GAMBARAN DEPRESI ANDIKPAS
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK
PRIA TANGERANG
Vicky Wardhana & Istiani
Universitas Bina Nusantara, Jurusan PsikologiJl. Siantan 5 No. 8, Cengkareng, 08194277773, wardhanav@yahoo.com
ABSTRAK
Sudden changes in the environment and difficult to adapt to make Andikpas can experience depression. The purpose of this study to look at the description of depression of Andikpas at Lembaga Pemasyarakatana Anak Pria Tangerang. The method used in this research is mixed method that a combine of quantitative and qualitative approach. The analysis of the results involves a variety of tests such as the Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D), Sixteen Personality Factor (16PF) Questionnaire, interview, and picture test. The study involved 43 Andikpas, who then selected 5 subjects to be analyzed. Concluded, the five subjects had depressive symptoms. Depressive symptoms and triggers that cause depression fifth diverse subjects (VW).
Keyword: Depression, Andikpas, Penitentiery, Mixed Method
Perubahan lingkungan yang secara mendadak dan sulitnya untuk beradaptasi membuat Andikpas dapat mengalami depresi. Tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran depresi Andikpas di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed method yang merupakan perpaduan antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisis hasil melibatkan berbagai macam tes seperti Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D), Sixteen Personality Factor (16PF) Questionnaire, wawancara, dan tes gambar. Penelitian ini melibatkan 43 Andikpas, yang kemudian dipilih 5 subjek untuk dianalisis lebih dalam lagi. Disimpulkan, kelima subjek penelitian memiliki gejala depresi. Gejala depresi serta pemicu yang menyebabkan kelima subjek mengalami depresi beragam. (VW).
Kata Kunci: Depresi, Andikpas, Lembaga Pemasyarakatan, Mixed Method
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa transisi tersebut remaja berusaha untuk mengekspresikan dirinya dan berusaha untuk mencari jati diri atau identitas diri yang sesungguhnya. Berdasarkan teori perkembangan Erikson (Feist, 2010) remaja berada pada fase identity vs identity confusion dimana pada fase itu remaja berusaha untuk mencari identitas diri mereka. Mereka berjuang untuk mencari tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Disaat yang bersamaan juga, remaja mengalami perubahan dalam diri mereka, dimulai dari perubahan fisik, pola pikir, dan sosial-emosional. Seorang remaja yang berhasil melewati tahap perkembangan serta dapat melewati perubahan yang ada dalam lingkungan hidupnya, mereka akan survive, dan apabila seorang remaja mengalami masalah dalam perkembangan dirinya serta mengalami masalah dalam menghadapi lingkungannya baik dalam keluarga, masyarakat, maupun peer groupnya, ia akan melakukan perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum. Suatu perbuatan yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa disebut sebagai kenakalan remaja (juvenile delinquency) (Sarwono, 2012).
Dampak buruk dari kenakalan remaja yaitu para remaja secara tidak langsung dapat terjerumus ke dalam dunia kriminalitas, sehingga kriminalitas di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi banyak juga dilakukan oleh kalangan remaja. Oleh karena itu, penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) semakin banyak dihuni oleh para remaja. Berdasarkan Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum & HAM dalam Sistem Database Permasyrakatan (smslap.ditjenpas.go.id), khususnya di daerah Tangerang, Banten, terhitung jumlah Andikpas dari bulan Desember 2011 yang berjumlah 168 anak, meningkat menjadi 222 anak pada bulan Desember 2012.
Menjadi narapidana adalah stresor kehidupan yang berat bagi pelakunya. Perasaan sedih pada narapidana setelah menerima hukuman serta berbagai hal lainnya seperti rasa bersalah, hilangnya kebebasan, perasaan malu, sangsi ekonomi dan sosial serta kehidupan dalam penjara yang penuh dengan tekanan psikologis dapat memperburuk dan mengintensifkan stresor sebelumnya. Keadaan tersebut bukan saja mempengaruhi penyesuaian fisik tetapi juga psikologis individu (Morgan, 1981; Gussak 2009 dalam Mukhlis 2011). Akibatnya, para Andikpas cenderung mengalami tekanan karena situasi dan kondisi yang penuh dengan tuntutan karena perubahan lingkungannya secara mendadak, sehingga mereka akan rentan dan berpotensi mengalami berbagai macam masalah psikologis salah satunya yaitu depresi.
Kata depresi sudah tidak asing lagi di telinga kita dan sangat populer di kalangan masyarakat. Akan tetapi, arti dari depresi itu sukar untuk didefenisikan dengan tepat, sehingga banyak orang awam menggunakan istilah depresi dengan sangat bebas dan umum dan meyebabkan makna dari depresi itu menjadi kabur. Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak bisa diatasi maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Menurut American
Psychological Association (APA) (dalam Fitriani & Hidayah, 2012), depresi merupakan perasaan sedih
atau kosong yang disertai dengan penurunan minat terhadap aktivitas yang menyenangkan, gangguan tidur dan pola makan, penurunan kemampuan berkonsentrasi, perasaan bersalah yang berlebihan, dan munculnya pikiran tentang kematian atau bunuh diri.
