• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Barnard, 1992 : 27).

Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya secara ideal, taraf intensitas dapat dinyatakan dengan ukuran yang agak pasti.

Menurut Cambel J.P, pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989 : 121).

Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua

(2)

tugas-tugas pokoknya atau untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989 : 47).

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Efektivitas (berjenis kata benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Dimana Efektif adalah :

1. Ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); 2. Manjur atau mujarab (seperti obat);

3. Dapat membawa hasil; berhasil guna (seperti usaha, tindakan);

4. Mulai berlaku (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga tahun 2003 : 284).

Selain itu, adapun pendapat para ahli lainnya tentang pengertian efektivitas ini di antaranya sebagai berikut :

1. Hodge (1984:299), efektivitas sebagai ukuran suksesnya organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.

2. Sondang P. Siagian (2001 : 24), efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya.

3. Richard M. Steers, (1985 : 46), efektivitas adalah sejauh mana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasaran. Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan jumlah penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Singkatnya

(3)

efektivitas memiliik arti yang berbeda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakai.

Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas tersebut, maka tidaklah mengherankan jika sekian banyak pendapat mengalami pertentangan sehubungan dengan cara meningkatkannya, cara mengatur dan bahkan cara menentukan indikator dari efektivitas.

Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat penulis simpulkan pengertian efektivitas yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya secara maksimal. Lebih jelasnya, apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka dapat dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan atau sasaran tersebut tidak dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktivitas tersebut dapat dikatakan tidak efektif.

2.2. Pengertian Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial terdiri dari dua kata, yaitu pelayanan dan sosial pelayanan berarti usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik materi dan non materi, agar orang itu dapat mengatasi masalahnya sendiri. Dapat disimpulkan dari batasan tersebut bahwa pelayanan bukan hanya pemberian bantuan berupa uang, makanan, sandang, perumahan, dan lain-lain yang bersifat materi melainka n juga bersifar non materi seperti bimbingan. Sedangkan sosial berarti kawan, yaitu : 1) suatu badan umum kearah kehidupan bersama manusia dan masyarakat, 2) suatu petunjuk kearah usaha-usaha menolong orang miskin dan sengsara (Soetarso, 1977 : 78).

(4)

arti luas dan sempit, yaitu :

1. Pelayanan dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, dan sebagainya.

2. Pelayanan dalam arti sempit adalah pelayanan sosial yang mencakup pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak-anak cacat, anak-anak terlantar, keluarga miskin, tuna susila, dan sebagainya.

Konsepsi mengenai pelayanan sosial memiliki arti yang luas dan bergantung kepada bagaimana konsep pelayanan sosial tersebut dipandang dari berbagai aspek, yakni pelayanan sosial bukan hanya sebagai usaha memulihkan, memelihara, dan meningkatkan kemampuan berfungsi sosial individu dan keluarga melainkan juga sebagai usaha untuk menjamin berfungsinya kolektivitas seperti kelompok-kelompok sosial, organisasi-organisasi serta masyarakat (Romanyshyn, dalam M. Fadhil Nurdin, 1989 : 50).

Motif utama dalam pelayanan sosial adalah masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk membantu masyarakat yang lebih lemah dan kurang beruntung serta memberikan perlindungan dengan pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin dipenuhi oleh mereka sendiri secara perorangan. Motif inilah yang kemudian mendorong terbentuknya lembaga-lembaga pelayanan sosial seperti Yayasan yang berusaha membantu, menghibur dan memberikan kepada kliennya dengan berbagai aktivitas kegiatannya.

2.2.1. Klasifikasi Pelayanan Sosial

(5)

membantu tercapainya penyesuaian timbal balik antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya.

Klasifikasi pelayanan sosial dikemukakan oleh Alfred J. Khan dengan berdasarkan pada fungsinya sebagai berikut, yaitu :

1. Pelayanan sosial untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan. Tujuan kegiatan ini adalah sosialisasi, menanamkan pemahaman akan tujuan dan motivasi, serta meningkatkan mutu perkembangan kepribadian.

