• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Variabel

Variabel ialah sesuatu yang nilainya berubah-ubah menurut waktu atau berbeda menurut elemen/tempat. Umumnya nilai karakteristik merupakan variabel

dan diberi simbol huruf X.

Variabel berasal dari kata vary yang berarti ”berubah” dan able yang berarti ”dapat”, maka setiap variabel dapat diberi nilai dan nilai itu dapat berubah-ubah. Nilai tersebut dapat berupa nilai kualitatitif atau kuantitatif. Variabel penelitian pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono, 2007).

Menurut hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya, variabel terbagi atas beberapa yaitu:

a) Variabel independen (independent variable) atau variabel bebas yaitu yang menjadi sebab terjadinya (terpengaruhnya) variabel dependent (variabel tak bebas).

b) Variabel dependen (dependent variable) atau variabel tak bebas yaitu variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independen.

c) Variabel moderator yaitu variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara suatu variabel dependent dengan independent.

d) Variabel intervening, seperti variabel moderator, tetapi nilainya tidak dapat diukur.

(2)

e) Variabel kontrol, yaitu variabel yang dapat dikendalikan oleh peneliti.

2.2 Data

Data merupakan kumpulan keterangan atau fakta yang diperoleh dari satu populasi atau lebih. Data yang baik, benar dan sesuai dengan model menentukan kualitas kebijakan/ keputusan yang akan diambil terhadap suatu masalah dari populasi yang akan dikaji. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian data adalah keterangan yang benar dan nyata. Tujuan dari pengumpulan data adalah :

1. Untuk memperoleh gambaran suatu keadaan. 2. Sebagai dasar pengambilan suatu keputusan.

Menurut Richard Lungan (2006), dalam berbagai aplikasi, data dapat dibedakan sebagai berikut:

2.2.1 Menurut sifatnya

Menurut sifatnya data dibedakan atas:

a. Data Kualitatif, disajikan bukan dalam bentuk bilangan-bilangan (non-numerik), Misalnya jenis kelamin mahasiswa suatu fakultas pada Perguruan Tinggi Negeri.

b. Data Kuantitatif, disajikan dalam bentuk bilangan-bilangan, Misalnya jumlah mahasiswa menurut jurusan pada fakultas suatu Perguruan Tinggi Negeri.

2.2.1 Menurut cara memperolehnya

Menurut cara memperolehnya data dibedakan atas:

a) Data Primer, merupakan data yang langsung diperoleh dari lapangan melalui percobaan, survei dan observasi. Misalnya seorang peneliti ingin mengetahui hubungan antara besarnya biaya hidup yang dikeluarkan mahasiswa untuk ongkos dan tempat tinggal terhadap biaya hidup. Ongkos dan tempat tinggal tersebut merupakan data primer bagi peneliti bersangkutan.

b) Data Sekunder, diperoleh dari data primer, biasanya dalam publikasi berupa tabel-tabel, seperti data mahasiswa, data besar ongkos dan data biaya tempat

(3)

tinggal. Data yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik selalu berupa data sekunder.

2.2.2 Menurut waktunya

Menurut waktu dapat dibedakan atas:

a) Data Silang, merupakan data yang dikumpulkan dalam waktu yang sifatnya temporer. Misalnya data hasil penelitian lamanya pendidikan mahasiswa pada suatu Perguruan Tinggi Negeri di tahun 2009.

b) Data Berkala, merupakan data yang dikumpulkan setiap periode tertentu. Misalnya jumlah mahasiswa matematika di FMIPA selama tahun 2000-2010.

2.2.3 Menurut sumbernya

Menurut sumbernya data dibedakan atas:

a) Data Internal, merupakan data yang dikumpulkan oleh unit kerja tertentu dalam lingkungannya untuk keperluannya sendiri. Misalnya data mahasiswa, dosen, pegawai, keuangan dan peralatan Perguruan Tinggi XYZ. Data ini merupakan data internal bagi perguruan tinggi tersebut.

b) Data Eksternal, merupakan data yang diambil dari unit lain. Misalnya data Perguruan Tinggi XYZ seperti yang disebut di atas kemudian digunakan oleh BPS, maka data tersebut merupakan data eksternal bagi BPS.

