• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Batik

1. Definisi Batik

Batik yaitu salah satu ciri khas yang dimiliki Indonesia dengan nilai yang tinggi.Batik tersebar hampir seluruh Indonesia bahkan memiliki ciri khas masing-masing hampir setiap daerah.Setiap daerah memiliki corak dan motif yang berbeda khas batiknya.Menurut Konsensus Nasional 12 Maret 1996 batik adalah karya seni rupa pada kain dengan pewarna rintang yang menggunakan lilin batik sebagai perintang warna dengan menggunakan alat canting atau cap.

Batik merupakan budaya yang telah lama berkembang dan dikenal oleh masyarakat Indonesia.Kata batik mempunyai beberapa pengertian. Menurut Hamzuri (1998) batik merupakan suatu cara untuk memberikan hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan perintang. Zat perintang yang sering digunakan ialah lilin atau malam. Kain yang sudah digambar dengan menggunakan malam kemudian diberi warna dengan cara pencelupan. Setelah itu malam dihilangkan dengan cara merebus kain. Akhirnya dihasilkan sehelai kain yang disebut batik berupa beragam motif yang mempunyai sifat-sifat khusus.

Menurut Hanggopuro (2002) menuliskan bahwa, para penulisterdahulu menggunakan istilah batik yang sebenarnya tidak ditulis dengan kata “Batik” akan tetapi seharusnya “Bathik”. Hal ini

(2)

12 mengacu pada huruf jawa “tha” bukan “ta” dan pemakaian “bathik” sebagai rangkaian dari titik adalah kurang tepat atau dikatakan salah. Berdasarkan etimologis tersebut sebenarnya batik identik dikaitkan dengan suatu teknik (proses) dari mulai penggambaran motif hingga pelorodan. Salah satu yang menjadi ciri khas dari batik adalah cara penggambaran motif pada kain ialah melalui proses pemalaman yaitu menggoreskan cairan lilin yang ditempatkan pada wadah yang bernama canting dan cap.

2. Jenis-jenis Batik

a. Batik Tulis

Batik ulis adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik menggunakan tangan.Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

b. Batik Cap

Batik cap adalah kain yang dihiasi dengan tekstur dan corak batik yang dibentuk dengan cap (biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.

c. Batik Lukis

Batik lukis adalah pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.

(3)

13

d. Batik Printing

Batik printing adalah batik yang dihasilkan taanpa mempergunakan teknik membatik, artinya tidak menggunakan perintang warna.

3. Proses Pembuatan Batik

Teknik membuat batik adalah proses-proses pekerjaan dari permulaan yaitu dari bahan mori batik sampai menjadi kain batik (Susanto & Sewan, 1980). Pengerjaan dari mori batik menjadi kain batik menjaddi 2 prosses yaitu proses persiapan dan proses pembuatan batik. Proses persiapan merupakan rangkaian pengerjaan pada mori sehingga menjadi kain yang siap untuk dibuat batik. Pekerjaan persiapan meliputi nggirah (mencuci), nganji (menganji), ngemplong (setrika). Proses pembuatan batik merupakan pengerjaan dalam pembuatan batik sebenarnya (Nurdalia, 2006).

Garis besar tahap proses pembuatan kain batik adalah sebagai berikut:

a. Perlekatan lilin batik

Lilin batik berfungsi sebagai resist (menolak) terhadap warna yang diberikan pada kain pengerjaan berikutnya. Perlekatan lilin pada kain untuk membuat motif batik yang dikehendaki, dengan cara di capkan menggunakan canting cap. Agar dapat dituliskan pada batik, maka lilin batik perlu dipanaskan dahulu pafa suhu ± 60°-70°C.

(4)

14

Gambar 2.1 Perlekatan lilin batik (Data Primer, 2020)

b. Pewarnaan Batik

Pewarnaan dapat berupa pekerjaan mencelup, coletan, atau lukisan (painting). Pencelupan adalah suatu poses pemasukan zat warna kedalam serat-serat bahan tekstil, sehingga diperoleh warna yang tahan luntur. Zat warna yang dipakai dapat berupa zat warna alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau zat warna sintetis. Zat warna yag banyak dipakai sebagai pewana pada pembuatan batik adalah naptol, sebagai warna soga, wedelan dan warna-warna lain. Pekerjaan mencelup dengan naptol, mengatur kain yang sudah dicelup (mengatuskan kain), membangkitkan warna dengan larutan garam diazo, mencuci atau membilas kain yang telah selesai dicelup.

