• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Supatman (2008), dalam penelitian yang berjudul “Identifikasi Tekstur Citra Bubuk Susu Menggunakan Alihragam Gelombang-Singkat Untuk Mendeteksi Keaslian Produk Susu”, identifikasi awal produk susu bubuk dilakukan dengan melihat kemasan dan tanggal kedaluwarsa, proses tersebut lebih mudah dan sederhana. Selain kedua teknik tersebut, untuk mengidentifikasi produk susu bubuk adalah dengan melihat butiran bubuk susu yang dipandang sebagai tekstur dalam citra digital. Dalam penelitian ini, citra tekstur butiran bubuk susu diekstrak menggunakan alihragam gelombang singkat (wavelet) untuk mendapatkan ciri-ciri khusus dalam bentuk feature vector. Feature vector ini diterapkan sebagai vektor masukan proses pengenalan pada Learning Vector

Quantization (LVQ) melalui aturan dan proses pembelajaran. Dari eksperimen 155

data (80 data pembelajaran dan 75 data pengenalan), sistem mampu mengidentifikasi tiga jenis model perbedaan tekstur bubuk susu yaitu susu asli 93.94%, susu campuran 93.10% dan susu lain 84.62%. Rekonstruksi citra dengan membangkitkan citra dari alihragam gelombang-singkat menghasilkan citra dengan pixel baru pada level tiga. Sedangkan untuk vektor ciri diproses dari konversi matriks dua dimensi hasil rekonstruksi menggunakan alihragam gelombang-singkat level 3 menjadi bentuk matriks vektor. Vektor matriks dari hasil konversi yang berupa vektor dijadikan ciri (feature vector) dalam klasifikasi maupun identifikasi.

Fadil (2012), melakukan penelitian untuk mengidentifikasi tekstil berbasis komputer dengan memasukkan informasi dari citra kain ke dalam komputer. Selanjutnya komputer menerjemahkan serta mengidentifikasi jenis kain tersebut. Pada pengembangan sistem ini terdiri dari 2 tahap yaitu penentuan pola standar referensi dan pengujian. Data yang digunakan sebagai standar referensi sebanyak 5 sampel untuk masing-masing jenis kain yaitu blacu, finished dan rajut. Sedangkan untuk pengujian unjuk kerja sistem menggunakan 100 sampel untuk

(2)

masing-masing jenis kain. Pengujian unjuk kerja sistem dilakukan dengan melakukan variasi ukuran citra dan metode matriks jarak. Hasil pengujian sistem identifikasi citra kain menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi sebesar 93% untuk ukuran citra asli 600x800 dengan metode ekstraksi ciri histogram dan teknik klasifikasi matriks jarak Squared Chi Squared.

Sutarno (2010), dalam penelitian yang berjudul “Analisis Perbandingan Transformasi Wavelet pada Pengenalan Citra Wajah”, melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat keberhasilan sistem identifikasi citra menggunakan transformasi wavelet, mengetahui pengaruh transformasi dengan berbagai metode wevelet citra masukan terhadap unjuk kerja sistem identifikasi citra. Citra untuk pengujian diambil di lapangan menggunakan kamera digital. Pada pengujian awal proses transformasi citra masukan menggunakan wavelet Haar hingga level-3. Pada proses selanjutnya transformasi citra masukan akan menggunakan keluarga

wavelet Daubechies (db2) dan Coiflets (coif).

Isnanto (2009), dalam sebuah penelitian yang berjudul “Identifikasi Iris Mata Menggunakan Tapis Gabor Wavelet dan Jaringan Saraf Tiruan Learning

Vector Quantization (LVQ), bahwa untuk mengenali seseorang melalui iris mata

dengan menggunakan Tapis Gabor Wavelet dan Jaringan Saraf Tiruan Learning

Vector Quantization (LVQ). Citra diambil dengan ukuran 200 x 200 piksel untuk

data uji dan database pengetahuan. Penelitian ini menggunakan jarak Euclidian. Keberhasilan sistem dalam idenifikasi iris mata dipengaruhi oleh akuisisi citra dan proses pengolahan awal citra. Akuisisi citra yang tidak tepat dan proses pengolahan awal yang buruk menyebabkan sistem tidak mampu mengolah citra tersebut serta terjadi kesalahan pengenalan citra. Hasil pengujian dengan perhitungan nilai jarak Euclidean ternyata program dapat mengenali semua berkas citra yang diujikan. Berdasarkan pengujian diperoleh bahwa program ini memiliki kinerja keberhasilan sebesar 100%.

