• Tidak ada hasil yang ditemukan

Erma Andhika Sari SMA Ma arif Pandaan Pasuruan PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Erma Andhika Sari SMA Ma arif Pandaan Pasuruan PENDAHULUAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 817

PENERAPAN MODEL TGT (TEAMS-GAMES-TOURNAMENTS)

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS X-B SMA MA’ARIF PANDAAN-PASURUAN

TAHUN AJARAN 2008/2009 Erma Andhika Sari SMA Ma’arif Pandaan Pasuruan

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi kemampuan berbicara siswa kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan yang masih rendah. Hasil observasi di SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan menunjukkan bahwa siswa kelas X-B memiliki kemampuan berbicara yang kurang maksimal, penyebabnya antara lain teknik pembelajaran yang diterapkan guru membosankan bagi siswa, oleh sebab itu perlu menerapkan model TGT. Permasalahanya adalah bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan model TGT untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan. Penelitian ini bertujuan menerapkan model TGT pada kemampuan berbicara siswa.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Rancangan yang diterapkan adalah tindakan kelas dengan model TGT. Penelitian ini dilakukan di kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan, sedangkan subyek penelitian ini adalah siswa kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan sebanyak 40 siswa dan guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Data penelitian ini berupa perilaku guru dan siswa dalam proses pembelajaran berbicara dengan menggunakan model TGT dan peningkatan kemampuan berbicara. Data tersebut diperoleh dengan teknik pengamatan, teknik wawancara, catatan lapangan, dokumen, teknik tugas dan tes. Peneliti bertindak sebagai pengamat dan instrumen, di samping itu digunakan instrumen pembantu berupa panduan observasi, kamera digital, rubrik penilaian dan panduan penilaian kegiatan siswa selama pembelajaran berbicara berlangsung, dan soal-soal tugas dan tes. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Adapun teknis analisis yang digunakan adalah reduksi, penyajian data, dan penarikan simpulan. Peneliti bertindak sebagai pengamat dan penilai kegiatan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia bertugas sebagai pengajar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase ketuntasan siswa sebelum tindakan 59.37 %, siklus I persentase 61.72 %, siklus II persentase 80 %. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan model TGT dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa .

Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif, Model TGT, dan Berbicara

PENDAHULUAN

Hasil observasi di SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan menunjukan bahwa siswa kelas X-B memiliki kemampuan berbicara yang kurang maksimal. Metode

pembelajaran berbicara yang efektif dan efesien kurang dikuasai, segingga kemampuan berbicara siswa kurang maksimal. Selanjutnya, tanpa adanya motivasi yang tinggi dari guru, kemampuan berbicara siswa tidak akan meningkat. Oleh

karena itu, dibutuhkan metode pembelajaran baru yang dapat memotivasi siswa untuk lebih giat belajar.

TGT (team-games-tournaments) ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tersebut, siswa diharapkan mampu

mengkontruksi dan menyusun pengetahuan sendiri. Tujuan yang ingin dicapai bukan hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran,

(2)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 818

tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping

menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. Tahapan pembelajaran model TGT ini melaui empat tahap yaitu mengajar, bekerja kelompok, game dan turnamen serta

penghargaan.

Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kemampuan berbicara dengan menerapkan model TGT dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam bentuk penelitiana yang berjudul “Penerapan Model TGT (Teams-Games-Tournaments) sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan?”

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (a). Bagaimanakah penerapan model TGT pada tahap mengajar dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas X-B di SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan?, (b) Bagaimanakah penerapan model TGT pada tahap belajar kelompok dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas X-B di SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan?, (c) Bagaimanakah penerapan model TGT pada tahap turnamen dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas X-B di SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan?, (d) Bagaimanakah penerapan model TGT pada tahap penghargaan dalam meningkatkan kemamapuan berbicara siswa kelas X-B di SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan?, dan (e) Bagaimanakah peningkatan kemampuan berbicara melalui pembelajaran kopperatif dengan model TGT pada siswa kelas X-B di SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan?

TEORI

Kemampuan berbicara adalah kemamapuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,

menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. Kemampuan berbicara melibatkan aspek keterampilan berbahasa. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. ( Arsjad, 1988: 17).