(5)

15

Gambar 2.2 Pewarnaan Batik (Data Primer, 2020)

c. Penghilang lilin

Penghilang lilin batik merupakan pekerjaan penghilangan sebagaian pada tempat-tempat tertentu dengan cara ngerok (ngerik) atau menghilangkan pada tempat-tempat tertentu dengan cara “melorod” (disebut juga: nglorod, ngebyok, mbabar).

(6)

16

4. Postur Kerja Pekerja Batik Tulis

Kegiatan membatik terdiri dari atas beberapa gerakan repetitive yang dilakukan dalam waktu yang lama.Kegiatan tersebut meliputi aktivitas mencanting pada permukaan kain mori serta menjangkau cairan lilin atau malam pada kompor. Para pengrajin batik tulis pada umumnya bekerja dengan cara duduk. Kursi yang digunakan merupakan kursi pendek yang disebut “dingklik”. Kursi jenis juga tidak memiliki sandaran punggung, sehingga untuk menopang beban batang tubuh, postur pekerja akan cenderung membungkuk. Desain kursi dan gawangan yang umumnya digunakan saat ini dibuat tanpa mempertimbangkan postur kerja dan kaidah ergonomic.Kondisi kerja tersebut menyebabkan pengrajin batik selalu berada pada sikap kerja yang tidak alamiah dan berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan kerja.

Proses pembuatan batik tulis perlu diperhatikan kenyamanan tempat kerja dari pengrajin batik. Menurut Sanjaya (2013), keluhan-keluhan yang dialami oleh pengrajin batik tulis di industri batik tulis Karang Kabupaten Tuban adalah keluhan leher, punggung, lengan atas kanan dan kiri, pinggang, lengan bawah kanan dan kiri, betis kanan dan kiri, pantat serta paha kiri dan kanan.

Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa stasiun kerja yang tidak ergonomis dan postur kerja dapat mempengaruhi aktivitas

(7)

17

dan produktivitas yang akan memberikan dampak negative bagi pekerja maupun perusahaan.

Gambar 2.4 Postur Kerja Pekerja Batik Tulis (Google,2020)

B. Anatomi Upper Trapezius

Trapezius adalah otot luas dan datar yang membentang dari cervical kedaerah thorakal pada aspek posterior leher dan batang tubuh serta sebagai keseimbangan kepala melalui kontrol otot tulang belakang leher.Otot trapezius merupakan otot terbesar dan paling superfisial pada daerah punggung atas. Otot trapezius terdapat dibagian leher, tepatnya di posterolateral occiput, memanjang kearah lateral melewati scapula, dan overlapping pada bagian superior dari otot latissimus dorsi pada tulang belakang. Otot ini dipersarafi oleh akar saraf C5-T1. Menurut arah serabutnya, otot trapezius dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :upper fiber, middle fiber, dan lower fiber (Cael, 2010 dalam Zein 2017).

(8)

18

Gambar 2.5 Muscle Trapezius & Muscle Romboideus (Google, 2019)

Otot trapezius merupakan otot tonik atau otot postural yang memiliki tugas atau bekerja dalam gerakan leher dan bahu. Tugas dari otot ini akan bertambah berat dengan adanya postur yang jelek (foreward head posture), atau akibat dari ergonomi kerja yang buruk disertai dengan trauma mikro dan makro serta degenerasi otot dan fasia. Kontraksi otot upper trapezius yang berlangsung secara terus menerus akan mengakibatkan terjadinya spasme, collagen contracture adhesion, abnormal crosslink, actin myosin, serta penurunan sirkulasi darah pada daerah tersebut yang menjadi pemicu munculnya trigger points pada tauband yang menimbulkan nyeri sindroma myofasial pain (Daniels, 2003 dalam Anggraini, 2013).