Listyaningrum (2011), dalam penelitian yang berjudul Analisis Tekstur Menggunakan Metode Transformasi Paket Wavelet, pada penelitian tersebut digunakan Transformasi Paket Wavelet (TPW) dengan beberapa jenis wavelet induk yaitu : Haar, Daubechies-8, Daubechies-10, dan Coiflet-1. Hasil penelitian

(3)

tersebut menunjukkan bahwa nilai energi tertinggi terdapat pada tekstur dinding_05 sampel 3 yaitu 715,95 dengan wavelet tipe Haar sedangkan nilai energi terendah pada tekstur anyaman_03 sampel 2 jenis wavelet Db_08 dengan nilai energi sebesar 286,22. Untuk jenis wavelet Haar tekstur yang memiliki kebenaran tertinggi adalah tekstur dinding dan tekstil. Khusus untuk Daubechies 8 tekstur anyaman paling tinggi kebenarannya. Sedangkan wavelet jenis coiflet memiliki nilai kebenaran terendah untuk masing-masing jenis tekstur. Identifikasi jarak terkecil dicapai pada tekstur dinding_02 sampel 3 jenis wavelet Haar sebesar 0,0068764, yang menunjukkan bahwa tekstur tersebut mempunyai kedekatan ciri atau pola informasi yang hampir sama.

Secara umum konsep yang dipaparkan hampir sama dengan beberapa penelitian sebelumnya, yang berbeda adalah penelitian ini mengidentifikasi jenis batuan kapur menggunakan metode Learning Vector Quantization (LVQ).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Batuan

Keunggulan penggunaan batu alam jika dibandingkan dengan yang lainnya : 1. Batu alam memiliki berbagai variasi warna, pola, serta teksturnya. 2. Batu alam memiliki daya tahan yang lama.

3. Batu alam juga ramah lingkungan. Batu alam tidak beracun, tidak ada kandungan bahan kimia yang tercampur saat proses penggalian. Sifat-sifat dalam batu ini masih murni, dan tidak mengandung zat yang berbahaya bagi bumi dan kesehatan.

4. Batu alam merupakan kekayaan alam yang unik. Tidak ada yang bisa menirunya, karena batu alam digali langsung dari bumi dan bukan hasil buatan manusia. Banyak hal mempengaruhi warna utama dan batu alam, seperti mata air bawah tanah, kandungan mineral, pergeseran bumi, suhu, solusi alami di bumi, dan tekanan elemen dari waktu ke waktu. Tidak ada cara untuk menduplikasikan faktor-faktor alami tersebut di laboratorium manapun.

(4)

5. Batu alam dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau. Selain itu, batu alam hanya memerlukan perawatan yang sederhana dan tahan lama, menjadikannya sebagai investasi seumur hidup.

6. Karena memiliki daya tahan yang lama, menjadikan faktor perawatanpun semakin mudah.

Batu alam dapat dibagi menjadi beberapa jenis, penampilan dan karakteristiknya ditentukan oleh cara atau dimana bebatuan itu dibentuk, misalnya oleh sungai, gunung berapi, pegunungan tektonik, maupun yang lainnya. Setiap jenis batu alam memiliki keunikan sendiri-sendiri, tidak ada yang bisa meniru komposisi maupun kekuatan di dalamnya. Ini berarti bahwa batu alam dari jenis yang samapun juga bisa berbeda-beda. Dilihat dari tujuan komersialnya, batu alam dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :

1. Batu granit

Batuan magmatik yang terjadi karena adanya pendinginan magma yang jauh di kerak bumi. Beberapa diantaranya juga berasal dari metamorf yang diciptakan oleh transformasi batu magmatik yang ada di bawah tekanan tinggi, misalnya selama terjadi pengembangan pegunungan.

2. Batu marmer

Batuan yang terjadi dari metamorf dan batuan sedimen yang terdiri dari partikel calciferous (kalsit). Marmer adalah batu alam yang relatif homogen, karena relatif mudah dikerjakan, dan terdiri dari berbagai macam warna yang berbeda, seperti merah, putih, merah muda dan lain sebagainya. Hal ini bisa diaplikasikan dalam industri bangunan seperti lantai, tangga, perapian, dan lain sebagainya.

3. Batu kapur

Batuan sedimen yang terjadi karena adanya akumulasi dan kompresi fosil atau fragmen batu, seperti kuarsa dan kalsium. Batu kapur memiliki tekstur yang lembut dan mudah digunakan. Batu kapur dapat diaplikasikan baik untuk indoor maupun outdoor. Jenis ini dapat digunakan untuk lantai, perapian, patung, dan masih banyak lagi.