Khusus untuk penilaian kemampuan berbicara, di samping mencatat kekurangan-kekurangan siswa, pengajar juga mencatat kemajuan yang sudah mereka capai. Hal ini sangat penting karena hasil penilaian itu harus disampaikan secara lisan kepada mereka. Untuk memotivasi mereka dalam berbicara, pengajar hendaknya menunjukan hasil yang sudah dicapai.

Keefektifan berbicara ditunjang oleh dua faktor yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. Untuk menghindari kebiasaan penilaian berdasarkan kesan umum, dibawah ini diberikan pedoman penilaian kegiatan berbicara berdasarkan faktor-faktor penunjang tersebut. Mengingat kemampuan berbicara ini memerlukan latihan dan bimbingan yang intensif, penilaian hendaknya jangan mengukur dan meniliai satu kegiatan saja, tetapi berlanjut dan bertujuan memperbaiki kegiatan berikutnya (Arsjad, 1988 : 87).

Faktor kebahasaan terdiri dari : (a) Lafal dan intonasi, mencakup : pengucapan vokal, pengucapan konsonan, penempatan tekanan, penempatan persendian, dan penggunaan nada/ irama., (b) Penggunaan kata, mencakup : pilihan kata, pilihan

(3)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 819

ungkapan, variasi kata, dan tata bentukan., (c) Susunan kalimat, mencakup : struktur kalimat dan susunan kalimat. Sedangkan factor non kebahasaan meliputi : (a) Keberanian dan semangat, (b)Kelancaran, (c) Pandangan mata, (d) Gerak-gerik dan mimik, (e) Keterbukaan, (f) Gagasan, dan (g)Penguasaan topik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif yaitu untuk mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sebagaimana secara alami, melalui

pengumpulan data dan latar belakang alami. Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian tindakan ini, peneliti atau guru sudah melakukan sesuatu. Arah dan tujuan penelitian tindakan yang

dilakukan oleh guru sudah jelas, yaitu demi kepentingan peserta didik dalam

memperoleh hasil belajar yang memuaskan (Arikunto, 2008: 2).

Penelitian dilaksanakan dalam siklus tindakan. Tahapan dalam setiap siklus terdiri dari, rencana tindakan, pelaksanaan

tindakan, observasi, dan refleksi. Namun sebelum tindakan dilakukan peneliti

mengadakan observasi awal dan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia untuk

mengetahui permasalahan dan kondisi selama kegiatan belajar mengajar. Subyek penelitian ini terdari dari 40 siswa kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Data penelitian ini berupa pernyataan, perilaku guru dan siswa dan skor kemampuan berbicara siswa kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka peneliti

menggunakan metode observasi,

wawancara, catatan lapangan, angket dan tes. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini memerlukan adanya peneliti, lembar aktivitas siswa, soal turnamen, lembar observasi keaktivan berbicara siswa, tes, dan lembar wawancara. Analisa data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Analisis data ini dilakukan dengan teknik reduksi data, paparan data, dan penyimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam II siklus. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam sebuah cerpen siswa kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan. Sesuai dengan focus penelitian tersebut, maka hasil penelitian sebagai berikut.

Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pembelajaran siklus I dilaksanakan melalui tahapan-tahapan, tahap pertama penyusunan perencanaan, antara lain menyusun rencana pelaksanaan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Aktivitas Siswa (LAS), dan soal turnamen. Tahap kedua, yaitu pelaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan metode TGT (Teams-Games-Tournaments) dalam kegiatan berbicara Metode TGT terdiri dari empat tahap, (a) mengajar, (b) Belajar kelompok, (c) Game dan turnamen, dan (d) penghargaan. Tahap ketiga evaluasi atau hasil penilaian, yaitu menilai kemajuan belajar dan kemampuan siswa dalam berbicara. Tahap keempat yaitu refleksi, untuk mengetahui ketuntasan belajar dan kelemahan belajar siswa dalam berbicara. Penerapan Model TGT

Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama berlangsung selama 4 X

(4)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 820

40 menit, yaitu pukul 06.30-09.30 WIB. Materi pertama yang disampaikan pada pembelajaran berbicara, yaitu teknik atau tahapan dalam kegiatan berbicara yaitu dengan menggunakan model TGT. Indikator yang harus dicapai siswa adalah : 1)

menceritakan isi cerita pendek, (2)

mengungkapkan hal-hal yang menarik atau mengesankan dari karya tersebut, (3) mengungkapkan unsur-unsur instrinsik dalam cerpen dan (4) mengungkapkan nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen.

