• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Dasar Remaja 1. Definisi Remaja

Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga, dan menghadapi tugas menentukan cara mencari mata pencaharian (Atkinson,1999). Pendapat lain mengatakan masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi konflik pada diri seseorang. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan penting baik fisik maupun psikis. Masa ini menunutut kesabaran dan pengertian yang luar biasa dari orang tua.

Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individul, tetapi juga bagi orang tua dan masyarakat. Hal ini disebabkan disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa. Masa transisi ini sering kali menghadapi individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak, tapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa (Purwanto, 1998).

(2)

2. Batasan Usia Remaja

Masa remaja dapat bermula pada usia sekitar 10 tahun. (Rusmini, 2004). Sedangkan menurut pendapat lain mengatakan bahwa batasan usia remaja tidak ditentukan dengan jelas, tapi kira-kira berawal dari usia 12 sampai akhir usia belasan, saat pertumbuhan fisik hampir lengkap (Soetjiningsih, 2007). Adapun batasan usia remaja menurut beberapa sumber lain adalah:

a. Menurut WHO mendefinisikan bahwa anak bisa dikatakan remaja apabila telah mencapai umur 10-19 tahun.

b. Dalam UU No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah.

c. Menurut UU Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu umur 16 rahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak leki-laki.

d. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuaidengan saat lulus dari sekolah menengah.

3. Perkembangan remaja

Perkembangan remaja meliputi perkembangan fisik, sosial, emosi, moral dan kepribadian (Hurlock, 2000).

a. Perkembangan fisik remaja

Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak

(3)

laki-laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih lambat daripada anak perempuan. Hal ini menyebabkan pada saat matang anak laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak laki-laki melebihi kekuatan anak perempuan. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar dari pada anak yang matang lebih awal (Hurlock, 2000).

b. Perkembangansosial

Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah (Hurlock, 2000).

Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai-nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 2000).

c. Perkembangan emosi

Masa remaja ini biasa juga dinyatakan sebagai periode “badai dan tekanan”, yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai

(4)

akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya perubahan emosi ini dikarenakan adanya tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

Pada masa ini remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, atau dengan suara keras mengritik orang-orang yang menyebabkan amarah.

d. Perkembangan moral

Pada perkembangan moral ini remaja telah dapat mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak (Hurlock, 2000).

Pada tahap ini remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya (Hurlock, 2000).

e. Perkembangan kepribadian

Pada masa remaja, anak laki-laki dan anak perempuan sudah menyadari sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat-sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan oleh karenanya terdorong untuk memperbaiki kepribadian mereka (Hurlock, 2000).

(5)

konsep mereka mengenai kepribadian “ideal”. Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang tidak berhasil ingin mengubah kepribadian mereka (Hurlock, 2000).

B. Pengalaman Psikologis 1. Definisi Pengalaman

Pengalaman berarti “mengenyam sesuatu dalam batin” ini mengandalikan adanya fakta dan pengertian-pengertian ini juga menuntut seseorang menduga kejadian-kejadian menganalisis, dan menilai ide-ide hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap apa yang dipertimbangkan, orang dapat maju sampai menghargai arti pengalaman. Pemahaman tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi mencakup keseluruhan pribadi, budi, perasaan, dan kemauan masuk ke pengalaman belajar. Dalam pengalaman itu tercakup ranah kognitif dan afektif sekaligus kegiatan belajar yang hanya menekankan pemahaman intelektual, tanpa diserti perasaan batin,tidak akan mendorong orang untuk bertindak. Oleh karena itu, istilah pengalaman dipakai untuk mencirikan setiap kegiatan yang didalamnya tercakup pemahaman kognitf dan afektif sekaligus dari materi yang di pelajari (PSB, 2009)

Pudjijogyanti (dalam Citra, 2004) mengatakan bahwa seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat memengaruhi individu dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh tiap individu, karena masing-masing mempunyai

(6)

sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri sendiri. Konsep diri yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh pengalaman, sebaliknya konsep diri juga akan mempengaruhi cara seseorang menggunakan pengalamannya. 2. Aspek pengalaman psikologis

