• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KRAMA DESA PAKRAMAN DALAM MENJAGA PALEMAHAN DI KABUPATEN GIANYAR (Studi Di Desa Pakraman Ubud, Lodtunduh dan Mawang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN KRAMA DESA PAKRAMAN DALAM MENJAGA PALEMAHAN DI KABUPATEN GIANYAR (Studi Di Desa Pakraman Ubud, Lodtunduh dan Mawang)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KRAMA DESA PAKRAMAN DALAM MENJAGA PALEMAHAN DI KABUPATEN GIANYAR

(Studi Di Desa Pakraman Ubud, Lodtunduh dan Mawang)

I Wayan Gde Wiryawan, Wayan Suandhi, I Ketut Widnyana, I Wayan Wahyu Wira Udytama

Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK

Desa Pakraman merupakan persekutuan masyarakat hukum Adat di Bali yang didasarkan kepada konsepsi Tri Hita Karana, dimana pembagianya menyangkut Parhyangan, Pawongan dan Palemahan, sehingga apapun yang dilakukan oleh masyarakat Bali senantiasa berkaitan dengan konsepsi tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan krama desa pakraman dalam menjaga palemahan di Kabupaten Gianyar. Penulis mengambil metode dalam penulisan berupa yuridis empiris, dimana metode yang menggabungkan antara law on the book dengan mengkomparisi dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Lokasi Pengambilan sampel yang dilakukan dalam penulisan ini berada di Desa Pakraman Ubud, Lodtunduh dan Mawang, sebagai Desa Pakraman yang terkait dengan perkembangan Pariwisata. Hasil penulisan ini adalah peranan krama desa pakraman dalam menjaga palemahan di Kabupaten Gianyar adalah sebagai pendukung Desa Pakraman dalam hal pengembalian keseimbangan alam yang terjadi di wilayah Desa Pakramanya, dukungan dari Krama Desa tercermin dalam usaha yang dilakukan oleh Krama Desa Pakraman baik secara fisik, financial, pikiran maupun waktu, Di Bali segala kegiatan Desa Pakraman selalu didukung oleh Krama Desa Pakraman yang mana Krama Desa Pakraman biasa disebut dengan Krama uwed, sedangkan segala kejadian yang ada di wilayah Desa Pakraman tidak serta merta disebabkan oleh Krama Desa Pakraman itu sendiri

Kata kunci: Desa Pakraman, Tri Hita Karana, Peran Krama Desa Pakram

ABSTRACT

Pakraman a unity of Indigenous legal community in Bali which is based on the concept of Tri Hita Karana, which involves pembagianya Parhyangan, Pawongan and Palemahan, so that whatever was done by the people of Bali is always related to the conception. This research aims to find out how the role of manners Pakraman in Preserving palemahan in Gianyar. The author takes the method in writing in the form of juridical empirical, wherein the method combines a law on the books with the law in the society. Location Sampling is done in this paper is in Pakraman Ubud, Lodtunduh and Mawang, as Pakraman associated with the development of Tourism. The results of this paper is. The role of manners Pakraman in Preserving palemahan in Gianyar is a supporter Pakraman in terms of return natural balance that occurred in the village of Pakraman, support of Krama village is reflected in the work done by Krama Pakraman physical, financial, mind and time, in Bali all activities Pakraman always supported by Pakraman which Krama Krama Pakraman commonly called Krama uwed, while all the events in the region Pakraman not necessarily caused by Krama Pakraman itself.

(2)

PENDAHULUAN

Peningkatan kunjungan wisatawan yang tidak hanya oleh wisatawan domestik tetapi juga oleh wisatawan mancanegara ke Bali, kunjungan wisatawan ke Bali yang semakin meningkat mengakibatkan pembangunan perekonomian Bali yang kini tidak dapat dipungkiri lagi menjadikan pariwisata sebagai leading sector yang memberikan berbagai peluang bagi perkembangan usaha pariwisata. Perkembangan usaha pariwisata yang cukup tinggi akan menimbulkan peluang bagi masyarakat untuk berkiprah atau beraktivitas pada bidang tersebut yang pada akhirnya menyebebkan industrialisasi pariwisata menjadi tidak terelakan. Perkembangan industri pariwisata di Bali yang berdampak pada peningkatan lapangan pekerjaan dan membangun perekonomian Bali sekaligus menyebabkan banyaknya kaum urban yang berasal dari lingkungan Bali maupun luar Bali datang ke Bali yang memiliki latar belakang adat suku budaya dan agama yang berbeda dengan masyarakat Bali.