2.3 Analisis Korelasi

Analisis korelasi adalah metode yang digunakan untuk mengukur kekuatan atau derajat hubungan antara dua variabel atau lebih. Perhitungan derajat didasarkan pada persamaan regresi. Dalam ilmu statistika, istilah korelasi diartikan sebagai hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Hubungan antara dua variabel dikenal dengan istilah bivariate correlation, sedangkan hubungan antar lebih dari dua variabel disebut

multivariate correlation.

Tujuan dilakukan analisis korelasi antara lain adalah:

(4)

b) Bila sudah ada hubungan, maka dapat digunakan untuk melihat tingkat keeratan hubungan antarvariabel.

c) Dan untuk memperoleh kejelasan dan kepastian apakah hubungan tersebut berari (meyakinkan/signifikan) atau tidak berarti.

Tinggi-rendah, kuat-lemah atau besar-kecilnya suatu korelasi dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya suatu angka (koefisien) yang disebut angka indeks korelasi atau coefficient of correlation, yang disimbolkan dengan ρ atau r. Koefisien korelasi untuk data populasi disimbolkan dengan ρ, sedangkan korelasi untuk data sampel disimbolkan dengan r. Angka korelasi berkisar antara 0<r<1. Perhatikan tanda plus minus (±) pada angka indeks korelasi. Tanda plus minus pada angka indeks korelasi ini fungsinya hanya untuk menunjukkan arah korelasi jadi bukan sebagai tanda aljabar. Apabila angka indeks korelasi bertanda plus (+) maka korelasi tersebut positif dan arah korelasi satu arah dan apabila angka indeks korelasi bertanda minus (-), maka korelasi tersebut negatif berlawanan arah, serta apabila angka indeks korelasi sama dengan 0, maka hal ini menunjukkan tidak ada korelasi. Dengan demikian, arah korelasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang bersifat satu arah dan yang sifatnya berlawanan arah.

Apabila terdapat dua buah variabel yaitu X dan Y yang keduanya memiliki tingkat pengukuran ordinal maka koefisien korelasi yang dapat dipergunakan adalah koefisien korelasi Spearman atau Spearman`s coefficient of (rank) correlation dan angka indeks korelasi Spearman dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Keterangan:

= Koefisien korelasi Spearman n = Banyaknya ukuran sampel

Di2 = Jumlah kuadrat dari selisih rank variabel x

(5)

2.4 Analisis Diskriminan (Analisis Fungsi Pembeda)

Analisis Diskriminan merupakan suatu analisis multivariat yang digunakan untuk mengelompokkan suatu individu atau objek ke dalam suatu kelompok yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan variabel-variabel tertentu. Analisis diskriminan dapat digunakan jika variabel dependen terdiri dari dua kelompok atau lebih kelompok. Pengelompokkan pada analisis bersifat apriori, artinya seorang peneliti sudah mengetahui sebelumnya individu atau objek mana saja yang masuk ke dalam kelompok 1, 2, dan 3. Analisis diskriminan memiliki kemiripan dengan regresi linier berganda (multivariable regression). Perbedaannya adalah analisis diskriminan dipakai jika variabel dependennya kategori (menggunakan skala ordinal ataupun nominal) dan variabel independennya menggunakan skala metrik (interval dan rasio). Sedangkan dalam regresi berganda variabel dependennnya harus metrik dan variabelnya independen dapat berupa metrik maupun nonmetrik. Sama halnya dengan regresi berganda, dalam analisis diskriminan pun variabel dependen hanya satu sedangkan variabel independen banyak (multiple). Ada dua hal dalam analisis diskriminan, yaitu pengelompokan dan identifikasi sifat khas suatu kelompok yang dapat dilakukan sekaligus dengan analisis tersebut, dimana kelompok dikenal sebagai

group dan sifat khas dikenal sebagai variabel pembeda (discriminating variables).