Aspek-aspek pengalaman psikologis ini meliputi :. a. Konsep diri

Konsep diri merupakan pandangan dan perasaan kita terhadap diri sendiri, yang bersifat fisik, psikologis dan sosial yang datang dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain (Tamsil, 2005). Menurut Setyani (2008) konsep diri diartikan sebagai keyakinan, pandangan, atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman psikologis yang bersifat positif maka konsep diri yang timbul adalah pada penerimaan diri yang baik yang meliputi (Atosokhi dkk, 2003, :

a. Merasa senang terhadap diri sendiri, seseorang merasa lebih sehat lebih bersemangat dan sepertinya tidak ada masalah.

b. Merasa lebih berharga atau sekurang-kurangnya sama dan sejajar dengan orang lain, karena menyadari bahwa disamping kekurangan-kekurangan juga memiliki kelebihan.

c. Menerima kelebihan dan kekurangan yang ada, namun kekurangan itu bukan sebagai penghalang untuk maju. Menerima kekurangan bukan berarti membiarkan kekurangan itu tanpa berusaha memperbaikinya.

(7)

Sejauh memungkinkan untuk melakukan perbaikan, kita tetap bertanggung jawab untuk melakukannya.

d. Mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik karena ada kepercayaan dalam dirinya. Semakin orang mempunyai kepercayaan diri maka semakin mampu melakukan hal-hal diluar dugaan.

e. Dengan menerima diri sendiri maka membangun sikap positif terhadap diri sendiri. Sehingga kita mampu memaafkan (berdamai dengan diri sendiri). Jika seseorang berbuat kesalahan yang serius maka akan belajar sehingga dapat melakukan hal yang lebih baik

f. Dengan menerima diri sendiri maka seseorang akan mampu menerima orang lain.

b. Harga diri

Coopersmith (dalam Siregar, 2006) mendefinisikan harga diri sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh individu tehadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga. Kesadaran tentang dirinya dan perasaan terhadap diri sendiri itu akan menimbulkan suatu penilaian terhadap diri sendiri baik positif maupun negatif.

Menurut Hurlock (2000) harga diri merupakan evaluasi diri yang dibuat dan dipertahankan oleh seseroang yang berasal dari interaksi sosial dalam keluarga serta perhargaan, perlakuan dan penerimaannya dari orang lain.

Aspek-aspek harga diri menurut Felker (dalam Siregar, 2006) meliputi :

(8)

1. Feeling of belonging, perasaaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan bahwa ia diterima serta dihargai oleh anggota kelompoknya. Individu akan memiliki nilai positif akan dirinya bila mengalami perasaan diterima atau menilai dirinya bagian dari kelompoknnya.

2. Feeling of competence, yaitu perasaan individu bahwa ia mampu mencapai suatu hasil yang diharapkannya. Bila individu merasa telah mencapai tujuan secara efisien, maka individu tersebut akan memberikan penilaian yang positif pada dirinya.

3. Feeling of worth, perasaan individu bahwa dirinya berharga. Perasaan ini seringkali muncul dalam bentuk pernyataan yang sifatnya pribadi seperi pandai, cantik, menawan, langsing dan lain-lain. Individu yang mempunyai perasaan berharga akan menilai dirinya positif daripada yang tidak berharga.

c. Kepribadian

Kepribadian adalah semua corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian itu bersifat dinamis artinya selama individu masih tetap belajar dan bertambah pengetahuan, pengalaman serta keterampilannya, ia akan semakin matang dan mantap. Pada usia lanjut yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi baik, kecuali mereka dengan masalah

(9)

kesehatan jiwa atau tergolong patologik. Kepribadian juga dapat diartikan sebagai sesuatu atau figur diri yang ingin ditunjukkan atau ditampilkan didalam keseharian yang ditunjunjukkan melalui sikap atau tingkah laku seseorang. Kepribadian juga dapat dirubah dan dapat juga tergantung pada presepsi atau pendapat orang. Sesuai dengan apa yang diinginkan yang akan ditunjukkan dihadapan orang lain (2008).

Dimensi-dimensi kepribadian tersebut meliputi : 1. Conscious /Unconscious

Sadar dan tak sadar adalah dimensi yang sejak lama ada dalam teori kepribadian. Para pendukung Psikoanalisis (Freud, Jung, Horney) adalah orang-orang yang menekankan bahwa kepribadian dikontrol oleh proses yang tidak disadari. Sementara Psikologi Aliran Humanisme menekankan pada faktor kesadaran sebagai pembentuk kepribadian (Allport, Rogers, Maslow).