Prinsip penyelenggaraan Pariwisata Budaya yang secara normatif telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan dapat sesuai dengan prinsip tata nilai kehidupan budaya Bali yang didasarkan pada ajaran Agama Hindu yaitu Tri Hita Karana, karena mayoritas penduduk Bali merupakan masyarakat yang beragama Hindu. Landasan falsafah Tri Hita Karana tersebut merupakan ajaran yang menekankan pada konsep keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan (parahyangan), manusia dengan manusia (pawongan) dan manusia dengan alam (palemahan). Keberadaan salah satu konsep dasar dalam Agama Hindu di Bali yaitu falsafah Tri Hita Karana tersebut yang sampai saat ini masih eksis keberadaanya tidak dapat terlepas dari Desa Adat atau yang juga disebut dengan Desa Pakraman sebagai struktur kesatuan masyarakat hukum Adat Bali yang memiliki fungsi untuk menjaga nilai-nilai budaya yang tidak terlepas dari konsep Tri Hita Karana tersebut. Peran Desa Pakraman yang tidak hanya untuk menjaga persoalan keagamaan dalam menjaga keseimbangan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan dan masyarakat tetapi tidak kalah pentingnya juga menjaga keharmonisan alam lingkungan di wilayahnya yang dilakukan dengan cara duniawi dan akhirat (sekala dan niskala) dilakukan oleh warga Desa Pakraman.

Adanya kewajiban Desa Pakraman yang dilakukan oleh warga Desa Pakraman (krama wed yaitu warga Desa Pakraman) untuk selalu menjaga keharmonisan alam menyebabkan masyarakat pendatang yang tinggal di Desa pakraman yaitu warga pendatang idak menjadi warga Desa Pakraman tetapi beragama Hindu (karma tamiu) dan warga pendatang yang tidak menjadi warga Desa Pakraman karena tidak beragama Hindu (tamiu) juga merasakan adanya keharmonisan, ketentraman dalam kehidupannya di Bali.

Infrastruktur pembangunan pariwisata yang meningkat terus-menerus membuat masyarakat Bali dalam hal ini Desa Pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Bali memiliki tugas yang semakin berat untuk menjaga kelestarian wilayah mereka dari dampak industrialisasi pariwisata yang berkembang di Provinsi Bali yang relatif sebagai daerah yang cukup kecil, karena secara nyata pariwisata telah menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar di Bali. Secara geografis Bali merupakan pulau kecil yang luasnya ± 5.632,86 km2 dengan daya dukung terbatas, yang secara administratif terdiri dari dari 8 kabupaten, 1 kota, 55 kecamatan, 701 desa/kelurahan, 1.432 desa pekraman, dan 3.945 banjar adat dengan jumlah penduduk kurang lebih 4.104.900 jiwa ditahun 2014 (I Made Oka Parwata, 2014).

(3)

Desa Pakraman yang merasakan dampak tersebut selalu berupaya untuk menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan alam yang diimplementasikanoleh desa pakraman dengan berbagai kegiatan ritual keagamaan selama keberadaan desa pakraman tersebut dirasakan telah ternodai atau “cemer” baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu Desa Pakraman melakukan kegiatan pengembalian keseimbangan hubungan manusia dengan alam (palemahan) melalui upacara “pecaruan” atau “bhuta yadnya” baik yang dilakukan secara rutin, karena diyakini dalam setiap tindakan manusia akan selalu ada beberapa tindakannya yang merusak keseimbangan hubungan manusia dengan alam. Disamping itu upacara butha yadnya juga diadakan tidak secara rutin tetapi dilakukan sebagai akibat adanya peristiwa besar yang diyakini berdampak negatif terhadap terjaganya keseimbangan hubungan manusia dengan alam (palemahan).

Pelaksanaan upacara “pecaruan” yang digolongkan sebagai “butha yadnya” tersebut yang menjadi tanggung jawab Desa Pakraman memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit dari segi ekonomi walaupun dampak keharmonisan tersebut juga akan dirasakan oleh semua penduduk, pelaku pariwisata yang tidak sebagai warga desa pakraman yang notabene merupakan warga yang non Hindu tetapi hanya bertempat tinggal dan berusaha di Desa Pakraman tersebut.