Upper trapezius adalah otot tipe tonik atau red muscle karena bewarna gelap dari otot lainnya, dimana otot ini sangat banyak mengandung hemoglobin dan mitokondria.Otot tonik berfungsi untuk mempertahankan sikap, kelainan tipe otot ini cenderung tegang atau spasme dan memendek. Sering kali pekerja batik dengan posisi cenderung

(9)

19

tidak baik saat proses membatik, seperti menunduk, membungkuk dan lain sebagainya, jika hal ini dilakukan berulang maka akan sangat beresiko untuk menimbulkan syndroma myofaschial pain upper trapezius, nyeri akibat spasme, dan penurunan fleksibilitas (Hasmar, 2016).

C. Biomekanik Upper Trapezius

Otot upper trapezius merupakan otot tonik atau otot postural yang berkontribusi dalam pergerakan leher dan bahu (Daniels et al., 2003 dalam Anggraeni, 2013).Otot upper trapezius merupakan otot stabilisator yang berfungsi mempertahankan posisi kepala, otot upper trapezius berada di punggung bagian atas, saat melakukan aktivitas otot ini berfungsi menggerakkan pundak untuk gerakan elevasi dan depresi (prianthara et al., 2014). Pergerakan otot upper trapezius mencangkup tiga gerakan, yaitu : laeral fleksi, elevasi cervical dan ekstensi (Nugraha dkk., 2013).

Otot upper trapezius memiliki serat yang tipisdan relatif lemah sehingga dapat sepenuhnya memutar ke sisi yang berlawanan serta membantu gerakan elevasi serta rotasi, tetapi karena seratnya yang tipis dan lemah membuat otot ini mudah mengalami ketegangan dan kelelahan (Arthawan, 2017). Otot upper trapezius adalah otot tipe I atau otot tonik yang juga merupakan otot postural yang berfungsi melakukan gerakan elevasi, otot upper trapezius juga merupakan fiksator leher dan scapula ketika lengan bergerak, ketika terjadi kesalahan postur dalam waktu yang lama maka akan membuat otot upper trapezius bekerja secara terus

(10)

20

menerus dan berdampak pada terbentuknya trigger point dan taut band (Maruli dkk., 2012).

Lokasi masalah muskuloskeletal paling tinggi berada di punggung, bahu, dan leher.Perempuan adalah populasi terbanyak yang menderita masalah muskuloskeletal, dikarenakan pemulihan jaringan lebih lambat dari pada laki-laki, mereka cenderung lebih banyak mencari pengobatan untuk keluhan yang dirasakan dibandingkan laki-laki (Voerman, 2008). Dalam penelitian Skootsky disebutnkan bahwa masalah otot pada bahu bagian atas lebih sering terjadi dibandingkan dengan tubuh bagian lain, otot yang sering mengalami masalah adalah otot upper trapezius, levator scapula, infraspinatus, scalenus. Masalah yang paling sering terjadi adalah penegangan dan pemendekan dikarenakan posisi statis dalam waktu yang lama (Makmuriyah & Sugijanto, 2013).

D. Proses Terjadinya Nyeri Upper Trapezius

Otot trapezius merupakan otot tipe tonik yang bekerja secara konstan memfiksasi dan menstabilisasi leher termasuk juga mempertahankan posture kepala yang cenderung jatuh kedepan akibat gaya gravitasi dan berat dari kepala itu sendiri, hal ini meningkatkan pada kondisi tertentu seperti adanya postur, biomekanik, serta ergonomi yang buruk (Setyowati, 2017). Otot yang selalu bekerja akan mengakibatkan ketegangan otot sehingga suplai darah semakin berkurang, hal ini menyebabkan asam laktat pada otot semakin banyak yang diakibatkan oleh kurangnya oksigen atau hipoksia, ketika asam laktat melebihi batas normal

(11)

21

maka rasa nyeri akan timbul, kontraksi yang terus menerus ini batas normal maka rasa nyeri akan timbul, kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan respon serabut C akan ditingkatkan di perifer oleh serotonin, prostaglandin, thromboxane, dan leukotriene akibat hipoksia, hal ini memicu sensitifitas serabut C yang kemudian menyampainkan impuls menuju kornudorsalis medulla spinalis atau biasa disebut sensitisasi perifer (Atmadja, 2016).