Antara kelompok dan variabel pembeda tersebut kemudian dibuat suatu hubungan fungsional yang disebut dengan fungsi diskriminan.

2.4.1 Hal-hal pokok tentang analisis diskriminan

Bentuk multivariat dari analisis diskriminan adalah dependen sehingga variabel dependen adalah variabel yang menjadi dasar pada analisis diskriminan. Variabel dependen bisa berupa kode grup 1 atau grup 2 atau lainnya.

Tujuan diskriminan secara umum adalah:

1. Ingin mengetahui apakah ada perbedaan yang jelas antar-grup pada variabel dependen? Atau bisa dikatakan apakah ada perbedaan antara anggota kelompok 1 dengan anggota kelompok 2?

(6)

2. Jika ada perbedaan, variabel independen manakah pada fungsi diskriminan yang membuat perbedaan tersebut?

3. Membuat fungsi atau model diskriminan, yang pada dasarnya mirip dengan persamaan regresi.

4. Melakukan klasifikasi terhadap objek (dalam terminology SPSS disebut baris), Apakah suatu objek (bisa nama orang, nama tumbuhan, benda atau lainnya) termasuk pada kelompok 1 atau kelompok lainnya.

Proses dasar dari analisis diskriminan ialah:

a. Memisah variabel-variabel menjadi variabel dependen dan variabel independen. b. Menentukan metode untuk membuat Fungsi Diskriminan. Pada prinsipnya ada

dua metode dasar untuk itu, yakni :

Simultaneous Estimation, dimana semua variabel dimasukkan secara bersama-sama kemudian dilakukan proses analisis diskriminan.

Step-Wise Estimation, dimana variabel dimasukkan satu persatu kedalam model diskriminan. Pada proses ini, tentu ada variabel yang tetap ada pada model dan ada kemungkinan satu atau lebih variabel independen yang „dibuang‟ dari model.

c. Menguji signifikansi dari fungsi diskriminan yang telah terbentuk, menggunakanWilk‟s lambda, F test dan lainnya.

d. Menguji ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan, termasuk mengetahui ketepatan klasifikasi secara individual dengan Casewise Diagnostics.

e. Melakukan interpretasi terhadap fungsi diskriminan tersebut. f. Melakukan uji validitas fungsi diskriminan.

Berikut ini beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar model diskriminan dapat digunakan:

1. Multivariate Normality, atau variabel independen seharusnya berdistribusi normal, hal ini akan menyebabkan masalah pada ketepatan fungsi (model) diskriminan. Regresi logistik (Logistic Regression ) bisa dijadikan alternatif metode jika memang data tidak berdistribusi normal. Tujuan uji normal adalah ingin mengetahui apakah distribusi data dengan bentuk lonceng (bell shaped). Data yang „baik‟ adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal,

(7)

yakni distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau menceng ke kanan. Uji normalitas pada statistika multivariat sebenarnya sangat kompleks, karena harus dilakukan pada seluruh variabel secara bersama-sama. Namun, uji ini bisa juga dilakukan pada setiap variabel dengan logika bahwa jika secara individual masing-masing variabel memenuhi asumsi normalitas, maka secara bersama sama (multivariat) variable-variabel tersebut juga bisa dianggap memenuhi asumsi normalitas. Hipotesis pengujiannya adalah sebagai berikut:

H0: Data berdistribusi normal.

H1: Data tidak berdistribusi normal

Titik keputusan:

Bila P>0,05 maka H0 diterima yang berarti data berdistribusi normal.

Bila P≤0,05 maka H0 ditolak yang berarti data tidak berdistribusi normal.

