LAPORAN KASUS
MANAJEMEN ANESTESI PADA KASUS STRIKTUR URETRA PADA GERIATRI
Disusun Oleh : Novita Wahyu R.
0710710067
Pembimbing :
dr. Ristiawan Muji L, Sp.An
LABORATORIUM ANESTHESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Sukandri
Usia : 68 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Alamat : Dsn. Mujung RT 10/ RW 03 Ngantang- Malang
Berat Badan : 60 kg
Register :1207050299
Dirawat di : Ruang 19
Tanggal dilakukan Anestesi : 10 Juli 2012 Lama anestesi : 11.40 – 12.55 WIB
Diagnosis pra bedah : Striktur uretra pars prostatika post open prostatectomy Jenis pembedahan : Panendescopy +sachse
Jenis anesthesia : Regional Anestesia-Sub Arachnoid Block
2.2 PRE-OPERATIVE ( 9 Juli 2012) 2.2.1. Anamnesa Pre Operative
Alergi : Tidak ada riwayat alergi obat-obatan, makanan Medication : Tidak mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya. Past Medical History : DM (-), HT (-), Asma (-)
Last Meal : sejak 7 jam sebelum operasi
Event : pasien tidak dapat BAK terpasang kateter
2.2.2. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : Airway paten, nafas spontan reguler, RR 20x, Rh (-), Wh (-), mallampati 1, gerak leher bebas, tidak ada obstruksi.
B2 (Blood) : Akral hangat, TD 130/80, N: 90 x/menit, saturasi O2 97%, S1-S2 tunggal reguler, murmur (-) B3 (Brain) : Sadar penuh, GCS 456, pupil isokor, reflek
cahaya +/+
B4 (Bladder) : Post cystostomy BAK via DC (+), Produksi urine (+) 30 ml/jam, kuning jernih
B5 (Bowel) : Flat, Soefl, Bising usus (+), mual (-), muntah (-) B6 (Bone) : Akral hangat, edema (-/-)
2.2.3. Pemeriksaan Laboratorium Pre-Operasi Pemeriksaan Laboratorium tanggal 9 Juli 2012 - Darah Lengkap : Leukosit : 9.640/µl (N : 3.500 – 10.000 /µl) Hb : 12.10 gr/dl (N : 11 – 16,5 gr/dl) Hematokrit : 34.40% (N : 35,0 – 50,0 %) Trombosit : 292.000/µl (N : 150.000 – 390.000 /µl) - Faal Hematostasis :
PPT : 11.1 detik (kontrol: 12.5 detik)
APTT : 26.7 detik (kontrol: 26.8 detik) - Kimia Klinik:
SGOT : 13 mU/dl (N: 0-40 mU/dl)
SGPT : 7 mU/dl (N: 0-41 mU/dl) Albumin : 4.28 g/dl (N: 3.5- 5.5 g/dl) GDS : 78 mg/dl (N: <200 mg/dl) Ureum : 16.90 mg/dl (N: 20- 40 mg/dl) Kreatinin : 0.98 mg/dl (N: <1.2 mg/dl) Serum Elektrolit
Natrium : 146 mmol/L (N: 136-145 mmol/L)
Kalium : 3.83 mmol/L (N: 3.5- 5.0 mmol/L)
2.2.4 Pemeriksaan Tambahan Foto thorax tanggal 5 Juli 2012
Elektrocardiografi tanggal 5 Juli 2012
USG Abdomen 24 Mei 2012 :
- Ren D/S: ukuran normal, permukaan regular, parenkim normal, pelvicocalyceal tidak melebar, batu/ kista (-)
- Vesica Urinaria: terpasang balon kateter, dinding menebal, regular, batu/ massa (-)
- Prostatic bed : tampak jaringan berukuran 3.7x 2.5x 3 cm
Menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA), status fisik pasien ini bisa diklasifikasikan sebagai ASA 2 geriatri + emphysematous lung.
2.3 DURANTE OPERASI 2.3.1. Laporan Anestesi
- Jenis anestesia : Regional anestesia-Sub Arachnoid Blok
- Teknik anestesia :
1. memposisikan pasien dengan kondisi duduk, meluruskan punggung, tapi tetap dalam keadaan tidak tegang, dan menundukkan kepala.