E. Myofascial Pain Syndrome

Istilah myofascial pain syndrome dalam dunia medis digunakan untuk mendefinisikan suatu keadaan yang menimbulkan gangguan sensorik, motorik dan fenomena otonom yang disebabkan trigger point dalam otot.Myofascial pain syndrome juga dapat diartikan suatu kondisi timbulnya nyeri baik lokal atau menjalar yang didefinisikan dengan adanya ketidak normalan pada motoris sehingga muncul taut band yang keras dalam otot dan ketidak normalan pada sensoris yang menyebabkan munculnya nyeri tekan dan atau menjalar (Arthawan, 2017).

Myofascial pain syndrome otot upper trapezius merupakan implikasi dari terdapatnya trigger poin pada taut band yang disebabkan oleh perlengketan atau adhesion pada struktur myofascia. Perlengketan tersebut akan berdampak terjadinya iskemia lokal karena penurunan sirkulasi darah dan kebutuhan akan nutrisi serta hipoksia pada area taut band juga menumpuknya sisa-sisa metabolism atau zat p yang sering disebut sebagai akumulasi asam laktat. Hipoksia dan iskemik dalam sel

(12)

22

otot berdampak penurunan pH lokal dan diikuti keluarnya substansi yang menstimulasi reseptop nyeri pada otot. Aktivitas reseptor nyeri tersebut akan berdampak spasme otot, allodynia, hyperesthesia, dan mekanik hiperalgesia (Arthawan, 2017).

F. Nyeri

Nyeri merupakan anugerah dari Tuhan yang sangat besar, bisa dibayangkan apabila kita tidak bisa merasakan nyeri maka kita tidak bisa mengetahui tentang permasalahan yang ada pada tubuh kita sendiri. Nyeri sendiri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman bagi seseorang dimana rasa tidak nyaman ini akan menjadi alarm bahwa tubuhnya sedang mengalami suatu permasalahan, nyeri sering kali merupakan tanda yang menyatakan ada sesuatu yang secara fisiologis terganggu dimana hal ini menyebabkan seseorang meminta pertolongan. Nyeri juga merupakan suatu masalah serius yang harus direspons dan di intervensi dengan membebaskan rasa nyeri itu atau memberikan rasa nyaman, aman (Perry & Potter, 2005 dalam Syamsiya & Muslihat, 2015).

Nyeri merupakan sensori yang bersifat emosional dan subyektif berupa keadaan yang tidak menyenangkan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan yang benar-benar telah rusak ataupun yang berpotensi untuk rusak, umumnya nyeri dapat dibagi menjadi dua antara lain nyeri akut yang dialami secara mendadak atau baru saja dalam waktu kurang dari enam bulan, dan nyeri kronis yang di alami secara perlahan dan akan hilang dalam waktu panjang atau lebih dari enam bulan. Jika dilihat dari

(13)

23

jenisnya nyeri dapat dilihat dari durasi dan dari asalnya, jika dilihat dari durasinya maka nye ri dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut atau nyeri yang baru saja terjadi, dan nyeri kronis dimana nyeri ini sudah terjadi sejak lama biasanya nyeri ini terjadi lebih dari tiga bulan. Sedangkan jika dilihat dari asalnya dibagi menjadi dua menurut Unguvioolet, 2013 antara lain :

a. Nyeri nosiseptor atau nyeri yang disebabkan oleh stimulasi langsung pada reseptor nyerinya dengan cara mekanisme atau melalui rangsangan kimia serta panas. Nyeri ini juga dibagi menjadi dua yaitu somatic dan visceral, nyeri somatic adalah nyeri yang disebabkan karena adanya kerusakan jaringan sehingga terjadi nyeri dan inflamasi, sedangkan nyeri visceral adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulasi pada system saraf otonomnya.

b. Nyeri neuropati atau nyeri yang terjadi karena adanya cidera pada struktur syaraf, sehingga menyebabkan fungsi yang menyimpang pada system saraf tubuh, terjadi pada system saraf pusat atau upper motor neuron maupun saraf tepi atau lower motor neuron, nyeri ini dapat digambarkan seperti rasa terbakar atau panas, menusuk, dan pedih seperti tersengat listrik.