2. Heredity / Environment

Pada dasarnya hampir semua teori kepribadian mengakui peran faktor keturunan sebagai penentu kepribadian sseorang. Tetapi kalangan Behaviorist mengatakan bahwa kepribadian dapat dipahami tanpa harus mempertimbangkan faktor genetis dan biologis. Rogers & Bandura menekankan pada lingkungan sosial, dimana kepribadian adalah suatu proses belajar sosial seseorang.

3. Acquisition / Process Of Learning

(10)

membentuk suatu kerpibadian, yaitu cara bagaimana suatu tingkah laku dimodifikasi. Dan biasanya teori-teori kepribadian mengakui peran proses belajar dalam pembentukan suatu kepribadian. Walaupun demikian, ada beberapa teorist yang juga menekankan pada acquisition of behavior, misalnya Cattel dan Murray.

4. past / present

Sigmund Freud adalah pendiri Psikoanalisis yang mengatakan bahwa kepribadian adalah hasil dari bentukan masa lalu, yaitu masa 5 tahun pertama kehidupan. Setelah masa itu, kepribadian hanyalah ulangan atau fiksasi dari apa yang didapat dulu. Dan pandangan ini menjadi pegangan dalam aliran psikoanalisis. Sementara Lewin dan Alport mengatakan bahwa yang terpenting dari kepribadian bukanlah masa lalu tetapi masa kini.

5. Person / Situation

Dimensi ini menekankan pada proses dimana kepribadian itu terbentuk. Penekanan pada Person berarti kepribadian adalah bentukan dari inner process yang terjadi dalam diri individu, sementara penekanan pada Situation berarti bahwa kepribadian adalah bentukan dari faktor lingkungan sosial dimana individu itu berada. Walaupun demikian ada juga yang menjadikan kedua dimensi itu sebagai dasar pembentukan suatu kepribadian. Fromm & Skinner, misalnya, menekankan pada faktor sosiokultural dalam kepribadian, sementara Sheldon dan Binswanger lebih menekankan pada faktor biologis internal dalam diri individu.

(11)

6. Holistic / Analitic

Dimensi holistik menyaratkan bahwa suatu tingkah laku hanya dapat dimengerti berdasarkan konteksnya, dan juga segala sesuatu yang dilakukan oleh individu berhubungan dengan fungsi-fungsi fisiologis dan biologisnya. Sementara dimensi analitik berpendapat bahwa suatu tingkah laku bisa saja dipelajari dan didapat secara terpisah dari tingkah laku yang lainnya. Mereka yang beraliran analitik misalnya adalah Lewin dan Binswanger.

7. Normal / Abnormal

Banyak juga teori kepribadian yang menekankan pada abnormalitas suatu kepribadian. Dengan mempelajari abnormalitas itu maka pemahaman tentang orang normal dapat diperoleh. Perbedaan normal/abnormal dapat dilihat secara kualitatif yaitu melihat seberapa jauh hal-hal patologis dalam kepribadian itu berbeda dari yang normal. Allport dan Cattel, misalnya, menekankan pada orang-orang normal.

d. Prsepsi

Menurut Markin (1974) persepsi adalah suatu proses yang kompleks untuk mengadakan pemilihan, pengaturan dan interprestasi terhadap rangsang inderawi guna memberikan gambaran berarti tentang suatu hal. Sarwono (1986) mengatakan persepsi adalah kemampuan mengenal obyek satu persatu, membedakan antara satu benda dengan benda yang lainnya dan mengelompokkan benda-benda yang berdekatan.

Ahmadi (1991) berpendapat bahwa persepsi merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh pengertian untuk menyadari adanya

(12)

rangsangan dalam berpersepsi orang sadar dapat memisahkan unsur obyek tersebut. Selanjutnya Walgito (1994) persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses diterimanya rangsangan melalui panca indera terhadap kejadian, benda maupun tingkah laku manusia dengan memandang atau mengamati suatu rangsangan dengan interpretasi secara berbeda meskipun rangsangan yang diterima adalah sama.

Aspek-aspek persepsi menurut Walgito (1994) ada lima macam, yaitu :

1) Aspek kognisi

Menyangkut penghargaan, cara mendapatkan pengetahuan, cara berpikir pengalaman masa lalu.