2. Pelayanan sosial untuk tujuan penyembuhan, pemberian bantuan, rehabilitasi dan perlindungan sosial. Pelayanan ini dapat berupa bantuan singkat, intensif dan pribadi sifatnya dengan program-program perbaikan situasi lingkungan sosial, antar orang atau unsur-unsur kepribadiannya juga termasuk pemulihan kemampuan pelaksanaan peranan-peranan sosial individu.

3. Pelayanan sosial untuk membantu orang menjangkau dan menggunakan pelayanan sosial yang sudah ada dan pemberian informasi dan nasihat. Pelayanan sosial yang disusun dengan baik dan disampaikan dengan efektif akan dapat memenuhi kebutuhan dan bahkan menciptakan kepuasan.

2.2.2. Program-program pelayanan sosial

Program-program pelayanan sosial merupakan bagian dari intervensi kesejahteraan sosial. Pelayanan-pelayanan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau intervensi kasus yang dilaksanakan secara diindividualisasi, langsung dan terorganisasi, yang bertujuan membantu individu, kelompok dan lingkungan sosial dalam upaya mencapai saling penyesuaian.

(6)

Bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan akses : mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah, nasehat dan partisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai atau menggunakan layanan yang tersedia.

2. Pelayanan terapi : mencakup pertolongan dan terapi atau rehabilitasi, termasuk di dalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya pelayanan yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial mendidik dan sekolah, perawatan bagi orang-orang jompo dan lanjut usia.

3. Pelayanan sosialisasi dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi pemuda dan masyarakat yang dipusatkan atau community centre (Nurdin, 1989 : 50).

2.2.3. Standart pelayanan sosial

Kata “standart” yang digunakan disini dapat berarti : a. Suatu norma bagi pelayanan sosial.

b. Suatu bentuk norma atau peraturan tertentu yang sengaja disusun untuk digunakan sebagai pedoman.

Adapun jenis standart pelayanan sosial itu adalah : 1. Standart Minimum

Standart ini digunakan apabila pemerintah menginginkan penentuan persyaratan wajib untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu

(7)

pelayanan sosial. Badan-badan sosial didorong untuk melampaui standart minimum tersebut.

2. Standart Maksimum

Standart ini merupakan sasaran pencapaian mutu pelayanan tertinggi yang ditentukan oleh pemerintah selama jangka waktu tertentu. Standart maksimum ini dapat digunakan dalam perencanaan kesejahteraan sosial jangka panjang.

3. Standart Realistis

Standart ini lebih banyak berfungsi sebagai pedoman dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan memaksa. Tujuan utama standart ini adalah mendorong badan-badan sosial untuk meningkatkan pelayanannya.

Pelayanan sosial secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yang saling menunjang dan saling melengkapi yaitu pelayanan yang melalui panti dan pelayanan di luar panti. Keduanya harus tercakup dalam standart yang berisikan :

1. Bangunan dan fasilitas lingkungannya

Bangunan dan fasilitas lingkungan merupakan objek yang secara langsung digunakan untuk menampung atau menyembuhkan penerima pelayanan. Biasanya luas panti untuk satu orang klien digunakan sebagai standart luas bangunan. Verifikasi, tata lampu, peralatan kesehatan, dan keselamatan merupakan hal-hal yang dimaksudkan dalam jenis-jenis bangunan yang akan dibangun.

2. Peralatan

(8)

digunakan baik secara perorangan maupun secara bersama-sama. 3. Pelayanan Operasional

Mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Makanan (kalori, mutu, jenis menu, fasilitas dapur, perabotan pecah belah dan lain-lain)

b. Pakaian (jumlah fasilitas cucian, frekuensi pergantian) c. Kesehatan dan kebersihan

d. Rekreasi dan kegiatan-kegiatan pengisian waktu luang 4. Pelayanan Profesional

Mencakup hal-hal sebagai berikut :

Asuhan (jumlah dan tugas-tugas pengasuh)

a. Pekerja sosial dan pelayanan profesional lain yang terkait (jumlah dan tugas-tugas pekerja sosial, psikolog, psikiater, perawat, penyuluh dan sebagainya).

b. Pelayanan Pendidikan c. Latihan Kerja

d. Pelayanan Bimbingan Lanjut 5. Tenaga

Standart ini mencakup kualifikasi petugas, seleksi dan peremajaan, kondisi kerja, perawatan kesehatan, dan jaminan-jaminan lainnya.