Untuk mengukur nyeri dapat menggunakan Numerical Rating Scale (NRS), klien memperkirakan nyeri menggunakan perhitungan skala 0-10.Merupakan perhitungan skala efektif disaat pengkajian ambang nyeri sebelum dan sesudah intervention (Andarmayo, 2013). Konsep Numerical Rating Scale (NRS), dalam pertimbangan Numerical

(14)

24

Rating Scale (NRS) lebih dimengerti dengan mudah oleh responden dalam menentukan secara langsung ambang rasa nyeri yang dirasakan, dengan subyek nyeri tekan, nyeri gerak, dan nyeri diam saat dilakukan pemeriksaan. Lebih baik dari Visual Analog Scale (VAS) terutama untuk menilai tingkat nyeri akut secara valid.

Gambar 2.6 Skala Numerical rating Scale (NRS) (Sumber: Andarmoyo, 2013)

G. Infrared

1. Definisi Infrared

Infrared (inframerah) merupakan salah alat yang sudah digunakan oleh para fisioterapis. Inframerah adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih panjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio. Namanya berarti “bawah merah” (dari bahasa latininfra, “bawah”), merah merupakan warna dari cahaya tampak dengan gelombang terpanjang. Radiasi inframerah memiliki jangkauan dan memiliki panjang gelombang antara 700 nm dan 1 mm. inframerah ditemukan secara tidak sengaja oleh Raden Mas Pursito, astronom kerajaan Inggris ketika ia sedang mengadakan penelitian mencari bahan penyaring optic

(15)

25

yang akan digunakan untuk mengurangi kecerahan gambar matahari dalam tata surya teleskop (Singh & Jagmohan, 2005).

Gambar 2.7 Infrared (Google, 2019)

2. Manfaat Infrared Bagi Kesehatan

Menurut Yuliyanto (2013) manfaat infrared bagi kesehatan, yaitu :

a. Mengaktifkan molekul air dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena inframerah mempunyai getaran yang sama dengan molekul air. Sehingga, ketika molekul tersebut pecah maka akan terbentuk molekul tunggal yang dapat meningkatkan cairan tubuh.

b. Meningkatkan sirkulasi mikro. Bergetarnya molekul air dan pengaruh inframerah akan menghasilkan panas yang menyebabkan pembuluh kapiler membesar, dan meningkatkan temperature kulit, memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi tekanan jantung.

c. Meningkatkan metabolisme tubuh, jika sirkulasi mikro dalam tubuh meningkat, racun dapat dibuang dari tubuh kita melalui metabolisme. Hal ini dapat mengurangi beban liver dan ginjal.

(16)

26

d. Mengembangkan pH dalam tubuh. Sinar inframerah dapat membersihkan darah, memperbaiki tekstur kulit dan mencegah rematik karena asam urat yang tinggi.

3. Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan Infrared

Sebelum pemberian terapi panas perlu diingat kontraindikasi dan indikasi pemberian panas superfisial Yuliyanto (2013, yaitu :

a. Indikasi : Kondisi setelah peradangan sub-akut, seperti spasme otot upper trapezius.

b. Kontraindikasi : daerah insufisiensi darah, gangguan sensibilitas, adanya kecenderungan terjadi pendarahan dan luka terbuka.

4. Mekanisme Infrared Terhadap Penurunan Nyeri

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2011) pemberian Infrared dengan jarak 35 cm dan 45 cm dengan dosis 10-15 menit berpengaruh terhadap peningkatan nilai ambang nyeri. Adapun peningkatan ambang nyeri ini dikarenakan anya efek sedative dari Infrared yaitu dimana stimulasi panas sampai pada jaringan sub cutan yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran pembuluh darah meningkat dan subtansi P ikut dalam aliran pembuluh darah tersebut, serta meningkatknya metabolism mengakibtkan peningkatan suplay nutrisi, O2 ke jaringan tersebut sehingga nyeri berkurang. Selain itu stimulasi panas yang dihasilkan oleh inframerah tersebut akan menstimulasi ujung-ujung saraf perifer (neuron), jika stimulasi ini terus menerus akan mengaktifkan nosiseptor serat kecil

(17)

27

(serabut saraf A - δ dan serabut saraf C) dan serat besar (serabut saraf A – β). Aktifasi noniseptor tadi akan menstimulasi impuls saraf sensorik yang berjalan via akson dari neuron afferent primer ke tanduk dorsal (dorsal horn / DH).