2) Aspek konasi

Menyangkut sikap dan perilaku aktivitas serta motif yang tercermin dari masing-masing individu.

3) Aspek afeksi

Menyangkut emosi yang terdapat dari dalam individu. e. Strategi Koping (Cara penyelesaian Masalah)

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999). Sementara itu Mustikasari

(13)

(2006) menyebutkan definisi mekanisme koping sebagai cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.

Winarto (2007) mengungkapkan bahwa setiap individu sebagai mahluk bio psiko social merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Dalam ilmu keperawatan manusia yang utuh dan sehat merupakan individu mampu berfungi untuk memenuhi kebutuhan bio psiko social setiap orang menggunakan koping yang positif maupun yang negatif. Untuk mampu beradaptasi tiap individu akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis, konsep diri yang positif, mampu memelihara integritas diri, selalu berada pada rentang sehat sakit untuk memelihara proses adaptasi. Kesehatan merupakan keseimbangan dari hasil koping yang efektif.

Koping yang digunakan setiap individu berbeda-beda tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menghadapi maslah tersebut. Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang, sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan individu itu marah-marah,frustasi hingga depresi (Abraham, 1997)

Stuart dan Sundeen (dalam Mustikasari, 2006) menyebutkan mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua yaitu :

(14)

a. Mekanisme koping adaptif

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.

b. Mekanisme koping maladaptif

Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.

Stuart dan Sundeen (1995), Townsend (1996), Herawati (1999) dan Keliat (1999) menyebutkan bahwa koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek psikososial.

a. Reaksi Orientasi Tugas

Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stress secara realistis, dapat berupa konstruktif atau destruktif. Misal : 1) Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan atau

mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan.

2) Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber ancaman baik secara fisik atau psikologis.

3) Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah tujuan atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.

(15)

b. Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut:

a) Kompensasi, yaitu proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.

b) Penyangkalan (denial), yaitu menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.

c) Pemindahan (displacement), yaitu pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.

d) Disosiasi, yaitu pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya.

e) Identifikasi (identification), yaitu proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.

f) Intelektualisasi (intelectualization), yaitu penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.

g) Introjeksi (Introjection), yaitu suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas

(16)

seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.

h) Isolasi, yaitu pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.

i) Proyeksi, yaitu pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat ditoleransi.

j) Rasionalisasi, yaitu mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk menghalalkan/membenarkan impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima. k) Reaksi formasi, yaitu pengembangan sikap dan pola perilaku yang

disadari, yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan atau ingin lakukan.

l) Regresi, yaitu kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini m) Represi, yaitu pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran,

impuls atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, dari kesadaran seseorang; merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme lain.

n) Pemisahan (splitting), yaitu sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk; kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri. o) Sublimasi, yaitu penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia

(17)

artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal.

p) Supresi, yaitu suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari; pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang berikutnya.

q) Undoing, yaitu tindakan/ perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari tindakan/ perilaku atau komunikasi sebelumnya; merupakan mekanisme pertahanan primitif.

C. Konsep Obesitas 1. Definisi Obesitas

Obesitas (kegemukan) merupakan salah satu masalah yang ditakuti remaja, khususnya remaja putri. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Obesitas sendiri digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu obesitas ringan dengan kelebihan berat badan 20-40%, obesitas sedang dengan kelebihan berat badan 41-100% dan obesitas berat kelebihan berat badan >100% (Anonim, 2009). Obesitas pada remaja diperhitungkan sebagai BB terhadap TB lebih tinggi dari 120% (Soetjiningsih, 2007).

Berdasarkan IMT, postur tubuh ideal dinilai dari pengukuran antropometri untuk menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan

(18)

standar normal atau ideal. Pengukuran antropometri yang paling sering digunakan adalah rasio antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m) kuadrat, yang disebut Indeks Massa Tubuh (IMT). Cara pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/TB dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), karena IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Supariasa, 2002)

BB (kg) IMT = ¾¾¾¾¾

TB² (cm)

Batas tabel imt untuk orang indonesia Status gizi Wanita Laki-laki Normal Kegemukan Obesitas 17-23 23-27 > 27 18-25 25-27 > 27 Sumber : Depkes, 2003

IMT yang normal adalah antara 18-25. Seseorang dikatakan kurus bila IMT kurang dari 18 dan gemuk bila IMT lebih dari 25. Bila IMT lebih dari 30, orang tersebut menderita obesitas dan perlu diwaspadai karena biasanya obesitas menyertai penyakit lain misalnya diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterol dan kelainan metabolisme lain. Untuk mengetahui berat badan ideal, dapat digunakan rumus Brocca sebagai berikut :

BB Ideal = (TB-100) – 10% (TB – 100) Keterangan :

Batas ambang yang diperbolehkan adalah 10%. Bila lebih dari 10% maka termasuk kegemukan dan bila di atas 20% maka sudah terjadi obesitas.