Pembelajaran berbicara sebagai upaya meningkatkan kemampuan berbicara siswa di kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan- Pasuruan menggunakan model TGT terdiri dari empat tahapan. Adapun tahapan tersebut adalah:

a. Mengajar

Sebelum pelaksanaan pembelajaran, guru menyampaikan semua tujuan pelajaran terkait dengan materi yang akan diberikan. Guru mengingatkan kembali materi

pelajaran minggu yang lalu dan memberikan sedikit penjelasan tentang cerpen. Di awal siklus I, keaktifan dan sikap siswa pada pelaksanaan proses belajar mengajar mulai ada peningkatan dari pembelajaran sebelum menerapkan pembelajaran Bahasa Indonesia model TGT. Berdasarkan hal tersebut, guru masih memegang peran penting dalam proses pembelajaran atau dengan kata lain guru sebagai fasilitator. Untuk itu dalam sikap pembelajaran harus terjadi interaksi antara guru-siswa dan antar siswa. Interaksi antara guru dengan siswa dan antar siswa terjadi melalui proses tanya jawab yang dilaksanakan pada saat mengajar.

Pada saat guru memberikan motivasi belajar kepada siswa, siswa sudah mulai tertarik dan termotivasi untuk mempelajari materi yang disampaikan oleh guru. Pada saat guru mengeksplorasi kemampuan siswa, siswa sudah mulai aktif dalam

menjawab pertanyaan guru walaupun masih ditunjuk oleh guru.

b. Belajar Kelompok (Teams) Pada kegiatan berikut ini, guru membagi siswa menjadi beberapa

kelompok. Kelompok ini dibentuk oleh guru Bahasa Indonesia. Siswa langsung

dikelompokkan berdasarkan kemampuan akademik yang heterogen. Selanjutnya diberikan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) pada masing-masing kelompok.

Pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan akademik heterogen diperoleh dari observasi awal yaitu siswa secara bergiliran maju kedepan untuk menceritakan kejadian yang mengesankan dalam hidupnya dengan waktu 5-10 menit per siswa. Hasil dari observasi awal dapat dilihat pada lampiran.

Dalam tahapan ini siswa diharapkan untuk saling membantu dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang terdapat dalam Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Guru meminta siswa untuk mengerjakan LAS dengan teman sekelompoknya.. Pada awalnya siswa masih belum memahami secara utuh dan kelas kurang terkondisi karena sebagian siswa tidak cocok dengan teman sekelompoknya, hal ini tergambar sesuai dengan cuplikan berikut ini : Guru : bisa tidak kalian bekerja sama

dengan teman sekelompok kalian untuk menerjakan soal yang telah Bapak berikan!

Siswa : Iya, Pak.. (serentak siswa menjawab)

Guru : kalau begitu silakan kalian

menerjakan soal yang telah Bapak berikan. Bapak harap kalian bisa bekerja sama.

Keadaan kelas selama diskusi berlangsung cenderung gaduh dan ramai, hal ini disebabkan karena tidak adanya motivasi pada diri siswa untuk serius dalam

(5)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 821

Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Pada dasarnya harapan yang diinginkan adalah siswa aktif dalam mengajukan pertanyaan dan mengemukakan jawaban atau pendapat berdasarkan pada isi materi dan soal-soal yang terdapat dalam Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Setelah itu diadakan diskusi kelompok, dilanjutkan dengan diskusi kelas yang terdiri dari dari kelompok penyaji, kelompok pembanding dan kelompok moderator.

c. Games dan Tournaments

Pada tahapan games dan turnamen, siswa terlihat bingung ketika guru membagi kelompok lagi pada meja turnamen yang berdasarkan dengan kemampuan akademik homogen yang dapat dilihat pada lampiran 11 karena hal ini merupakan pembelajaran yang baru bagi siswa. Hal ini digambarkan pada kutipan berikut :

Siswa : Pak, kenapa dibagi kelompok lagi? Guru : ya, pada kegiatan ini kalian dibagi

lagi dengan kelompok yang berbeda.

Siswa : kenapa, pak?

