• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan komunikasi yang dilakukan bukan hanya antara satu atau dua orang saja, tetapi lebih bahkan mencapai jutaan. Komunikasi massa di definisikan sebagai proses penggunaan medium massa untuk mengirim pesan kepada khalayak yang luas dengan tujuan untuk memberikan informasi, menghibur, atau membujuk khalayak (Vivian,2008:450). Komunikasi massa tidak dapat berjalan dengan baik bila tidak ada media massa yang menyalurkannya. Media memiliki peran amat penting dalam komunikasi massa. Media tersebut di namakan media massa seperti televisi, koran, majalah, film, dan media massa lainnya.

“Suatu definisi awal (Janowitz,1968 dalam McQuail,2012:62) berbunyi “Komunikasi massa terdiri dari lembaga dan teknik dari kelompok tertentu yang menggunakan alat teknologi (pers, radio, film, dan sebagainya) untuk menyebarkan konten simbolik kepada khalayak besar, heterogen, dan sangat tersebar.”

Definisi tersebut merupakan ciri komunikasi massa, yakni mencakup komunikasi kepada khalayak besar yang sifatnya tetap satu arah, bersifat heterogen yakni menyebar keberbagai masyarakat yang memiliki adat, budaya, agama yang berbeda beda, dan sangat tersebar.

2.2 Politik Identitas

Teori ini memusatkan perhatian pada apa yang disebut dengan “politik diri” yaitu cara-cara yang digunakan untuk memosisikan atau menempatkan diri kita secara sosial. Teori politik identitas sama-sama memiliki pandangan kritis mengenai identitas dengan implikasi penting bagi komunikator. Titik awal teori identitas adalah munculnya gerakan sosial di Amerika Serikat pada tahun 1960-an yang secara umum memiliki asumsi :

(2)

8 1. Para anggota dari masing-masing gerakan itu pada umumnya memiliki pandangan sama bahwa mereka menerima perlakuan tidak adil dari masyarakat.

2. Perlakuan tidak adil tersebut menjadi identitas utama bagi anggota gerakan ini.

3. Berdasarkan identitas tersebut mereka membuat persekutuan diantara mereka.

Ketiga asumsi ini menghasilkan harapan tertentu bagaimana orang terlibat dalam gerakan ini serta bertingkah laku berdasarkan bagaimana mereka membentuk identitas mereka. Semisal jika anda seorang wanita maka anda akan lebih menerima dan mendukung pandangan para penulis wanita atau pengamat wanita mengenai kondisi wanita disuatu negara. Dengan demikian anda mempertimbangkan status anda sebagai wanita sebagai kategori identitas utama. Selain itu, anda juga mengharapkan dukungan wanita lain sama seperti yang anda lakukan.

Inti dari asumsi ini adalah konsep identitas sebagai kategori yang stabil, utuh dan jelas berdasarkan penanda (makers) yang ada seperti jenis kelamin, ras, dan kelas sosial.

Dalam upaya memahami politik identitas, ada kepentingan yang sama dalam hal konstruksi dan pelaksanaan dari berbagai kategori identitas. Kita mendapatkan sebagian identitas kita dari konstruksi yang ditawarkan dari berbagai kelompok sosial dimana kita menjadi bagian didalamnya seperti keluarga, komunitas, subkelompok budaya, dan berbagai ideologi yang berpengaruh. Tidak peduli apakah hanya ada satu dimensi atau beberapa dimensi identitas gender, kelas sosial, ras, jenis kelamin, maka identitas itu dijalankan dan dilaksanakan menurut atau berlawanan dengan norma dan harapan terhadap identitas yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa identitas kita selalu dalam “proses untuk menjadi”.

(3)

9 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mendoza-Haluani: “Identity politics now is seen as an effort to set identities in motion (politik identitas sekarang dipandang sebagai suatu upaya untuk menentukan identitas dalam gerak”). Identitas merupakan tindakan yang selalu berubah setiap saat dan dilakukan sebagai suatu bentuk pengaturan diri agar dapat diterima (reconfiguration of the self).

Sebagai suatu konsep yang mendasar apa yang dinamakan identitas adalah kosnep basis untuk pengenalan suatu hal. Kita akan mengenali identitas suatu hal maka kita akan memiliki pengetahuan tentang suatu hal tersebut. Menurut Jeffrey Week, identitas merupakan persamaan dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendapat ini menekankan pentingnya identitas bagi tiap individu maupun kelompok atau komunitas (Widayanti, 2009: 14).

Identitas dalam sosiologi maupun politik dapat dikategorikan menjadi dua macam yakni identitas sosial (kelas, ras, etnis, gender, dan seksualitas) dan identitas politik (nasionalitas dan kewarganegaraan). Identitas sosial menentukan subjek pada relasi atau interaksi dengan sesamanya. Sedangkan identitas politik menentukan posisi subjek dalam suatu komunitas melalui suatu persamaan rasa kepemilikan dan sekaligus menandai posisi subjek yang lain dalam pembedaan (Setyaningrum, 2005: 19).