(19)

2. Penyebab Obesitas

Obesitas disebabkan karena konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhan. Obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan juga tidak kalah penting dengan faktor genetik. Salah satunya adalah pola makan. Pola makan ini ditentukan oleh jenis makanan sehari-hari dan tingkat kesibukan remaja konsumsi fast-food dan soft drink yang cenderung dipilih oleh remaja yang memiliki banyak kesibukan turut menyumbang resiko peningkatan berat badan (Anonim, 2009).

3. Dampak Obesitas

Obesitas dapat memberikan dampak secara biologis, psikologis dan sosial pada orang yang mengalaminya.

a. Biologis

Seperti yang kita ketahui bahwa obesitas merupakan keadaan patologis sebagai akibat dari konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhannya. Banyak remaja dengan obesitas cenderung tidak proporsional. Hidung dan mulut relatif kecil, dagu ganda dan timbunan lemak di daerah payudara. Perut menggantung, terdapat lipatan dan alat genital khususnya pada remaja putri akan terlihat lebih kecil karena timbunan lemak. Paha dan lengan terlihat besar namun jari tangan sangat runcing. Penimbunan lemak yang berlebihan pada beberapa bagian tubuh ini akan dapat menyebabkan beberapa penyakit, salah satunya adalah kolesterol tinggi (Sutjiningsih, 2007).

(20)

menu makanan yang di konsumsi. Semakin banyak konsumsi makanan berlemak, akan semakin besar peluangnya untuk menaikkan kadar kolesterol. Low Density Lipid (LDL) sering di sebut sebagai kolesterol jahat karena tingginya kadar LDL akan berpotensi menumpuk atau menempel pada dinding pembuluh nadi koroner yang dapat menyebabkan penyempitan dan penyumbatan aliran darah (aterosklerosis). Akbatnya jantung kesulitan untuk memompa darah dan akhirnya berlanjut ke gejala serangan jantung mendadak. Bila penyumbatan itu tarjadi di otak, maka akan menyebabkan stroke dan kelumpuhan (Maulana, 2007).

Seperti yang telah diuaraikan sebelumnya, kegemukan merupakan salah satu faktor resiko penyakit jantung salah satunya adalah serangan jantung. Apabila aliran didalam darah urat nadi terhalang secara total, bagian otot itu mengalami kerusakan , ini dikenal sebagai serangan jantung akut (AMI). AMI umumnya disebabkan oleh penyumbatan arteri koroner (Iman, 2004).

Selain serangan jantung, tekanan darah tinggi juga merupakan faktor resiko dari kegemukan. Bila kerja arteri menjadi berat karena menimpuknya plak-plak yang mengandung kolesterol, maka tekanan darah mengalami peningkatan (Lovastatin, 2005).

Kemudian, untuk dampak berikutnya adalah DM tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin. Kadar insulin biasanya meningkat yang menunjukkan hilangnya sensitivitas terhadap insulin oleh sel-sel

(21)

tubuh. Kegemukan kerupakan faktor utama yang menyebabkan hilangnya sensitivitas terhadap insulin oleh sel-sel tubuh. Sekitar 90% penderita diabetes tipe II adalah orang-orang yang gemuk. Sesungguhnya, sebagian besar para penderita diabetes tipeII dapat dikontrol dengan diet saja (Lovastatin, 2005).

b. Psikologis

Stress merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berat badan. Perlakuan terhadap anak obseitas seperti mengejek, mentertawakan, mengganggu, mempermainkan dan sebagainya sehingga menyebabkan anak yang mengalami obesitas semakin menarik diri dari pergaulan dan aktivitas permainan, sehingga makin kurang aktivitas fisiknya. Hal ini justru dapat memperberat kegemukannya (Naza, 1995).