Siswa : Pak, kenapa dibagi kelompok lagi? Guru :.ya,.bapak ingin mengetahui

kemampuan kalian berdasarkan kemampuan homogen.

Siswa : oh…begitu pak.

Pada setiap meja turnamen terdapat kartu nomor soal dan kumpulan soal. Pada saat turnamen banyak terdapat meja

turnamen sesuai dengan kemampuan akademik homogen. Setiap siswa bergiliran mengambil nomor soal dan dibacakan dengan keras oleh guru, siswa yang mengetahui jawabannya langsung mengacungkan tangan untuk menjawab. Apabila jawaban yang dikemukakan salah maka teman yang lainnya bergiliran untuk

menjawabnya. Tapi hanya ada tiga kali menjawab apabila lebih dari tiga kali maka soal tersebut dianggap gugur.

Pada pelaksanaan turnamen banyak mengalami kendala, karena masih banyak siswa yang belum paham tentang aturan permainannya dan masih asing bagi siswa sehingga dalam pelaksanaan turnamen cenderung gaduh dan ramai. Pada saat turnamen, meja turnamen yang terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah

cenderung untuk menjawab soal hanya menebak-nebak saja. Beda halnya dengan siswa berkemampuan akademik tinggi. d. Penghargaan

Pada akhir turnamen, masing-masing tim akan mendapatkan penghargaan dan julukan yang pantas bagi tim mereka berdasarkan skor yang di dapat. Adanya penghargaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dapat memotivasi siswa untuk lebih serius lagi dalam mengikuti proses belajar mengajar. Hal ini dikarenakan siswa ingin mendapatkan hasil yang lebih baik, sehingga para siswa berkompetensi untuk mendapatkan nilai yang paling tinggi. Penghargaan ini diberikan untuk tim yang mendapat nilai paling tinggi pada saat turnamen. Penghargaan itu diberikan dengan tingkatan juara I, juara II, dan juara III.

Pada siklus I, kelompok yang mendapat juara I yaitu kelompok V dengan nilai total 86, juara II jatuh pada kelompok VI dengan total nilai 72, dan juara III jatuh pada kelompok IX dengan total 58.

penghargaan yang diberikan pada setiap kelompok bisa berubah jika kelompok tersebut tidak mampu mempertahankannya

Setelah proses pembelajaran selesai, dilaksanakan evaluasi. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui pemahaman terhadap materi yang telah dipelajari secara

(6)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 822 Tabel 1 : Hasil Penilaian Berbicara pada Siklus I

No. Nama Aspek-Aspek yang Dinilai Jumlah

skor % Kualifikasi 1 2 3 4 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37 38. 39. 40. AMA AYA AY AH AI DLA DGI DI DA DF EK EA EP ED ES FH FJ F HA KJ KH LMI LH LR MAF MH MI NNL NK PSP PEY RIL RS RSU RRI RH SNI S UH VR 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 10 10 9 7 12 11 10 9 10 11 9 10 11 9 9 9 11 7 11 11 11 9 11 9 10 11 9 11 7 12 9 10 9 12 10 9 10 11 10 9 62.5 62.5 56.25 43.75 75 68.75 62.5 56.25 62.5 68.75 56.25 62.5 68.75 56.25 56.25 56.25 68.75 43.75 68.75 68.75 68.75 56.25 68.75 56.25 62.5 68.75 56.25 68.75 43.75 75 56.25 62.5 56.25 75 62.5 56.25 62.5 68.75 62.5 56.25 Kurang Kurang Kurang Kurang Sedang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Sedang Kurang Kurang Kurang Sedang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang

(7)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 823

Jumlas Skor 197 99 71 108 395 61.72 Kurang

Rata-rata 2.67 2.47 1.77 2.7

Presentase 66.87 61.87 44.37 67.5

Kualifikasi K K K K

Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 13 November 2008 dengan waktu 4 X 40 menit. Pada pembelajaran siklus II ini, terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan sebagaimana pada pembelajaran siklus I, yaitu pertama, perencanaan pembelajaran dengan memperbaiki

kekurangan-kekurangan pada perencanaan pembelajaran siklus I terkait dengan meteri yang

disampaikan. Kedua, pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan

beberapa tahapan sesuai dengan model TGT.

Ketiga, evaluasi atau penilaian dan refleksi.