(5)

Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya.

Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain.

Batu kapur merupakan batuan dengan keragaman penggunaan yang sangat besar. Batuan ini menjadi salah satu batuan yang banyak digunakan dibandingkan jenis batuan-batuan lainnya. Sebagian besar batu kapur dibuat menjadi batu pecah yang dapat digunakan sebagai material konstruksi seperti: landasan jalan dan kereta api serta agregat dalam beton. Nilai paling ekonomis dari sebuah deposit batu kapur yaitu sebagai bahan utama pembuatan semen.

Beberapa jenis batu kapur banyak digunakan karena sifat mereka yang kuat dan padat dengan sejumlah ruang/pori. Sifat fisik ini memungkinkan batu kapur dapat berdiri kokoh walaupun mengalami proses abrasi. Meskipun batu kapur tidak sekeras batuan berkomposisi silikat, namun batu kapur lebih mudah untuk ditambang dan tidak cepat mengakibatkan keausan pada peralatan tambang maupun crusher (alat pemecah batu).

4. Basal

Batuan magmatik yang terjadi dari proses pendinginan magma cair di permukaan bumi. Karena pendinginan terjadi sangat cepat, mineral dalam

(6)

batu mengalami proses kristalisasi. Hal inilah yang menyebabkan batuan ini memiliki tekstur yang halus, tidak berpori, keras dan tahan lama. Biasanya batuan ini diaplikasikan baik di indoor maupun outdoor, seperti untuk pembuatan lantai, dinding, dan lain sebagainya.

5. Batu tulis

Jenis batu alam yang terbentuk oleh berbagai jenis tanah liat. Batuan ini memiliki struktur yang berlapis. Hal ini cocok untuk lantai indoor maupun

outdoor, juga sebagai pelapis dinding.

2.2.2 Teknik Pengolahan Citra

Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f pada titik (x,y) merupakan tingkat kecerahan

(brightness) suatu citra pada suatu titik. Suatu citra diperoleh dari penangkapan

kekuatan sinar yang dipantulkan oleh objek. Citra sebagai output alat perekaman, seperti kamera, dapat bersifat analag ataupun digital.

Citra Analog adalah citra yang masih dalam bentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video).

Menurut posisi yang digunakan untuk menyatakan titik-titik koordinat pada bidang dasar dan untuk menyatakan nilai keabuan (warna suatu citra), maka secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat kelas citra, yaitu: kontinu-kontinu, kontinu-diskrit, diskrit-kontinu-kontinu, diskrit-diskrit. Parameter (label) pertama menyatakan posisi titik koordinat pada bidang, sedangkan label kedua menyatakan posisi nilai keabuan/warna. Label kontinu berarti nilai yang digunakan adalah tak terbatas dan tak tehingga, sedangkan diskrit menyatakan terbatas dan berhingga. Suatu citra digital merupakan representasi 2D array

sample diskrit suatu citra kontinu f(x,y). Amplitudo setiap sample di kuantisasi

untuk menyatakan bilangan hingga bit. Setiap elemen array 2D sample disebut suatu pixel atau pel (dari istilah ”picture element”) Pengolahan citra digital adalah proses pengolahan citra digital dengan alat bantu komputer.

(7)

Tingkat ketajaman/resolusi warna pada citra digital tergantung pada jumlah ”bit” yang digunakan oleh komputer untuk merepresentasikan setiap pixel tersebut. Tipe yang sering digunakan untuk merepresentasikan citra adalah ”8-bit citra” (256 colors (0 untuk hitam - 255 untuk putih), tetapi dengan kemajuan teknologi perangkat keras grafik, kemampuan tampilan citra di komputer hingga 32 bit (232 warna).

Ranah nilai intensitas dalam suatu citra juga ditentukan oleh alat digital yang digunakan untuk menangkap dan konversi citra analog ke citra digital (A/D). Perolehan citra digital ini dapat dilakukan secara langsung oleh kamera digital ataupun melakukan proses konversi suatu citra analog ke citra digital. Untuk mengubah citra kontinu menjadi digital diperlukan proses pembuatan kisi-kisi arah horizontal dan vertikal, sehingga diperoleh gambar dalam bentuk array 2D. Proses tersebut dikenal sebagai proses digitalisasi/sampling.

Citra monochrome atau citra hitam-putih merupakan citra satu kanal, di mana citra f(x,y) merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam ke putih; x menyatakan variabel baris (garis jelajah) dan y menyatakan variabel kolom atau posisi di garis jelajah. Sebaliknya citra bewarna dikenal juga dengan citra

multispectral, di mana warna citra biasanya.

2.2.3 Preprocessing

Preprocessing adalah proses pengolahan data citra asli sebelum data di

ekstraksi ciri. Beberapa preprocessing yang digunakan adalah proses cropping dan proses grayscale (aras keabuan).

Cropping adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada

area citra. Untuk memotong bagian dari citra digunakan dua koordinat yaitu koordinat awal bagi citra hasil pemotongan dan koordinat akhir yang merupakan titik koordinat akhir dari citra hasil pemotongan. Sehingga akan membentuk bangun segi empat yang mana tiap-tiap pixel yang ada pada area koordinat tertentu akan disimpan dalam citra yang baru.

Grayscale ialah warna-warna pixel yang berada pada rentang gradasi

(8)

dinyatakan dengan intensitas, dimana intensitas berkisar antara 0 sampai dengan 225, dimana 0 dinyatakan warna hitam dan 225 dinyatakan warna putih (Kadir & Susanto, 2012). Proses grayscale dilakukan dengan mengubah citra 3 layer citra yaitu: red, green dan blue (RGB) menjadi citra 1 layer gray.

2.2.4 Metode Wavelet

Wavelet diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat. Gelombang

singkat tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu berbeda. Alihragam wavelet merupakan alihragam yang membawa citra (signal) ke versi pergeseran (shified) dan penskalaan (scaled) dari gelombang singkat diskrit dapat dilakukan dengan suatu pentapisan bertingkat (cascading filter), yang diikuti dengan pencuplikan (subsampling) dengan pembagian 2 (Putra, 2010).

Transformasi wavelet merupakan perbaikan dari transformasi fourier. Transformasi fourier hanya dapat menentukan frekuensi yang muncul pada satu sinyal, namun tidak dapat menentukan kapan frekuensi itu muncul. Dengan kata lain, transformasi fourier tidak memberikan informasi tentang domain waktu (time

domain). Kelemahan lain dari transformasi fourier adalah perubahan sedikit

terhadap sinyal pada posisi tertentu akan berdampak atau mempengaruhi sinyal pada posisi lainnya. Hal ini disebabkan karena transformasi fourier berbasis

sin-cos yang bersifat periodik dan kontinu.

Proses wavelet selain mampu memberikan informasi frekuensi yang muncul, juga dapat memberikan informasi tentang skala atau durasi waktu.

Wavelet dapat digunakan untuk menganalisa suatu bentuk gelombang sebagai

kombinasi dari waktu dan frekuensi. Selain itu perubahan sinyal pada suatu posisi tertentu tidak akan berdampak banyak terhadap sinyal pada posisi-posisi yang lainnya. Dengan wavelet suatu sinyal dapat disimpan lebih efisien dibandingkan dengan fourier dan lebih baik lagi dalam hal melakukan aproksimasi terhadap

real-word sinyal.

Transformasi wavelet secara konsep memang sederhana citra yang semula ditransformasikan kemudian dibagi (didekomposisi) menjadi 4 sub-image baru untuk menggantikannya. Setiap sub-image berukuran seperempat kali dari citra

(9)

asli. Satu sub-image bagian kiri atas tampak seperti citra asli dan tampak lebih halus (smooth) karena berisi komponen frekuensi rendah dari citra asli. Berbeda dengan 3 sub-image yang lain tampak lebih kasar karena berisi komponen frekuensi tinggi dari citra asli. Sub-image tersebut dapat diulang seterusnya sesuai dengan level (tingkatan) proses transformasi yang diinginkan.

Proses transformasi wavelet dilakukan pada baris terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan transformasi pada kolom. Untuk melihat gambar bagan tansformasi wavelet ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Transformasi Wavelet (Putra, 2010)

H dan L berturut-turut menyatakan tapis yang meneruskan frekuensi rendah (low pass) 2 menyatakan pencuplikan dengan pembagian 2. Pada gambar 2.1 LL menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass dilanjutkan dengan low pass. Citra bagian ini mirip dan merupakan versi lebih halus dari citra aslinya sehingga kefisien pada bagian LL sering disebut dengan komponen aproksimasi. LH menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah horisontal. Bagian HL diperoleh dari proses tapis high pass kemudian dilanjutkan dengan low pass. Koefisien pada

(10)

bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah vertikal. Bagian HH menunjukkan proses tapis yang diawali dengan high pass kemudin dilanjutkan dengan high

pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra dalam arah diagonal. Ketiga

komponen LH, HL, dan HH disebut juga komponen detail. Hasil transformasi

wavelet level 1, sering dibuat dalam bentuk skema seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Skema Transformasi Wavelet (Putra, 2010)

2.2.5 Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan Saraf Tiruan (artificial neural network), atau disingkat JST, adalah sistem komputasi di mana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel saraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia tersebut. JST dapat digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data klaster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model saraf biologi (Hermawan, 2006).

Kemampuan manusia dalam memproses informasi merupakan hasil kompleksitas proses di dalam otak. Misalnya, yang terjadi pada anak-anak, mereka mampu belajar untuk melakukan pengenalan meskipun mereka tidak mengetahui algoritma apa yang digunakan. Kekuatan komputasi yang luar biasa dari otak manusia ini merupakan sebuah keunggulan di dalam kajian ilmu pengetahuan. Terdapat two layer network dalam jaringan syaraf tiruan, yang disebut sebagai perceptron (Siang, 2005). Perceptron memungkinkan untuk

(11)

pekerjaan klasifikasi pembelajaran tertentu dengan penambahan bobot pada setiap koneksi antar network. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Perceptron (Siang, 2005)

Keberhasilan perceptron dalam pengklasifikasian pola tertentu ini tidak sepenuhnya sempurna, masih ditemukan juga beberapa keterbatasan didalamnya.

Perceptron tidak mampu untuk menyelesaikan permasalahan XOR (exclusive- OR). Namun demikian, perceptron berhasil menjadi sebuah dasar untuk

penelitian-penelitian selanjutnya dibidang neural network. Saat ini neural network dapat diterapkan pada beberapa task, diantaranya classification, recognition,

approximation, prediction, clusterization, memory simulation dan banyak task

berbeda yang lainnya, dimana jumlahnya semakin bertambah seiring berjalannya waktu.

Learning Vector Quantization (LVQ) merupakan salah satu terapan dari neural network. LVQ melakukan proses pemetaan vektor yang berjumlah banyak

menjadi vektor dengan jumlah tertentu (Kusumadewi, 2004). Pada pengenalan citra, berupa vektor ciri dari masing-masing citra, yang diperoleh dari proses ekstraksi ciri. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.4.

(12)

Gambar 2. 4 Jaringan Saraf Tiruan (Kusumadewi, 2004)

2.2.6 Learning Vector Quantization

Learning Vector Quantization adalah suatu metode untuk melakukan

pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisan kompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vektor-vektor input. Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung pada jarak antara vektor-vektor input. Jika dua vektor input mendekati sama, maka lapisan kompetitif akan meletakkan kedua vektor input tersebut ke dalam kelas yang sama (Kusumadewi, 2003).

Dalam hal ini diberikan sehimpunan pola yang klasifikasinya diketahui diberikan bersama distribusi awal vektor referensi. Setelah pelatihan jaringan LVQ mengklasifikasikan vektor masukan dalam kelas yang sama dengan unit keluaran yang memiliki vektor bobot (referensi) yang paling dekat dengan vektor masukan. Arsitektur dari LVQ ditunjukkan pada Gambar 2.5.

(13)

Gambar 2. 5 Arsitektur Learning Vector Quantization (Kusumadewi, 2004) Keterangan :

X : Vektor masukan (X1,X2,...,Xn) F : Lapisan Kompetitif

y_in : Masukan lapisan kompetitif y : Keluaran

W : Vektor bobot untuk unit keluaran

(14)

Untuk Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ) dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ)

Keterangan:

Wj : Bobot baru I : Target

Gambar

Gambar 2. 1 Transformasi Wavelet (Putra, 2010)
Gambar 2. 2 Skema Transformasi Wavelet (Putra, 2010)
Gambar 2. 3 Perceptron (Siang, 2005)
Gambar 2. 4 Jaringan Saraf Tiruan (Kusumadewi, 2004)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan terbatasnya alat produksi proses pembuatan Bakso Aci juga berdampak pada tidak terpenuhinya target produksi Bakso Aci (Nursalim et al., 2019). Dari uraian diatas maka

Penelitian dengan judul “Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Obat Generik di Apotek SAIYO FARMA Jombang” ini dilakukan untuk mengetahui

Jika penilaian kinerja pembangunan ekonomi masih menggunakan PDRB Konvensional, maka penurunan sediaan SDA dan kemerosotan sediaan manfaat lingkungan di Provinsi Riau

Dalam susunan kekuasaan negara setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Dari hasil deskripsi coring pada masing-masing sumur pemboran ma- ka daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat kelompok fasies ber- dasarkan litologi yang dominan, yaitu:

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat dijelaskan bahwa variabel kualitas produk dan kualitas layanan mempunyai pengaruh positif terhadap Keputusan pembelian sepeda