Jadi sesungguhnya perilaku makan tidak hanya dapat diterangkan dan dikaitkan dengan atau bardasarkan kebutuhan biologis saja tetapi dapat pula diterangkan dari segi psikologis maupun sosial budaya (Misnadiarly, 2007).

c. Sosial

Orang gemuk dianggap hidup serba kecukupan, ia juga dianggap selalu merasa senang dan bahagia tanpa beban masalah. Untuk mengendalikan perilaku makan yang berlebihan yang mengakibatkan kegemukan, dibutuhkan perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup ini dapat dicapai melalui modifikasi perilaku. Perubahan gaya hidup ini tentu saja tidak mudah dilakukan apalagi jika gaya hidup tersebut telah lama di

(22)

pertahankan oleh seseorang. Meskipun demikian, tidak mustahil bahwa modifikasi perilaku dapat membantunya. Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagi konsekuensi modernisasi, industialisasi, kemajuan iptek telah mempengaruhi nilai-nilai moral, etika dan gaya hidup. Perubahan- perubahan tata nilai kehidupan antara lain, pola hidup sederhana dan produkif cenderung kearah pola hidup mewah dan konsumtif. Selain itu juga pola hidup masyarakat dari yang semula sosil religius cenderung kearah pola kehidupan masayarakat individual, msterialistis dan sekunder (Hawari, 2004).

Perubahan-perubahan sosial tersebut diatas dengan segala keterkaitannya yaitu berbagai macam permasalahan kehidupan pada sebagian orang dapat merupakan beban atau tekanan mental yang disebut stressor sosial yang bersangkutan akan mengalami penurunan kekebalan fisik maupun mental terganggu dan bersangkutan dapat jatuh sakit. (Hawari, 2004)

Penelitian Bray dan Brownell (dalam Rahmawati, 2006) menyebutkan bahwa orang yang mengalami obesitas mempunyai dampak pada interaksi sosial yang berlangsung selama rentang usia anak-anak hingga dewasa. Perlakuan terhadap remaja obesitas seperti mengejek, mentertawakan, mengganggu, mempermainkan dan sebagainya juga menyebabkan remaja yang mengalami obesitas semakin menarik diri dari pergaulan dan aktivitas, sehingga mengganggu perkembangan sosialnya (Naza, 1995).

(23)

D. Pengalaman Psikologis Remaja Obesitas 1. Harga diri pada remaja obesitas

Kegemukan dapat menjadi masalah penting bagi siklus perkembangan remaja. Menurut Conger & Petersen dalam (Ade, 2006), pada masa remaja biasanya mulai bersibuk diri terhadap penampilan fisiknya dan ingin mengubah penampilan mereka dengan memberikan perhatian yang lebih terhadap masalah-masalah kulit, ingin memiliki tubuh yang ideal, ingin lebih tinggi atau pendek dan tentu saja ingin memiliki berat badan yang ideal. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak puas terhadap penampilan dirinya. Ketidakpuasan ini akhirnya membuat remaja merasa tidak percaya diri dan menganggap penampilan dirinya sebagai suatu yang menakutkan. Pada masa remaja sangat mementingkan penampilan, penyimpangan dari tipe tubuh mereka dapat diasosiasikan dengan kehilangan harga diri (Sprinthall & Collins dalam Ade, 2006). Remaja yang mengalami obesitas, biasanya akan menjadi pasif dan depresi, karena sering tidak dilibatkan pada kegiatan yang dilakukan oleh teman sebayanya. Pada penelitian terhadap remaja obesitas oleh Mendelson & White dalam Sarafino, 1994, bahwa remaja obesitas cenderung menurun secara konsisten harga dirinya. Harga diri memiliki hubungan yang erat terhadap berat badan ideal seorang remaja. Remaja yang memilki berat badan ideal cenderung dapat diterima di lingkungan, sehingga remaja tersebut memiliki rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi. Begitu juga sebaliknya, apabila remaja tersebut memiliki

(24)

berat badan yang kurang ideal oleh lingkungannya, maka dapat membuat remaja tersebut menjadi tidak percaya diri dan akhirnya merasa harga dirinya rendah (Ade, 2006).