Jika sebuah variabel mempunyai sebaran data yang tidak normal, maka perlakuan yang dimungkinkan agar menjadi normal, (Santoso, 2010):

a. Menambah jumlah data. Seperti pada kasus, bisa dicari 20 atau 30 atau sejumlah data baru untuk menambah ke-75 data berat badan konsumen yang sudah ada. Kemudian dengan jumlah data yang baru, dilakukan pengujian sekali lagi.

b. Menghilangkan data yang dianggap penyebab tidak normalnya data. Seperti pada variabel berat, jika dua data yang outlier dibuang, yakni berat 100 dan 120, kemudian diulang proses pengujian, mungkin data bisa menjadi normal. Jika belum normal, ulangi pengurangan data yang dianggap penyebab ketidaknormalan data. Namun demikian, pengurangan data harus dipertimbangkan apakah tidak mengaburkan tujuan penelitian karena hilangnya data-data yang seharusnya ada.

c. Dilakukan transformasi data, misal mengubah data ke logaritma atau kebentuk natural (ln) atau bentuk lainnya, kemudian dilakukan pengujian ulang.

d. Data diterima apa adanya, memang dianggap tidak normal dan tidak perlu dilakukan berbagai treatment. Untuk itu, alat analisis yang dipilih harus diperhatikan, seperti untuk multivariate mungkin faktor analisis tidak begitu mementingkan asumsi kenormalan. Atau pada kasus statistik univariat, bias dilakukan alat analisis nonparametrik, (Santoso, 2010).

(8)

2. Matriks varians-kovarians variabel penjelas berukuran PxP pada kedua kelompok harus sama.

2.4.2 Algoritma dan model matematis

Secara ringkas, langkah-langkah dalam analisis diskriminan adalah sebagai berikut: 1. Pengecekan adanya kemungkinan hubungan linier antara variabel penjelas. Untuk

point ini, dilakukan dengan bantuan matriks korelasi (pembentukan matriks korelasi sudah difasilitasi pada analisis diskriminan). Pada output SPSS, matriks korelasi bisa dilihat pada pooled Within-Groups Matrices.

2. Uji vektor rata-rata kedua kelompok

Pengujian terhadap vektor nilai rataan antar kelompok dilakukan dengan hipotesa: H0 : 0 = 1 = 2 = ...= k

H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda

Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah statistik

V-Bartlett yang menyebar mengikuti sebaran Chi-kuadrat (2) dengan derajat bebas

p(k - 1), apabila H0 diterima. Statistik V-Bartlett diperoleh melalui:

( 1)(  ) 2

ln()   n p k V dimana: n = banyaknya pengamatan

p = banyaknya peubah dalam fungsi diskriminan k = banyaknya kelompok     B W W Wilk’s lambda dalam hal ini:

W = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data dalam kelompok =



    k i n j i ij i ij i X X X X 1 1 )' )( (

(9)

B = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data antar kelompok. =

   k i i i i X X X X n 1 )' )( (

Xij = pengamatan ke-j kelompok ke-i

i

X = vektor rataan kelompok ke-i

ni = jumlah pengamatan pada kelompok ke-i,

X = vektor rataan total

Titik Keputusan:

H0: Ada perbedaan vektor nilai rataan antarkelompok.

H1: Tidak ada perbedaan vektor nilai rataan antarkelompok

Jika V  2p(k1),(1) maka H0 diterima.

Jika V > p2(k1),(1) maka H0 ditolak.

Bila dari hasil pengujian ada perbedaan vektor nilai rataan, maka fungsi diskriminan layak disusun untuk mengkaji hubungan antar kelompok serta berguna untuk mengelompokkan suatu objek ke salah satu kelompok tersebut. Diharapkan dalam uji ini adalah hipotesis nol ditolak, sehingga kita mempunyai informasi awal bahwa variabel yang sedang diteliti memang membedakan kedua kelompok. Pada SPSS, uji ini dilakukan secara univariate (jadi yang diuji bukan berupa vektor), dengan bantuan table Tests of Equality of Group Means.

3. Dilanjutkan pemeriksaan asumsi homoskedastisitas dengan uji Box‟s M. Untuk menguji kesamaan matriks peragam (

) antar kelompok digunakan hipotesis:

H0 : 0 = 1 = 2 = ....k = .

H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda.