Depresi saat ini sudah menyerang berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun lansia. Neiger (dalam Fitriani & Hidayah, 2012) menyatakan bahwa usia muda yaitu 15-24 tahun sangat rentan untuk mengalami gangguan depresi. Fenomena bunuh diri meningkat di kalangan remaja pada tahun ini. Dalam 6 bulan pertama di tahun 2012, Komnas Nasional Perlindungan Anak (dalam Cahyaningrum, 2012) mencatat 20 kasus bunuh diri akibat depresi. Data dari survei yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa tahun 1996 di 10 kota pada 1.994 responden dengan menggunakan instrumen diagnostik gangguan jiwa dari WHO, menemukan bahwa 17,25% atau 344 responden merupakan kasus ganguan jiwa, dan 4,1% atau 82 orang menderita depresi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saputri, Rujito, dan Kartika (2011) di Lapas Purwokerto, tercatat bahwa baik responden narapidana yang masih muda maupun tua, banyak mengalami depresi dibandingkan yang tidak mengalami depresi dengan menggunakan instrumen penelitian Beck Depression Inventory (BDI).
Prediksi WHO dalam dua dekade mendatang diperkirakan lebih dari 300 juta penduduk dunia menderita depresi. Tahun 2020, depresi akan menempati masalah kesehatan nomor dua terbesar setelah penyakit kardiovaskuler (Thabrany & Pujianto dalam Nora & Widuri, 2011). Depresi juga disebut sebagai
The Silent Epidemic, dimana para penderita depresi tidak dapat terdeteksi. Menurut WHO (dalam
Maulana, 2012) , menyebut depresi sebagai silent epidemic, suatu wabah penyakit yang mungkin tidak dirasakan secara langsung akibatnya, namun rantai akibat dari penyakit tersebut yang kemudian menyeruak dan menjadi kontributor-kontributor utama penyebab kematian manusia.
Hal- hal yang dapat dilakukan untuk mencegah semakin bertambahnya tingkat depresi yang mengakibatkan bunuh diri pada masa remaja, sebaiknya dari pihak keluarga dan masyarakat menyediakan fasilitas untuk menyalurkan energi dan emosi yang bergejolak para remaja, seperti kegiatan olahraga, kegiatan seni, kegiatan kerohanian, dan lain-lain. Selain itu, dapat juga melakukan tes psikologi secara dini agar dapat mengetahui remaja yang mengalami depresi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran Andikpas yang mengalami depresi. Peneliti menggunakan metode campuran, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan sebagai pemilihan subjek, kemudian metode kualitatif yaitu dengan cara wawancara yang digunakan untuk mengkonfirmasikan hasil kuantitatif sebelumnya. Setelah mendapatkan subjek yang diinginkan, penulis kemudian memberikan tes gambar dan membuat analisis gambaran depresi pada Andikpas.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran depresi pada Andikpas yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang?
Tujuan Penelitian
Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran depresi pada Andikpas di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang.
Kajian Pustaka Defenisi Depresi
Menurut American Psychological Association (APA) (dalam Fitriani & Hidayah, 2012), depresi merupakan perasaan sedih atau kosong yang disertai dengan penurunan minat terhadap aktivitas yang menyenangkan, gangguan tidur dan pola makan, penurunan kemampuan berkonsentrasi, perasaan bersalah yang berlebihan, dan munculnya pikiran tentang kematian atau bunuh diri.
Gejala Depresi
Berdasarkan DSM-IV-TR (dalam Kring dkk, 2007, hal. 231), Major Depressive Disorder memiliki kriteria seperti depressed mood serta kehilangan kesenangan dengan berbagai aktivitas dan setidaknya diikuti minimal empat simptom sebagai berikut:
1. Mengalami masalah dalam tidur (insomnia): kesulitan untuk tidur; kesulitan untuk kembali tidur pada malam hari, bangun lebih awal dari biasanya atau tidur terlalu lama;
2. Mengalami gangguan psikomotorik;
3. Kehilangan nafsu makan dan berat badan atau meningkatnya nafsu makan dan berat badan.; 4. Kurang berenergi;
5. Merasa tidak berharga;
6. Mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, berpikir, atau mengambil keputusan; 7. Berpikir tentang kematian dan bunuh diri.
Ada dua pola simtom yang sangat berbeda, yakni depresi yang ditandai oleh kelambanan (retarded depression) dan depresi yang ditandai dengan ketidaktenangan (agitated depression). Depresi yang ditandai oleh kelambanan lebih sering terjadi dan cirinya ialah tingkat energi berkurang sehingga tugas yang paling kecil sekalipun kelihatannya sulit atau tidak mungkin untuk diselesaikan. Sebaliknya, individu yang yang ditandai oleh ketidaktenangan tidak mampu duduk dengan tenang, mereka melangkah bolak-balik, tangan diremas-remas, dan rambut atau kulit mereka ditarik-tarik atau digosok-gosok. Kalau dilihat sepintas, depresi yang ditandai oleh ketidaktenangan ini menunjukkan banyak simtom kecemasan dan kadang-kadang sulit sekali membedakan depresi dengan kecemasan (Semiun, 2006)
Seseorang yang depresi mungkin menggambarkan diri mereka sebagai orang yang putus asa, tidak berdaya, lemah, atau cemas. Mereka juga mudah frustasi, mudah marah terhadap diri mereka sendiri, dan dapat marah terhadap orang lain. (Videbeck, 2008). Fava dan Rosenbaum (dalam Videbeck, 2008) melaporkan bahwa sekitar 40% klien yang mengalami depresi mengalami serangan marah. Ungkapan kemarahan yang intens dan tiba-tiba ini biasanya terjadi dalam situasi ketika individu yang depresi merasakan situasi emosional yang tidak menyenangkan. Serangan marah mencakup ekspresi kemarahan secara verbal atau kemarahan yang tidak dapat dikendalikan. Serangan marah yang terlihat pada beberapa klien depresi dapat berhubungan dengan mood yang cepat marah, reaksi berlebihan terhadap gangguan minor (kecil), dan kemampuan koping yang menurun.
