• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEPUSTAKAAN Ternak Marmot Klasifikasi Ternak Marmot

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KEPUSTAKAAN Ternak Marmot Klasifikasi Ternak Marmot"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Ternak Marmot

2.1.1. Klasifikasi Ternak Marmot

Menurut Storer dan Usinger (1961), Schober (1999), klasifikasi ilmiah marmot adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia Ordo : Rodentia Subordo : Hystricomorpha Family : Caviidae Subfamily : Caviinae Genus : Cavia

Species : Cavia porcellus.

Marmot merupakan spesies yang hidup yang berasal di daerah pegunungan seperti Alpen di Eropa, Rocky, Himalaya, Everest di Asia, Andes, Sierra Nevada, di Amerika, Kilimanjaro, Sinai di Afrika. Hewan tersebut yang domestifikasi sebagai hewan peliharaan, dan Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian biokimia dan kedokteran. Berdasarkan wikipedia (2015), nama Cavia porcellus berasal dari bahasa Latin, Cavia adalah bahasa Latin baru yang diperoleh dari kata

(2)

cabiai, Nama binatang ritual dalam suku Galibi penduduk asli Guyana, Perancis. Cabiai adalah adaptasi dari bahasa Portugis Cavia (Savia) yang diturunkan dari kata tupi sauja yang berarti tikus. Di Indonesia, Tikus belanda sering salah disebut sebagai marmot atau marmut. Sedangkan kata Porcellus yang artinya Little pig atau babi kecil.

Cavia porcellus memiliki mantel (rambut) dapat bervariasi dalam warna, panjang, dan tekstur. Bulu rambut marmot dapat bervariasi dalam warna, panjang, dan tekstur. Beberapa warna yang umum adalah putih, hitam, merah, krem, nila, dan coklat, atau beberapa kombinasi dari warna-warna tersebut. karakter badan pendek gemuk dengan kaki pendek. Hewan dewasa panjangnya antara 200 sampai 500 mm. Marmot tidak memunyai ekor eksternal, memunyai empat jari pada kaki depan dan tiga jari belakang serta memunyai kuku yang tajam pada setiap jarinya (Schober, 1999).

Marmot adalah hewan yang sangat sosial, yang memilih hidup dalam kelompok yang terdiri dari lima sampai sepuluh ekor. Kadang-kadang kelompok-kelompok ini bergabung untuk membentuk satu koloni. Marmot adalah hewan yang menampilkan berbagai suara dengan beberapa tipe vokalisasi yang lantang. Marmot merupakan hewan peliharaan yang baik terutama untuk anak-anak karena tipikalnya tidak menggigit, bahkan ketika ditangani dengan tidak baik (Schober, 1999). Marmot dapat mempelajari jalur kompleks menuju makanan, hewan ini dapat mengingat dengan akurat jalur yang dipelajari untuk jangka waktu berbulan bulan (Wikipedia, 2015).

2.1.2. Morfologi Marmot

Marmot (Cavia porcellus) merupakan bagian dari ordo Rodentia, digolongkan sebagai hewan pengerat yang memakan tumbuh-tumbuhan dan memiliki gigi pemotong seperti pahat yang berguna untuk memotong dan mengerat (Brotowijoyo, 1993). Hewan pengerat ini tidak berekor (rudiment) dan berjari-jari cakar (pentadactyl). Menurut Radiopoetro (1977) yang menyatakan

(3)

bahwa marmot dapat dibedakan menjadi caput, truncus, dan cauda. Caput dihubungkan dengan truncus oleh leher (cervix). Truncus dibagi menjadi thoraks dan abdomen, bagian thoraks terdapat ekstrimitas anterior (kaki depan) dengan empat digiti, sedangkan bagian abdomen terdapat ekstrimitas posterior (kaki belakang) dengan tiga digiti, namun cauda tumbuh rudiment. Rongga badan terdiri atas cavum obdimis yang dindingnya dilapisi pleura dan cavum pericardii yang dindingnya dilapisi pericardium. Antara cavum torachis dan cavum abdominis ada selaput diafragma. Hewan ini memunyai satu incisivus pada tiap bedah rahang, berbentuk padat, dan dapat tumbuh terus, tidak ada dentes canini, serta jumlah dentes premolars dan dentes molars ialah variabel. Lengan bawah dapat berpronasi dan bersupinasi (Radiopoetro, 1977).

Tubuh mamalia berbentuk bilateral simetri dengan tulang berbeda. Rahangnya terdapat gigi yang bentuk dan besarnya tiap individu berbeda. Kaki teradaptasi untuk berjalan, memanjat dan menggali tanah, serta berenang. Marmut mempunyai jantung yang terdiri dari empat ruang dengan sekat yang sempurna, lengkung aorta hanya terdapat pada sebelah kiri saja. Ukuran paru-paru sedikit besar, kompak dan kenyal yang terdapat pada rongga dada (Djuhanda, 1982). Marmot memiliki lambung yang bagian caecum-nya berkembang lebih baik dari semua mamalia yang ada dalam satu spesies, jumlahnya kira-kira mencapai tiga ribu jenis (Jasin, 1989). Marmot memiliki jantung empat-ruang, yakni dua atrium dan dua ventrikel dengan sekat pemisah yang sudah sempurna. Paru-paru hewan ini terdiri dari tujuh lobi. Hewan ini memiliki diafragma yang merupakan pembatas rongga dada dan perut (Kimball, 1991).

Marmot memiliki tubuh pendek gemuk dengan kaki pendek, kuat dengan kaki dan telinga yang pendek. Marmot biasanya tinggal di lubang-lubang dalam tanah atau dalam sarang diantara rumput tinggi. Habitat hidup marmot adalah wilayah berbatu-batu savana, tepi hutan, dan daerah berlumpur. Selain itu marmot hidup di dalam lubang yang digali sendiri atau di dalam lubang yang ditinggalkan

(4)

oleh hewan lain. Badan marmut gemuk, pendek, dan mudah menyimpan panas dengan baik pada suhu rendah dari pada suhu tinggi (Brotowijoyo, 1993).

Tubuh Cavia porcellus diselimuti oleh rambut-rambut. Kulitnya mengandung bermacam-macam kelenjar, didalam alveolus yang bentuk dan besarnya berbeda-beda. Kaki beradaptasi untuk berjalan, memanjat, menggali tanah. Jari kaki mempunyai cakar, kuku dan telapak. Jantung terbagi menjadi empat ruang dengan sekat-sekat yang sempurna. Lengkung aorta hanya satu yaitu sebelah kiri. Paru-paru besar dan terdapat pada rongga dada. Sekat rongga tubuh disebut diafragma terletak antara rongga dada dan rongga perut (Djuhanda, 1982). Hidupnya membentuk kelompok kecil tetapi ada juga yang membentuk kelompok besar. Badan marmut gemuk, pendek mudah menyimpan panas dengan baik, tetapi pelepasannya kurang baik sehingga marmut dapat bertahan baik dalam suhu rendah (Hildreband, 1974).

2.1.3. Reproduksi Marmot

Sistem urogenitalia pada marmut meliputi sistem ekskresi atau urinaria dan sistem genitalia. Sistem ekskresi pada marmot pada marmut terdiri atas ginjal, ureter, vesica urinaria, dan uretra. Sistem genitalia marmot (cavia porcellus) jantan dibangun oleh sepasang testis yang bentuknya bulat telur berwarna putih, terletak dalam rongga perut. Epididimis terdiri dari caput, corpus, dan cauda epididimis glandula accecoris dari sistem genitalia jantan terdiri glandula vesiculosa, glandula prostata, dan glandula bulbo uretra (Djuhanda, 1982). Ductus defferens berupa saluran berjalan di sebelah dorsal dari kantung urine dan bermuara pada ductus spermaticus yang terdapat pada batang penis (Storer dan Usinger, 1961).

Organ reproduksi mamalia, marmot betina berupa ovarium yang berbetuk pipih, tetapi berbentuk bulat, panjang, benjolan pada tepinya pada fase reproduksi. Ovarium berada sangat dekat pada suatu lubang berbentuk seperti corong (oesteum) di ujung distal tbae uterina (oviductus yaitu saluran telur) pada tepi

(5)

lubang oesteum terdapat jumbai disebut fimbria. Oviductus di dekat ujung oesteum yang mengalami dilatasi disebut ampula, setelah melewati bagian ini, apalagi setelah mencapai uterus, telur sudah tidak dapat dibuahi oleh spermatozoa. Oviductus mamalia selain sebagai jalan sel telur menuju ke uterus juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses pembuahan. Uterus berfungsi sebagai tempat berlangsungnya perkembangan embrio (memberi tempat, melindungi dan memberi nutrisi serta membantu ekresi) (Soeminto, 2000).

Pemeliharaan marmot relatif mudah, tahan pada kondisi lingkungan yang terbatas. Pada awal reproduksi, marmot harus mengandalkan ketersediaan pakan dan kondisi cuaca untuk mempertahankan upaya reproduksi. Pada marmot dewasa, bagian yang menarik adalah cara hewan ini untuk menarik lawan jenisnya, yaitu dengan cara menyebarkan bau yang dihasilkan dari kelenjar yang terdapat pada lekuk pirenium letaknya posterior dari penis atau vulva, peristiwa disebut hedonik (Jasin, 1989). Membrana nictitans terdapat pada sudut mata. Lubang telinga luar dengan daun telinga. Struktur kelenjar susu terletak di lipatan paha, alat-alat kelamin luar, dan tungkai terdapat pada badannya. Tungkai depan berjari tiga dan tungkai belakang berjari empat (Pratigno, 1982).

Marmot betina mampu bereproduksi setidaknya menguntungkan, jenis kelamin memengaruhi umur pertama kali birahi. Kemampuan reproduksi dapat dikawinkan sepanjang tahun, litter size 4-5 ekor, lama bunting 60-70 hari, dewasa kelamin 55-70 hari, dapat dikawinkan kembali 6-20 jam setelah beranak. Betina lebih cepat mencapai dewasa kelamin dan mengalami pubertas pada bobot hidup 300- 400 gram (umur 2-3 bulan) sedangkan marmot jantan lebih lambat dewasa kelamin dan mengalami pubertas pada bobot hidup 600- 700 gram (umur 3-4 bulan), akan tetapi marmot mulai dikawinkan pada bobot hidup 400 gram baik pada jantan dan betina (Smith dan Mangkoewidjodjo, 1988).

(6)

2.1.4. Pencernaan Marmot

Saluran pencernaan pada marmot merupakan sistem pencernaan yang cukup sederhana. Sistem pencernaan marmut terdiri dari Traches Digestivus yaitu esophagus, ventriculus, duodenum, intestinum tenue, coecum, taenia, haustra, incisura, intestinum crassum, rectum, dan anus oesophagus, gastrum, duodenum, jejunum, ileum, caecum, colon dan rectum. Dan Pencernaan marmut dibantu oleh kelenjar-kelenjar pencernaan yang terdiri dari hepar (hati) dan pancreas Glandula Digestoria yang terdiri dari hepar, vesic fellea, pancreas, ductus choleclochus, ductus hepaticus, dan ductus cysticus.

Mulut pada marmut merupakan bagian paling depan dari saluran pencernaan. Oesophagus terletak dibagian dorsal dari trachea, melewati rongga dada, kemudian menembus diafragma menuju lambung. Lambung terletak dibelakang diafragma disebelah kiri dari rongga abdomen. Permukaan yang cembung dan lebar disebut curvatura mayor sedang yang cekung sempit disebut curvatura minor. Lambung dipegang oleh selaput mesentrium yang disebut omantum. Pacreas dan limpa melekat pada selaput ini. Usus terletak sesudah lambung, dapat dibedakan atas usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, illeum yang batas-batasnya tidak dapat dibedakan. Lambung dengan duodenum dihubungkan dengan lubang yang disebut pylorus. Kelenjar pencernaan pancreas bermuara pada duodenum. Usus kasar terdiri dari caenum, colon, dan rectum serta berakhir pada anus (Djuhanda, 1982).

Menurut Herman (2002), kebutuhan ransum marmot yang diperinci oleh NRC (1998) mencangkup energi, asam amino, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Ransum tersebut memunyai komposisi lebih dari 18 % protein, 3 kkal/gram energi dapat dicerna, 19% serat kasar, 0,8-1,0% kalsium,dan 0,4-0,7% fosfor. Vitamin C dibutuhkan 200 mg per kilogram ransum. Marmot memakan sebagian besar jenis sayuran, tetapi mereka memilih sayur-sayuran berdaun hijau seperti pucuk wortel dan selada. Seperti halnya manusia, marmot kekurangan

(7)

kemampuan untuk menyintesis vitamin C, karena itu mereka harus mendapatkan banyak vitamin C dalam dietnya karena apabila kekurangan marmot akan mengalami penyakit kulit (Schober, 1999).

2.1.5. Potensi Marmot

Marmot merupakan hewan dari kelas mamalia yang berdarah panas (homoioterm). Marmot memiliki potensi sebagai penghasil daging yang baik, didukung oleh kelebihan biologisnya seperti umur dewasa yang pendek rata-rata 62 hari, lama bunting rata-rata 68 hari, lama produksi ekonomis 1-2 tahun, kawin sesudah beranak 6 sampai 20 jam, dan memiliki litter size 4-5 ekor. Selain sebagai penghasil daging marmot juga dijadikan sebagai hewan peliharaan, hewan percobaan dan penghasil pelt. Marmot mempunyai suhu tubuh tetap, tidak terpengaruh terhadap lingkungan luar dimana mereka dapat mempertahankan suhu tubuhnya karena didukung oleh rambut yang tumbuh diseluruh tubuhnya. Marmot biasanya tinggal di lubang-lubang dalam tanah atau dalam sarang diantara rumput tinggi. Suhu yang idel bagi marmot adalah 180C, sampai 250 C,

dan kelembaban antara 40% sampai 70%. Pada suhu diatas 300C, jika dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan hipertensi dan kematian (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Marmot dapat mempelajari jalur kompleks menuju makanan, hewan ini dapat menggigit dengan akurat jalur yang dipelajari untuk jangka waktu berbulan bulan (Wikipedia, 2015). Marmot dapat menjadi peliharaan yang baik terutama untuk anak-anak karena tipikal tidak menggigit, bahkan ketika dihandel dengan tidak baik (Schober, 1999). Hidupnya membentuk kelompok kecil tetapi juga kadang membentuk kelompok besar. Badan marmut gemuk, pendek, dan mudah menyimpan panas dengan baik pada suhu rendah dari pada suhu tinggi (Brotowijoyo, 1993).

(8)

2.2. Litter

2.2.1. Deskripsi Litter

Di sisi lain industri penggergajian kayu menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji. Serbuk gergaji belum dimanfaatkan secara maksimal. Umumnya serbuk gergaji dibuang ke sungai atau dibakar. Karena itu, serbuk gergaji sering mencemari lingkungan. Untuk memindahkannya pun industri penggergajian kayu harus mengeluarkan sejumlah biaya. Di Jawa Barat banyak dijumpai usaha penggergajian kayu Albizia. Industri penggergajian kayu menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji karena bahan yang menyerap air, cepat kering, tidak berdebu, empuk, murah, mudah didapat.

Serbuk gergaji belum dimanfaatkan secara maksimal. Umumnya serbuk gergaji dibuang ke sungai dan dibakar. Karena itu, serbuk gergaji jika tidak dimanfaatkan dengan baik dapat mencemari lingkungan serta penangannya tentu memerlukan wadah pengumpulan dan penempatan yang tersaji. Serbuk gergaji kayu yang memiliki kandungan karbon tinggi dan baik untuk dimanfaatkan, tapi serbuk gergaji ketika dilakukan perendaman dalam waktu mengandung nitrogen. Serbuk gergajian kayu yang mengandung selulosa, hemiselulosa, lignin, dan bahan-bahan anorganik dalam jumlah sekitar 15-30% berat kering bahan (Susanto. 1998).

2.2.2. Fungsi Litter

Penggunaan Litter serbuk gergaji sebagai penghangat serta mengurangi kelembaban lantai bagi ternak marmot, pemanfaatan serbuk gergaji sehingga mampu mengatasi masalah polusi lingkungan. Hasilnya pun bisa dimanfaatkan untuk memupuk tanaman sayuran, bunga, rumput.Selain itu, pengomposan memberi peluang kepada peternak marmot untuk memperoleh tambahan pendapatan dari yang tadinya kotoran marmot hanya dibuang saja. Juga, masalah indsustri penggergajian kayu terpecahkan maka fungsi litter akan mempunyai efek

(9)

terhadap: kelembaban dan temperaturdi luar maupun di dalam kandang, bobot ayam, jumlah udara dalam kandang, konsumsi air, stress marmot, penyakit dan perkembangan jamur di dalam kandang (North dan Bell, 1990).

2.2.3. Bahan Litter

Didalam usaha peternakan marmot hubungan dengan hal tersebut perlu dicoba penggunaan berbagai bahan litter yang berasal dari limbah pertanian dan industri yang banyak tersedia dan harganya murah, diantaranya serutan kayu, serbuk gergajian kayu, sekam padi dan jerami padi. Bahan litter yang berbeda jenisnya akan berbeda pula ukuran partikel litter, berat partikel litter, daya konduksi termal dan dayaserapnya terhadap air. Lebih lanjut perbedaan-perbedaan tersebut menjadikan keadaan oksigen, debu, suhu dan kelembaban di dalam kandang akan bervariasi pula bila menggunakan bahan litter yang berbeda, dan akhirnya akan berpengaruhterhadap kondisi internal litter tersebut. Untuk mengatasi hal di atas, peternak biasanya memberikan litter pada lantai kandang. Pengaturan litter yang baikakan menghasilkan pertumbuhan tubuh ternak yang normal. Bahan litter yang sering digunakan antara lain serbuk gergaji, bongkol jagung yang telah dicacah, sekam, potongan jerami kering, dan kulit kacang (Sujono, 1993).

2.2.4. Cara Penggunaan Litter

Serbuk gergaji sangat cocok dijadikan sebagai litter kandang ternak marmot karena daya serapnya tinggi dan strukturnya yang halus dan padat. Harga serbuk gergaji memang lebih mahal sedikit daripada sekam dan jerami tetapi kualitas budidaya ternak marmot ini sangat bergantung pada penggunaan litter. Berbeda dengan jerami daya serapnya terhadap air sangat buruk bila dibandingkan dengan serbuk gergaji. Jika marmot sering berada di litter yang basah bisa dipastikan pertumbuhan akan lambat dan mudah terserang penyakit scabies. Oleh karena itu lebih baik menggunakan serbuk gergaji sebagai litter kandang ternak marmot. Ketika umur marmot sudah seminggu maka sebaiknya tempat pakan dan

(10)

air minum tidak lagi bersentuhan dengan litter, sebaiknya menggunakan peralatan kandang terutama untuk tempat minum, hal ini dapat mengurangi air tumpah. Kesimpulannya; litter sebaiknya tebal dan selalu kering sehingga kandang akan lebih segar karena tngkat amonia yang rendah.

2.3. Limbah Kandang Marmot

2.3.1. Deskripsi Limbah Kandang Marmot

Limbah merupakan bahan sisa dari suatu kegiatan yang sudah tidak dipakai atau diperlukan. Bahan atau material berlebih yang dihasilkan dari suatu proses (Merkel, 1981). Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solidwaste), limbah cair (liquid waste), dan limbah gas (gaseous waste). Limbah ternak adalah bahan yang tidak tercerna oleh proses metabolisme hewan dan dikeluarkan sebagai feses dan urin (Merkel, 1981).

Menurut Soehadji (2002) Limbah peternakan merupakan hasil dari proses produksi peternakan yang mempunyai nilai guna dan merupakan semua bawaan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair, dan gas. Limbah kandang peternakan marmot meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan (Soehadji, 1992).

Limbah kandang peternakan marmot baik kotoran maupun urin serta sisa pakan saat ini banyak yang dibuang langsung ke lingkungan. Bahan buangan yang dihasilkan dari usaha peternakan dengan segala aktifitasnya didalamnya, termasuk segala aktifitas orang yang mengelolanya, sedangkan limbah ternak adalah bahan buangan yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme ternak yang sebagian besar berupa feses dan urine (Sihombing, 2000). Limbah peternakan dapat menghasilkan amonia dan dapat menjadi sumber pencemaran dan berpotensi

(11)

menyebabkan eutrofikasi pada sungai dan danau, ditandai dengan konsentrasi tinggi nutrisi yang menciptakan ketidakseimbangan ekologis dalam sistem perairan yang mendukung tingkat pertumbuhan yang tinggi pada alga dan tanaman air (Burton dan Turner, 2003).

2.3.2. Produksi Limbah Marmot

Limbah didefinisikan sebagai bahan sisa dari proses produksi yang memiliki nilai rendah (Merkel, 1981). Semua kotoran yang dihasilkan dari suatu usaha peternakan baik berupa padat, cairan, gas, ataupun sisa pakan (Soehadji,1992). Sebagai sumber energi untuk kehidupan bakteri diperlukan media yang kaya akan nutrisi, nutrisi yang dimaksud disini adalah unsur karbon seperti karbohidirat yang terdapat dalam media tumbuh tersebut. Jumlah unsur yang media atau substrat sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bakteri, sehingga pada akhirnya akan mempengarui produk akhir yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh bakteri tersebut (John Fry, 1973).

Dalam sistem peternakan marmot selain hasil utama yang diperoleh juga dihasilkan limbah berupa feses, urin, dan sisa hijauan pakan. Selama ini banyak peternak yang membiarkan limbah tersebut menumpuk begitu saja di bawah kandang atau di lahan yang ada disamping kandang. Dengan perlakuan seperti itu apabila total limbah yang dihasilkan dalam jumlah besar, maka akan membuat proses penguraian menjadi tidak terkendali. Penguraian tersebut dikenal dengan istilah pembusukan. Pembusukan ini nantinya akan berpeluang menimbulkan masalah yakni pencemaran lingkungan. Untuk mencegah masalah tersebut perlu dilakukan penanganan yang benar yaitu dengan cara pengolahan.Limbah ternak mempunyai dua fungsi utama yaitu menyediakan zat-zat nutrisi dan bahan-bahan organik (Simpson, 1986). Menurut Sihombing (2001) menyatakan bahwa limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media kultur.Jumlah limbah yang dihasilkan dari suatu usaha peternakan tergantung dari jenis ternak dan sistem peternakan digunakan (Merkel, 1981).

(12)

2.3.3. Nisbah C/N

Nisbah C/N merupakan hasil perbandingan antara karbon atau karbohidrat dan nitrogen yang terkandung didalam suatu bahan (Nan dkk, 2005). Karbon dan nitrogen adalah dua unsur yang paling penting dalam pengomposan,membentuk substrat bahan organik, sebagai sumber energi mikroorganisme dalam melakukan aktivitas perombakan.perbandingan antara karbon dan nitrogen pada suatu bahan organik. Nisbah dekomposisi bahan organik pada prinsipnya sangat tergantung dari nisbah C/N yang ada pada fermentasi. Sebagai bahan yang di fermentasi, kandungan karbon sangat berpengaruh pada pelepasan CO2, sementara nitrogen

digunakan dalam sistem, dan fermentasi akan terus berlangsung yang menyebabkan nisbah C/N menjadi lebih kecil (Bewick, 1980). C/N termasuk faktor penting selama fermentasi bahan organik (Merkel, 1979).

Karbon yang terkandung dalam substrat adalah sumber energi dan berkontribusi terhadap biomassa populasi mikroba. Nitrogen, merupakan konstituen dari protein dan materi genetik, sangat penting untuk pertumbuhan Ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme berupa karbon dan nitrogen sehingga nilai nisbah C/N perlu ditentukan agar dapat memenuhi kebutuhan perkembangbiakan mikroorganisme. Nisbah C/N yang disyaratkan pada proses fermentasi mikroorganisme perombakan akan beraktivitas optimal agar berjalan baik mempunyai kisaran 25-30 (CSIRO, 1979). Nisbah C/N yang optimal bagi kehidupan mikroorganisme adalah 30 (Nan dkk, 2005).

Demikian juga, apabila jumlah unsur nitrogen terlalu banyak (Nisbah C/N rendah) maka carbon akan segera habis dan diproses fermentasi berhenti dan akan terbentuk amonia yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Untuk itu imbangan nisbah C/N di dalam limbah ternak sebagai bahan dasar penghasil gasbio sangatlah penting (Bryant, 1976). Nisbah C/N yang diperlukan bakteri dalam mendekomposisi senyawa organik untuk menghasilkan gasbio berkisar antara 15 – 30 (Haug, 1980).

(13)

Nisbah C/N dari masing-masing limbah ternak berbeda, akhirnya produksi gasbio yang dihasilkan juga akan berbeda. Rasio C/N adalah salah satu parameter penting untuk mengetahui kualitas kompos. Rasio ini digunakan untuk mengetahui apakah kompos cukup matang atau belum. Rasio C/N ini juga diatur di dalam SNI atau KepMenTan tentang kualitas kompos. Di dalam SNI rasio C/N kompos yang diijinkan adalah 10 – 20, sedangkan di dalam KepMenTan rasio C/N kompos yang diijinkan berkisar antara 20. Rasio C/N kompos yang sudah cukup matang berdasarkan literatur berkisar antara 20– 30. Kisaran nisbah C/N untuk fermentasi adalah 25 – 30 (Yuwono, 2006). C/N rasio yang terlalu tinggi akan menyebabkan laju pemgomposan berjalan lambat. Apabila terlalu rendah akan menyebabkan kehilangan nitrogen dalam bentuk ammonia yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme sehingga proses pengomposan terhambat (Merkel, 1981).

Pada dasarnya semua mikrroganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya. Rasio C:N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C:N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) akan menyebabkan proses degradasi berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor) (Alexander, 1994). Rasio C:N tergantung dari kontaminan yang ingin didegradasi, bakteri serta jenis nitrogen yang digunakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N optimum pada proses biodegradasi adalah 100:10 (Shewfelt et, al, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan yang akan dilakukan berupa penyuluhan mengenai bagaimana cara membuat APPO dan cara mengolah limbah pertanian, baik limbah yang berasal dari budidaya tanaman

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif dibidang perdagangan, industri, pertanian, peternakan, perikanan, yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang

(2000) peternakan di Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori sebagai berikut. Usaha peternakan bersifat pre industri dimana usaha bersifat

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif dibidang perdagangan, industri, pertanian, peternakan, perikanan, yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang

Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Peternakan, Kabupaten Aceh Timur dimaksudkan untuk mengetahui permasalahan dan

Tempurung kelapa yang melimpah jumlahnya baik yang berasal dari limbah pertanian maupun yang berasal dari limbah rumah tangga dan industri belum dimanfaatkan

Penawaran yang berasal dari usaha peternakan rakyat, industri peternakan, dan daging sapi impor memberikan pengaruh negatif dan secara statistik sangat nyata terhadap harga daging

terkontaminasi dengan batran pencemar yang berasal dari limbah rumah tangga, limbah industri, sisa-sisa pupuk atau pestisida dari daerah pertanian, limbah rumatr sakit,