• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku Konsumen

Schiffman dan Kanuk (2007) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk serta jasa yang konsumen harapkan akan memuaskan kebutuhannya. Selain itu, studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi).

Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mengartikannya sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk serta jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.

Peter dan Olson (2010) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh afeksi dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar manusia dimana manusia tersebut melakukan aspek pertukaran dalam hidupnya. Afeksi dan kognisi mengacu pada dua tipe tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Afeksi melibatkan perasaan sementara kognisi melibatkan pemikiran. Perilaku mengacu pada tindakan nyata konsumen yang dapat diobservasi secara langsung. Lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen.

Dalam memahami perilaku konsumen, menurut (Griffin & Ebert 2003) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu: 1) pengaruh psikologis mencakup motivasi, persepsi, kemampuan belajar, dan sikap perseorangan, 2) pengaruh pribadi/individu mencakup gaya hidup, kepribadian dan status ekonomi, dan 3) pengaruh lingkungan yang terbagi atas pengaruh sosial dan pengaruh budaya. Pengaruh sosial mencakup keluarga, pendapat pemimpin, dan kelompok referensi lainnya seperti teman, rekan sekerja, dan rekan seprofesi.

(2)

Pengaruh budaya mencakup budaya, subkultur, dan kelas sosial (kelompok-kelompok berdasarkan peringkat budaya menurut kriteria seperti latar belakang, pekerjaan, dan pendapatan).

Prasetijo dan Ihalauw (2005) mengemukakan bahwa perilaku konsumen adalah suatu proses yang terdiri dari beberapa tahap yaitu:

Tahap perolehan (acquisition): mencari (searching) dan membeli (purchasing). Tahap konsumsi (consumption): menggunakan (using) dan mengevalusi

(evaluating).

Tahap tindakan pasca beli (dispotion): apa yang dilakukan oleh konsumen setelah produk itu digunakan atau dikonsumsi.

Proses ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Perilaku Pembelian

Perilaku Pembelian

Menurut Peter dan Olson (2010), pengambilan keputusan konsumen pada dasarnya adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari pengintegrasian ini adalah pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku. Keinginan berperilaku adalah suatu rencana (disebut juga rencana keputusan) untuk terlibat dalam beberapa perilaku. Konsekuensi dasar, kebutuhan, atau nilai yang ingin dicapai atau dipuaskan konsumen sebagai tujuan akhir. Tujuan memberikan fokus pada keseluruhan pemecahan masalah.

Menurut Kotler (2000), dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat sub-keputusan pembelian: keputusan merek, keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu, dan keputusan metode pembayaran.

Kebutuhan Mendapatkan Produk Mencari: - Informasi - Alternatif - Keputusan membeli Konsumsi Menggunakan Mengevaluasi Pasca Beli Perilaku Pasca Beli

(3)

Menurut Engel et al. (1994) terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam proses pembelian yaitu kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana membeli. Menurut Sumarwan (2004), pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya.

Pentingnya pembelian bersumber dari kuatnya kebutuhan seseorang akan produk, keterlibatan ego seseorang terhadap produk, dan kerasnya konsekuensi sosial, dan keuangan dari pengambilan keputusan yang buruk. Hal ini menyebabkan konsumen cenderung mencari informasi tambahan tentang produk. Konsumen dalam pencarian dan penggunaan informasi memiliki nilai atau manfaat yang diperoleh dari informasi tersebut. Informasi yang bernilai membantu konsumen untuk membuat keputusan pembelian yang lebih memuaskan dan menghindarkan dari konsekuensi negatif sehubungan dengan pengambilan keputusan yang buruk (Boyd, Walker, Larreche 2000).

Proses Keputusan Pembelian

Proses keputusan pembelian (Gambar 2) terdiri dari lima langkah tahapan proses, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan hasil (Engel et al 1994).

Gambar 2 Proses keputusan pembelian 1. Pengenalan Kebutuhan

Konsumen mempersepsikan perbedaan antara kondisi yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan.

2. Pencarian Informasi.

3. Konsumen mencari informasi yang disimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal).

4. Evaluasi Alternatif Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Hasil

(4)

Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan mengecilkan pilihan hingga alternatif yang dipilih.

5. Pembelian

Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan yaitu niat dan pengaruh lingkungan dan/atau perbedaan individu. Pembelian dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pembelian terencana dan pembelian tidak terencana. Pembelian tidak terencana seringkali dikarenakan pembelian berdasarkan impuls. Menurut penelitian Rook, penelitian berdasarkan impuls mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik berikut : (1) spontanitas; (2) kekuatan, kompulsif, dan intensitas; (3) kegairahan dan stimulasi; dan (4) ketidakpedulian akan akibat.

6. Hasil

Konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan selanjutnya setelah digunakan.

Tipe-Tipe Perilaku Pembelian

Tipe-tipe perilaku pembelian terdiri dari empat tipe perilaku yaitu perilaku pembelian kompleks, perilaku pembelian pengurangan disonansi, perilaku pembelian mencari keragaman, dan perilaku kebiasan pembelian (Kotler 2008). 1. Perilaku pembelian kompleks

Perilaku pembelian kompleks terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada perbedaan yang signifikan antar merek. Konsumen mungkin sangat terlibat ketika produk itu mahal, berisiko, jarang dibeli, dan sangat memperlihatkan ekspresi diri.