Identitas politik berbeda konsep dengan politik identitas. Konsep yang dikemukakan Agnes Heller mengenai politik identitas adalah gerakan politik yang fokus perhatiannya pada perbedaan (difference) sebagai suatu kategori politik yang utama (Abdilah S, 2002:16). Dalam setiap komunitas, walaupun berbeda ideologi namun tidak dapat dipungkiri bila didalamnya terdapat individu yang memiliki kepribadian beragam. Sangat mungkin terjadi dominasi antar individu

(4)

10 karena setiap individu memiliki ego dan tujuan pribadi. Sehingga terjadi pergeseran dan perebutan kekuasaan serta persaingan untuk mendapatkan posisi strategis bagi tiap individu dalam suatu komunitas tersebut.

2.3 Simbol dan Makna

Susane Langer seorang ahli filsafat menilai simbol sebagai hal yang sangat penting dalam ilmu filsafat karena menjadi penyebab semua pengetahuan dan pengertian yang dimiliki manusia.

Suatu tanda (sign) adalah suatu stimulus yang menandai kehadiran sesuatu yang lain dan berhubungan erat dengan maksud tindakan yang sebenarnya. Tertawa merupakan tanda bahagia, awan mendung menjadi tanda hujan, lampu merah lalu lintas merupakan tanda berhenti. Semua hubungan sederhana ini dinamakan signifikasi (signification) yaitu makna yang dimaksudkan dari suatu tanda.

Sebaliknya, simbol bekerja lebih kompleks. Yaitu memperbolehkan seseorang berfikir mengenai sesuatu yang terpisah dari kehadiran segera suatu tanda. Dengan kata lain, simbol merupakan suatu “instrumen pikiran”. Jika mendengar kata “aku sayang kamu” maka akan muncul berbagai makna dan respon yang beragam pula yang sangat kaya dan kompleks.

Langer memandang “makna” sebagai suatu hubungan yang kompleks diantara simbol, objek dan orang (Morissan,2015:136). Jadi makna terdiri dari aspek logis dan psikologis. Aspek logis merupakan hubungan antara simbol dan referennya (denotasi) dan aspek psikologisnya adalah hubungan antara simbol dan orang (konotasi). Semisal aspek logis dari sebuah jaket adalah ketika anda mengatakan “jaket adalah busana yang dipakai saat cuaca dingin atau berangin”, ini disebut denotasi. Dan aspek psikologis dari sebuah jaket adalah ketika anda mengatakan “saya tidak suka memakai jaket karena tempat tinggal saya bercuaca panas”, ini disebut konotasi yang merupakan hubungan kompleks antara diri anda dan simbol yang bersangkutan.

(5)

11 Setiap simbol menyatakan suatu konsep yaitu ide, pola, atau bentuk. Menurut Langer, konsep adalah makna bersama dari sejumlah komunikator yang merupakan denotasi dari simbol.

2.4 Penelitian Terdahulu

Pada tahun 2013 terdapat penelitian dengan judul Kontribusi Media Massa Dalam Perubahan Perilaku Remaja Dusun Bawang, Kaloran, Temanggung oleh Anita Dhyah Kusuma Wardani dari Universitas Negeri Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini adalah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media massa dalam perubahann posistif dan negatif perilaku, gaya hidup, gaya berpakaian, dan juga Bahasa yang digunakan pada remaja dusun Bawang, Kaloran Temanggung. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah terpaan media massa berpengaruh terhadap perubahan perilaku remaja dusun Bawang, Kaloran, Temanggung yang dapat dilihat dari gaya busana dan gaya hidup yang mengikuti tren terkini dan terkadang tidak sesuai dengan norma dan etika dalam masyarakat tersebut. Beda penelitian ini dengan penelitian yang penulis teliti adalah pada tujuan dari penelitian yakni pada penelitian terdahulu bertujuan untuk melihat positif dan negatif perilaku berpakaian remaja akibat tayangan media massa sedangkan pada penelitian penulis bertujuan untuk mengetahui motivasi dan identitas gaya hidup, cara berpakaian yang dibentuk remaja dalam menggunakan media massa yakni televisi.Dalam kedua penelitian ini terdapat persamaan yakni sasaran informan yakni remaja, pada media massa dan metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian kualitatif.

Pada tahun 2014 terdapat penelitian berjudul Konstruksi Identitas Diri Remaja Pengguna Media Instagram di Kota Medan oleh Arisai Olga Hakase Pasaribu Program Studi Hubungan Masyarakat Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Hasil dari penelitian ini adalah penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan identitas remaja melalui Instagram dan memaknai

(6)

12 perilakunya dengan kehadiran Instagram. Dengan teori komunikasi interpersonal dan identitas diri, menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang hanya memaparkan proses, makna, dan situasi, didapatkan hasil yakni instagram dapat memenuhi kebutuhan dari identitas diri para informan salah satunya adalah eksistensi yakni melalui banyaknya like dan followers. Beda penelitian ini dengan penelitian yang penulis teliti adalah pada penelitian ini menggunakan media massa yakni televisi sedangkan penelitian terdahulu pada media baru yakni instagram. Pada teori, penelitian terdahulu menggunakan teori komunikasi interpersonal untuk mengetahui identitas diri, sedangkan pada penelitian ini penulis menggunakan teori motivasi penggunaan media massa dikaitkan dengan teori identitas diri.