Dilaksanakannya fungsi Desa Pakraman tersebut secara langsung akan menjadi kewajiban warga atau Krama Desa Pakraman yang bersangkutan dan tidak menjadi kewajiban dari warga pendatang yang tinggal di Bali yang tidak menjadi warga Desa Pakraman akibat bukan merupakan warga yang beragama Hindu, karena yang dapat menjadi warga Desa Pakraman adalah warga yang beragama Hindu. Adanya ritual keagamaan tersebut diyakini akan berdampak positif pada adanya keharmonisan secara “sekala” dan “niskala” sehingga setiap penduduk yang tinggal di Bali akan dapat merasakan kenyamanan, ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan dalam menjalankan setiap aktivitasnya.

METODE PENELITIAN

Penulisan dengan judul Peran Krama Desa Pakraman Dalam Menjaga Palemahan Di Kabupaten Gianyar. merupakan penelitian yang menggunakan metode penelitian yuridis normatif empiris. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legis positivis yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup namun tidak terlepas dari kehidupan masyarakat (Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 11). Serta mempertimbangkan aspek penemuan hukum dalam masyarakat sebagai indikator dalam empirisme hukum. Namun keistimewaan dalam penulisan ini pendekatan bersifat yang digunakan tidak semata mata hukum demi hukum melainkan hukum untuk masyarakat, khususnya hukum untuk masyarakat hukum adat bali.

Spesifikasi penulisan ini menggunakan tipe Deskriptif analitis yaitu penelitian yang disamping memberikan gambaran, menuliskan dan melaporkan suatu obyek atau suatu peristiwa juga akan mengambil kesimpulan umum dari masalah yang dibahas.

(4)

PEMBAHASAN

Peran Krama Desa Pakraman Dalam Menjaga Palemahan

Sebelum membahas mengenai peranan Krama Desa Pakraman Dalam menjaga Palemahan, perlu kiranya kita lihat kembali konsep Krama Desa dalam sistem Hukum Adat Bali, dalam sistem hukum adat bali dikenal beberapa jenis Krama Desa diantaranya ada yang disebut dengan istilah Krama Wed, Krama Tamiu dan Tamiu, dimana hak dan kewajiban dari masing masing Krama tersebut berbeda dari segi sistem hukum adat Bali. untuk memperinci akan dibahas secara mendetail dibawah ini;

1. Krama Wed

Krama Desa adalah Penduduk Beragama Hindu yang mipil / tercatat sebagai Krama di

salah satu Desa Pakraman (Situs resmi Desa Lumbung

Kauh,http://desalumbungkauh.blogspot.co.id/2011/12/istilah-istilahdalam-desa-pakraman.html,). Krama Wed dalam konsep hukum adat Bali adalah warga masyarakat Desa Pakraman yang berdomisili, lahir, dan hidup diwilayah Desa Pakraman dengan mengikatkan diri dan tunduk dibawah sistem hukum adat Desa Pakraman dimana dia berdomisili dan mendukung segala kegiatan adat di Desa Pakraman yang bersangkutan. Krama Wed juga memiliki kewajiban untuk mendukung segala kegiatan yang diselenggarakan oleh Desa Pakraman baik bersifat sekala maupun niskala, seperti yang lumrah terjadi di masing masing Desa Pakraman di Bali kegiatan yang bersifat sekala antara lain, gotong royong dalam hal perbaikan fasilitas dari Desa Pakraman, misalnya kebersihan kuburan di wilayah Desa Pakraman, selain kegiatan tersebut kegiatan yang nyata dari krama wed adalah urunan atau iuran dalam rangka persiapan pujawali atau piodalan di Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman yang bersangkutan. itu adalah beberapa contoh dari kegiatan Krama Wed Desa Pakraman dalam yang bersifat sekala, sedangkan kewajiban Krama Wed yang niskala antara lain melaksanakan kegiatan Bhuta yadnya dan Dewa Yadnya yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman masing masing. yang memiliki tujuan harmonisasi antara manusia yang ada di wilayah Desa Pakraman dengan Tuhan.

2. Krama Tamiu

Krama Tamiu adalah Penduduk Beragama Hindu yang tidak mipil / tercatat sebagai Krama di Desa Pakraman dimana berdomisili tetapi tercatat sebagai Krama di Desa

Pakraman asal kelahiranya(Situs resmi Desa Lumbung Kauh,

http://desalumbungkauh.blogspot.co.id/2011/12/istilah-istilah-dalam-desa-pakraman.html,).

3. Tamiu

Dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 470/1159/B.T.Pem. tertanggal 27 Pebruari 2002, disebutkan bahwa “penduduk pendatang adalah penduduk yang datang akibat mutasi kepindahan dari luar Daerah dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan”, sedangkan dalam Surat Gubernur Bali Nomor 470/7587/B.Tapen tanggal 14 Nopember 2002 lebih ditegaskan lagi dengan menyatakan bahwa “Penduduk pendatang adalah penduduk yang datang akibat mutasi kepindahan antar Kabupaten/Kota atau Propinsi Bali”. Dalam Surat Gubernur yang tersebut terakhir ini, penduduk pendatang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

(5)

(2) pendatang tinggal sementara, yaitu pendatang dengan lama tinggal paling lama satu tahun.