2. Lokasi injeksi diberi antiseptik, dengan savlon atau dengan betadine. 3. Identifikasi ruang interspinosus diantara L4-L5
4. Kemudian di infiltrasi lokal dengan lidokain 2% di area L4-L5
5. Dilanjutkan anestesi dengan insersi spino catheter ukuran 27 gauge, barbotage (+), dan cairan serebrospinal (+)
6. injeksi bupivacaine 0.5% 12 mg dan adjuvant morfin 0.1 mg, kemudian dilakukan pengecekan area sensoris, motoris dan tanda-tanda toksikasi pada pasien.
- Lama anestesi : 11.40 - 13. 15
- Lama operasi : 11.55 – 13.15
- Premedikasi (2jam pre op) : Metoclopramide 10 mg i.v Ranitidine 50 mg i.v
2.3.2. Tindakan Regional Anestesia
- Posisi anestesi : pasien duduk dengan mendekap bantal, kepala menekuk ke dada, punggung tidak tegang, kedua kaki lurus.
- Teknik anestesi : infiltrasi lokal dengan lidokain 2% 2cc
Anestesi regional spinal dengan bupivacaine 0.5% 12mg dan adjuvant morfin 0.1 mg
2.3.3. Monitoring
- Pernafasan : O2 nasal canule, 2 lpm - Medikasi durante operasi :
Ondansetron 4 mg i.v
Ketorolac 30 mg i.v - Cairan :
Pre operasi : RL 750 cc
Durante operasi : RL 500 cc
Estimated Blood Volume (EBV) : 4200 cc (BB= 60kg)
Allow Blood Loss (ABL) : 840cc
Maintenance : 100 cc/jam
O4 : 240 cc
Produksi urine PO : 300 cc (sisa cystostomy dibuang)
Produksi urine DO : DC 300 cc 2.4 POST-OPERATIVE
2.4.1. Pemeriksaan Fisik Post Operasi
B1 : Airway Paten, nafas spontan, RR 20 x/mnt, Rh (-), Wh (-),Airway, mallampati 1, gerak leher bebas, tidak ada obstruksi.
B2 : Akral hangat, kering, merah, nadi 84 x /mnt, TD 120/80 S1S2 single regular, murmur (-)
B3 : sadar penuh, GCS 456, Pupilisokor, reflek cahaya +/+
B4 : terpasang kateter 20 fr, BAK (+), warna kuning jernih, produksi urin 50 cc/jam
B5 : BU (+) N, flat, soefl. B6 : edema (-), CRT <2 detik Infus : RL 100 ml/jam
Antibiotika : Ciprofloxacin 2x 500mg p.o
Pengobatan lain : inj Metoclopramide 3 x 10 mg i.v Inj Ondansetron 4 mg i.v
2.4.2 Aldrete Score
Kesadaran
Sadar penuh 2
Tak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1 Tak ada reaksi terhadap rangsangan 0
Pernafasan
Teratur, kuat, batuk 2 Nafas berat, depresi 1
Nafas dibantu 0
Tensi
Sama dengan nilai awal+ 20% 2 Berbeda 20-30% dari nilai awal 1 Berbeda >30% dari nilai awal 0
Pergerakan
Gerak terkendali 2
Gerak tak terkendali 1
Tak bergerak 0 Warna kulit Merah 2 Pucat 1 Sianosis 0 ---
Jumlah total skor 10
2.4.3 Monitoring
Cek tensi, nadi dan nafas setiap 15 menit selama di recovery room
Bila muntah, kepala dimiringkan, head down dan suction aktif
Bila pasien kesakitan dapat diberikan injeksi ketorolac 30mg i.v
Pindah ruangan jika Aldrete score > 8 dan tidak terdapat nilai 0
Makan dan minum: diberikan secara bertahap bila pasien tidak mual dan muntah
Bila RR ≤ 10 x/mnt berikan O2 100% 10 L/mnt dengan NRBM
Bila N ≤ 50, berikan SA 0,5-1 mg i.v
Jika tekanan darah sistole < 90 mmHg berikan RL/NS 0,9% 500 cc dalam 30 menit efedrin 5-10 mg i.v
PEMBAHASAN
Pada tanggal 5 Juli 2012, pasien Tn. S, Laki-laki berusia 68 tahun dibawa ke Poli bedah urologi RSSA Malang dengan keluhan utama tidak bisa BAK sejak tanggal 16 April. Pasien memiliki riwayat berobat ke RS Paru Batu, disana pasien dipasang kateter namun tidak berhasil dan keluar darah. Pasien memiliki riwayat operasi prostat pada bulan Februari tahun 2012 di RS Paru Batu oleh spesialis bedah. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, maupun diabetes sebelumnya. Pasien mengatakan terkadang mengeluh batuk. Pasien merupakan perokok aktif sejak ± usia 35 tahun, mengkonsumsi < 1 pack rokok setiap harinya.