Pada tahun 2017 terdapat penelitian dengan judul Hubungan Tayangan ILook di Net TV Dengan Perilaku Imitasi Berbusana Remaja di SMK Negeri 1 Samarinda oleh Rizka Tsana Dwie Saputri,Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Hasil dari penelitian ini adalah membahas mengenai ada tidaknya hubungan antara tayangan I Look di Net TV dengan perilaku imitasi busana remaja di SMK Negeri 1 Samarinda. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data koefisien korelasi rank spearman dan pengujian hipotesisi menggunakan uji t. didapat korelasi sebesar 0,780 untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variable x dan y. hasil dari penelitian yang dilakukan pada 70 dari 230 mahasiswa dengan tingkat kepercayaan 95% dan tangka kesalahan 5% menghasilkan t hitung 10,37 padahal t tabel adalah 1,671 untuk jumlah responden 70, maka Ho ditolak dan Hi diterima. Hi diterima artinya terdapat hubungan antara variable x (menonton tayangan Ilook) dan variable y (perilaku imitasi). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis teliti adalah dari metode penelitian, penelitian terdahulu menggunakan metode penelitian kuantitatif sedangkan penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengetahui motif dan identitas yang dibentuk oleh remaja dalam menonton tayangan I Look NET.TV. Dari teori juga berbeda dimana pada penelitian terdahulu

(7)

13 menggunakan teori imitasi sementara pada penelitian ini menggunakan teori motivasi penggunaan media massa dan identitas diri.

2.5 Kerangka Pikir Penelitian

Yang dimaksudkan dari kerangka berpikir diatas adalah fashion yang saat ini bukan hanya mengenai pakaian yang dikenakan saja, melainkan sudah meranah ke pembentukan identitas diri telah banyak dipublikasikan salah satunya adalah media massa televisi. Media massa televisi juga berperan dalam membentuk trend fashion melalui selebriti yang sering muncul di layar kaca. Salah satu media massa yang kini pula memiliki program acara bertajuk fashion adalah I Look Net.TV. Dengan konten-konten fashion untuk remaja, program acara I Look ini mengadakan challenge OOTD (Outfit Of The Day) juga untuk remaja pada setiap minggunya dengan tema yang berbeda-beda pula mengenai fashion yang sedang trend pada saat itu. Partisipan remaja dalam mengikuti

Fashion Media Massa Televisi I Look Politik Identitas yang dikomunikasikan remaja melalui fashion Remaja Politik Identitas

(8)

14 challenge ini pun cukup banyak dapat dilihat dari selalu ada pemenang disetiap minggunya. Dengan banyaknya antusiasme remaja dalam mengikuti challenge I Look ini remaja yang ingin menunjukkan style fashion nya sesuai dengan tema yang diberikan I Look pada minggu tersebut, akan dilihat dari simbol dan makna mengenai fashion yang ia pilih saat keikutsertaan dalam challenge tersebut. Dari situlah terlihat bagaimana remaja mengkomunikasikan fashion mereka sebagai politik identitas yang ingin ditunjukkan kepada orang lain melalui media massa seperti I Look.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena banyak fakta-fakta di lapangan yang memunculkan berbagai macam bentuk mainan(toys) dan permainan(game) yang berasal dari luar negeri yang

Taha (2014) meneliti “The Disco ursal Arabic Coordinating Conjuntion WA (And)” dalam penelitian Taha meneliti tentang fungsi konjungsi koordinatif “WA” dan yang

Kesimpulan yang dapat diambil adalah Undang undang No.12 tahun 2006 mengatur tentang pengaturan kewarganegaraan, pemberian kewarganegraan, hilangnya kewarganegaraan, tata cara

Pembelajaran merupakan kumpulan dari kegiatan guru dan siswa yang disengaja atau dimaksudkan guna terwujudnya tujuan pembelajaran. Pembelajaran bertujuan agar siswa

Tentang berapa jumlah hakam yang ideal, Pasal 76 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama tidak menentukan secara rinci, hanya menyebut

Dalam memperhitungkan unsur-unsur ke dalam produksi terdapat dua pendekatan yaitu full costing dan variabel costing.Full costing merupakan metode pententuan (HPP) yang

“suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas”. Pekerja tentu saja memiliki

Berdasarkan pada penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwa teori gender merupakan proses untuk mengeneralisasi anatar laki-laki dengan perempuan yang bukan berdasar atas