6. Administrasi

Mencakup supervisi, latihan dan pengembangan petugas, pencatatan tugas- tugas profesional maupun pelayanan rutin, ketatausahaan keuangan, peraturan-peraturan intern, hubungan dengan masyarakat dan sebagainya.

(9)

2.3. Pengertian Penyandang Tuna Daksa

Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1997, Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari :

a. Penyandang cacat fisik b. Penyandang cacat mental

c. Penyandang cacat fisik dan mental

Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan – gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.

Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna.

Dari beberapa defenisi tentang pengertian penyandang tuna daksa tersebut maka dapat disimpulkan bahwa individu yang mengalami kelainan tubuh baik berupa kelainan bentuk, tidak sempurnanya organ tubuh, tidak lengkapnya fungsi tulang, otot dan persendian, sangat memerlukan adanya pelayanan sosial yang memberikan pelayanan secara khusus, seperti Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), atau lembaga rehabilitasi sosial lainnya.

(10)

2.3.1. Faktor Penyebab Ketunadaksaan

Menurut Herman Sukarman, penyebab timbulnya ketunaan atau kecacatan tubuh dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

1. Penyakit. Misalnya polio, rematik, catitis, dan lepra. Sebab dengan Kemajuan ilmu kedokteran orang yang menderita penyakit tertentu dapat diselamatkan jiwanya, tetapi meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan, misalnya polio, TBC tulang, TBC sendi. Kecelakaan yang dapat menyebabkan cacat antara lain, kecelakaan lalu-lintas, jatuh dari pohon, tertimpa bencana rumah roboh. Kecelakaan l alu-lintas berupa jatuh dari kendaraan, tertabrak, tergilas kereta api. Sedangkan kecelakaan jatuh dari pohon dapat berupa terlepas dari panjatan karena cabang yang dipanjat patah dan pohon yang dipanjat roboh.

2. Kecelakaan dalam pekerjaan atau perusahaan. Apabila bekerja di suatu pabrik atau perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta tentu berhadapan dengan mesin-mesin, dalam menjalankan mesin-mesin ada hal si pekerja tersebut mengalami suatu kelengahan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin tersebut dapat seperti anggota tubuhnya tergilas oleh mesin yang menyebabkan anggota tubuhnya putus dan harus diamputasi.

3. Peperangan. Ini juga merupakan bencana yang tidak menimbulkan keuntungan bagi semua pihak, bagi mereka yang menang juga mengalami pengorbanan yang besar dan yang kalah pun mengalami pengorbanan yang lebih banyak. Pengorbanan itu meliputi : harta benda, nyawa dan ada pula pejuang yang masih hidup namun mengalami kecacatan akibat

(11)

dari peperangan, banyak para pejuang bahkan rakyat kecil pun yang mengalami kecacatan. Cacat karena perang ini seperti kaki dan lengannya dipotong (amputasi), lumpuh, dan ketidakberfungsian sebagian tubuh.

4. Cacat sejak lahir. Majunya ilmu pengetahuan dan majunya teknologi modern atau kebudayaan yang menganut faham kebebasan yang sedikit banyak akan mempengaruhi bahkan mengubah kebudayaan dan tingkahlaku pergaulan masyarakat kita. Akses dari masuknya pengetahuan dan teknologi modern tersebut secara tidak langsung dapat menimbulkan kecacatan tubuh, misalnya mengkonsumsi obat-obatan yang mengakibatkan anak keturunannya lahir cacat. Cacat sejak lahir dapat dibedakan menjadi dua :

a. Cacat bawaan lahir, artinya begitu lahir cacat (anggota badannya tidak lengkap).

b. Anak lahir dalam keadaan normal/sempurna tetapi pertumbuhannya mengalami kelainan (cacat).