Pada rencana operasi panendescopy dan sachse pada tanggal 10 Juli 2012, telah dilakukan visite pre-operasi pada pasien, dengan diagnosis pre operasi Striktur uretra pars prostatika post open prostatectomy. Dari anamnesis didapatkan pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan, pemakaian obat jangka panjang disangkal, tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asthma sebelumnya. Pasien terkadang mengeluh batuk. Pasien kemudian dianjurkan untuk berpuasa 6 jam sebelum operasi dimulai. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan breathing, blood, brain, bowel, bladder, bone dalam kondisi stabil. Dan dari hasil laboratorium dalam batas normal. Hasil foto thorax didapatkan emphysematous lung tanpa ada keluhan klinis pada pasien.
Dari seluruh hasil pemeriksaan, tidak didapatkan kelainan bermakna pada pasien ini yang dapat mengganggu proses anestesi, pasien digolongkan dalam kategori Mallampati 1. Menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA), status fisik pasien ini bisa diklasifikasikan sebagai ASA 2 geriatri+ emphysematous lung. Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan Regional Anestesia-Sub Arachnoid Block. Inform consent juga telah dilaksanakan. Pemilihan regional anestesi-SAB sebagai teknik anestesi pada pasien ini berdasarkan pertimbangan bahwa pasien akan menjalani panendescopy dan sachse jika diperlukan pada ekstremitas bawah. Namun, memang perlu dilakukan pengawasan ekstra hati-hati terhadap kondisi hemodinamik selama proses operasi, dan perlu dilakukan rencana pre-operatif dengan seksama. Proses intraoperatif diharapkan berjalan lancar serta cepat.
Berdasarkan persetujuan pasien, anamnesis (tidak didapatkan riwayat alergi, pemakaian obat jangka panjang HT, atau asma, hemodinamik stabil, pasien tidak dalam keadaan hipovolemia berat sampai syok, dan tidak menderita koagulopati) dan pemeriksaan fisik, maka pasien ini sudah cukup memenuhi sayrat untuk dilakukan regional anestesi. Teknik ini harus dilakukan hati hati karena regional anestesi akan dilakukan pada pasien geriatri, dimana pada geriatri secara umum terjadi penurunan fungsi organ kardiopulmonar, renal, hepatic, imunitas, serta sistem syaraf.
Sebelum dilakukan anestesi, pasien diberikan premedikasi berupa pemberian injeksi Metoclopramide 10 mg dan injeksi Ranitidine 50mg. Metoclopramide digunakan sebagai anti emetik dan untuk mengurangi sekresi kelenjar. Sedangkan Ranitidine yang merupakan H2 antagonist berfungsi dalam mencegah terjadinya stress ulcer akibat peningkatan asam lambung yang berlebihan pada pasien pre operasi. Premedikasi dilakukan 2 jam sebelum induksi anastesi.
Teknik anestesi spinal dimulai dengan memposisikan pasien dengan kondisi duduk, meluruskan punggung, tapi tetap dalam keadaan tidak tegang, dan menundukkan kepala. Lokasi injeksi diberi antiseptik, dengan savlon atau dengan betadine. Kemudian di infiltrasi lokal dengan lidokain 5%.di ruang interspinosus area L4-5 dengan. Dilanjutkan anestesi dengan insersi spino catheter ukuran 27 gauge, barbotage (+), dan cairan serebrospinal (+), kemudian diinjeksikan morfin 0.1 mg bersama dengan bupivacaine heavy 0.5% 12 mg. Kemudian dilakukan pengecekan area sensoris, motoris dan tanda-tanda toksikasi pada pasien. Setelah obat anestesi bekerja, langkah-langkah operasi bisa segera dilakukan oleh TS bedah urologi.
Kemudian 15 menit sebelum operasi selesai, pasien diberikan injeksi intravena ondansentron 4 mg untuk meredakan rasa mual pasca pembiusan dan juga diberi ketorolac 30 mg untuk analgetik luka pasca operasi apabila efek kerja analgetik durante operasi telah selesai.