Tahun 2003, Gubernur Bali mengadakan kesepakatan bersama dengan Bupati dan Walikota se Bali yang intinya menyangkut tertib administrasi kependudukan di masing-masing Kabupaten/Kota dalam wilayah Propinsi Bali Dalam naskah Kesepakatan Bersama Gubernur Bali dengan Bupati/Walikota se-Bali Nomor 153 Tahun 2003 yang ditandatangani di Denpasar pada tanggal 10 Februari 2003 ini, pengertian penduduk pendatang dipersempit lagi, tidak termasuk mutasi antar Kabupaten/Kota seperti yang pernah dirumuskan dalam Surat Gubernur Bali Nomor 470/7587/B.Tapen. Dalam Pasal 1 Kesepakatan Bersama dinyatakan bahwa: “Penduduk pendatang adalah penduduk yang datang dari luar Propinsi Bali untuk tinggal menetap atau tinggal sementara”

Dalam bahasa Bali, setiap penduduk yang datang ke suatu wilayah desa disebut dengan istilah tamiu. Tahun 2006, Majelis Desa Pakraman Provinsi Bali mengadakan pesamuan (rapat) yang menghasilkan suatu keputusan mengenai penggolongan penduduk yang ada diwilayah Provinsi Bali. Dalam Keputusan Pesamuan Majelis Desa Pakraman Provinsi Bali Nomor 050/KEP/PSM-1/MDPBALI/III/2006 tentang Hasil-Hasil Pesamuan Agung Pertama MDP Bali

tertanggal 3 maret 2006, dinyatakan bahwa penduduk Bali dikelompokkan menjadi 3, yaitu krama desa (penduduk beragama Hindu dan mipil atau tercatat sebagai anggota desa pakraman), krama tamiu (penduduk beragama Hindu yang tidak mipil atau tidak tercatat sebagai anggota desa pakraman), dan tamiu adalah penduduk non-Hindu dan bukan anggota desa pakraman. Dalam beberapa awigawig desa pakraman yang sempat diteliti, tampaknya konsep yang dianut sampai saat ini adalah penggolongan penduduk desa pakraman hanya dalam dua golongan, yaitu kerama desa dan tamiu, sedangkan pembedaan tamiu yang beragama Hindu dan non-Hindu lebih berkaitan pada penegasan pada perbedaan hak dan kewajibannya saja.

Dalam hal menjaga palemahan pada prinsipnya menjadi tanggung jawab seluruh krama desa pakraman, yang terdiri dari krama wed, krama tamiu dan tamiu, seluruh krama memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjaga palemahan, namun hal yang berbeda muncul di daerah penelitian yang hasil penelitian menunjukan bahwa, Keseimbangan alam hanya dibebankan kepada karma wed di desa pakraman mawang, krama wed di desa tersebut dibebankan iuran guna membiayai upacara yang akan dilaksanakan serta krama wed bergotong royong untuk upacara tersebut, sedangkan Tamiu lepas dari segala kewajiban untuk pemulihan keseimbangan alam.

Hak dan kewajiban krama tidak berimbang antara krama wed dengan tamiu, warga tamiu di desa pakraman lodtunduh seolah olah lepas dari kewajiban kewajiban yang dibebankan untuk usaha pemulihan keseimbangan alam. Kewajiban untuk upaya pengembalian keseimbangan alam akibat dampak negatif pariwisata adalah tanggung jawab krama desa pakraman (krama wed) ubud, mulai dari tanggung jawab secara financial, tenaga dan waktu untuk melaksanakan upacara pengembalian keadaan.

Berdasarkan Identifikasi Permasalahan Diatas Maka Dapat Diketahui Secara Global Bahwa Peran Krama Desa Pakraman Dalam Menjaga Palemahan Di Kabupaten Gianyar sangat besar karena permasalahan Desa Pakraman dalam menjaga palemahan adalah

(6)

permasalahn yang muncul di daerah sampel penelitian ini memiliki permasalahan yang sejenis yaitu kewajiban pemulihan keseimbangan alam yang disebabkan oleh dampak negatif pariwisata hanya dibebankan kepada lembaga Desa Pakraman semata, dengan membebankan kepada masyarakat atau krama desa pakraman untuk membiayayai upacara untuk pengembalian keseimbangan alam, sedangkan masyarakat yang tidak terikat dalam kelembagaan Desa Pakraman tidak memiliki tanggung jawab untuk ikut menjaga wilayah Palemahan dimana yang bersangkutan berdomisili atau bertempat tinggal.

Fenomena tersebut terjadi karena Desa Pakraman hanya mewajibkan Krama Desa Pakraman (krama wed) untuk mendukung apapun yang diselenggarakan oleh Desa Pakraman, termasuk didalamnya adalah upaya untuk Menjaga Palemahan dari Desa Pakraman, sedangkan Krama Tamiu dan Tamiu yang berada atau bertempat tinggal atau memiliki usaha di wilayah Desa Pakraman tidak diwajibkan untuk ikut serta secara aktif dalam mendukung kegiatan yang dilakukan atau yang diselenggarakan oleh Desa Pakraman, sehingga apapun kegiatan yang diselenggarakan oleh Desa Pakraman wajib bagi Krama Desa Pakraman untuk mendukungnya baik secara Fisik, tenaga, waktu, pikiran dan juga financial, mengingat betapa besar peranan Krama Desa Pakraman dan begitu luwesnya ketentuan untuk menjaga Palemahan bagi Krama Tamiu dan Tamiu maka menimbulkan tanggung jawab berat yang harus dipikul Krama Desa Pakraman dalam upaya menjaga Palemahan Desa Pakraman di Kabupaten Gianyar.

KESIMPULAN

Peran Krama Desa Pakraman Dalam Menjaga Palemahan Di Kabupaten Gianyar khususnya di lokasi penelitian yang berlokasi di tiga Desa Pakraman menunjukan bahwa Krama Desa Pakraman memiliki peranan yang strategis untuk menjaga palemahan dalam bentuk peran serta secara aktif dalam upaya menjaga palemahan didesa pakraman, baik secara Fisik, Pikiran, waktu dan juga secara Finansial, karena Krama Desa Pakraman menjadi ujung tombak dalam kemajuan dan pelaksanaan kegiatan dari Desa Pakraman.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam Penelitian Peran Krama Desa Pakraman Dalam Menjaga Palemahan Di Kabupaten Gianyar, melibatkan banyak pihak dalam mensukseskan kegiatan tersebut, Ucapan terimakasih diberikan kepada:

1. Universitas Mahasaraswati Denpasar yang sudah membiayai penelitian ini hingga mampu tampil dalam seminar nasional UNMAS denpasar 2016.

2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Mahasaraswati Denpasar yang telah mengijinkan kami selaku team peneliti untuk melakukan penelitian dalam skema hibah internal Unmas Denpasar 2015.

3. Masyarakat Desa Pakraman Ubud, Mawang dan Lodtunduh Kabupaten Gianyar yang sudah bersedia memberikan kami data dan informasi yang berkait dengan penelitian ini. Serta seluruh pihak yang sudah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penelitian ini dapat terlaksana hingga pada seminar nasional unmas 2016.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.

Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 470/1159/B.T.Pem. Surat Gubernur Bali Nomor 470/7587/B.Tapen

Keputusan Pesamuan Majelis Desa Pakraman Provinsi Bali Nomor

050/KEP/PSM1/MDPBALI/III/2006.

Situs resmi Desa Lumbung Kauh,

http://desalumbungkauh.blogspot.co.id/2011/12/istilah-istilah-dalam-desa-pakraman.html .

Referensi

Dokumen terkait

Jonas Bangun, Sp.Rad dr.. Jonas

Meskipun lebih dari separo responden istri migran menyatakan bahwa dengan perginya suami untuk bekerja ke Malaysia beban pekerjaan rumah tangga menjadi semakin berat,

Jadi setelah kita melaksanakan peraktek tentang pengenalan alat dan bahan di laboratorium kimia kita kita dapat mengetahui nama-nama alat dan bahan serta fungsinya.dan kita

engan perkataan lainnya pasar itu adalah keseluruhan permintaan dan penaaran akan sesuatu barang atau jasa. )ehingga kemampuan hidup perusahaan itu bukan

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan pada jurusan Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam

Analisis Protein (metode Biuret) Analisis asam amino dilakukan sebelum dan sesudah singkong difer- Sampel 2 gram ditambah air, mentasikan, menggunakan HPLC (High

Skema Pen el itian LP3M Penelitian Unggulan Prodi Penelitian Kemitraan Penelitian HKI Penelitian Kluster Research collaboration Penguatan roadmap dan kultur penelitian