Dengan model TGT yang diterapkan di kelas X-B SMA Ma’arif Pandan-Pasuruan, siswa sangat senang dan semangat untuk mengikuti pembelajaran berbicara. Adapun tabel di bawah ini, menunjukkan hasil pembelajaran berbicara siklus II

Tabel 2 : Hasil Penilaian Berbicara pada Siklus II

No. Nama Aspek-Aspek yang Dinilai Jumlah

skor % Kualifikasi 1 2 3 4 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. AMA AYA AY AH AI DLA DGI DI DA DF EK EA EP ED ES FH FJ F HA KJ KH LMI LH 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 12 14 12 13 15 14 13 12 12 14 `12 13 15 12 13 12 13 12 13 12 14 12 12 75 87.5 75 81.25 93.75 87.5 81.25 75 75 87.5 75 81.25 93.75 75 81.25 75 81.25 75 81.25 75 87.5 75 75 Sedang Baik Sedang Baik Sangat baik Baik Baik Sedang Sedang Baik Sedang Baik Sangat baik Sedang Baik Sedang Baik Sedang Baik Sedang Baik Sedang Sedang

(8)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 824 24. 25 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37 38. 39. 40. LR MAF MH MI NNL NK PSP PEY RIL RS RSU RRI RH SNI S UH VR 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 12 14 12 12 14 12 14 12 12 12 15 12 12 12 14 12 13 75 87.5 75 75 87.5 75 87.5 75 75 75 93.75 75 75 75 87.5 68.75 81.25 Sedang Baik Sedang Sedang Baik Sedang Baik Sedang Sedang Sedang Sangat baik Sedang Kurang Sedang Baik Sedang Baik

Jumlah Skor 137 121 101 150 512 80 Baik

Rata-rata 3.42 3.02 2.5 3.75

Presentase 85.62 75.62 62.5 93.75

Kualifikasi B S K SB

Keterangan:

x Skor per aspek maksimal 3, minimal 0. x Aspek-aspek yang dinilai meliputi :

1 : Lafal dan intonasi dan kenyaringan suara

2 : Penguasaan isi mencakup : kelancaran, keterbukaan, gagasan, dan penguasaan topik. 3 : Faktor kebahasaan mencakup : penggunaan kata dan susunan kalimat.

4 : Faktor Nonkebahasaan mencakup : Keberanian semangat, pandangan mata, gerak-gerik dan mimik Lafal dan intonasi

x Penentuan Skor = Jumlah skor yang diperoleh x 100 % = ...

Jumlah skor seluruhnya

x Kriteria ketuntasan belajar siswa adalah:

- Ketuntasan individu, apabila siswa telah mencapai nilai 75 dari nilai maksimal 100. - Ketuntasan klasikal (kelas), apabila terdapat minimal 75 % jumlah siswa di kelas

yang telah mencapai ketuntasan belajar.

TEORI

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, pembelajaran dengan menggunakan model TGT dapat

meningkatkan kemampuan berbicara siswa, hal itu dapat dilihat dalam presentase keberhasilan siswa siswa secara individu. Pada siklus I diperoleh secara keseluruhan

presentase 61.72 % dengan kualifikasi kurang sedangkan pada siklus II diperoleh secara keseluruhan presentase 80 % kemampuan siswa dalam berbicara siswa dengan kualifikasi sangat baik.

Persentase kemampuan siswa dalam aspek lafal intonasi dan kenyaringan suara setelah dilakukan siklus I meningkat dengan

(9)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 825

kualifikasi kurang dengan presentase 66.87 %. Hal ini karenakan siswa tidak merasa malu lagi untuk maju ke depan dan mulai berani mengungkapkan jawabannya. Setelah dilakukan siklus II, presentase kemampuan siswa dalam aspek lafal dan intonasi meningkat dengan kualifikasi baik yaitu 83.12 %. Hal ini dikarenakan siswa sudah terbiasa mengungkapkan pendapatnya, siswa sudah mulai senang dengan model yang pembelajaran yang baru sehingga suasana kelas menjadi tenang dan proses

pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Jumlah siswa yang memiliki kemampuan berbicara dalam aspek penguasaan isi meningkat setelah dilaksanakan siklus I dengan kualifikasi kurang dengan presentase 61.87 %, setelah dilaksanakan siklus II meningkat dengan kualifikasi sedang dengan presentase 71.25 %. Peningkatan ini mencakup kelancaran siswa dalam berbicara, siswa sudah mulai menguasai materi yang telah diberikan sehingga mereka lancar mengungkapkan apa yang telah mereka kerjakan. Gagasan yang dimiliki oleh siswa sudah meningkat, hal ini dikarenakan siswa sudah memahami materi sehingga daya nalar siswa baik. Peningkatan penguasaan topik ini terjadi karena siswa mulai serius dalam belajar, bahkan siswa yang belum mengerti tidak segan-segan untuk bertanya kepada guru atau temannya yang sudah mengerti.