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, berikut ini ada beberapa penggolongan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sebagai berikut :

1. Penggolongan penyandang tuna daksa yang dikemukakan oleh Soerojo dan Hadi Sutomo sebagai berikut :

a. Amputasi (putus kaki dan putus lengan)

b. Cacat tulang, persendian tungkai, persendian lengan. c. Cacat tulang punggung

(12)

2. Penggolongan penyandang tuna daksa berdasarkan atas tujuan untuk memberikan pertolongan rehabilitasi, terutama untuk penempatan tenaga penyandang tuna daksa dalam menunjang kehidupannya :

a. Penyandang tuna daksa yang hanya memerlukan pertolongan dalam penempatan kerja pada pekerjaan yang sesuai. b. Penyandang tuna daksa yang karena kecacatannya memerlukan latihan kerja (vocational training) untuk ditempatkan dijabatan yang bisa dilakukan.

c. Penyandang tuna daksa yang setelah diberikan pertolongan rehabilitasi dan latihan-latihan dapat dipekerjakan dengan perlindungan.

Penyandang tuna daksa yang sedemikian cacatnya akan terus-menerus memerlukan perawatan dan tidak produktif (Sudjadi dan Wardoyo, 2005 : 72-74). 2.3.2. Hak dan Kewajiban Penyandang Tuna Daksa

Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1997, menyebutkan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh :

1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.

2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya.

4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.

(13)

6. Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosial, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Selain memiliki hak, para penyandang cacat juga memiliki kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.4. Kerangka Pemikiran

Masalah penyandang cacat merupakan salah satu masalah sosial yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus baik dari pemerintah, maupun masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan dan hak yang sama yaitu untuk dapat hidup sejahtera dan dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik, demikian halnya dengan penyandang cacat sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1997.

Namun di dalam kehidupan nyata seringkali kita melihat para penyandang cacat mengalami perlakuan yang kurang baik di masyarakat, seperti : perlakuan diskriminasi, merendahkan dan menghina para penyandang cacat dengan berbagai alasan, serta masih adanya keengganan masyarakat untuk dapat mengakui keberadaan penyandang tuna daksa.

Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kedudukan, hak, kewajiban, dan peran para penyandang cacat telah dilakukan melalui berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu yang mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas dan angkutan jalan, perkeretaapian, pelayaran, dan penerbangan. Akan tetapi, upaya perlindungan saja belumlah cukup ataupun memadai, dengan pertimbangan bahwa jumlah penyandang cacat akan meningkat pada masa yang

(14)

akan datang, sehingga diperlukan lagi sarana dan upaya lain agar penyandang cacat dapat memperoleh kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, khususnya dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosialnya yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir dan batin.

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya pelayanan yang lebih memadai, terpadu, dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat. Ini merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat itu sendiri. Untuk itu, diharapkan semua unsur tersebut dapat bekerjasama dan berperan aktif dalam mewujudkannya, yang hasilnya diharapkan kelak para penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat.

Salah satu yayasan pembinaan sosial yang ikut terjun langsung dalam hal pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang cacat ini adalah Yayasan Pembinaan Anak Cacat yang berlokasi di Medan. Dimana yayasan ini telah memberikan berbagai program pelayanan rehabilitasi mulai dari assesment, medis, pendidikan, pravokasional, dan rehabilitasi sosial. Proses pelayanan ini merupakan suatu upaya untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat serta mewujudkan kemampuan penyandang cacat untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan di tengah-tengah masyarakat.

(15)

Bagan I

Kerangka Pemikiran Secara Sistematis

Program Pelayanan : a. Layanan assesment

b. Layanan rehabilitasi medis c. Layanan rehabilitasi pendidikan d. Layanan rehabilitasi pravokasional e. Layanan rehabilitasi sosial

Penyandang tuna daksa Yayasan Pembinaan Anak Cacat

( YPAC ) Medan

Perkembangan yang dihasilkan : 1. Memiliki keterampilan

2. Dapat berfungsi sosial dengan baik 3. Mandiri sesuai dengan kemampuannya

(16)

2.5. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.5.1. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1993 : 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Untuk lebih mengetahui pengertian yang jelas mengenai konsep-konsep yang akan diteliti, maka peneliti memberikan batasan konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Efektifitas adalah suatu pencapaian tujuan secara maksimal dengan sarana yang dimiliki melalui program-program tertentu.

2. Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya agar berfungsi sosial dengan baik.

