• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Perjanjian Internasional dewasa ini telah mengalami perkembangan pesat seiring dengan perkembangan Hukum Internasional. Hubungan internasional akibat globalisasi telah ditandai dengan perubahan – perubahan mendasar, antara lain munculnya subjek – subjek baru non – negara disertai dengan meningkatnya interaksi yang intensif antara subjek – subjek baru tersebut. Perubahan mendasar tersebut bersamaan dengan karakter pergaulan internasional yang semakin tidak mengenal batas negara, berpeluang untuk melahirkan perkara – perkara hukum yang bersifat lintas negara.1

Perjanjian – perjanjian dewasa ini khususnya di bidang ekonomi, investasi dan perdagangan telah banyak menyentuh bukan hanya kepentingan negara sebagai pihak perjanjian melainkan juga melahirkan hak dan kewajiban terhadap individu – individu di negara pihak. Praktik di negara – negara yang telah mengalami pasar bebas menunjukkan bahwa pemahaman hukum perjanjian internasional oleh para praktisi hukum menjadi mutlak karena perjanjian internasional telah menjadi kepentingan bagi para pelaku pasar, investor, serta pedagang. Sebagai contoh dengan telah terbentuknya WTO (World Trade Organization), APEC (Asian Pasific Economic

Cooperation), EEC (European Economic Council), dan masih banyak lagi perjanjian

– perjanjian bilateral dan multilateral lainnya.2

Hukum Internasional pun telah menyediakan dasar hukum bagi perjanjian internasional seperti yang diatur dalam Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional, Konvensi Wina 1978 terkait dengan Suksesi Negara terkait Perjanjian Internasional, serta Konvensi Wina 1986 tentang Perjanjian Internasional dan Organisasi Internasional. 3

1 Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2010) hlm. 2 – 3

2 “Politik Hukum Perjanjian Internasional Indonesia : Suatu Usulan”

(http://www.slideshare.net/atsturdy/politik-hukum-perjanjian-internasional-indonesia, diakses pada 4 Oktober 2013)

3 Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2010) hlm. 4

(2)

2

Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki politik luar negeri bebas aktif yang berarti Indonesia tidak memihak dan juga terus berperan aktif dalam melakukan hubungan internasional. Hubungan itu dapat diwujudkan dalam bentuk perjanjian internasional. Dari perjanjian internasional yang dilakukan tentu akan membawa perubahan bagi Indonesia, baik perubahan dalam hubungannya dengan negara lain dalam dunia internasional dan juga dalam menentukan kebijakan nasional yang dibuat.4

Tidak dapat diragukan lagi pada era globalisasi ini bahwa batas – batas teritorial suatu negara bukanlah sebagai penghalang bagi berbagai aktivitas antar negara, apalagi dalam bidang ekonomi, investasi dan perdagangan. Dalam perkembangan kehidupan masyarakat global yang semakin tidak mengenal batas – batas negara ini, maka kesepakatan – kesepakatan antar negara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian – perjanjian internasional menjadi salah satu sumber hukum yang penting. Dikarenakan, semakin banyak masalah – masalah transnasional yang penyelesaiannya hanya dapat dijangkau dengan instrumen perjanjian internasional.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh globalisasi terhadap pentingnya Hukum Perjanjian Internasional khususnya pada Indonesia?

2. Bagaimanakah interaksi antara perjanjian internasional sebagai hukum internasional dengan hukum nasional Indonesia?

4 Doel Zone, “Pengaruh Perjanjian Internasional Terhadap Kebijakan Nasional Indonesia”,

(3)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hukum Perjanjian Internasional telah berkembang pesat dan telah terkodifikasi ke dalam berbagai konvensi internasional seperti Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional, Konvensi Wina 1986 tentang Perjanjian Internasional dan Organisasi Internasional, Konvensi Wina 1978 tentang Suksesi Negara terkait Perjanjian Internasional. Dalam hukum internasional dewasa ini ada kecenderungan mengatur hukum perjanjian antara organisasi internasional dengan organisasi internasional atau antara organisasi internasional dengan subjek hukum internasional lain secara tersendiri.5

Menurut Mochtar Kusumaatmaja, perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh masyarakat bangsa – bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat – akibat hukum tertentu.6 Dalam Pasal 2 Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional didefinisikan sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh Hukum Internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau lebih yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan padanya. Definisi perjanjian internasional kemudian di kembangkan oleh Pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri dimana dijelaskan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh Hukum Internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.

Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dikatakan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam Hukum Internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.7

5 Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2010) hlm. 20

6 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung : PT Alumni, 2003) hlm. 117

7 L. Tri Setyawanta R, Handout Pokok – Pokok Kuliah Hukum Internasional, (Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008) hlm. 12

(4)

4

Bentuk dan nama perjanjian internasional dalam praktiknya cukup beragam, antara lain:

1. Traktat (Treaty)

Menurut pengertian umum, treaty mencakup segala macam bentuk perjanjian internasional. Sedangkan menurut pengertian khusus, Treaty merupakan perjanjian yang paling penting dan sangat formal dalam urusan perjanjian. Dalam bahasa istilah, Treaty disebut sebagai perjanjian internasional.

2. Konvensi (Convention)

Pasal 38 ayat (1) huruf a Statuta Mahkamah Internasional menyebut, Konvensi Internasional sebagai salah satu sumber Hukum Internasional. Istilah Konvensi juga mencakup Perjanjian Internasional secara umum dan juga digunakan untuk perjanjian – perjanjian multilateral yang beranggotakan banyak pihak.

3. Deklarasi (Declaration)

Deklarasi merupakan perjanjian yang berisi ketentuan – ketentuan umum dimana para pihak berjanji untuk melakukan kebijaksanaan – kebijaksanaan tertentu di masa yang akan datang. Deklarasi yang dibuat tersebut biasanya hanya berisi prinsip pernyataan – pernyataan umum. 8 Suatu hal yang tidak dapat di pungkiri ialah saling membutuhkannya antara negara yang satu dengan negara lainnya yang di berbagai lapangan kehidupan, tentunya hal tersebut mengakibatkan hubungan yang terus – menerus bahkan tetap antar bangsa – bangsa. Sehingga tentunya diperlukan suatu aturan untuk memelihara dan mengatur hubungan yang demikian tersebut.

Seiring dengan pesatnya era globalisasi, perkembangan hukum internasional pun telah mengalami perubahan-perubahan mendasar, antara lain munculnya subjek-subjek baru non-negara yang pada awalnya non-negara adalah satu – satunya subjek yang diakui dan kedudukannya tertinggi dalam dunia internasional. Namun, globalisasi membawa perubahan hal tersebut dalam studi hubungan internasional dan mengalami perubahan yang signifikan karenanya. Perubahan akibat terglobalisasinya studi hubungan internasional, maka lahirlah

8 L. Tri Setyawanta R, Handout Pokok – Pokok Kuliah Hukum Internasional, (Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008) hlm. 13

(5)

5

berbagai aktor – aktor baru selain negara seperti organisasi antarpemerintah (IGO), organisasi nonpemerintah (NGO), serta korporasi multinasional (MNC). Subjek – subjek baru ini kemudian diakui eksistensinya dalam kancah internasional dan memiliki peranannya masing – masing dalam hubungan internasional. Selain itu dengan meningkatnya interaksi yang intensif antar subjek-subjek baru tersebut. Disebabkan oleh perubahan mendasar tersebut, semakin berpeluang lahirnya perkara-perkara hukum yang bersifat lintas negara. Sehingga hukum perjanjian internasional telah mengikat di semua sektor kehidupan manusia.9

9 Devi Anggraini, “Globalisasi dalam Ruang Lingkup Hubungan Internasional”, (http://devi-anggraini- fisip12.web.unair.ac.id/, diakses pada 4 Oktober 2013)

(6)

6

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Globalisasi terhadap Pentingnya Hukum Perjanjian Internasional

khususnya pada Indonesia

Globalisasi merupakan sebuah masa dimana terjadi perubahan di segala bidang dan perubahan – perubahan yang terjadi tersebut memberikan dampak positif maupun negatif di setiap bidang. Kata globalisasi pertama kali digunakan oleh Theodore Levitte pada tahun 1985. Namun, fenomena pertama kali yang menandai adanya globalisasi tidak bisa dinyatakan dengan satu fenomena atau kejadian, karena hal tersebut tergantung dari sudut pandang individu. Pada zaman sekarang ini kata globalisasi bukanlah kata yang asing untuk didengar. Era globalisasi dewasa ini sudah menjadi kenyataan yang harus dihadapi setiap negara.10

Di era globalisasi seperti saat ini komunikasi lintas negara bukan merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Akses untuk melakukan hubungan lintas negara tidak dapat diragukan lagi kemudahannya dengan didukung teknologi yang terus berkembang. Hubungan yang dilakukan tidak hanya sebatas antar perseorangan namun juga lebih kompleks pada hubungan antara subjek-subjek hukum internasional, salah satunya negara. Negara melakukan hubungan dengan negara lain didasari keinginan untuk melengkapi kebutuhannya karena tidak semua negara dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Hubungan tersebut dapat diwujudkan melalui perjanjian internasional.

Setiap negara pun tidak dapat menghindari adanya saling mempengaruhi kepentingan. Jika saat dulu perebutan pengaruh menggunakan jalan kekerasan (perang), maka di era globalisasi ini forum yang dijadikan arena “peperangan” tersebut adalah perjanjian internasional.

Perjanjian internasional menjadi salah satu tolok ukur keaktifan negara dalam berhubungan dengan negara lain. Untuk itu perlu dimengerti seberapa pentingnya perjanjian internasional bagi suatu negara. Perjanjian internasional penting bagi suatu negara dalam

10 Devi Anggraini, “Globalisasi dalam Ruang Lingkup Hubungan Internasional”, (http://devi-anggraini- fisip12.web.unair.ac.id/, diakses pada 4 Oktober 2013)

(7)

7

mendorong kemajuannya, karena melalui perjanjian internasional negara tidak hanya mendapat keuntungan dari perjanjian yang dibuat tetapi juga akses internasional.11

Perwujudan atau realisasi hubungan – hubungan internasional dalam bentuk perjanjian internasional sudah sejak lama dilakukan oleh negara – negara di dunia. Faktor – faktor lain yang mendorong perkembangan dari perjanjian internasional seperti :

a. Semakin besar dan semakin meningkatnya saling ketergantungan antara umat manusia di dunia, yang mendorong diadakannya kerjasama internasional yang dirumuskan dalam bentuk perjanjian internasional.

b. Perbedaan falsafah dan pandangan hidup, kebudayaan, ras, agama atau kepercayaan tidak lagi merupakan faktor penghambat dalam mengadakan hubungan dan kerjasama hingga kancah internasional

c. Kemajuan iptek yang membawa dampak positif dan negatif mendorong perlunya pengaturan – pengaturan tegas dan pasti, yang dirumuskan dalam bentuk perjanjian internasional

d. Substansi yang diatur dalam perjanjian internasional tidak hanya masalah atau objek yang di ada di bumi saja, melainkan juga mencakup objek – objek yang ada di luar bumi seperti tentang ruang angkasa, tata surya dan lainnya.

e. Pengaturan suatu masalah dalam bentuk perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum dan kejelasan, sehinggan memperkecil kemungkinan timbulnya perselisihan atau persengketaan antar para pihak.12

Indonesia tentu saja tidak dapat menghindar dari arus globalisasi. Perjanjian – perjanjian internasional yang telah diikuti pada akhirnya ikut mempengaruhi hukum nasional Indonesia, seperti TRIPs, WTO maupun UDHR (United Declaration of Human Rights).

Globalisasi yang mewarnai kehidupan internasional saat ini telah menciptakan interaksi yang intensif antara Indonesia dengan masyarakat internasional bukan hanya antar pemerintah tetapi juga antar individu. Interaksi ini akan mengakibatkan meningkatnya persentuhan-persentuhan hukum antara Indonesia dengan negara-negara lainnya dan bahkan dalam tingkat tertentu akan menimbulkan tumpang tindih antara hukum internasional

11 Doel Zone, “Pengaruh Perjanjian Internasional Terhadap Kebijakan Nasional Indonesia”,

(http://doelzone.blogspot.com/2012/06/perjanjian-internasional.html, diakses pada 4 Oktober 2013) 12 Ronalto Tan, “Selayang Pandang Hukum Perjanjian Internasional”,

(http://pustakailmuhukum.blogspot.com/p/selayang-pandang-hukum-perjanjian.html, diakses pada 5 Oktober 2013)

(8)