Jumlah siswa yang memiliki kemampuan berbicara dalam aspek faktor kebahasaan meningkat setelah dilaksanakan siklus I dengan kualifikasi kurang dengan presentase 44.37 %, setelah dilaksanakan siklus II meningkat dengan kualifikasi kurang dengan presentase 61.87 %. Peningkatan kemampuan berbicara dalam aspek kebahasaan ini mencakup penggunaan kata dan susunan kalimat. Siswa sudah mampu memilih kata-kata dengan baik bahkan siswa sudah mampu merangkai kata-kata dengan baik sehingga susunan kalimat

yang diucapkan pada saat berbicara sudah baik.

Jumlah siswa yang memiliki kemampuan berbicara dalam aspek faktor nonkebahasaan meningkat setelah

dilaksanakan siklus I dengan kualifikasi kurang dengan presentase 67.5 %, setelah dilaksanakan siklus II meningkat dengan kualifikasi sangat baik dengan presentase 93.75 %. Peningkatan kemampuan berbicara mencakup berani dan bersemangat,

pandangan mata, gerak-gerik dan mimik. Siswa sudah Mulai berani ntuk

mengungkapkan pendapat atau jawabannya tanpa ditunjuk oleh guru. Di samping itu, siswa juga mempunyai rasa tanggung jawab atas apa yang telah mereka kerjakan.

Bahkan pandangan mata siswa terfokus. Gerak-gerik yang selaras dengan apa yang diucapkan, sehingga menunjang apa yang sedang dibicarakan oleh siswa.

Dalam kegiatan berbicara ini, melibatkan aktivitas kognitif, aktivitas afektif, dan aktivitas psikomotor. Aspek kognitif melibatkan siswa dalam berfikir melibatkan siswa ke dalam proses berfikir seperti mengingat, memahami,

menganalisis, menghubungkan, memecahkan masalah. Aspek kognitif menuntut aktivitas intelektual sederhana ke yang menuntut kerja intelektual tinggi, dalam hal ini siswa memahami bacaan secara tepat dan kritis, atau berupa

kemampuan berbicara.. Pada siklus I untuk aspek kognitif, siswa sudah mampu

menjawab pertayaan-pertanyaan dengan tepat hal ini dikarenakan siswa belum memahami pertanyaan dan sebagian siswa masih ramai sehingga hasil dalam

kemampuan berbicara kurang maksimal, bahkan guru harus menunjuk siswa untuk pertanyaan. Untuk mengatasi kekurang tersebut guru memberikan arahan dan bimbingan kepada siswa yang kurang paham. Pada siklus II, siswa sudah mampu memahami pertanyaan sehingga

(10)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 826

memperoleh hasil yang maksimal, kegiatan guru hanya memantau kegiatan siswa, guru tidak lagi harus menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan.

Aspek afektif berhubungan dengan sikap dan kemauan siswa untuk berbicara, antara lain menyangkut perubahan sikap atau pandangan siswa terhadap kegiatan berbicara. Pada siklus I, sebagian siswa merasa takut apabila disuruh maju ke depan tetapi dengan arahan dan bimbingan siswa akhirnya mau maju ke depan untuk

berbicara. Pada siklus II, dengan arahan dan bimbingan guru siswa begitu antusias untuk berbicara bahkan siswa tidak takut lagi untuk berbicara.