2. Kepribadian remaja obesitas

Setiap individu memiliki pandangan yang berbeda terhadap dirinya, sejauhmana individu tersebut menyadari dan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Melalui pemahaman terhadap diri sendiri maka individu dapat memberikan gambaran tentang dirinya tersebut yang menentukan penilaian atas dirinya. Penilaian individu mengenai dirinya sendiri, baik bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh atau timbul dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya disebut dengan konsep diri. Salah satu aspek yang menonjol dalam perkembangan remaja adalah perkembangan fisik. Pertumbuhan fisik terus berlanjut, sehingga mencapai kematangan pada akhir periode remaja. Penerimaan dan penolakan terhadap berbagai perubahan terhadap dalam tubuh akan sangat mempengaruhi kesiapan remaja dalam memasuki dunia dewasa. Pada remaja putri khususnya, perubahan penampilan fisik akan lebih terlihat dari sebelumnya. Kelebihan berat badan dari ukuran ideal atau biasa disebut dengan obesitas merupakan suatu hal yang ditakuti oleh banyak remaja putri, karena dapat merusak penampilan dan citranya (Fakhrurrozi, 2008).

(25)

3. Koping remaja obesitas

Koping yang digunakan setiap remaja yang obesitas berbeda-beda tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menghadapi maslah tersebut. Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik maka remaja tersebut akan senang, sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan remaja itu marah-marah, frustasi hingga depresi (Abraham, 1997)

Mengutip Stuart dan Sundeen (dalam Mustikasari, 2006) menyebutkan mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif. Demikian halnya dengan koping adaptif yang dilakukan oleh remaja obesitas yaitu dengan mencoba memecahkan masalah dengan belajar, berbicara dengan orang lain dan berusaha menerima dirinya sebagai bentuk kelebihan sehingga tidak merasa tersisih dan minder.

b. Mekanisme koping maladaptif

Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja

(26)

berlebihan, menghindar. Pada remaja obesitas koping maladaptif dilakukan dengan menutuo diri dari pergaulan dan merasa dirinya berbeda dengan orang lain sehingga kepribadiannya cenderung tertutup.

E. Fokus Penelitian

Skema 1.1 Fokus penelitian F. Variabel penelitian dan definisi konseptual

Variabel Penelitian ini adalah pengalaman psikologis remaja dengan obesitas. Untuk menjelaskan variable tersebut maka yang mempengaruhi pengalaman remaja dengan obesitas tersebut yaitu: Pemahaman remaja tentang obesitas, masalah apa yang dihadapi pada remaja obesitas, bagaimana koping remaja dengan obesitas. Secara konseptual pemahaman remaja tentang

Pengalaman psikologis remaja

dengan obesitas

Harga diri remaja obesitas

Persepsi remaja obesitas Kepribadian remaja

obesitas

Koping remaja yang mengalami obesitas

(27)

obesitas adalah hal-hal yang diketahui oleh remaja tentang obesitas meliputi pengertian, penyebab, dampak serta koping-nya dihubungkan dengan pengalaman yang telah mereka alami. Masalah yang dihadapi remaja berhubungan dengan obesitas adalah mengetahui masalah apa saja yang sedang dihadapi remaja obesitas biasanya berhubungan dengan gangguan secara biologis, psikologis dan sosial serta koping pada remaja obesitas adalah cara yang digunakan untuk menghadapi situasi stress (menghadapi obesitas) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan perkuliahan berbasis masalah (PBL) dengan model kolaboratif, yang selanjutnya disebut strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah, sangat cocok

Mirip seperti osilasi pada simulasi tekanan darah sebelumnya, osilasi naik perlahan secara linier dari titik mulai sampai titik puncak (saat MAP), lalu turun perlahan secara

k adet eleman içeren bir y fonksiyonuna Hızlı fourier dönüşümü komutu uygulandığında ancak k/2 kadar harmonik ve bunların genlikleri hakkında bilgi sahibi

Pada hasil penelitian yang relevan dengan pendekatan evaluasi model CSE UCLA bahwa pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan juga erat sekali

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan Motivasi Belajar terhadap prestasi Belajar Bahasa Indonesia pada siswa

Jumlah energi yang dipancarkan dalam bentuk radiasi per sekon oleh benda hitam 16 kali energi yang dipancarkan benda tersebut sebelumnya pada suhu 2.000 KA. Besaran

Bank Aceh sebagai bank milik Pemerintah Aceh dan pemerintah daerah kabupaten/kota di Aceh, tentu menginginkan adanya peningkatan kinerja yang lebih baik lagi, dalam

Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera