hidup induk terjadi sampai bulan ke delapan selama menyusui dengan perbaikan pakan dan tanpa perbaikan sampai dengan bulan ke-12.

Dengan demikian perbaikan produktivitas setelah disapih akan mampu meningkatkan pertambahan bobot hidup pada tingkat umur selanjutnya. Pemanfaatan limbah agroindustri pertanian bagi pakan sapihan selama penelitian masih cukup memadai sebagaimana yang dinyatakan LASLEY (1978), bahwa sapi potong lokal dipeternakan rakyat dengan pola pemeliharaannya pencapaian PBHH sekitar 0,2 – 0,5 kg.

Tabel 2. Rataan bobot hidup, bobot hidup dibawah rataan, bobot dibawah rataan pada bobot lahir, bobot 205 dan 365 hari

Uraian Bobot dibawah rataan Bobot diatas rataan

Bobot lahir (kg) 20,47 ± 1,73 24,85 ± 2,34

Bobot hidup 205 hari (kg) 80,90 ± 18,31 88,50 ± 16,51

Bobot hidup 365 hari (kg) 121,05 ± 29,72 120,86 ± 24,93

PBHH prasapih (kg) 0,29 ± 0,08 0,31 ± 0,07

Pascasapih (kg) 0,25 ± 0,12 0,20 ± 0,10

Uji beda bobot hidup diatas dan dibawah rataan pada kolom yang sama tidak memberikan perbedaan yang signifikans (P > 0,05)

(5)

KESIMPULAN

1. Korelasi positif sangat tinggi pada hubungan bobot sapih dengan bobot hidup 365 hari sebesar r = 0,74 dan hubungan rendah dengan bobot lahir.

2. Bobot lahir yang rendah tidak berpengaruh terhadap tingginya bobot sapih.

3. Bobot sapih (BB 205 hari) dapat digunakan sebagai standard seleksi dan memberikan dampak positif terhadap laju pertumbuhan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

BALIARTI, E. 1991. Bobot hidup anak sapi Peranakan Ongole dan Peranakan Brahman. Hasil IB di Kabupaten Gunung Kidul. Bull. Peternakan. 15(2).

BESTARI, J., A.R. SIREGAR, YULVIAN SANI dan POLMER SITUMORANG. 1999. Produktivitas empat bangsa pedet sapi potong hasil IB di kabupaten Agam Sumatra Barat. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 – 19 September 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm: 181 – 190.

BURNHAM,D.L.,R.W.PURDEAS and S.T. MORRIS. 2000. The relationship between growth performance and feed intake bulls and streers at pasture. Asian-Aus. J. Anim. Sci. vol.13, july 2000 Supplement:165.

DONAHUE,P.B.,C.G.SCWAB,J.D.QUIGLY,III, dan W. E. HYLTON. 1985. Methyionine deficiency in early-weaned dairy calves fed pelleted rations based on corn and alfafa or corn and soybean. J. Dairy Sci. 68.

LASLEY, J.F. 1978. Genetic of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

LEIBHOLZ, J. 1975. The development of ruminan digestion in the calf. I. The digention of barley and soy bean meal. Aust. J. Agric. Res. 26. PUTU, I.G.,P. SITUMORANG, M. WINUGROHO dan

T.D.CHANIAGO. 2000. Strategi pemeliharaan pedet dalam rangka meningkatkan performans produksi dan reproduksi. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Cisarua – Bogor, 18 – 19 Spetember 2000. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 402 – 410.

TILLMAN,A.D.,H.HARTADI,S.REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke 4. Gajah Mada University Press. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

WARWICK E.J. J.M. ASTUTIK dan W. HARDJOSUBROTO. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. WIJONO D. B., MARIYONO dan P.W.PRIHANDINI.

2004. Korelasi bobot hidup induk dan pedet selama menyusui. Buku 1. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 16 – 20.

DISKUSI Pertanyaan:

1. Pada kesimpulan disebutkan bobot lahir tidak mempengaruhi terhadap bobot sapih. Mohon dijelaskan.

2. Mengapa pada judul korelasi bobot sapih terhadap bobot lahir dan satu tahun bukan bobot lahir terhadap bobot sapih?

3. Apakah persamaan regresi merupakan persamaan yang dapat digunakan sebagai prediksi terhadap bobot lainnya?

4. Bagaimana hubungannya sapi crossing yang performansnya lebih besar dibandingkan dengan sapi lokal, bagaimana untuk kondisi NTT yang kering

(6)

Jawaban:

1. Hubungan bobot lahir dengan bobot sapih secara statistik pada kegiatan ini sanga rendah 0,22.

2. Diselaraskan dengan tujuan penelitian untuk mengetahui performans bobot badan yang sudah tidak dipengaruhi mothering ability dan dapat digunakan sebagai indikator seleksi yaitu bobot sapih dan bobot badan 365 hari sehingga upaya seleksi dini yang lebih akurat dapat dilakukan.

3. Pada dasarnya dapat digunakan tetapi arah analisis adalah untuk mengetahui keeratan hubungan bobot lahir terhadap pertumbuhan selanjutnya, dan nampaknya lebih berpengaruh terhadap bobot sapih dan tidak terhadap bobot badan 365 hari sehingga bobot lahir tidak dapat digunakan untuk seleksi yang mendukung ke pertumbuhan 365 hari.

4. Laju pertumbuhan tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada kondisi pemeliharaan dengan pakan yang baik akan tetapi secara ekonomis untuk crossing dibutuhkan biaya input yang lebih tinggi termasuk harga bakalan dan jumlah konsumsi yang lebih banyak. Selain itu pada pemberian pakan kurang baik kondisinya akan lebih buruk dibandingkan dengan sapi lokal. Dengan demikian tidak dianjurkan pengembangan di daerah sulit pakan atau tatalaksana yang buruk.

Gambar

Tabel 1.  Korelasi, PBHH, rataan dan standard deviasi bobot lahir, bobot hidup umur 205 dan 365 hari sapi
Tabel 2. Rataan bobot hidup, bobot hidup dibawah rataan, bobot dibawah rataan pada bobot lahir, bobot 205

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengestimasi nilai koefisien korelasi digunakan persamaan regresi linear antara bobot lahir (X) dengan bobot sapih (Y), sedangkan uji lanjutan terhadap bobot

TIITBTNGAN ANIARA BOBOT qIDTIP SATU TAHUN DENGAN BOI}OT LAHIR DAN BOBOT SAIIH Pf)A SAPI BRAIIIA{N CROSS.. DI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui litter size , bobot lahir dan bobot sapih dalam 2 (dua) kelahiran, menduga parameter genetik terhadap litter size ,

Produksi susu induk berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan, bobot sapih dan daya hidup anak domba ekor tipis Jawa periode lahir sampai sapih

Produksi susu induk berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan, bobot sapih dan daya hidup anak domba ekor tipis Jawa periode lahir sampai sapih

Produksi susu induk berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan, bobot sapih dan daya hidup anak domba ekor tipis Jawa periode lahir sampai sapih

Sementara itu, antara bobot hidup sapi dan jumlah protein terkonsumsi, jumlah protein tercerna, serta jumlah protein terdeposisi memiliki korelasi yang nyata, sehingga protein

Hal ini menunjukkan bahwa seleksi pada umur 365 hari memberikan respon positif terhadap pertumbuhan dewasa dibandingkan dengan seleksi yang dilakukan pada saat umur sapih;