Statistik uji yang digunakan adalah statistik Box’s M, yaitu:

-2ln* =

j k j j S n k n W k n ln ( ) 1ln 1

    

(10)

* = 1 ( )/2 2 / ) 1 ( ) /( n k k j n j k n W S j    

dimana: k = banyaknya kelompok.

W / (n-k) = matrik ragam-peragam dalam kelompok gabungan. Sj = matrik ragam-peragam kelompok ke-j.

Bila H0 diterima, maka (-2ln*)/b akan mengikuti sebaran F dengan derajat

bebas v1 dan v2 pada taraf signifikansi , dimana:

v1 = (1/2)(k –1)p(p + 1) v2 = (v1+ 2) / (a2 – a12) b = v1 / (1 – a1 - v1/ v2) a1 =               

k j nj n k p k p p 1 3 ) ( 1 ) 1 ( 1 ) 1 )( 1 ( 6 1 3 2 a2 =              

k j nj n k k p p 1 2 2 ) ( 1 ) 1 ( 1 ) 1 ( 6 ) 2 )( 1 (

p = jumlah peubah pembeda dalam fungsi diskriminan.

Asumsikan dalam uji ini hipotesis nol tidak ditolak H0:

 

12. Hipotesis:

H0 : matriks kovarians grup adalah sama

H1 : matriks kovarians grup adalah berbeda secara nyata

Jika (-2ln*)/b > Fv1,v2, berarti H0 diterima

Jika (-2ln*)/b Fv1,v2,berarti H1 ditolak

Sama tidaknya grup kovarians matriks juga bisa dilihat dari tabel output Log

Determinant. Jika dalam pengujian ini H0 ditolak maka proses lanjutan seharusnya

(11)

4. Pembentukan model diskriminan a. Fungsi Diskriminan

Fungsi diskriminan merupakan fungsi atau kombinasi linier peubah-peubah asal yang akan menghasilkan cara terbaik dalam pemisahan kelompok-kelompok. Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompo. Banyaknya fungsi diskriminan yang terbentuk secara umum tergantung dari min(p,k-1), dengan p adalah banyaknya peubah pembeda dan k adalah banyaknya kelompok yang telah ditetapkan. Fungsi diskriminan ini diartikan sebagai keragaman peubah yang terpilih sebagai kekuatan pembeda. Apabila fungsi diskriminan yang terbentuk sebanyak lebih dari satu fungsi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi diskriminan pertama akan menjadi kekuatan pembeda yang paling besar, demikian berturut-turut untuk fungsi berikutnya. Fungsi diskriminan yang terbentuk mempunyai bentuk umum berupa persamaan linier (Fisher’s Sample Linear

Discriminant Function) yaitu:

p p j jx x x x y1 ˆ11 1ˆ12 2 ˆ1 ˆ1 p p j jx x x x y2 ˆ21 1ˆ22 2 ˆ2 ˆ2 ………. p ip j ij i i i x x x x y ˆ1 1ˆ 2 2 ˆ ˆ ……… p qp j qj q q q x x x x y ˆ 1 1 ˆ 2 2 ˆ ˆ

dengan i=1,2,…,q (min p,k-1); j=1,2,…,p atau dapat ditulis sebagai: yˆ'x

dimana: ˆ = a = Vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan. y = skor diskriminan.

X = Vektor variabel acak yang dimasukkan ke dalam fungsi diskriminan.

= Vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok pertama.

(12)

= Vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok kedua.

= Invers matriks gabungan.

Sehingga,

Nilai ˆ dipilih sedemikian sehingga fungsi diskriminan berbeda sebesar mungkin antara kelompok, atau sehingga rasio antara jumlah kuadrat antar kelompok dengan jumlah kuadrat dalam kelompok maksimum.

b. Pembentukan Fungsi Linier (dengan bantuan SPSS)

Pada output SPSS, koefisien untuk tiap variabel yang masuk dalam model dapat dilihat pada tabel Canonical Discriminant Function Coefficient. Tabel ini akan dihasilkan pada output apabila pilihan Function Coefficient bagian Unstandardized diaktifkan.

c. Menghitung discriminant score

Setelah dibentuk fungsi liniernya, maka dapat dihitung skor diskriminan untuk tiap observasi dengan memasukkan nilai-nilai variabel penjelasnya.

d. Menghitung Cutting Score

Untuk memprediksi responden mana masuk golongan mana, kita dapat menggunakan

optimum cutting score. Memang dari computer informasi ini sudah diperoleh.

Sedangkan cara mengerjakan secara manual Cutting Score (m) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut dengan ketentuan untuk dua grup yang mempunyai ukuran yang sama cutting score dinyatakan dengan rumus (Simamora, 2005):

(13)

2 A B ce Z Z Z   dengan :

Zce = cutting score untuk grup yang sama ukuran

ZA = centroid grup A

ZB = Centroid grup B

Apabila dua grup berbeda ukuran, rumus cutting score yang digunakan adalah:

B A B A CU A B N Z N Z Z N N    dengan :

ZCU = Cutting score untuk grup tak sama ukuran

NA = Jumlah anggota grup A

NB = Jumlah anggota grup B

ZA = Centroid grup A

ZB = Centroid grup B

Kemudian nilai-nilai discriminant score tiap obsservasi akan dibandingkan dengan cutting score, sehingga dapat diklasifikasikan suatu obsevasi akan termasuk kedalam kelompok yang mana.

e. Penggolongan objek atau individu

Suatu observasi dengan karakteristik x akan diklasifikasikan sebagai anggota suatu kelompok, misalnya kelompok 1 atau kelompok 2. Untuk penggolongan tersebut ada dua macam cara yang dapat dilakukan yaitu:

1. Menggunakan titik tengah m

Titik tengah m dari diantara dua rata-rata contoh (kelompok 1 dan kelompok 2) ditentukan melalui:

Dengan aturan penggolongan sebagai berikut:

(14)

b. Jika y0 ≤ m atau y0 – m ≤ 0 maka masukkan objek ke dalam kelompok 2.

Keterangan :

y0 = skor diskriminan dari objek tersebut.

2. Menggunakan statistika Wald-Anderson (W)

Statistik Wald-Anderson (W) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Kriteria penggolongan berdasarkan statistik W adalah: a. Jika W > 0 maka masukkan objek ke dalam kelompok 1. b. Jika W < 0 maka masukkan objek ke dalam kelompok 2.

f. Perhitungan Hit Ratio

Setelah semua observasi diprediksi keanggotaannya, dapat dihitung hit ratio, yaitu rasio antara observasi yang tepat pengklasifikasiannya dengan total seluruh observasi. Misalkan ada sebanyak n observasi, akan dibentuk fungsi linier dengan observasi sebanyak n-1. Observasi yang tidak disertakan dalam pembentukan fungsi linier ini akan diprediksi keanggotaannya dengan fungsi yang sudah dibentuk tadi. Proses ini akan diulang dengan kombinasi observasi yang berbeda-beda, sehingga fungsi linier yang dibentuk ada sebanyak n. Inilah yang disebut dengan metode Leave One Out.

Hit Ratio 100% 1 1  

  k i i k i ic n n

Keterangan: ni = jumlah observasi dari i yang tepat dikelompokkan pada i

nij = jumlah observasi dari i yang salah dikelompokkan pada ij

dengan i =1,2,…,k dan j =1,2,…,k

g. Kriteria posterior probability

Aturan pengklasifikasian yang ekivalen dengan model linier Fisher adalah berdasarkan nilai peluang suatu observasi dengan karakteristik tertentu (x) berasal dari suatu kelompok. Nilai peluang ini disebut posterior probability dan bisa ditampilkan

(15)

pada sheet SPSS dengan mengaktifkan option probabilities of group membership pada bagian Save di kotak dialog utama.

 

k k

 

 

k k k p f x p k x p f x

dimana :

pk = prior probability kelompok ke-k dan

 

 

 

1 1/ 2 / 1 exp 1 / 2 2 k k p z fi x f x xx       

Suatu observasi dengan karakteristik x akan diklasifikasikan sebagai anggota kelompok 0 jika p k

 0 x

p k

1 x

. Nilai-nilai posterior probability inilah yang mengisi kolom di 1_1 dan kolom di 1_2 pada sheet SPSS.

h. Akurasi statisik, dapat di uji secara statistik apakah klasifikasi yang dilakukan (dengan menggunakan fungsi diskriminan) akurat atau tidak. Uji statistik tersebut adalah prees-Q Statistik. Ukuran sederhana ini membandingkan jumlah kasus yang diklasifikasi secara tepat dengan ukuran sampel dan jumlah grup. Nilai yang diperoleh dari perhitunngan kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical velue) yang diambil dari tabel Chi-Square dan tingkat keyakinan sesuai yang diinginkan. Statistik Q ditulis dengan rumus:

 

2 Pr 1 N nK ees Q N k         dengan :

N = ukuran total sampel

n = jumlah kasus yang diklasifikasi secara tepat K = jumlah grup

2.5 Pengujian Hipotesis

Intepretasi hasil analisis diskriminan tidak berguna jika fungsinya tidak signifikan. Hipotesis yang akan diuji adalah H yang menyatakan bahwa rata-rata semua variable

(16)

dalam semua grup adalah sama. Dalam SPSS, uji dilakukan dengan menggunakan Wilks‟λ. Jika dilakukan pengujian sekaligus beberapa fungsi sebagaimana dilakukan pada analisis diskriminan, statistik Wilks‟ λ adalah hasil λ univariat untuk setiap fungsi. Kemudian, tingkat signifikansi diestimasi berdasarkan chi-square yang telah ditransformasi secara statistik. Setelah hasil analisis diketahui, kemudian dilihat apakah Wilks‟ λ berasosiasi dengan fungsi diskriminan. Selanjutnya, angka ini ditransformasi menjadi chi-quare dengan derajat kebebasan (df) yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan dengan uji kriteria hipotesis berikut:

H0: Tidak ada perbedaan antara perusahaan yang tidak sehat dan sehat

H1: Ada perbedaan antara perusahaan yang tidak sehat dan sehat

Dengan titik keputusan sebagai berikut:

Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak

Jika F hitung _ F tabel maka H1 diterima

Selanjutnya dengan menggunakan nilai F, dapat di ambil keputusan untuk menerima atau menolak H0. Jika H0 diterima, akan memberikan kesimpulan bahwa

tidak ada perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dengan perusahaan yang sehat. Sebaliknya jika H0 ditolak maka terdapat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut

Referensi

Dokumen terkait

(1) Yang  dimaksud  dengan  Surat  Perjanjian  Kerja  Sama  ini  adalah  perjanjian  dimana  PIHAK  KESATU  mengikat  PIHAK  KEDUA    sebagaimana  pula  PIHAK 

PENGARUH PENGGUNAAN APLIKASI EDRAW MIND MAP TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP HIDROSFER DI SMPN 7 PURWAKARTA.. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan hasil studi, diusulkan rekomendasi peningkatan kematangan sistem interaksi pembelajaran di Fasilkom UEU dalam dua aspek, yaitu (a) Organisasi dan Manajemen

Andi (Masuk Dalam Daftar Pencarian Orang/Dpo), setelah berbincang-bincang beberapa lama dengan terdakwa, sdr.Andi (Masuk Dalam Daftar Pencarian Orang/Dpo) meminta izin

Untuk itu kami meminta kepada saudara untuk menunjukan asli dokumen yang sah dan masih berlaku ( beserta copynya ), sebagaimana yang terlampir dalam daftar isian kualifikasi yang

Paru Pada Program Pendidikan Dokter Spsialis I Departemen Ilmu Penyakit

Ketersediaan hara yang baik dapat membantu pembentukan tongkol yang lebih baik, hal ini dibuktikan oleh tanaman jagung manis yang diberikan pupuk cair urine sapi

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan tentang pencegahan HIV AIDS di SMA N 1 Parigi pada saat sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan media