• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS MULTITRAUMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS MULTITRAUMA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

MULTITRAUMA

Oleh

dr. Ivan Hugo Hadisaputra

Pembimbing

Dr. K.G. Mulyadi Ridia, Sp.OT(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU BEDAH

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

(2)

Laporan Kasus

IDENTITAS

Nama : NKS Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 45 tahun

CM : 19010283

Alamat : Singaraja MRS : 06/09/19

ANAMNESIS

Pasien datang sadar (pukul 14.50, 9/3/19) mengeluhkan nyeri pada kaki kiri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas pukul 07.00 (9/3/19), Riw tidak sadar (-), Mual/muntah (-), Kejang (-), nyeri pada dada (+), sesak nafas (+)

Pasien dirujuk dari RS Negara oleh dokter umum dengan diagnosa OF left tibia fibula segmental + susp rupture arteri + CF Pelvis + Vulnus excoriatum + hypovolemic shock

MOI:

Pasien pngendara sepeda motor, Memakai helm, ditabrak mobil dari arah belakang,pasien terjatuh ke arah kiri dan terseret kurang lebih sejauh 15 meter

PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey: Airway Clear

Breathing: Spontan, RR 26x/mnt SpO2 99% dengan O2 Face Mask 8lpm Thoraks:

Inspeksi: perkembangan dada simetris, jejas (-) Palpasi: krepitasi (+), nyeri tekan (+)

(3)

Auskultasi: Cor s1s2 tunggal regular, murmur (-)

Pulmo vesikuler menurun/menurun, Rh -/-, Wh -/-

x-ray thorax 9/3/19, 17:15

Kesan:

Cor tak tampak kelainan

Obs pelebaran mediastinum kanan Contusio pulmonum

Fraktur komplit pada costae,2,3,4,5,6,7,8 kiri posterior displacement (+) dengan soft tissue swelling disekitarnya

(4)

Inspeksi: jejas (-), distensi (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi: defans (-)

Perkusi timpani (+)

FAST (+) pada hepatorenal

Pelvis

Stability test  AP/Lateral compression: stable

Pernieal hematom (-), bloody MUE (-), high riding prostate (-)

Ekstremitas: Cruris S

Look: Swelling (+) pada proximal, open wound (+) pada sisi medial, hecting pada luka (+), active bleeding (-), deformitas (+) eksternal rotasi, muscle exposed (+), fat bubble (+)

(5)

Assessment:

 Hypovolemic Shock ec susp multiple fracture left costae 2-8 posterior + Contusio pulmonum + Open fracture left tibia et fibula proximal third + susp vascular injury post situtational hecting

 Cedera mediastinum ec susp tracheobronchial injury, dd aortic injury Planning

Resusitasi Cairan RL 2L (target MAP 67, output urine 0.3ml/kgBB/jam) reevaluasi TD 100/70, HR 100x/mnt

Secondary Survey GCS : E4V5M6

Head : Cephalhematome (-) Eye : conjunctiva anemis (+/+)

Neck : bruise (-), midline tenderness (-) ENT : Otorrhea -/-, rhinorrhea -/-

Maxillofacial : Bruise (-), swelling (-), malocclusion (-) Thoraks:

Inspeksi: perkembangan dada simetris, jejas (-) Palpasi: krepitasi (+), nyeri tekan (+)

Perkusi: dullness/dullness

Auskultasi: Cor s1s2 tunggal regular, murmur (-) Pulmo vesikuler menurun/menurun, Rh -/-, Wh -/- Abdomen

Inspeksi: jejas (-), distensi (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi: defans (-)

(6)

Cruris S

Look: Swelling (+) pada proximal, open wound (+) pada sisi medial, hecting pada luka (+), jejas (+), deformitas (+) eksternal rotasi, muscle exposed (+), fat bubble (+)

Feel: Tenderness (+) pada seluruh cruris, Krepitasi (+), Pulsasi: A tibialis posterior ++/-, pulsasi A dorsalis pedis ++/+. CRT >2dtk pada seluruh jari, SpO2 digiti I-V 97-98%, prick test (+)

Movement: Active ROM knee terbatas karena nyeri Active ROM Ankle terbatas karena nyeri Active ROM MTP-IP 0/50

Assessment

 Hypovolemic Shock rapid response ec susp multiple fracture left costae 2-8 posterior + Contusio pulmonum + Open fracture left tibia et fibula proximal third + susp vascular injury post situtational hecting

 Cedera mediastinum ec susp tracheobronchial injury, dd aortic injury Lab 9/3/19 WBC 17.19 SC 0.89 Hb 9.19 BUN 13.8 Hct 25.71 SGOT 99 Plt 185.8 SGPT 55.8 INR 1.37 BS 171 PPT 16.2 Na 140 APTT 29.4 K 4.11 Imaging: CT Scan Thorax Pelvic X-ray AP View Left X-ray AP/lateral view

(7)

CT Scan Thorax 9/3/19, 19.00

PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Pelvis AP (RSUD Badung)

Kesan:

Pelebaran mediastinum superior kanan kiri dengan periaortic fat stranding dan densitas heterogen mediastinum superior disertai deviasi ringan trachea ke kanan dapat merupakan tanda sekunder thoracic aortic injury, Saran : CTA Thorax

Contusio pulmonum pada suprahiler dan parahiler kiri

Pneumomediastinum

Hematothorax bilateral

Fraktur pada costae 2,3,4,5,6,7,8 kiri posterior, displacement (+)

Soft tissue swelling dan emfisema subkutis pada soft tisisue regio hemithorax kiri

(8)
(9)

Diagnosis:

o Fracture Costae 2,3,4,5,6,7,8 posterior left hemithorax o Hematothorax Bilateral post Thorakostomi WSD D et S o Left Contusio Pulmonum

o Rupture Left Artery Popliteal

o Hypovolemic shock (transient response) o Susp. Aortic Injury

o Pneumomediastinum

o Fracture Ramus Pubis S + Fracture acetabulum Transversal S (LC-II) o OF Left Tibia Segmental Grade IIIC

o OF Left Fibula Segmental Grade IIIC o Anemia

(10)

Treatment Bedah Trauma:

Thoracostomy WSD Hemithorax Bilateral

Orthopaedi:

Applied pelvic binder

Analgetic, Anti Tetanus, Antibiotic Debridement + External Fixation

BTKV

Maintain drain WSD Pro CT Angio Thorax

(11)

Vascular :

(12)

Kondisi hari-1 post Op 11/3/19 S: DPO

O: Intubated FiO2 60, PEEP 5.0, Ti 14.0

BP 117/65 ; HR 128 x/m ; SpO2 98 % (jari tangan)

Thoraks:

I: Gerak dada simetris,

Drain D 50cc/24jam serous hemmorgic Drain S 130cc/24jam serous hemmorgic P : Krepitasi -/+

P: sonor/sonor

A: ves +/+, rh -/-, wh -/-

Reg Ekstremitas Inferior S

• Look: Exfix (+) , dressing (+), discharge (+) • Feel:

(13)

Tenderness (cbe), A. Dorsalis pedis (-), A.Tibialis Posterior (-), CRT 1st – 5th < 2 seconds, SO2 1st toe 89%, 2nd toe (-), 3rd toe 93%, 4th toe (-), 5th toe (-)

• Move: Active ROM distal cbe

Lab Post Op WBC 29.99 pH 7.22 Hb 6.93 pCO2 21.5 Hct 19.69 pO2 182 Plt 109 HCO3 8.5 SpO2 99 A

Fr. Costae 2 3 4 5 6 7 8 posterior hemitorax S (displaced) Hematotorax bilateral post toracostomi WSD D/S H-1 Kontusio pulmonum S

Pneumomediastinum Susp Aortic injury Anemia (6.93) Leukositosis (29.9)

Fraktur Ramus Superior os Pubis S Fraktur Acetabulum Transversal S

OF left tibia-fibula post debridement + eksternal fixasi H-1

Ruptur a. Poplitea S post eksplorasi vaskuler dengan vaskular graft H-1 (TRISS probability of survival 57.3%)

P/

- pro CT angiografi Thorax

(14)

TS Orthopaedi - ceftriaxone 2x1g IV - gentamisisn 2x12mg IV

- elevasi tungkai, ganjal dengan bantal - rawat luka tiap 3hari

- obs ttv, tanda kompartmen dan viabilitas extremitas inferior S - konsul TS URM Ts Intensivist - head up 30-45' - oral hygiene - fentanyl 300mcg/24jam - ranitidin 2x50mg Follow Up 11/3/19 Pukul 20.00 S: DPO

O: Intubated FiO2 60, PEEP 5.0, Ti 14.0

BP 165/100 ; HR 151 x/m ; SpO2 80 % (jari tangan) Urine 100ml/3jam

A

Fr. Costae 2 3 4 5 6 7 8 posterior hemitorax S (displaced) Hematotorax bilateral post toracostomi WSD D/S H-1 Kontusio pulmonum S

Pneumomediastinum ARDS

Hipertensi gr II Susp Aortic injury Anemia (6.93)

(15)

Leukositosis (29.9)

OF left tibia-fibula post debridement + eksternal fixasi H-1

Ruptur a. Poplitea S post eksplorasi vaskuler dengan vaskular graft H-1

P Atracurium 25mg IV Furosemid 1 amp IV Follow Up 12/3/19 Pukul 01.00 S: DPO O: TD 88/40 on Vascon 0.6mcg HR 150x/mnt T 37.2 C

RR BIPAP 16x/mnt , PEEP 8, FiO2 100

Thoraks:

I: Gerak dada simetris,

Drain D 60cc/24jam serous hemmorgic Drain S 150cc/24jam serous hemmorgic P : Krepitasi -/+

P: sonor/sonor

A: ves +/+, rh +/+, wh -/- Urin 1050/3jam kuning jernih

A:

Shock Sepsis dd susp rupture aorta ARDS

Fr. Costae 2 3 4 5 6 7 8 posterior hemitorax S (displaced) Hematotorax bilateral post toracostomi WSD D/S H-1 Kontusio pulmonum S

(16)

Susp Aortic injury Anemia (6.93) Leukositosis (29.9)

OF left tibia-fibula post debridement + eksternal fixasi H-1

Ruptur a. Poplitea S post eksplorasi vaskuler dengan vaskular graft H-1

P

TS Anestesi Vascon 0.6mcg Dobutamin 5mcg

Pukul 5.00 Pasien mengalami asystole, telah dilakukan RJP selama 20menit, pasien dinyatakan meninggal pukul 5.30 dengan penyebab kematian

A: Multiple Organ Failure

B: Shock Sepsis + ARDS dd rupture aorta

Fr. Costae 2 3 4 5 6 7 8 posterior hemitorax S (displaced) Hematotorax bilateral post toracostomi WSD D/S H-1 Kontusio pulmonum S

Pneumomediastinum Susp Aortic injury Anemia (6.93) Leukositosis (29.9)

OF left tibia-fibula post debridement + eksternal fixasi H-1

Ruptur a. Poplitea S post eksplorasi vaskuler dengan vaskular graft H-1 C: Kecelakaan Lalu Lintas

(17)

DISKUSI KASUS

Pasien Perempuan usia 45 tahun rujukan dari Rumah Sakit Negara dengan diagnosa OF left tibia fibula segmental + susp rupture arteri + CF Pelvis + Vulnus excoriatum + hypovolemic shock, telah diberikan IVFD RL 2 kolf dengan rapid response TD 100/60 HR 96x/mnt

Pasien datang sadar mengeluhkan nyeri pada kaki kiri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas pk 07.00 (6/9/19), Riw tidak sadar (-), Mual/muntah (-), Kejang (-), nyeri pada dada (+), sesak nafas (-). Pasien pngendara sepeda motor, Memakai helm, ditabrak mobil dari arah belakang,pasien terjatuh ke arah kiri dan terseret kurang lebih sejauh 15 meter.

Pasien mendapatkan penanganan sesuai dengan prinsip ATLS Airway didapatkan clear, Breathing didapatkan Spontan, RR 20x/mnt SpO2 99% dengan O2 Face Mask 8lpm, Pulmo vesikuler menurun/menurun, Rh -/-, Wh -/-.

Pemeriksaan x-ray thoraks didapatkan

Circulation: didapatkan TD 90/60 dengan HR 120x/mnt, yang merupakan tanda shock hemoragic gr III, dilakukan resusitasi cairan RL 2 (dengan target MAP 67 dan monitor urine output target 0.3ml/kgBB/jam). Reevaluasi : TD 100/70, HR 100x/mnt

Dengan dilakukan Evaluasi mencari sumber perdarahan:

Abdomen: Inspeksi: jejas (-), distensi (-), Auskultasi: Bising usus (+) normal, Palpasi: defans (-), Perkusi timpani (+), FAST (+) pada hepatorenal

Pelvis: Stability test  AP/Lateral compression: stable

Pernieal hematom (-), bloody MUE (-), high riding prostate (-) Wound: Ekstremitas: Cruris S

Look: Swelling (+) pada proximal, open wound (+) pada sisi medial, hecting pada luka (+), active bleeding (-), deformitas (+) eksternal rotasi, muscle exposed (+), fat bubble (+)

(18)

Secondary Survey

Didapatkan GCS E4V5M6, kepala tidak ada tanda-tanda cedera, terdapat conjunctiva anemis +/+, Neck: bruise (-), midline tenderness (-), Maxillofacia: Bruise (-), swelling (-), malocclusion (-)

Thoraks:

Inspeksi: perkembangan dada simetris, jejas (-) Palpasi: krepitasi (+), nyeri tekan (+)

Perkusi: dullness/dullness

Auskultasi: Cor s1s2 tunggal regular, murmur (-) Pulmo vesikuler menurun/menurun, Rh -/-, Wh -/- Abdomen

Inspeksi: jejas (-), distensi (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi: defans (-)

Perkusi timpani (+)

Pelvis : Stable, AP compression test (-), lateral compression test (-)

Cruris S

Look: Swelling (+) pada proximal, open wound (+) pada sisi medial, hecting pada luka (+), jejas (+), deformitas (+) eksternal rotasi, muscle exposed (+), fat bubble (+)

Feel: Tenderness (+) pada seluruh cruris, Krepitasi (+), Pulsasi: A tibialis posterior ++/-, pulsasi A dorsalis pedis ++/+. CRT >2dtk pada seluruh jari, SpO2 digiti I-V 97-98%, prick test (+)

Movement: Active ROM knee terbatas karena nyeri Active ROM Ankle terbatas karena nyeri Active ROM MTP-IP 0/50

(19)

Tabel Gustilo and Anderson Classification of Open Fracture:

Pada pasien ini dengan Open Fracture Segmental Left Tibia Fibula 3C, dimana secara keseluruhan haruslah dianggap sebagai terkontaminasi dan sangatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi, sehingga harus dilakukan 4 hal yaitu: Antibiotik profilaksis, urgent wound and fracture debridement, stabilitzation of the fracture, dan penutupan luka awal devinitif, Pada pasien ini dilakukan stabilisasi dengan eksternal fiksasi sesuai dengan indikasi:

1. Fraktur diasosiasikan dengan cedera soft tissue berat (termasuk open fraktur) atau yang terkontaminasi, dimana internal fiksasi dirasa beresiko dan akses berulang diperlukan untuk inspeksi luka, dressing atau bedah plastic

2. Pasien dengan cedera multiple, yang disertai dengan cedera dada atau kepala.

Eksternal fiksasi dapat menimbulkan komplikasi cedera pada struktur soft

tissue sekitar yaitu nervus dan pembuluh darah, Internal fiksasi dapat dilakukan

setelah dilakukan eksternal fiksasi pada saat devinitive wound cover dengan syarat: delay wound cover kurang dari 6 hari, tidak tampak kontaminasi luka,

(20)

mengembalikan fungsi, tidak hanya pada daerah yang cedera, tapi juga pasien secara keseluruhan. Secara objektif adalah untuk mengurangi oedem, mempertahankan pergerakan sendi, mengembalikan kekuatan otot dan agar pasien segera kembali menjalani aktivitas normal. Anggota gerak yang cedera perlu dilakukan elevasi

Pada Pasien ini ditemukan hard sign of arterial injury yaitu hematom yang berkembang secara cepat, dan terdapat tanda pulseless pada A tibialis posterior dan A. Insiden cedera vascular pada pasien dengan adanya salah satu hard sign mencapai 90%. Ketika hard sign ditemukan maka operasi harus segera dilakukan agar dapat dilakukan vascular exploration dan repair. Pada pasien ini ditemukan rupture pada A Poplitea S sepanjang 5cm, 3cm di atas bifurcatio. Dilakukan saphenous graft dari V saphena kontralateral. Komplikasi yang dapat timbul adalah terjadinya compartment syndrome, dan Mangled Extremity. Mangled extremity adalah hasil dari energy yang tinggi atau trauma yang menghancurkan yang mengakibatkan cedera kombinasi pada arteri, tulang, jaringan lunak, tendon, dan nervus yang secara signifikan mempengaruhi viabilitas dari anggota gerak. (Mavrogenis et al, 2015). Mangled Extremity Severity Scoree (MESS) digunakan untuk membantu menentukan pilihan terapi, dimana skor ≥ 7 merupakan indikasi untuk dilakukan amputasi primer.

Skeletal/Soft Tissue Injury

1. Low Energy (stab wound, simple fracture, low energy gunshot wound) 2. Medium Energy (open or multiple fractures, dislocation)

3. High Energy (high speed motor vehicle collision or rifle gunshot wound) 4. Very High Energy (above plus gross contamination)

Limb Ischemia* (Skor doubled for ischemia time > 6 hours) 1. Pulse reduced or absent but perfusion normal

2. Pulseless; paresthesia, diminished capillary refill 3. Cool, paralyzed, insensate, numb

(21)

Shock

0. Systolic blood pressure always > 90 mmHg 1. Systolic blood pressure transiently < 90 mmHg 2. Systolic blood pressure persistently < 90 mmHg Age (years)

0. < 30 1. 30–50 2. > 50

Pada pasien ini didapatkan skor MESS = 9, sehingga dianjurkan untuk dilakukan amputasi primer. Namun pada pasien dilakukan usaha untuk menyelamatkan kaki kiri pasien dengan melakukan repair vascular.

Pada pasien ini didapatkan fraktur pada ramus pubis S dan fraktur Acetabulum Transversal S, dimana ring pelvis masih stabil, sehingga masuk dalam kategori Lateral Compression (LC) II injury. Pada pasien ini dilakukan pelvic binder dimana dapat dilakukan apabila anterior gap kurang dari 2cm dan tidak ada disruption pada posterior.

Pada pasien dengan cedera dada dilakukan terapi sesuai dengan prinsip ATLS. Pada primary survey dari cedera dada haruslah berhasil mendeteksi adanya: 1 tension pneumothoraks, 2 Pericardial tamponade, 3,massif hematothoraks, 4 Flail chest, dan 5 open pneumothoraks. Pada Simple pneumothoraks atau hematothoraks, fracture costae, dan kontusio pulmonum dapat mempengaruhi ventilasi dan biasanya diidentifikasi pada saat secondary survey. (ATLS 9th edition, American College of Surgeon)

Pada pasien ini didapatkan Fr. Costae 2 3 4 5 6 7 8 posterior hemitorax S (displaced) yang tampak dari x-ray thorax, disertai dengan pelebaran mediastinum lebih dari 8cm, yaitu 10cm, dimana dicurigai adanya cedera pada Aorta.

(22)

kematian secara langsung / cepat 80% kasus. Dan pasa sisanya, transeksi yang terdapat pada adventisia, pasien dapat selamat sampai di rumah sakit, namun diagnose dan manajemen transeksi aorta sangatlah penting, karena kebanyakan pasien akan berlanjut menjadi rupture aorta dalam 24 jam. Seperti pada seluruh pasien trauma, harus ditangani dengan prinsip ATLS. Tanda-tanda vital yang dapat mengalami perubahan pada shock hemoragik yaitu termasuk tekanan darah yang sempit, hipotensi, dan takikardi. Pada tamponade pericardial dapat dijumpai trias becks yaitu hipotensi, suara jantung teredam, dan distensi vena Jugular. Evaluasi radiologis yang dapat dilakukan yaitu x0ray thoraks dijumpai pelebaran mediastinum, dan juga FAST unuk mendeteksi darah pada pericardium, Computed Angiography (CTA) adalah metode pilihan untuk menegakkan cedera traumatic dan cepat untuk dilakukan pada instalasi darurat. Pasien dengan klinis stabil, tanpa bukti cedera dapat dipulangkan. Namun pasien dengan kondisi yang tidak stabil dan tidak meningkat setelah resusitasi merupakan kandidat untuk dilakukan operasi eksplorasi, namun hanya sekitar 15% dari pasien dengan cedera mediastinum dilakukan operasi. Pada prinsipnya pasien dengan cedera aorta haruslah mendapatkan initial terapi dengan control tekanan darah, dimana keadaan cedera yang mengancam nyawa lainnya juga ditangani. Medikamentosa yang dapat digunakan yaitu anti-hipertensi dengan efek inotropic negative. Esmolol intravena dengan rapid acting beta blocker dengan half-life yang singkat merupakan terapi yang ideal untuk transeksi aorta. Tujuannya adalah mempertahankan denyut jantung dibawah 100x/menit dan tekanan darah sistolik dibawah 100 mmHg. Setelah kondisi pasien stabil, transeksi aorta dapat ditangani dengan repair secara torakotomi atau dengan endovaskular

Pada Pasien ini dilakukan CT Scan Thorax, Kesan:

Pelebaran mediastinum superior kanan kiri dengan periaortic fat stranding dan densitas heterogen mediastinum superior disertai deviasi ringan trachea ke kanan dapat merupakan tanda sekunder thoracic aortic injury, Saran : CTA Thorax

Contusio pulmonum pada suprahiler dan parahiler kiri

(23)

Hematothorax bilateral

Fraktur pada costae 2,3,4,5,6,7,8 kiri posterior, displacement (+)

Soft tissue swelling dan emfisema subkutis pada soft tisisue regio hemithorax kiri

dimana masih tidak dapat menegakkan diagnosa aorta injury, namun tampak hematothoraks D et S, dan dilakukan thoracostomy WSD D et S dan didapatkan perdarahan inisial 200cc pada masing-masing hemithorax.

Pada Pasien ini Dengan ARDS dimana Lung Injury Prediction Score (LIPS). Average LIPS untuk pasien dengan ARDS adalah 8.8 ± 2.8 dibandingkan 5.4 ± 2.8 pada pasisen tanpa ARDS. Dimana ARDS diidentifikasi sebagai penyebab paling sering dari respirasi failure post operative dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. ARDS di definisikan dengan PaO2 : FiO2 < 300 mmHg

LIPS Calculation Worksheet

Pasien ini dengan LIPS Score 9.5 dimana resiko terjadinya ARDS tinggi (PaO2:FiO2 = 109.6). Pasien mengalami desaturasi pada pukul 20.00, dengan acidosis respiratorik (7.05). Pada pasien ini perawatan post op tidak dilakukan

(24)

sistolik mencapai 165 mmHg dengan HR 150x/mnt (Tanggal 11/3/19 pukul 20.00). Pasien mendapatkan resusitasi cairan kristaloid 2L pre op, durante op pasien mendapatkan total cairan 2150ml, kemudian di perawatan RTI pasien mendapatkan loading koloid 500ml dan transfusi PRC, jam 20.00 CVP 30 cmH2). Pukul 1.00 pasien mengalami hipotensi dan diberikan vascon. Pukul 5.00 pasien mengalami asystole, dan dilakukan RJP selama 20 menit. Pasien dinyatakan meninggal pada pukul 5.30.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support ATLS. ACS Comitee on Trauma.