Aktifasi serabut C akan mengaktifkan 6 neuronafferent primer yang memperbanyak impuls saraf ke DH dengan asam amino eksitatori seperti glutamad, aspartate dan neuronpeptida seperti P substance sehingga neuron DH yang telah teraktifasi akan mengaktifkan impuls nonsiseptif ke otak. Sedangkan aktifasi serabut saraf A alpha dan A delta akan mengaktifkan neuron inhibisi seperti asam aminoinhibitory yaitu γ-amino butirat (GABA) dan neuropeptide, zat-zat ini terikat pada reseptor afferent primer dan neuron DH sehingga akan menghambat transmisi nosiseptif oleh mekanisme pra-sinaptik dan pascasinaptik sehingga transmisi nosiseptor turun, jadi lalu lintas nonsiseptif di dalam DH tidak langsung dikirim ke otak tetapi lebih banyak dimodulasi yang mengakibatkan pengurangan nyeri.

H. Neck Spasm Rehabilitation Exercise

1. Definisi Neck Spasm Rehabilitation Exercise

Neck Spasm Rehabilitation Exercise merupakan teknik gerakan yang dilakukan untuk meregangkan otot beserta tendon, yang bertujuan untuk mengulur, melenturkan atau menambah fleksibilitas otot-otot yang dianggap bermasalah (Karlson, 2011).

(18)

28

2. Bentuk-bentuk gerakan Neck Spasm Rhabilitation Exercise

a. Penguluran otot sternocleidomastoideus

Subjek diposisikan duduk dengan kepala tegak kemudian lehernya digerakkan rotasi ipsilateral dan extensi hingga maksimal dan posisi ini dipertahankan dan diberikan dorongan untuk mengulur otot sternocleidomastoideus selama 8-10 hitungan atau dalam satuan detik kemudian dikembalikan pada posisi semula. Gerakan ini dilakukan juga pada sisi leher yang berlawanan yaitu kearah kiri dan kanan.Gerakan ini dilakukan sebanyak 4-8 kali pengulangan.

Gambar 2.8 Penguluran otot sternocleidomastoideus(Kostopoulos, 2001) b. Penguluran otot scalenei

Subjek diposisikan duduk dengan kepala tegak, kemudian leher diposisikan flexi kesamping dengan memberikan stabilisasi pada bahu dengan satu tangan dan satu tangan yang lain memegang sisi temporal kepala. Posisi ini dipertahankan dan diberikan tekanan atau dorongan untuk mengulur otot scalenei selama 8-10 hitungan atau dalam satuan detik, kemudian dikembalikan pada posisi semula.Gerakan penguluran ini dilakukan juga pada sisi leher yang

(19)

29

berlawanan, yaitu sisi kanan dan kiri.Gerakan ini dilakukan sebanyak 4-8 kali pengulangan.

Gambar 2.9 Penguluran otot scalenei (Kostopoulos, 2001)

c. Penguluran otot upper trapezius

Subjek diposisikan duduk tegak, kemudian kepala digerakkan flexi ke depan dan kesamping. Berikan stabilisasi pada bahu dan dorongan pada kepala bagian belakang agar terjadi elongasi pada otot upper trapezius.Pertahankan posisi ini selama 8-10 hitungan atau dalam satuan detik, kemudian kembalikan posisi kepala menjadi tegak kembali.Gerakan ini dilakukan juga pada sisi kiri dan kanan dengan setiap gerakan dilakukan sebanyak 4-8 kali pengulangan.