Pemberian input cairan preoperatif maupun durante operasi sangatlah penting dalam keseimbangan hemodinamik pasien saat operasi berlangsung. Dengan menghitung estimated blood volume (EBV) = 4200 cc, allowed blood loss = 840 cc, kebutuhan cairan maintenance = 100 cc/jam, kebutuhan cairan durante operasi = 240 cc/jam , jumlah cairan yang dibutuhkan saat puasa = 600 cc, serta estimated intraoperative blood loss maka dapat diperkirakan jumlah cairan yang keluar dan masuk tiap jamnya demi mempertahankan keseimbangan hemodinamik cairan selama operasi berlangsung. Jadi selama operasi berlangsung, minimal diperlukan input cairan sebesar 340cc/jam (maintenance + operasi).
Saat operasi akan berakhir, kondisi pasien stabil. Kemudian, berdasarkan hasil monitoring didapatkan bahwa pasien stabil dengan Aldrete score pada pasien ini berjumlah 9, yaitu terdiri atas 2 poin untuk warna kulit yang menunjukkan SpO2 pasien >92% dengan udara ruangan; 2 poin untuk respirasi di mana pasien dapat bernapas dalam dan batuk dengan bebas; 2 poin untuk sirkulasi di mana tekanan darah pasien di ruang PACU 130/80 mmHg (termasuk dalam 20% dari normal); 2 poin untuk kesadaran yang menunjukkan pasien sadar dan berorientasi;serta 1 poin untuk pergerakan ekstremitas. Dari Aldrete score yang bernilai 9 tanpa disertai nilai 0, pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat biasa.
Sebelum dipindahkan ke ruang rawat bedah, dilakukan pemantauan terlebih dahulu di RR OK dengan kategori pemantauan sebagai berikut. Kesadaran pasien didapatkan hasil
baik dengan GCS 456. Pemantauan kesadaran dilakukan sembari memantau posisi karena pasien belum dapat merasakan adanya tekanan, jepitan, atau rangsangan pada anggota gerak bawah karena hal tersebut dapat mempermudah terjadinya cedera pada pasien. Respirasi pasien diperiksa dengan parameter suara nafas paru yag sama pada kedua paru, dengan frekuensi nafas 20 kali/menit, dan irama nafas yang teratur. Tidak didapatkan sumbatan jalan nafas dan depresi nafas. Pemantauan sirkulasi menggunakan parameter antara lain tekanan darah (130/80), dan denyut jantung (88x/menit). Kondisi hemodinamik pasien dinyatakan dalam batas normal. Pemantauan fungsi ginjal dan saluran kencing pasien dimonitoring dari produksi urin, dinyatakan normal dengan produksi urin yang positif (200 cc). Sementara itu fungsi saluran cerna dimonitor dari kemungkinan terjadinya regurgitasi atau muntah pada periode pasca anestesia atau bedah, pada pasien tidak didapatkan kedua hal tersebut. Kategori selanjutnya adalah monitoring aktivitas motorik dengan menilai kemampuan pasien untuk membuka mata dan menggerakkan anggota gerak, dimana pada pasien kemampuan kemampuan membuka mata positif, dan kemampuan anggota kemampuan gerak anggota yang terblok anstesi masih negatif. Pemantauan terakhir adalah pemantauan posisi yang perlu diatur di ruang pulih, dimana seharusnya pada pasien blok spinal diposisikan terlentang dengan elevasi kedua tungkai dan bahu (kepala), namun pada pasien, tidak diposisikan seperti itu.
Ketika tiba di ruang rawat bedah, dilakukan pemeriksaan 6B dan didapatkan hasil sebagai berikut. Pada B1 didapatkan nafas spontan, dengan O2 2 liter/menit dan respiratory rate 20 kali/menit. Pada B2 didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg dengan nadi 88 kali/menit dan terpasang infus RL 500cc. Pada B3 didapatkan kesadaran pasien dengan GCS 456. Pada B4 didapatkan terpasang Catheter fooley 20 dengan produksi urin sebanyak ± 250 cc. Pada B5 didapatkan luka operasi bersih dan tidak didapatkan muntah. Pada B6 didapatkan akral pasien hangat dan tidak didapatkan anemia. Setelah itu dilakukan pemeriksaan laboratorium pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Jakarta : Universitas Indonesia.
2. Rochani. Striktur Urethra, dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa Aksara, Jakarta, 1995. Hal; 152-156.
3. Silverstein J, Rooke A, McLeskey. 2008. Geriatric Anesthesiology Second Edition. Springer Science Bussiness Media: New York