Bauman ZM, Gassner MY, Coughlin MA, Mahan M, Watras J. 2015. Lung Injury Prediction Score is Useful in Predicting Acute Respiratory Distress Syndrome and Mortality in Surgical Critical Care Patients. Critical Care Research and Practice. Hindawi.

Cullen, EL, Lantz EJ, Johnson CM, Young PM. 2014. Traumatic Aortic Injury:

CT Findings, Mimics, and Therapeutic Options. Cardiovasc Diagn Ther

4(3):238-244

Hoth JJ, Kincaid EH, Meredith JW. 2010. Injuries to The Chest. ACS Surgery: Principles and Practice. Decker Intellectual Properties.

Loja MN, Sammann A, DuBose J, Li CS, Liu Y, Savage S, Scalea T, Holcomb JB, Rasmussen TE, Knudson MM. 2018. The Mangled Extremity Score and

Amputation: Time for a Revision. J Trauma Acute Care Surg Mar 2017:

82(3):518-523.

Mavrogenis A, Panagopoulos GN, Kokkalis ZT, Koulouvaris Pm Megaloikonomos PD, Igoumenou V, Mantas G, Moulakakis KG, Sfyroeras GS, Lazaris A, Soucacos PN. 2015. Vascular Injury in Orhopedic Trauma. Orthopedics 39(4):249-259.

Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2010. Principles of Fractures; Injuries of

the Pelvis; Injuries of the Knee and Leg. Appley’s System of Orthopaedics

and Fractures. Hodder Arnold: London. P687-732; p829-842; p875-906. Stanislaw BW, Boguslaw GE. 2008. Management of Open Fractures of the TIbial

Shaft in Multiple Trauma. Indian J Ortho, 42(4):395-400

Taghavi S, Askari R. 2019. Mediastinal Trauma. Treasure Island (FL): StatPearls Publising LLC.

Gambar

Tabel Gustilo and Anderson Classification of Open Fracture:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan persetujuan pasien, anamnesis (tidak didapatkan riwayat alergi, pemakaian obat jangka panjang HT, atau asma, hemodinamik stabil, pasien tidak dalam

Mengingat kondisi pasien yang tidak stabil, maka prosedur transfer perlu dilakukan oleh petugas yang berkompeten dibidangnya, jadi apabila pasien diputuskan untuk di rawat di

Semua informasi yang diberikan pada pasien, mengenai kondisi pasien, diagnosis penyakit (indikasi operasi/tindakan), Alasan mengapa harus dilakukan

Dilakukan anestesi regional spinal pada pasien dengan dosis yang rendah dan tidak diberikan obat sedasi baik sebelum maupun selama operasi untuk menjaga haemodinamik pada

Pada pasien ini dilakukan transfusi darah yang masif karena selama operasi pasien mengalami perdarahan sebanyak 1050 cc dan hemoglobin kurang dari 10 gr/dl maka dilakukan

Melalui metodei initial assessment ini peserta diajarkan bagaimana menilai kondisi pasien, cara melakukan resusitasi, menjaga kondisi pasien agar berada dalam

Manajemen medula spinalis, terutama bagian cervical selama operasi dan resusitasi pasien dengan cedera spinal, memiliki banyak pertimbangan penting untuk ahli anestesi, antara

Pasien yang masuk rawat inap dengan rencana operasi Operasi dibatalkan karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan dilakukan operasi, ditunda/dibatalkan atas permintaan