2. Perilaku pembelian pengurangan disonansi

Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan, atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antar merek.

3. Perilaku pembelian mencari keragaman

Konsumen melakukan perilaku pembelian mencari keragaman dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen rendah tetapi anggapan perbedaan merek signifikan.

(5)

Perilaku pembelian kebiasaan terjadi dalam keadaan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek.

Motivasi Definisi Motivasi

Schiffman dan Kanuk (2007) mengemukakan bahwa motivasi dapat digambarkan sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang memaksa individu untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Individu secara sadar maupun tanpa sadar berjuang untuk mengurangi ketegangan melalui perilaku yang mereka harapkan akan memenuhi kebutuhan konsumen dan dengan demikian akan membebaskan dari tekanan yang dirasakannya. Selain itu, motivasi juga merupakan tenaga penggerak dalam diri individu yang mendorong konsumen untuk bertindak. Tenaga penggerak ini ditimbulkan oleh tekanan yang tidak menyenangkan, yang muncul sebagai akibat dari kebutuhan yang tidak terpenuhi. Semua individu mempunyai kebutuhan, hasrat, dan keinginan. Dorongan bawah sadar individu untuk mengurangi tekanan yang ditimbulkan oleh kebutuhan menghasilkan perilaku yang diharapkannya akan memenuhi kebutuhan dan dengan demikian akan menimbulkan keadaan yang lebih menyenangkan dalam dirinya.

Proses terbentuknya motivasi

Rangsangan atau stimulus akan menyebabkan pengenalan kebutuhan. Rangsangan tersebut bisa datang dari dalam diri sendiri (faktor intrinsik) ataupun dari luar (faktor ekstrinsik). Rangsangan tersebut terjadi karena adanya kesenjangan antara apa yang sebenarnya dirasakan dengan yang seharusnya dirasakan. Pengenalan kebutuhan akan menimbulkan tekanan kepada seseorang sehingga ada dorongan pada dirinya untuk melakukan tindakan dalam rangka pencapaian tujuan. Apabila tujuan atau kebutuhan tersebut telah terpenuhi maka tekanan pun akan berkurang (Sumarwan 2004). Gambar 3 memperlihatkan bagaimana proses motivasi terjadi.

(6)

Gambar 3 Proses terbentuknya motivasi (Schiffman & Kanuk 2007)

Teori motivasi yang terkenal adalah teori hierarki kebutuhan manusia oleh Maslow. Menurut Maslow mengacu dalam Schiffman dan Kanuk (2007) terdapat lima tingkat kebutuhan dari yang paling dasar sampai ke tingkat yang paling tinggi, yaitu:

1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan biologis, meliputi makanan, air, udara, perumahan, pakaian dan sebagainya.

2. Kebutuhan akan keamanan. Kebutuhan ini jauh lebih besar dari sekedar keamanan fisik, meliputi ketertiban, stabilitas, kebiasaan sehari-hari, keakraban, dan pengendalian atas kehidupan diri dan lingkungan.

3. Kebutuhan sosial. Kebutuhan ini meliputi berbagai kebutuhan seperti cinta, kasih sayang, pemilikan, dan penerimaan.

4. Kebutuhan akan kepentingan diri sendiri. Kebutuhan ini dapat berorientasi ke dalam maupun ke luar diri atau kedua-duanya. Kebutuhan ego yang terarah ke dalam diri mencerminkan kebutuhan individu akan penerimaan diri, harga diri, kesuksesan, kemandirian, kepuasan pribadi atas pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik. Kebutuhan ego yang terarah ke luar diri meliputi kebutuhan akan martabat, nama baik, status, dan pengakuan dari orang lain.

Belajar

Kebutuhan, keinginan, dan

hasrat yang belum terpenuhi

Ketegangan Perilaku Pemenuhan Tujuan atau kebutuhan Dorongan Pengurangan Ketegangan Proses Kesadaran

(7)

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan ini mengacu pada keinginan individu untuk melengkapi kemampuannya, untuk menjadi apa saja yang mampu diraih.

Engel et al (1994) menyatakan bahwa perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan atau pengenalan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika terdapat ketidakcocokan yang memadai antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan atau disukai. Jika ketidakcocokan ini meningkat, akan mengakibatkan pengaktifan suatu kondisi kegairahan yang mengacu sebagai dorongan atau drive. Kebutuhan yang diaktifkan akhirnya diekspresikan menjadi perilaku pembelian dan konsumsi dalam bentuk dua jenis manfaat yang diharapkan, yaitu: (1) manfaat utilitarian, dan (2) manfaat hedonik atau pengalaman. Manfaat utilitarian merupakan atribut produk fungsional yang objektif. Manfaat hedonik merupakan respon emosional, kesenangan panca indera, dan pertimbangan estetis. Kriteria digunakan sewaktu mempertimbangkan manfaat hedonik bersifat subjektif. Kedua jenis manfaat tersebut dapat diekspresikan sebagai kriteria evaluatif yang digunakan di dalam proses penimbangan dan penyeleksian alternatif terbaik.

Pembelian tidak pernah dilakukan kecuali jika kebutuhan atau motif yang mendasari diaktifkan dan dipenuhi. Tindakan membeli tidak dijalankan sebelum alternatif dipandang secara positif. Kebutuhan harus sudah ada, walaupun sebagian besar belum dikenali, dan kebutuhan ini tidak diciptakan oleh pemasar. Komunikasi pemasaran hanya berfungsi untuk menstimulasi keinginan membeli suatu produk untuk memenuhi kebutuhan. Peranan utama dari upaya pemasaran adalah menempatkan produk atau jasa pada posisi yang paling menguntungkan berkenaan dengan potensi untuk memenuhi kebutuhan (Engel et al 1994).

Menurut Sumarwan (2004), motivasi merupakan salah satu faktor pribadi yang dapat mempengaruhi perceptual selection atau perhatian konsumen terhadap stimulus. Konsumen yang merasa lapar tentu akan sangat cepat memperhatikan segala stimulus yang berkaitan dengan makanan, misalnya aroma makanan atau restoran yang dijumpainya. Konsumen akan sengaja memberikan perhatian kepada stimulus yang akan memberikan solusi terhadap kebutuhannya.

(8)

Perilaku Konsumsi Konsumen

Istilah konsumsi memiliki arti yang luas, dan terkait dengan jenis kategori produk dan jasa yang dibeli atau dipakai. Arti konsumsi untuk jenis produk makanan adalah dimakan, sedangkan arti konsumsi untuk jenis produk minuman adalah diminum. Konsumsi produk atau penggunaan produk (product use) dapat diketahui melalui tiga hal, yaitu: (1) frekuensi konsumsi, (2) jumlah konsumsi, dan (3) tujuan konsumsi. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi. Jumlah konsumsi menggambarkan kuantitas produk yang digunakan oleh konsumen. Jumlah konsumsi akan menjadi indikator besarnya permintaan pasar bagi produknya. Tujuan konsumsi menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen. Konsumen mengkonsumsi suatu produk dengan beragam tujuan (Sumarwan 2004).

Menurut Engel et al (1994) perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut. Ada tiga faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individual, serta proses psikologis.

Menurut Sumarwan (2004) secara sederhana, studi perilaku konsumen meliputi hal-hal sebagai berikut apa yang dibeli konsumen? (what do the buy?), mengapa konsumen membelinya? (why do they buy it?), kapan mereka membelinya? (when do they buy it?), dimana mereka membelinya? (where do they buy it?), berapa sering mereka membelinya? (how often do they by it?), berapa sering mereka menggunakannya? (how often do they use it?)

Perilaku konsumsi suatu produk merupakan bagian dari perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukannya. Studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia (waktu, usaha, uang) guna membeli barang-barang yang terkait dengan konsumsi. Konsumen dihadapkan pada memilih dan menggunakan pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam kehidupan sehari-hari. Mempelajari proses memilih dan mengkonsumsi pangan

(9)

merupakan bagian dari perilaku konsumen. Jadi, perilaku konsumsi merupakan bagian dari perilaku konsumen (Sumarwan 2004).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi

Kotler (2002) membagi faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen ke dalam empat faktor, yaitu faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis. Pendapat lain dikemukakan oleh Suryani (2008) bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi seseorang adalah faktor eksternal (keluarga, sumber informal, sumber non komersial, kelas sosial, budaya dan sub budaya) dan faktor internal (motivasi, pengamatan, belajar). Engel et al (1995) menyebutkan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengkonsumsi suatu produk, yaitu faktor lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologi, sedangkan

Karakteristik Keluarga

Karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena ia sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan. Konsumen yang memiliki kepribadian sebagai pencari informasi (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting. Konsumen yang berpendidikan tinggi akan lebih senang untuk mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membelinya (Sumarwan 2004).

Suryani (2008) mengemukakan bahwa keluarga mempunyai peran penting dalam perilaku konsumen. Konsumen sebagai anggota keluarga yang sering berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain, perilakunya secara tidak langsung dipengaruhi oleh hasil interaksi tersebut. Keluarga mempengaruhi proses pembelajaran, sikap, persepsi dan perilaku orang-orang yang ada didalamnya. Oleh karena itu, perilaku konsumen secara langsung atau tidak langsung sangat dipengaruhi oleh keluarga.

Keluarga merupakan sumber pengaruh dan terkadang penentu dalam perilaku konsumen. Pemasar juga tertarik pada jenis-jenis keluarga dan

(10)

komposisinya, tidak saja demi segmentasi akan tetapi juga dalam menentukan sasaran promosinya. Fungsi keluarga juga relevan dalam hal sosialisasi anggota keluarga untuk menjadi konsumen. Dukungan finansial dan emosional diperlukan oleh anggota keluarga untuk menjadi konsumen. Dukungan finansial dan emosional diperlukan oleh anggota keluarga, hal ini juga mempengaruhi mereka dalam memutuskan membeli dan mengkonsumsi. Selanjutnya membentuk gaya hidup yang diikuti oleh konsumen yang bersangkutan (Prasetijo & Ihalauw 2005).

Kotler (2002) mengemukakan bahwa keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan telah menjadi objek penelitian yang ekstensif. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Keluarga dapat dibedakan dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orangtua dan saudara kandung seseorang. Dari orangtua, seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Bahkan jika pembeli tidak lagi berinteraksi secara intensif dengan keluarganya, pengaruh keluarga terhadap perilaku pembeli tetap signifikan. Di negara-negara di mana orangtua tinggal dengan anak-anak mereka yang sudah dewasa, pengaruh mereka dapat menjadi sangat besar. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari adalah keluarga prokreasi, yaitu pasangan dan anak-anak seseorang.

Usia. Menurut Sumarwan (2004), memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Dari sisi pemasaran, semua penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Namun, pemasar perlu mengetahui dengan pasti apakah usia dijadikan dasar untuk segmentasi pasar produknya. Dengan demikian, pemasar perlu mengetahui pasar potensial dari produk yang dipasarkannya. Artinya pemasar perlu mengetahui komposisi dan distribusi usia penduduk dari suatu wilayah atau daerah yang dijadikan target pasarnya.

Siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Sejak lahir ke dunia, manusia telah menjadi konsumen, dan terus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan usianya. Para pemasar harus memahami

(11)

apa kebutuhan dari konsumen dengan berbagai usia tersebut, kemudian membuat beragam produk yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut (Sumarwan 2004).

Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Semua konsumen memakan-makanan bayi dalam tahun awal hidupnya, banyak ragam makanan dalam tahun-tahun pertumbuhan dan dewasa, serta diet khusus dalam tahun-tahun berikutnya. Selera orang terhadap pakaian, perabot, dan rekreasi juga berhubungan dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Pemasar sering memilih kelompok berdasarkan siklus hidup sebagai pasar sasaran produsen (Kotler 2002).

Pendidikan dan Pekerjaan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Winarno 1993). Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu. Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989).

Pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan cenderung mempunyai korelasi yang erat dan nyaris merupakan hubungan sebab-akibat. Pekerjaan tingkat tinggi yang menghasilkan pendapatan yang tinggi biasanya membutuhkan pelatihan pendidikan lanjutan. Orang-orang yang mempunyai pendidikan yang agak rendah jarang memenuhi syarat untuk pekerjaan tingkat tinggi (Schiffman & Kanuk 2007).

Pendapatan. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen, agar konsumen bisa membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya. Karena alasan inilah, para pemasar perlu mengetahui pendapatan

(12)

konsumen akan menjadi indikator penting besarnya jumlah produk yang bisa dibeli konsumen.

Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa pendapatan yang diukur dari seorang konsumen biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima oleh seorang individu, tetapi diukur semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga dimana konsumen berada. Daya beli sebuah rumahtangga bukan hanya ditentukan oleh pendapatan dari satu orang (misalnya ayah saja), tetapi dari seluruh anggota rumahtangga yang bekerja. Sebuah rumahtangga akan menyatukan semua pendapatan yang diterima.

Pendapatan termasuk variabel yang sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kelas sosial. Semakin tinggi pendapatan semakin makmur, sejahtera dan dihargai di masyarakat. Seringkali pendapatan yang tinggi diikuti dengan pengeluaran yang tinggi karena gaya hidup atau pola konsumsi yang konsumtif yang menyebabkan secara ekonomi mungkin tidak baik posisinya di masyarakat (Suryani 2008).

Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan yang dapat dibelanjakan (tingkat, kestabilan, pola waktu), tabungan dan aktiva (persentase yang lancar/likuid), hutang, kemampuan untuk meminjam, dan sikap atas belanja atau menabung. Pemasar barang-barang yang peka terhadap harga terus menerus memperhatikan trend penghasilan pribadi, tabungan, dan tingkat bunga. Jika indikator ekonomi menandakan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, melakukan penempatan ulang, dan menetapkan kembali harga produknya sehingga produsen dapat terus menawarkan nilai pada pelanggan sasaran (Kotler 2002).

Menurut Soekirman (2000) penurunan pendapatan berhubungan langsung dengan penurunan ketahanan pangan di tingkat rumahtangga dan pada jangka waktu yang lama akan menyebabkan kekurangan gizi. Hal ini dapat dijelaskan dengan hukum Engel yang menyatakan bahwa: “Pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat”.

(13)

Peningkatan pendapatan akan meningkatkan perhatian terhadap kandungan gizi makanan yang akan dikonsumsi sehingga kualitas konsumsi pangan meningkat. Pada tingkat pendapatan yang rendah, konsumsi diutamakan pada pangan sumber energi terutama padi-padian (Soekirman 2000). Menurut Hardinsyah et al (2002), terdapat kecenderungan dengan peningkatan pendapatan seseorang maka jenis pangan yang dikonsumsi akan semakin beragam. Namun kadang-kadang peningkatan pendapatan tidak meningkatkan keragaman jenis pangan tetapi pangan yang dibeli harganya lebih mahal. Di Indonesia terdapat kecenderungan proporsi pengeluaran untuk pangan daging, telur, susu, buah, minyak dan lemak pada penduduk lapisan atas lebih tinggi jika dibanding dengan penduduk lapisan bawah.

Schiffman dan Kanuk (2007) mengemukakan bahwa pendapatan sudah lama menjadi variabel yang penting untuk membedakan berbagai segmen pasar. Para pemasar umumnya membagi pasar berdasarkan pendapatan karena mereka merasa bahwa pendapatan merupakan indikator yang kuat mengenai kemampuan (atau ketidakmampuan) untuk membayar produk atau model produk yang khusus.

Besar Keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga (Sukandar 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga.

Hurlock (1993) membagi jenis keluarga berdasarkan jumlah anggota yang ada dalam keluarga tersebut. Keluarga kecil memiliki dua atau tiga orang anak. Keluarga sedang memiliki tiga, empat, atau lima anak. Keluarga besar memiliki enam atau lebih. Masing-masing kategori keluarga tersebut dapat menghasilkan beragam suasana di rumah dan akan menentukan pola konsumsi suatu barang dan jasa.

Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa jumlah anggota keluarga atau rumahtangga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang dan jasa. Rumahtangga dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan membeli dan mengkonsumsi beras, daging, sayuran, dan buah-buahan yang lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki anggota lebih sedikit. Jumlah

(14)

anggota keluarga akan menggambarkan potensi permintaan terhadap suatu produk dari sebuah rumahtangga. Pemasar perlu mengetahui jumlah rumahtangga, namun dapat diketahui pula jumlah anggota rumahtangga, karena jumlah anggota rumahtangga secara keseluruhan akan menggambarkan jumlah penduduk dan sekaligus perbedaan gaya hidup dan pola konsumsi dari rumahtangga.

Pengetahuan. Secara umum, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen (Engel et al. 1995). Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut serta informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan ini timbul karena konsumen mencari informasi-informasi dari sebuah produk dan konsumen menyimpannya di dalam ingatannya, dimana proses pencarian informasi ini bertujuan untuk proses pencapaian tujuan akhir dari penggunaan produk yaitu tercapainya keseimbangan antara harapan konsumen dengan nilai yang diberikan oleh produk (Sumarwan 2004).

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Selain itu pengetahuan pun dapat diperoleh dari beberapa macam proses belajar, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan perilaku yang didasari dengan pengetahuan (Winarno 1993). Peter dan Olson (2010) menjelaskan bahwa sistem pengetahuan manusia dapat menginterpretasikan berbagai jenis informasi dan oleh karena itu menghasilkan pengetahuan, arti, dan kepercayaan. Secara umum, seseorang memiliki dua jenis pengetahuan: 1) pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku mereka, dan 2) pengetahuan prosedural tentang bagaimana melakukan sesuatu. Mowen dan Minor (1995) mengacu dalam Sumarwan (2004) membagi pengetahuan konsumen menjadi tiga kategori: a) pengetahuan objektif, b) pengetahuan subjektif, dan c) informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah

(15)

persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang konsumen ketahui mengenai kelas produk. Konsumen mungkin juga memiliki berbagai informasi mengenai pengetahuan lainnya.

Pengetahuan mengembangkan sistem kognitif yang mengungkapkan proses mental yang lebih tinggi untuk pengertian, penilaian, perencanaan, penetapan, dan berpikir. Pengertian adalah menginterpretasikan, atau menetapkan arti aspek khusus lingkungan seseorang. Penilaian menetapkan suatu aspek lingkungan atau perilaku pribadi seseorang adalah baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Perencanaan menetapkan bagaimana memecahkan suatu permasalahan atau mencapai suatu tujuan. Penetapan adalah membandingkan alternatif pemecahan suatu masalah dari sudut pandang sifat yang relevan, dan mencari alternatif terbaik. Berpikir adalah aktivitas kognitif yang muncul disepanjang proses di atas. Konsumen memiliki tingkatan pengetahuan produk yang berbeda, yang dipergunakan untuk menerjemahkan informasi baru dan membuat pilihan pembelian (Peter & Olson 2010).

Sumber Informasi

Informasi dapat datang dari berbagai sumber termasuk sumber teman, anggota keluarga, dan media massa. Engel et al (1994) membagi sumber informasi ke dalam personal (teman dan keluarga) dan impersonal (media massa dan informasi dalam toko). Bahasa dapat mempengaruhi pilihan media, dan informasi yang terkandung didalamnya memberikan dampak pada kuantitas dan kualitas informasi yang diterima.

Selain itu informasi yang diperoleh bermacam-macam, misalnya dari iklan di surat kabar, dari brosur-brosur yang tersedia di pameran atau bahkan mendatangi pengembang secara langsung. Proses pencarian informasi dilakukan untuk menjawab adanya pengenalan kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Menurut Sutisna (2001), terdapat dua tipe pencarian informasi. Pertama yaitu tipe pencarian informasi sebelum terjadi pembelian (prepurchase search). Proses pencarian prepurchase terjadi ketika pengenalan kebutuhan diketahui. Kedua, tipe pencarian informasi yang terus-menerus bahkan ketika keputusan pembelian telah dilakukan. Tipe pencarian informasi ini disebut on going search. Tujuan dari

(16)

pencarian informasi yang berlangsung terus-menerus bahkan ketika harus melakukan pembelian secara mendadak, tidak perlu lagi mencari dan mengumpulkan informasi.

Engel et al (1994) mengemukakan bahwa proses informasi dapat dirinci menjadi lima tahap dasar. Tahap-tahap ini, yang didasarkan pada model pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh William Mc Guire. Tahap ini terdiri dari pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan, dan pemerolehan kembali (retensi). Pemaparan didefenisikan sebagai pencapaian kedekatan dengan suatu stimulus sehingga ada peluang untuk mengaktifkan suatu indera atau lebih. Perhatian menggambarkan alokasi kapasitas pemrosesan pada stimulus yang baru masuk. Perhatian dipengaruhi oleh dua determinan utama yaitu pribadi dan stimulus. Pemahaman berkaitan dengan penafsiran stimulus. Pemahaman dipengaruhi oleh beberapa faktor dimana tingkat pengetahuan konsumen dan motivasi atau keterlibatan dan harapannya adalah faktor yang kritis. Penerimaan berfokus pada sejauh mana persuasi terjadi dalam bentuk pengetahuan dan sikap yang baru atau dimodifikasi. Tahap terakhir yaitu retensi, yang melibatkan pemindahan informasi ke dalam ingatan jangka panjang.

Konsumen membutuhkan informasi karena informasi mempunyai berbagai fungsi bagi konsumen untuk mengambil keputusan dengan rasional dan efisien sehingga konsumen dapat menggunakan sumberdayanya dengan baik. Informasi juga dapat mengurangi resiko ketidakpastian. Konsumen membutuhkan informasi yang benar karena informasi yang salah bukan hanya akan berakibat fatal, tetapi juga akan menghilangkan kepercayaan konsumen kepada produsen (Mather 2006).

Kebutuhan informasi semakin penting pada era industrialisasi ini karena beragam produk makanan dan minuman menghadirkan berbagai macam merek kepada konsumen. Kotler (2002) menggolongkan informasi konsumen ke dalam empat kelompok, yaitu (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, dan kenalan), (2) sumber komersial (iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan pajangan di toko), (3) sumber publik (media massa), dan (4) sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk). Selain itu, Kotler (2002)

(17)

menyatakan bahwa jumlah dan pengaruh relatif sumber-sumber informasi tersebut berbeda tergantung pada kategori produk dan karakteristik pembeli.

Menurut Kotler (2002), pada umumnya konsumen mendapatkan sebagian besar informasi tentang suatu produk dari sumber komersial, yaitu sumber yang didominasi oleh pemasar. Namun, informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi. Tiap informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi pemberi informasi, sedangkan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi dan evaluasi.

Konsumsi Buah

Konsumsi buah merupakan informasi tentang jenis dan jumlah buah yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Batasan ini menunjukkan bahwa telaah konsumsi buah dapat ditinjau dari aspek jenis buah dan jumlah buah yang dikonsumsi. Manusia perlu mengkonsumsi makanan dan minuman dengan jumlah yang cukup secara teratur setiap harinya untuk dapat hidup sehat. Mengkonsumsi buah yang termasuk ke dalam jenis pangan tidak hanya penting untuk kesehatan, tetapi juga untuk kecerdasan dan kemampuan fisik tubuh. Pangan sebagai sumber zat gizi merupakan kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Namun kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya, karena kelebihan atau kekurangan pangan akan berdampak terhadap kesehatan (Hardinsyah, Briawan, Retnaningsih, Herawati, dan Wijaya 2002).

Dari piramida (Gambar 4) tampak jelas bahwa konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan agar kesehatan penduduk terjamin. Sedemikian pentingnya sayuran dan buah-buahan, sehingga World Health Organization (WHO) dan para ahli gizi di Amerika Serikat menganjurkan agar kita paling sedikit mengkonsumsi lima porsi sayuran dan buah-buahan setiap harinya. Satu porsi buah-buahan setara dengan 150 gram, sedangkan satu porsi sayuran setara dengan 75 gram sayuran mentah (Astawan dan Kasih 2008).

Secara sederhana, jumlah bahan pangan yang sebaiknya dikonsumsi dapat digambarkan sebagai sebuah piramida makanan (Gambar 4). Piramida makanan

(18)

ini banyak diacu oleh berbagai negara untuk mewujudkan kesehatan penduduknya.

Gambar 4 Piramida makanan yang dianjurkan untuk hidup sehat.

Bagian bawah piramida tersusun dari bahan-bahan pangan sumber karbohidrat (roti, nasi, sereal, pasta, dan lain-lain) yang dianjurkan dikonsumsi sebanyak 6-11 porsi per hari. Bagian tengah piramida terdiri atas 2-4 porsi buah-buahan, 3-5 porsi sayur-sayuran, 2-3 porsi susu dan produk olahannya, 2-3 porsi daging, unggas, ikan, telur, dan kacang-kacangan. Bagian atas (ujung) piramida hanya terdiri atas sedikit lemak, minyak, dan gula (pemanis).

Penelitian Terdahulu

Penelitian Setiowati (2000) mengenai konsumsi dan preferensi sayur dan buah pada remaja di SMU 1 Bogor dan SMU 1 Pamekasan mengungkapkan bahwa rata-rata jumlah konsumsi sayur dan buah yang sering dikonsumsi contoh dalam seminggu terakhir adalah tomat dan pisang. Sayur yang paling disukai contoh di SMU 1 Bogor adalah jagung manis dan di SMU 1 Pamekasan adalah bayam, sedangkan buah yang paling disukai di kedua SMU adalah jeruk. Sikap contoh tidak berbeda nyata dikedua SMU, namun berbeda nyata untuk tingkat pengetahuan gizi. Contoh di SMU 1 Bogor memiliki tingkat pengetahuan gizi yang lebih baik. Sumber informasi yang paling mempengaruhi contoh untuk mengkonsumsi sayur dan buah adalah orangtua. Alasan yang diberikan contoh dalam mengkonsumsi sayur dan buah pada umumnya karena alasan kesehatan.

(19)

Waktu mengkonsumsi sayur dan buah adalah pada malam hari untuk contoh di SMU 1 Bogor dan siang hari untuk contoh di SMU 1 Pamekasan. Sayur dan buah yang sering dihidangkan dalam keluarga adalah bayam, wortel dan kangkung serta jeruk, pisang dan pepaya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (1999) dengan judul menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses keputusan pembelian buah, mengungkapkan bahwa dari sejumlah variabel penelitian yang dianalisis dapat ditentukan lima variabel yang memiliki pengaruh terbesar terhadap konsumen dalam melakukan pembelian buah lokal dan impor. Lima variabel yang paling besar pengaruhnya pada proses pembelian buah lokal di Kotamadya Bogor adalah pertimbangan awal pemilihan buah lokal, jumlah anggota keluarga yang menyukai buah-buahan lokal, lingkungan keluarga konsumen buah lokal. Sementara lima variabel yang memiliki pengaruh terbesar dalam proses keputusan pembelian buah impor adalah manfaat yang dicari konsumen dari konsumsi buah impor, kenaikan harga buah impor dan indikator mutu buah impor.

Wulansari (2009) melakukan penelitian tentang konsumsi serta preferensi buah dan sayur pada remaja SMA dengan status sosial ekonomi yang berbeda di Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi buah di SMAN 2 Bogor adalah 81,2 g/hr lebih rendah dibandingkan dengan SMAN 1 Ciampea (88,6 g/hr). Hasil uji beda independent samples t test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara konsumsi buah di kedua sekolah (P>0,05). Buah yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh dalam sebulan terakhir adalah jeruk manis, yaitu 5,28 kl/mg untuk SMAN 2 Bogor dan 2,23 kl/mg untuk SMAN 1 Ciampea. Buah yang paling disukai oleh contoh baik di SMAN 2 Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea adalah jeruk. Buah yang paling tidak disukai di SMAN 2 Bogor adalah mengkudu sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah durian. Pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan konsumsi buah.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Syamsuri (2003) dengan judul analisis efisiensi pemasaran buah lokal dan buah Impor di DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta dengan menelusuri jalur pemasaran buah

(20)

impor dan buah lokal dari tingkat produsen dan importir hingga ke konsumen. Perilaku pasar buah impor antara importir dan pedagang grosir adalah dengan prinsip saling kenal, sedangkan untuk buah lokal antara pedagang pengumpul dengan pedagang grosir adalah hubungan keluarga atau sekampung. Marjin pemasaran buah impor antara 22,77 persen sampai dengan 24,20 persen, sedangkan marjin pemasaran buah lokal antara 45,50 persen sampai 53,3 persen. Berdasarkan analisis keterpaduan pasar diketahui rendahnya integrasi pasar antara pasar grosir di Pasar Induk Kramatjati dengan pasar-pasar pengecer. Hal ini berarti Pasar Induk Kramatjati sebagai pasar grosir tidak sepenuhnya sebagai jalur pemasaran buah masuk ke Jakarta. Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran maka diketahui bahwa pemasaran buah impor lebih efisien dibanding buah lokal. Buah yang paling efisien adalah apel impor, sedangkan di antara buah lokal maka buah salak yang lebih efisien.

Dahri (2006) melakukan penelitian mengenai analisis dampak kebijaksanaan impor buah segar terhadap harga dan produksi buah Indonesia. Volume impor buah jeruk, apel dan anggur segar masing-masing dipengaruhi oleh harga buah impor, tingkat pendapatan, nilai tukar rupiah terhadap US dolar, kebijakan tataniaga buah, tarif impor, serta lag impor buah. Peubah tingkat pendapatan, nilai tukar dan tarif impor memberi pengaruh yang nyata terhadap volume impor tersebut. Volume impor masing-masing buah segar ini sangat responsif terhadap perubahan variabel yang nyata di atas. Peubah yang mempengaruhi produksi buah pisang di Indonesia secara nyata adalah peubah upah, harga pupuk dan lag produksi buah pisang dalam negeri. Demikian juga dengan pendugaan elastisitas, produksi buah pisang dalam negeri responsif terhadap harga mangga di tingkat produsen dan tingkat upah tenaga kerja. Perilaku produksi buah lain (jeruk dan mangga) yang dianalisis menunjukkan pola yang hampir sama dengan pisang.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Herlani (2010) mengenai konsumsi buah dan sayur pada Murid Taman Kanak-Kanak dan faktor yang mempengaruhinya. Rata-rata konsumsi buah di kota adalah 59,3 g/hr lebih rendah dibanding di Desa (61,5/hr). Rata-rata konsumsi sayur di Kota adalah 71,6 g/hr, sedangkan rata-rata konsumsi sayur di Desa adalah 84,7 g/hr. Buah yang paling

(21)

sering dikonsumsi anak TK dalam sebulan terakhir di Kota adalah jeruk manis sedangkan buah yang sering dikonsumsi contoh di Desa adalah buah pisang. Sayur yang paling sering dikonsumsi anak TK di kedua sekolah dalam sebulan terakhir adalah wortel. Sebagian contoh mengkonsumsi buah dan sayur pada siang hari. Sebagian besar anak TK di kedua sekolah menyukai buah dalam bentuk segar. Pengolahan sayur yang paling disukai TK di kedua sekolah yaitu dengan cara disayur bening. Pengetahuan gizi ibu, sikap gizi, dan karakteristik sosial ekonomi keluarga tidak berhubungan dengan konsumsi buah. Variabel yang berhubungan dengan konsumsi sayur antara lain pengetahuan gizi, sikap ibu, dan besar keluarga.

Susilowati (2010) melakukan penelitian mengenai analisis hubungan antara pengetahuan gizi, preferensi, dan frekuensi konsumsi buah dan sayur Mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner frekuensi makan (Food Frequency Questionare/FFQ) yang bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi pangan. Pengetahuan gizi berhubungan erat dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai gizi maka seseorang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola makannya sedemikian rupa sehingga seimbang dalam jumlah takaran dan kuantitas. Perilaku makan penduduk Indonesia masih belum menempatkan buah dan sayur pada menu makan sehari-hari secara proporsional. Hal ini terbukti dengan diketahui bahwa konsumsi buah dan sayur di Indonesia masih di bawah dari rekomendasi FAO, yaitu hanya sebesar 35,52 kg/th/kap (buah) pada tahun 2008. Secara umum tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi terhadap preferensi mahasiswa terhadap buah dan sayur (P>0,05). Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan korelasi Spearman diketahui bahwa preferensi buah dan sayur berkorelasi positif dan signifikan terhadap frekuensi makan (r=0,500; p=0,000). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat preferensi maka semakin tinggi pula frekuensi konsumsi buah dan sayur mahasiswa.

(22)

Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu, yaitu pada tujuan penelitian selain menganalisis perilaku konsumsi buah, penelitian ini menganalisis perilaku pembelian buah, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode FFQ (Food Frequency Questinare) yang sama dengan penelitian Susilowati (2010).

Gambar

Gambar 1  Proses perilaku konsumen
Gambar 3  Proses terbentuknya motivasi (Schiffman & Kanuk 2007)
Gambar 4  Piramida makanan yang dianjurkan untuk hidup sehat.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil model menujukkan bahwa kondisi yang ideal untuk perkembangan hama adalah pada saat suhu minimum sebesar 24 o C dan suhu udara maksimum 33 o C dengan intensitas

La Mort d’Olivier Becaille sedangkan sampel pada penelitian ini adalah sekuen-sekuen dari kedua roman tersebut yang mengandung gagasan unsur naturalisme.. Dengan analisis

Kesimpulan yang dapat diambil adalah ternyata setiap media massa memiliki perbedaan dalam menyikapi untuk kemudian menulis sebuah peristiwa menjadi sebuah berita.Khususnya

Bab I: Pendahuluan. Merupakan gambaran dan langkah yang utuh tentang masalah yang penulis teliti, yang meliputi latar belakang masalah, penegasan istilah, perumusan

Peraturan Pemerintah Republik lndonesia Nornor g rahun 2003 tentang wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan pemberhentian pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik

Puji syukut saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “EKSPERIMEN

Hal ini dapat dilihat dari tanggapan positif dari pihak responden terhadap indikator-indikator seperti materi pelatihan, instruktur, fasilitas, keahlian dan

Seorang pejalan kaki yang melihat kejadian tersebut mengatakan bahwa truk pengangkut bahan bakar minyak itu terlihat menegebut lalu tiba-tiba oleng dan menghantam seorang