Secara psikodinamik, depresi merupakan agresivitas yang dibalik yang kemudian dihantamkan pada diri sendiri. Rasa sesal dan kemarahan itu dibalik pada diri sendiri. Jadi penderita depresi cenderung merusak diri sendiri dengan menolak makan, menolak obat, melakukan tindakan berbahaya, sampai mencoba untuk bunuh diri (Wicaksana, 2008).
Dalam berbagai penelitian-penelitian untuk mendeteksi seseorang mengalami depresi yaitu melalui gejala-gejalanya. Salah satu alat tes yang umum digunakan yaitu Center for Epidemiologic
Studies Depression Scale (CES-D) yang dikembangkan oleh Radloff (1977). CES-D terdiri dari 20 item
dimana item-itemnya disusun berdasarkan empat faktor yaitu (Antony & Barlow, 2010):
1. Depressed Affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau suasana hati yang negatif, seperti
perasaan sedih, tertekan, kesepian, dan menangis.
2. Positive Affect merupakan perasaan, emosi, atau susasana hati yang positif, seperti perasaan gembira,
senang, memiliki harapan, dan merasa diri baik.
3. Somatic and Retarded Activity merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan dengan
membutuhkan usaha lebih besar dalam mengerjakan sesuatu, kesulitan tidur atau tidur tidak nyenyak, dan sulit untuk memulai sesuatu.
4. Interpersonal merupakan perasaan negatif yang dirasakan individu yang berkaitan dengan perilaku
orang lain, seperti tidak bersahabat dan merasa tidak disukai. Penyebab Depresi
Menurut Askin (dalam Izgar, 2009) depresi dipandang sebagai gangguan emosional yang mungkin muncul dengan sendirinya atau sebagai hasil sekunder yang berasal dari masalah dengan menggunakan alkohol dan obat-obatan (narkoba), stimulan, dan obat atau menderita beberapa jenis penyakit metabolik seperti kanker.
Menurut Semiun (2006), ada dua teori kognitif tentang depresi, yakni teori yang pertama yang mengemukakan bahwa kemapanan-kemapanan kognitif yang negatif (negative cognitive sets) menyebabkan individu akan melihat segala sesuatu secara negatif; dan dengan demikian, akan menyebabkan depresi. Teori kedua mengemukakan bahwa ketidakberdayaan yang dipelajari (learned
helpless) dalam mengontrol aspek-aspek negatif kehidupan; dan dengan demikian, ia merasa tidak
berdaya sehingga menyebabkan depresi.
Salah satu kepribadian yang berperan dalam depresi adalah kepribadian introvert. Kepribadian yang introvert mungkin ikut menyebabkan depresi karena individu yang introvert mungkin kurang mendapat dukungan sosial dan menggunakan strategi-strategi yang kurang efektif untuk menangani stres; dan faktor-faktor tersebut membuat individu lebih mudah diserang oleh pengaruh-pengaruh stres yang dapat menimbulkan depresi (Semiun, 2006).
Seseorang yang memiliki konsep diri yang negatif, memiliki sedikit pengetahuan tentang siapa dirinya dan menilai dirinya secara negatif, sehingga akibat yang parah karena seseorang memiliki konsep diri yang negatif adalah mudah mengalami depresi (Tim Pustaka Familia, 2006).
Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (dalam Efendi & Makhfudli, 2009, hal.221) adalah 12-24 tahun. Namun, jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa, bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka tetap dimasukkan ke dalam kelompok remaja. Menurut Santrock (dalam Agustina, 2006) remaja adalah periode peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yang disertai dengan perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
METODE PENELITIAN
Sampel dan Teknik Sampling Penelitian
Penulis mengambil subjek Andikpas yang berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Pria Tangerang. Lapas tersebut memiliki jumlah Andikpas terbanyak se-Jabotabek yaitu 223 anak (Maret 2013) menurut data dari http://smslap.ditjenpas.go.id.
Karakteristik subjek yang akan dijadikan sampel penelitian adalah sebagai berikut: 1. Berjenis kelamin laki-laki
2. Masih tergolong remaja (14-19 tahun) 3. Bisa baca dan tulis
4. Tercatat sebagai Andikpas baru yang tinggal di Lapas Anak Pria Tangerang dan sedang menjalani masa hukuman/ masa kurungan pada waktu yang sudah ditentukan.