(20)

30

d. Penguluran otot levator scapula

Subjek diposisikan duduk dengan kepala tegak.Kemudian kepala digerakkan flexi.Lalu digerakkan rotasi kontralateral, dan pertahankan posisi ini serta berikan dorongan atau elongasi pada otot levator scapula. Gerakan ini dilakukan juga pada kedua sisi leher dengan hitungan selama 8-10 detik

Gambar 2.11 penguluran otot levator scapula (Kostopoulos, 2001)

3. Indikasi dan Kontraindikasi Neck Spasm Rehabilitation Exercise

Setiap terapi tentu memiliki indikasi dan kontraindikasi.Adapun indikasi dan kontraindikasi Neck Spasm Rehabilitation Exercise.Indikasinya adalah apabila adanya trigger point yang teraktifasi, mengalami sindrom myofascial, terdapat thigtness atau kontraktur atau spastisitas serta perbaikan pergerakan sendi yang berhubungan dengan disfungsi articular.

Kontraindikasinya adalah apabila terdapat fraktur yang masih baru, infeksi atau inflamasi,keganasan,hipersensitivitas,osteoporosis, keadaan patologis (SCI atau kompresi cauda equine), luka terbuka, jahitan pada luka serta hematoma maka terapitidak dapat diberikan.

(21)

31

I. Mekanisme Intervensi Terhadap Penurunan Nyeri Myofasial Pain

Syndrome Upper Trapezius

Myofasial pain syndrome upper trapezius merupakan suatu keadaan yang menimbulkan gangguan sensorik, motoric dan fenomena otonom yang disebabkan trigger point dalam otot sehingga timbul nyeri baik lokal atau menjalar yang dapat mengakibatkan munculnya taut band yang keras dalam otot dan ketidak normalan pada sensoris yang menyebabkan munculnya nyeri tekan dan atau menjalar (Arthawan, 2017). Dengan dilakukannya intervensi infrared dan neck spasm rehabilitation exercise dapat memberikan perasaan nyaman dan rileks sehingga dapat mengurangi nyeri karena ketegangan otot-otot terutama otot-otot yang terletak di superfisial, meningkatkan daya regang atau ekstensibilitas jaringan lunak sekitar sendi seperti ligament dan kapsul sendi sehingga dapat meningkat luas pergerakan sendi saat dilakukan latihan peregangan (Wurangian et al, 2013). Prinsip penguluran otot atau peregangan otot dapat memperpanjang jaringan lunak dan mengalami pemendekan, dengan demikian dapat meningkatkan fleksibilitas gerak (Kisner, 2007).

Gambar

Gambar 2.1 Perlekatan lilin batik (Data Primer, 2020)
Gambar 2.2 Pewarnaan Batik (Data Primer, 2020)
Gambar 2.4 Postur Kerja Pekerja Batik Tulis (Google,2020)
Gambar 2.5 Muscle Trapezius & Muscle Romboideus (Google, 2019)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan Ratna Asmorowati (2001) menyimpulkan bahwa bimbingan belajar orang tua sangat berpengaruh dalam proses belajar matematika. Dari hasi-hasil

Terhadap Kinerja Manajerial (Survey pada Jajaran Pimpinan Universitas Muhammadiyah Surakarta) ” ini merupakan tugas akhir yang disusun sebagai salah satu syarat

Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan Berbagai Variasi Konsentrasi Terhadap Penyerapan Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh N.. Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan

Pengembangan sistem informasi akuntansi berbasis komputer dapat berarti menyusun suatu sistem tersebut menjadi sistem baru untuk menggantikan sistem yang lama

tentang hubungan perilaku vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada. remaja putri kelas X di SMU Negeri 2 Ungaran Semarang

Produk hukum tidak bisa lepas dari kondisi politik suatu negara. Jadi situasi politik yang tidak kondusif bagi demokrasi akan melahirkan produk hukum yang pada akhirnya bisa

(b) In part (a), we saw that Yolanda always won the game if she could guarantee that Xavier was choosing when there were two piles with an equal number of coins in each pile..

( Aloe Vera, L. ) Pada Tikus Jantan Artritis Yang Diinduksi Complete Freund’s.. Adjuvant