Aspek psikomotor berupa aktivitas fisik siswa sewaktu berbicara, penilaian yang berkaitan dengan aspek psikomotor dilakukan dengan mencermati aktivitas siswa ketika berbicara. Dalam aspek

psikomotor yaitu mengamati kegiatan siswa sewaktu berbicara. Pada siklus I, siswa masih takut untuk mengemukakan

jawabannya, tetapi dengan adanya motivasi yang diberikan oleh guru akhirnya siswa tersebut mau untuk mengungkapkan jawabannya Pada siklus II, siswa sudah berani mengungkapkan jawabannya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut:

a. Tahap perencanaan pembelajaran ada beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu: a). Penyusunan rancangan pembelajaran kegiatan yang dilakukan adalah: 1. menentukan standar kompetensi, 2. menentukan kompetensi dasar, 3. menentukan indikator, 4. menentukan materi pokok pembelajaran, 5. menentukan sumber pembelajaran, 6. menentukan strategi pembelajaran. b) Penyusunan

lembar aktivitas siswa. lembar kerja siswa berupa soal-soal tugas yang diberikan kepada setiap individu pada saat pelaksanaan pembelajaran berbicara berlangsung, c). penyusunan soal turnamen yang diberikan pada saat game dan

turnamen berlangsung.

b. Tahap Pelaksanaan pembelajaran terdiri dari 2 siklus. Masing-masing siklus dengan menggunakan pembelajaran model TGT menggunakan 4 tahapan yaitu, mengajar, belajar kelompok, game-turnamen dan penghargaan. c. Tahap Evaluasi pembelajaran

dilaksanakan dalam bentuk evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilaksanakan dengan teknik pengamatan, yakni pengamatan terhadap kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung, teknik penugasan, dan tanya jawab. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pembelajaran berbicara dengan menerapkan model TGT memberikan motivasi yang baik bagi siswa. Di samping itu, siswa

menyukai pembelajaran berbicara, siswa lebih kreatif, aktif, senang, dan berani untuk mengemukakan pendapat atau bertanya.. Evaluasi hasil dilaksanakan dengan teknik tes.

d. Pembelajaran dengan menggunakan model TGT dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa, hal itu dapat dilihat dalam presentase keberhasilan siswa siswa secara individu. persentase ketuntasan siswa sebelum tindakan 59.37 %, siklus I persentase 61.72 %, siklus II persentase 80%.

(11)

Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011 | 827

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara

Arsjad, Maidar. 1998. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga

Dinas Pendidikan Nasional Direktur Jendral Pendidikan Menengah Atas. 2006. Kurikulum SM 2004. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Djamarah, Syaiful. B. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Nurhadi, 2004. Pembelajaran Kontekstual. Malang: Universitas Negeri Malang. Moleong, Lexy. J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Purwanto, Ngalim. M. 2007. Psikolgi pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sudjana. 1989. Cara Blajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Suryabrata, Sumadi. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali. Tarigan, Guntur. 1988. Berbicara. Bandung: Angkasa.

Tim Dosen. 1988. Pengantar Dassar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Tim Penyusun Kamus Pusat bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gambar

Tabel 2 :  Hasil Penilaian Berbicara pada Siklus II  No.  Nama  Aspek-Aspek yang Dinilai  Jumlah

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) sebagian besar alumni (88%) telah diangkat sebagai guru PAUD pada yayasan swasta dan sebagian lainnya (12%) diangkat sebagai guru

Fungsi : Untuk menyimpan larutan asam sulfat untuk kebutuhan 10 hari Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas datar dan tutup ellipsoidal Bahan : Carbon steel, SA –

Pemberian itu adakalanya sebentuk cincin emas sebagai pengikat tanda tunangan (mahar), dan juga uang dalam jumlah tertentu untuk calon pasangannya mempersiapkan diri

Perlu diadakan lagi sosialisasi dan pelatihan lanjutan yang serupa untuk para guru dan orangtua, sehingga terbentuk pemikiran para peserta tentang deteksi dini dan

Penelitian ini adalah penelitian untuk mengetahui pengaruh satu atau lebih variabel bebas ( independent variable ) terhadap variabel terikat ( dependent variable )

「民主主義の失敗」と若者世代の対応 : 持続可能なガバナンスのために 大山, 耕輔Oyama, Kosuke 慶應義塾大学法学部 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya: (1) biaya, penerimaan, pendapatan usaha agroindustri keripik pisang yang diusahakan perusahaan Sari Rasa di Desa

Secara umum, dari hasil IRF dapat disimpulkan juga bahwa respon variabel ROA terhadap guncangan variabel pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah dan non performing