Teknik sampling yang digunakan adalah non-random sampling yaitu, metode yang digunakan hanya memberi peluang bagi anggota populasi tertentu sehingga menutup peluang anggota yang lain untuk menjadi sampel (Istijanto, 2009, hal. 120). Terdapat beberapa jenis sampling dalam non-random
sampling, dan penulis memakai metode purposive sampling, yaitu pengambilan data yang disesuaikan
Desain Penelitian
Penelitian ini bermaksud ingin melihat gambaran depresi pada Andikpas. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif atau biasa disebut dengan metode campuran (mixed methods). Seperti yang kita ketahui, ciri dari penelitian kuantitatif adalah datanya berupa jumlah kategori, skala, dan skor, sedangkan ciri dari penelitian kualitatif adalah data yang dikumpulkan berupa data lunak, dan pengumpulan datanya dengan observasi partisipatoris dan/atau wawancara (FIP-UPI, 2007). Setiap pendekatan baik kuantitatif maupun kualitatif memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Untuk menutupi kekurangan dari setiap pendekatan, maka dipakailah metode campuran.
Data dari kuantitatif diperoleh dengan memberikan tes kepribadian yaitu Sixteen Personality
Factor (16PF) Questionnaire dan tes depresi yaitu Center for Epidemiologic Studies Depression Scale
(CES-D) untuk melihat gejala depresi pada Andikpas. Setelah mengumpulkan data kuantitatif, penulis kemudian mengumpulkan data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara oleh penulis sendiri yang sebelumnya sudah diberi pengarahan oleh ahli. Subjek yang diwawancara merupakan subjek peneliti yang terpilih dan sudah mengikuti tes 16 PF dan tes CES-D. Setelah itu, penulis kemudian memberikan tes gambar dan membuat analisis gambaran depresi pada Andikpas.
Hasil data dikombinasikan
Gambar 1 Skema Desain Penelitian Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur Pendekatan Kuantitatif
Alat Ukur Depresi (Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D))
CES-D diperkenalkan oleh Radloff (1977) yang merupakan alat ukur depresi berupa self-report untuk general population. Item yang ada dalam CES-D berasal dari item pada alat tes terdahulu seperti BDI dan MMPI. Instrumen ini memiliki item sebanyak 20 item yang mengukur gejala dari depresi dan menggunakan skala Likert dari 0-3, dimana 0=Tidak pernah, 1=Hampir tidak pernah, tapi terkadang muncul, 2= Beberapa kali, dan 3= Sering (Antony & Barlow, 2010).
CES-D memiliki reliabilitas yang baik yaitu coeficient alpha .90 dan .85 dengan subjek pasien dan nonpasien. CES-D memiliki four factor structure didalamnya, yaitu Depressed Affect, Positive Affect,
Somatic and Retarded Activity, dan Interpersonal (Antony & Barlow, 2010).
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan pilot study dengan menggunakan 50 subjek. Hasil pilot study menunjukkan validitas setiap item alat ukur depresi >0.2 dan reliabilitas nya sebesar 0.832 setelah 3 item dihapus karena ketiga item tersebut memiliki validitas <0.2.
2
Mengumpulkan data dari wawancara Mengumpulkan data kuantitatif1
Analisis Data Analisis Data Mengikuti tes gambar KesimpulanSixteen Personality Factor (16PF) Questionnaire
Sixteen Personality Factor (16PF) Questionnaire dikembangkan oleh Raymond B. Cattell, yang
merupakan alat ukur yang komperhensif untuk mengukur kepribadian seseorang yang dapat digunakan dalam setting apapun. 16PF tetrdiri dari 185 item berbentuk pilihan ganda dan dapat dikerjakan dalam waktu 35 – 50 menit dalam format paper and pencil (Hersen, 2004). 16PF memiliki internal consistency
reliability sebesar 0.75 (berdasarkan jumlah hasil rata-rata 16 skala) dan 16PF memiliki criterion validty
dimana 16PF memiliki nilai yang lebih baik apabila dibandingkan dengan alat tes kepribadian yang lainnya seperti NEO-PI-R dan MBTI (Hersen, 2004).
Alat Ukur Pendekatan Kualitatif
Dalam pendekatan kualitatif, peneliti menggunakan dua metode, yaitu: Wawancara
Menurut Gorden (dalam Herdiansyah, 2010), wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu. Wawancara menurut Stewart & Cash (dalam Herdiansyah, 2010) adalah sebuah interaksi yang didalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi-terstruktur. Berikut ciri dari wawancara semi-terstruktur (Herdiansyah, 2010):
a. Pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan. b. Kecepatan wawancara dapat diprediksi
c. Fleksibel, tetapi terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban)
d. Ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata e. Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena
Tes Gambar
Tes gambar merupakan tes proyektif, dimana melalui tes ini subjek dapat memproyeksikan kepribadian dan traitnya ke dalam gambar (Handler, Campbell, & Martin dalam Hersen, 2004). Dengan menggambar, seseorang dapat mengekspresikan berbagai aspek kepribadian mereka, intelektual, serta persepsi terhadap dunia (Oster & Crone, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti menggunaka dua macam tes gambar, yaitu Draw A Person (DAP) dan Wartegg Test.
Prosedur Penelitian Persiapan Penelitian
Langkah pertama peneliti adalah menentukan topik dan judul penelitian dengan melihat fenomena dan fakta-fakta yang ada. Kemudian peneliti melakukan studi literatur yang sesuai dengan topik penelitian sebagai landasan dalam penelitian ini yang diambil dari buku, e-book, jurnal, data fakta dari internet, dan berbagai sumber lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.
Setelah studi literatur dilakukan, peneliti membuat metodologi penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel dan menentukan alat ukur yang akan digunakan. Peneliti melakukan adaptasi dari alat ukur depresi yaitu Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D) yang dikembangkan oleh Radloff (1977). Peneliti kemudian melakukan expert judgement dengan dua dosen yang memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai. Setelah melakukan expert judgement, peneliti menyusun kembali item-tem dan melakukan face validity kepada lima orang remaja Lapas untuk menguji apakah bahasa yang digunakan sudah cukup sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh para remaja Lapas.
Pelaksanaan Penelitian
Setelah melakukan expert judgement dan face validity, peneliti kemudian melakukan pilot study pada tanggal 1 Juni 2013 dengan tujuan menguji validitas dan reliabilitas alat ukur yang akan digunakan. Peneliti melakukan uji coba sebanyak 50 kuesioner kepada Andikpas yang terdiri dari 26 Andikpas baru dan 24 Andikpas lama. Pada saat melakukan pilot study, peneliti memberikan dan membacakan contoh pada setiap item agar lebih dimengerti dan menghindari kesalahpahaman. Setelah itu peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas. Peneliti kemudian melanjutkan field study dan sekaligus melakukan pengambilan tes kepribadian di Lapas pada tanggal 8 Juni 2013. Peneliti mengambil sisa sampel sebanyak 17 remaja dari jumlah Andikpas baru yang sebanyak 43 orang dan melakukan tes kepribadian sebanyak 43 sampel. Pada saat field study menggunakan kuesioner depresi, peneliti juga memberikan dan membacakan contoh pada setiap item agar lebih dimengerti dan menghindari kesalahpahaman.
Setelah proses field study dilakukan, peneliti kemudian membuat norma kelompok dari hasil
field study. Peneliti mengambil 10 sampel yang memiliki skor tertinggi untuk dijadikan sebagai subjek
dan mengikuti wawancara dan tes gambar yang dilakukan pada tanggal 13 dan 20 Juni 2013. Dari hasil wawancara ternyata 5 subjek memberikan respon yang kurang baik dengan peneliti. Oleh karena itu, peneliti hanya mendapatkan 5 subjek untuk dianalisis lebih dalam lagi.
HASIL DAN BAHASAN
Gambaran Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil seluruh Andikpas baru sebanyak 43 orang. Karakteristik sampel yang diambil memiliki usia kisaran 14-19 tahun yang masih tergolong remaja dan memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Berikut beberapa gambaran profil dari responden peneliti.
Subjek terbanyak berusia 17 tahun sebanyak 21 orang (48.8 %), 16 tahun sebanyak 9orang (21 %), 18 tahun sebanyak 6 orang (14 %), 15 tahun sebanyak 5 orang (11.6 %), 14 tahun sebanyak 1 orang (2.3 %), dan 19 tahun sebanyak 1 orang (2.3 %).
Subjek terbanyak memiliki tingkat pendidikan SMP sebanyak 15 orang (34,7 %), SMA sebanyak 11 orang (25,7 %), SD sebanyak 7 orang (16,4 %), SMK sebanyak 6 orang (14 %), Tidak diketahui sebanyak 3 orang 6,9 %), dan STM sebanyak 1 orang (2.3 %).
Gambaran Perolehan Skor Alat Ukur Depresi
Kuesioner depresi menggunakan skala Likert dengan skor 1 – 4, skor minimum yang dapat diperoleh dari kuesioner depresi adalah 17 (perkalian dari jumlah item dengan skor 1 (skor terkecil dari skala Likert)) dan skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 68 (perkalian dari jumlah item dengan skor 4 (skor terbesar dari skala Likert)).
Diperoleh skor terendah dari adalah 22 dan skor tertinggi adalah 59. Hasil mean yang diperoleh dari hasil kuesioner adalah 42 dan standar deviasi dari kuesioner adalah 9.13. Dari hasil tersebut, peneliti kemudian membuat norma dengan klasifikasi tinggi, sedang dan rendah.
Subjek yang memiliki tingkat depresi yang tinggi sebanyak 12 orang (28 %), yang memiliki tingkat depresi yang sedang 17 orang (40 %), dan yang memiliki tingkat depresi yang rendah sebanyak 14 orang (32 %).
Setelah mengetahui subjek yang memiliki tingkat depresi yang tinggi sebanyak 12 orang, peneliti kemudian berencana untuk mengambil keduabelas Andikpas sebagai subjek penelitian untuk dianalisis lebih dalam dengan mengikuti wawancara dan tes gambar. Akan tetapi karena salah satu subjek peneliti meninggal dan sudah bebas, maka peneliti hanya mendapat 10 subjek saja untuk mengikuti wawancara dan tes gambar.
Setelah kesepuluh subjek mengikuti wawancara, ternyata 5 subjek memberikan respon yang kurang baik dengan peneliti. Oleh karena itu, peneliti hanya mendapatkan 5 subjek untuk dianalisis lebih dalam. Masing-masing 5 subjek tersebut memiliki skor depresi sebesar 59, 59, 56, 55, dan 50.
Gambaran Profil Subjek
Data di bawah ini didapatkan berdasarkan lembaran Lingkungan Kehidupan yang dibagikan pada saat pengambilan data Tabel 1 Gambaran Profil Subjek
Dari hasil gambaran profil kelima subjek, kelimanya memiliki usia 17 tahun. Empat dari lima memiliki pendidikan SMA/SMK sedangkan sisanya SMP. Lokasi tempat tinggal mereka ada yang di Pulau Jawa dan Sumatera. Empat dari lima berlokasi tempat tinggal di Pulau Jawa, sedangkan sisanya di Pulau Sumatera. Kelimanya bukan termasuk residivis karena baru satu kali masuk penjara.. Tindak kriminal yang dilakukan cukup beragam, dua diantaranya kasus narkoba, sisanya kasus penadahan motor, membunuh, dan pengeroyokan.
Berdasarkan tabel diatas 3 dari 5 Subjek merupakan pengguna narkoba, dimana menurut menurut Askin (dalam Izgar, 2009) depresi dipandang sebagai gangguan emosional yang mungkin muncul dengan sendirinya atau sebagai hasil sekunder yang berasal dari masalah dengan menggunakan alkohol dan obat-obatan (narkoba).
DATA Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4 Subjek 5
Usia 17 tahun 17 tahun 17 tahun 17 tahun 17 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMA SMK SMP SMK
Pekerjaan sehari-hari Pelajar Pelajar Pelajar Wiraswasta Karyawan ikan hias
Tinggal dengan Orang Tua Saudara Orang Tua Saudara Orang tua
Lokasi tempat tinggal Palembang Malingping Dasana Indah Pamulang Tangerang
Hobi Futsal Olahraga, belajar, bermain Futsal Jalan-jalan Sepak bola
Cita – cita Jendral Manajer Dokter Pembalap Ingin jadi sukses/
membahagiakan orang tua Pemain bola
Anak ke 2 dari 2 bersaudara 2 dari 2 bersaudara 2 dari 2 bersaudara 3 dari 5 bersaudara 1 dari 4 bersaudara
Jumlah masuk penjara 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali
Lama hukuman 3 tahun 6 bulan 4 bulan 9 bulan 9 tahun 9 bulan
Tindak kriminalitas Narkoba (shabu) Penadahan motor Narkoba (ganja) Membunuh
Pengeroyokan
Gambaran 16 PF Subjek
Hasil 16 PF digunakan sebagai pelengkap untuk menginterpretasikan tes gambar. Tabel 2 Gambaran Hasil 16PF
Subjek 16 PF MD A B C E F G H I L M N O Q1 Q2 Q3 Q4 Subjek 1 8 2 3 4 7 6 6 3 4 8 7 7 5 3 10 3 8 Subjek 2 4 2 5 4 5 6 6 4 4 7 6 8 8 8 6 3 6 Subjek 3 8 3 4 4 6 5 8 2 5 8 5 6 5 3 8 5 8 Subjek 4 1 4 3 5 4 6 8 3 7 7 5 5 5 6 7 1 8 Subjek 5 2 5 6 4 5 4 5 6 4 4 7 8 4 6 8 3 4
Sumber: Data Olahan Peneliti dari Tes 16 PF Ket:
MD – Q4 : 16 Personality Factor
Berdasarkan tabel diatas peneliti secara khusus melihat Faktor A, B, C, L, O, dan Q4 yang berkaitan dengan depresi.
Subjek yang memiliki skor A yang rendah (1-3) mencerminkan kepribadian yang introvert, hal ini dicirikan oleh beberapa perilaku yaitu suka menyendiri, besikap kaku, dingin, kerasa kepala, suka bersitegang, skeptis, dan menjauhkan diri dari orang lain.. Menurut Semiun (2006) kepribadian yang introvert mungkin ikut menyebabkan depresi karena individu yang introvert kurang mendapat dukungan sosial dan menggunakan strategi-strategi yang kurang efektif untuk menangani stres; dan faktor-faktor tersebut membuat individu lebih mudah diserang oleh pengaruh-pengaruh stres yang dapat menimbulkan depresi. Dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki kepribadian introvert memiliki kaitan dengan depresi.
Subjek yang memiliki skor B rendah (1-3) menunjukkan tingkat intelejensi yang rendah. Menurut Semiun (2006), ada teori kognitif tentang depresi, yakni teori yang mengemukakan bahwa ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helpless) dalam mengontrol aspek-aspek negatif kehidupan; dan dengan demikian, ia merasa tidak berdaya sehingga menyebabkan depresi. Dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki tingkat intelejensi yang rendah dapat memicu timbulnya depresi.
Subjek yang memiliki skor C rendah (1-3) cenderung mudah menjadi emosional dan mudah marah, emosi kurang stabil, kekuatan ego yang rendah, dan memiliki derajat toleransi frustasi rendah terhadap situasi. Menurut Videbeck (2008) seseorang yang depresi juga mudah frustasi, mudah marah terhadap diri mereka sendiri, dan dapat marah terhadap orang lain, dan Fava dan Rosenbaum (dalam Videbeck, 2008) melaporkan bahwa sekitar 40% klien yang mengalami depresi mengalami serangan marah. Ungkapan kemarahan yang intens dan tiba-tiba ini biasanya terjadi dalam situasi ketika individu yang depresi merasakan situasi emosional yang tidak menyenangkan. Serangan marah mencakup ekspresi kemarahan secara verbal atau kemarahan yang tidak dapat dikendalikan.
Subjek yang memiliki skor L tinggi (8-10) menunjukkan sifat curiga, tidak percaya dengan orang lain, ragu dengan orang lain, dan sama sekali kurang menaruh perhatian dengan orang lain.
Subjek yang memiliki skor O tinggi (8-10) cenderung merasa tertekan, suka bermurung diri, pencemas, penuh dengan persangkaan atau firasat-firasat, suka memikirkan hal-hal yang sedih, dan cenderung merasa bersalah.
Subjek yang memiliki skor Q4 tinggi (8-10) cenderung merasa tegang, mudah tergugah, gelisah, rewel, frustasi, dan tidak sabaran.
Gambaran Hasil Wawancara dan Interpretasi Tes Gambar
Berdasarkan hasil wawancara, kelima subjek memiliki gejala depresi seperti merasa murung walaupun dihibur oleh keluarga dan teman, merasa kesepian, merasa sedih sulit tidur/tidur tidak nyenyak, tidak menikmati hidup, tidak merasa bahagia, merasa orang-orang disekitar tidak ramah, dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Berdasarkan hasil wawancara kelima subjek, ada beberapa gejala depresi seperti merasa kesepian, merasa sedih , sulit tidur/tidur tidak nyenyak, mudah menangis, dan murung walaupun dihibur oleh keluarga atau teman muncul karena subjek mengalami home sick dan sering memikirkan keluarga.
Dari kelima subjek, terdapat dua subjek yang memiliki ide bunuh diri yang merupakan gejala depresi yang terparah.
Kelima subjek memiliki kepercayaan dan konsep diri yang rendah. Menurut Tim Pustaka Familia (2006), seseorang yang memiliki konsep diri yang negatif, memiliki sedikit pengetahuan tentang siapa dirinya dan menilai dirinya secara negatif, sehingga akibat yang parah karena seseorang memiliki konsep diri yang negatif adalah mudah mengalami depresi. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki konsep diri yang buruk dapat mengalami depresi.
Dari kelima subjek, terdapat beberapa subjek yang emosional, mudah tegang, frustasi, dan agresif. Menurut Videbeck (2008) seseorang yang depresi juga mudah frustasi, mudah marah terhadap diri mereka sendiri, dan dapat marah terhadap orang lain, dan Fava dan Rosenbaum (dalam Videbeck, 2008) melaporkan bahwa sekitar 40% klien yang mengalami depresi mengalami serangan marah. Ungkapan kemarahan yang intens dan tiba-tiba ini biasanya terjadi dalam situasi ketika individu yang depresi merasakan situasi emosional yang tidak menyenangkan. Serangan marah mencakup ekspresi kemarahan secara verbal atau kemarahan yang tidak dapat dikendalikan (Videbeck, 2008). Subjek yang mengalami depresi cenderung bertidak agresif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya dikarenakan mereka mendapatkan situasi emosional yang tidak menyenangkan.
Dari kelima subjek, terdapat tiga subjek yang merupakan seorang yang pencemas. Menurut Mullaney (dalam Semiun, 2006), depresi terkadang disertai oleh kecemasan, dimana individu merasa bahwa segala sesuatu berjalan secara salah, bingung, dan cemas serta melakukan banyak hal yang mencemaskan. Dengan kata lain, subjek yang merupakan seorang yang pencemas mencerminkan gejala yang mengarah ke depresi.
Dari kelima subjek terdapat tiga subjek yang memiliki kemampuan yang rendah dalam memecahkan masalah. Menurut Semiun (2006), ada teori kognitif tentang depresi, yakni teori yang mengemukakan bahwa ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helpless) dalam mengontrol aspek-aspek negatif kehidupan; dan dengan demikian, ia merasa tidak berdaya sehingga menyebabkan depresi. Dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan yang rendah dalam memecahkan masalah.dapat memicu timbulnya depresi.
Berdasarkan hasil wawancara, kelima subjek memiliki gejala depresi yang beragam dan ada pula yang sama. Sedangkan dari hasil tes gambar , dapat ditemukan konsep dan kepercayaan diri yang rendah, emosional, frustasi, mudah tegang, agresif, seorang yang pencemas, dan kemampuan dalam memecahkan masalah merupakan berbagai pemicu atau penyebab kelima subjek yang dapat menyebabkan depresi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Subjek yang memiliki tingkat depresi yang tinggi sebanyak 12 orang (28 %), yang memiliki tingkat depresi yang sedang 17 orang (40 %), dan yang memiliki tingkat depresi yang rendah sebanyak 14 orang (32 %).
2. Berdasarkan hasil wawancara, kelima subjek memiliki gejala depresi seperti merasa murung walaupun dihibur oleh keluarga dan teman, merasa kesepian, merasa sedih sulit tidur/tidur tidak nyenyak, tidak menikmati hidup, tidak merasa bahagia, merasa orang-orang disekitar tidak ramah, dan tidak dapat berbuat apa-apa.
3. Berdasarkan hasil wawancara kelima subjek, ada beberapa gejala depresi seperti merasa kesepian, sulit tidur/tidur tidak nyenyak, mudah menangis, dan merasa murung walaupun dihibur oleh keluarga atau teman muncul karena subjek mengalami home sick dan sering memikirkan keluarga. 4. Setiap subjek memiliki pemicu yang berbeda-beda seperti kepercayaan diri yang rendah serta
menyelesaikan masalah, pencemas, mudah frustasi, kepribadian yang introvert, gangguan emosional yang mungkin muncul dengan sendirinya atau sebagai hasil sekunder yang berasal dari masalah dengan menggunakan alkohol dan obat-obatan (narkoba).
5. Depresi dapat menyebabkan agrasivitas, baik fisik maupun verbal.
6. Dari kelima subjek, terdapat dua subjek yang memiliki ide bunuh diri yang merupakan gejala depresi yang terparah.
Saran
Peneliti menyadari banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, oleh karena itu peneliti memberikan beberapa saran dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1. Saran untuk penelitian selanjutnya
- Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan sampel yang lebih banyak lagi yang terdiri dari Andikpas yang baru dan lama.
- Untuk penelitian selanjutnya, pada proses wawancara terlebih dahulu melakukan bina rapport agar subjek merasa nyaman dan dapat berbicara secara jujur dan bebas namun tetap berkaitan dengan topik yang dibicarakan. Karena bina rapport yang baik tidak akan tercipta secara langsung melainkan perlahan-lahan, disarankan agar membuat jadwal untuk melakukan wawancara.
- Pada saat melakukan wawancara, sebaiknya ruangan yang akan dipakai nyaman dan jauh dari kebisingan agar proses interview dapat berjalan dengan baik.
2. Saran Praktis
- Diharapkan agar keluarga dari setiap Andikpas yang berada di Lembaga Permasyarakatan Anak Pria Tangerang lebih sering mengunjungi dan memberikan perhatian pada mereka karena dari beberapa gejala depresi yang dialami disebabkan oleh home sick dan sering memikirkan keluarga.
- Bagi pihak karyawan Lapas agar lebih memberikan perhatian kepada Andikpas baik yang lama maupun yang baru agar dapat menghindari depresi yang berujung dengan kematian.
REFERENSI
Agustina. (2006). IQ, prestasi belajar di sekolah, dan kecerdasan emosional siswa remaja.. Jurnal
Provitae, 2(2).
Antony, M. M., & Barlow, D. H. (2010). Hanbook of assessment and treatment planning for
psychological disorders. New York: Guilford Publication,
Inc.
Asnawi, K. C. & Wijaya,C. (2005). Riset keuangan: Pengujian-pengujian empiris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Cahyaningrum, A. R. (2012). Remaja, say no depresi! Retrieved from http://www.undergroundtauhid.com/remaja-say-no-depresi/
Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Fitriani, A., & Hidayah, N. (2012). Kepekaan humor dengan depresi pada remaja ditinjau dari jenis kelamin. Humanitas, 9 (1), 76-89.
Feist, J., & Feist, G. J. (2010). Teori kepribadian (7th ed.). Jakarta: Salemba Humanika. FIP-UPI. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Bandung: Imperial Bhakti Utama.
Hersen, F. (2004). Comprhensive handbook of psychological assessment. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Humanika.
Istijanto. (2009). Aplikasi praktis riset pemasaran : Cara praktis meneliti konsumen dan pesaing. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
.
Izgar, H. (2009). An Investigation of depression and loneliness among school principals. Educational
Sciences: Theory & Practice, 9 (1), 247-258.
Kring, A. M., Davison, G. C., Neale, J. M., & Johnson, S, L. (2007). Abnormal psychology (10th ed.). United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Maulana, H. (2012). Tersenyumlah. Retrieved from
http://herdiyanmaulana.wordpress.com/2012/10/12/tersenyumlah/
Mukhlis, M. (2011). Pengaruh terapi membatik terhadap depresi pada narapidana. Jurnal Psikologi Islam,
8 (1), 99-115.
Nora, A. N., & Widuri, E. L. (2011) Komunikasi ibu dan anak dengan depresi pada remaja. Humanitas, 8 (1) , 45-61.
Oster, G. D. & Crone, P. C. (2004). Using drawings in assessment and therapy: A guide for mental
health. New York: Brunner-Routledge.
Saputri, D. K. D., Rujito, L., & Kartika, A. (2011). Perbedaan kejadian depresi pada narapidana usia muda dan usia tua beserta gambaran sidik jari di lembaga permasyarakatan Purwokerto.
Mandala Of Health. 5 (2).
Sarwono, S. W. (2012). Psikologi remaja. Jakarta: Radja Grafindo Persada. Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kualitatif, kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tim Pustaka Familia. (2006). Konsep diri positif, menentukan prestasi anak. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Videbeck, S. L. (2008). Buku keperawatan jiwa. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Wicaksana, I. (2008). Mereka bilang aku sakit jiwa: Refleksi kasus-kasus psikiatri dan problematika
kesehatan jiwa di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
RIWAYAT PENULIS
Vicky Wardhana lahir di Makassar tanggal 26 Maret 1991. Peneliti menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara, Fakultas Humaniora, Jurusan Psikologi pada tahun 2013.