3. Penyandang tuna daksa adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. 4. Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan adalah salah satu yayasan

pembinaan sosial yang ikut terjun langsung dalam hal pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa yang berlokasi di kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Yayasan ini adalah sebuah Yayasan Nir-Laba yang membina anak-anak berkemampuan dan berkebutuhan

(17)

khusus di kawasan Medan dan sekitarnya. 2.5.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1993 : 63).

Untuk melihat variabel-variabel dan indikator-indikator dalam penelitian ini dapat dilihat dari jenis pelayanan yang diberikan, yaitu sebagai berikut :

1. Program pelayanan YPAC Medan yang diukur meliputi :

a. Layanan assesment adalah bertugas memeriksa, memantau dan mengevaluasi anak binaan secara mandiri, berkualitas dan profesional pada saat anak masuk, selama pembinaan dan saat akhir pembinaan.

b. Layanan rehabilitasi medis adalah pemberian pertolongan kedokteran dan bantuan alat-alat anggota tubuh tiruan (protese), serta alat-alat penguat anggota tubuh (brace, spint dan lain-lain). Rehabilitasi ini tidak hanya belajar bergerak atau memperbaiki kondisi koordinasi gerak tubuh saja tapi juga penting untuk mencegah terjadinya komplikasi kesehatan yang lebih jauh dan melatih para penyandang cacat berperan kembali secara maksimal di tengah masyarakat.

c. Layanan rehabilitasi pendidikan adalah bertugas untuk memberikan berbagai pengetahuan dan informasi yang dapat mendorong dan membantu anak binaan untuk dapat meningkatkan wawasannya. Layanan ini dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien, dalam proses pembelajaran.

(18)

d. Layanan rehabilitasi pravokasional adalah layanan yang memberikan latihan dan pengetahuan keterampilan kepada anak-anak binaan yang memiliki bakat dan kemampuan tertentu, seperti : menjahit, melukis, membuat ambal, membuat keset kaki, dan lain-lain.

e. Layanan rehabilitasi sosial adalah layanan rehabilitasi sosial yang akan dikembangkan di pusat rehabilitasi anak (PRA) mencakup : kunjungan rumah, bimbingan dan penyuluhan, layanan pengembangan bakat dan minat, layanan rekreasi dan kreasi, layanan sosialisasi, rehabilitasi dalam keluarga, dan rehabilitasi bersumber masyarakat.

2. Sarana dan Prasarana atau fasilitas yang tersedia : a. Gedung dan bangunan-bangunan

b. Ruang belajar c. Kegiatan olahraga

3. Kesejahteraan dan kemandirian anak binaan, meliputi : a. Memiliki keterampilan

b. Dapat berfungsi sosial dengan baik c. Mandiri sesuai dengan kemampuannya

Referensi

Dokumen terkait

facebook saya dihapus, namun saya berusaha tetap dekat dengan mereka dengan menjadi orang lain sebagai teman mereka di facebook karena saya

Salah satu subsistem agribisnis adalah agroindustri kecap. Kecap merupakan hasil olahan dari gula merah dan kedelai yang banyak digunakan sebagai penyedap makanan

Berdasarkan bulasi silang antara waktu terjadinya kehamilan pada KB suntik 1 dan 3 bulan di BPS “E” diperoleh bahwa dari 17 responden yang mempunyai waktu

8 Ainur rohmah/ 2013/ universitas dian nuswantoro semarang Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode harga pokok pesanan untuk efisiensi biaya produk studi kasus pada

bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Dengan demikian, dua faktor yang memicu terjadi masalah perburuhan tersebut telah berhasil dipecahkan oleh Islam, dengan mengharamkan konsep kebebasan kepemilikan dan

&ak atas in4ormasi pasien ada,ah suatu hak yan+ dimi,iki o,eh pasien tentan+ semua 4akta dan keadaan pasien yan+ te,ah disampaikan dan diketahui dokter atau tena+a kesehatan

kehamilan Usia kehamilan dalam minggu (contoh : Z3A.38 = kehamilan 38 minggu). DAFTAR KODE ICD – 9CM untuk PROSEDUR KASUS OBSTETRI