8

termasuk perjanjian internasional dengan hukum nasional. Dengan fenomena ini, maka cepat atau lambat, publik hukum Indonesia dari seluruh lapisan harus bersentuhan dengan perjanjian internasional dan akan semakin menepis anggapan bahwa hukum perjanjian internasional hanya milik diplomat saja. 13

Peradilan di Indonesia juga telah dihadapkan oleh eksistensi hukum positif yang bersumber dari hukum internasional khususnya perjanjian internasional, semisal beberapa yurisprudensi peradilan Indonesia telah menggunakan dalil – dalil hukum perjanjian internasional.14 Salah satu dari perjanjian internasional yang berhubungan dengan peradilan di Indonesia saat ini adalah perjanjian ekstradisi. Perjanjian tersebut ramai dibicarakan pada kasus Nazaruddin yang melarikan diri ke Columbia dan ditangkap disana karena terkait dengan suatu kasus dugaan korupsi. Dengan perjanjian tersebut, Pemerintah Indonesia meminta Pemerintah Columbia untuk mengangkap dan memulangkan Nazaruddin ke Indonesia untuk keperluan proses penyidikan. Ekstradisi sendiri menurut I Wayan Parthiana, S.H. adalah penyerahan yang dilakukan secara formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang diadakan sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik, atas seseorang yang tertuduh (terdakwa) atau atas seorang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang dilakukannya (terpidana) oleh negara tempatnya melarikan diri atau berada atau bersembunyi kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut, dengan tujuan untuk mengadili atau melaksanakan hukumannya.15 Hal ini pun menjadikan perjanjian internasional sebagai sumber hukum yang hidup.

Globalisasi dibidang perdagangan dan investasi serta lahirnya pasar bebas telah melahirkan pula pola hubungan yang lintas batas teritorial negara, yang mengharuskan adanya pemahaman terhadap hukum perjanjian internasional. Perjanjian-perjanjian dewasa ini khususnya dibidang ekonomi, investasi, dan perdagangan telah banyak menyentuh bukan hanya kepentingan negara sebagai pihak perjanjian melainkan juga melahirkan hak dan kewajiban terhadap individu-individu di negara pihak.16 Salah satu contoh konkrit adalah

13 Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hlm. 3

14 Ibid

15 Andre Victor Holomoan Nainggolan, “Perjanjian Ekstradisi”,

(http://andrevictornainggolan.blogspot.com/2011/08/perjanjian-ekstradisi.html, diakses pada 5 Oktober 2013)

16 Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hlm. 3

(9)

9

peran Indonesia dalam APEC (Asia Pacific Economic Cooperation). Menurut Abdul Hakim, M.S., APEC bernilai strategis bagi Indonesia lantaran besarnya potensi yang ada. Merujuk data yang dilansir oleh kesekretariatan APEC, negara – negara yang tergabung dalam forum internasional ini merupakan representasi dari 47 persen transaksi perdagangan dunia. Selain itu, jumlah penduduk di 21 negara anggota APEC juga merupakan penyumbang 40 persen dari populasi penduduk dunia. Tentu dengan potensi sebesar itu, Indonesia sangat berkepentingan untuk menjalin kerjasama dengan negara – negara anggota guna terus menjaga baiknya trend ekonomi Indonesia saat ini.17

Lalu, dengan meningkatnya jumlah perjanjian internasional lain di bidang HAM dan lingkungan hidup yang diratifikasi oleh Indonesia juga memberikan dampak tersendiri bagi perkembangan hukum perjanjian internasional di Indonesia. Kecenderungan ini semakin mendorong keperluan bagi penegak hukum di Indonesia untuk semakin mendalami hukum perjanjian internasional karena pemberlakuannya yang tidak lagi mengenal batas dan kedaulatan negara.

B. Interaksi Perjanjian Internasional sebagai Hukum Internasional dengan Hukum

Nasional di Indonesia

Globalisasi hubungan internasional dewasa ini telah semakin meningkatkan persentuhan dan interaksi antara Hukum Internasional khususnya perjanjian internasional dengan Hukum Nasional di Indonesia. Proses-proses ekonomi yang semakin global disertai berbagai bentuk aktivitas transnasionalnya akan terus berlangsung dan tidak mungkin dibendung. Suasana perubahan ke arah kehidupan masyarakat antar bangsa-bangsa yang semakin menyatu, tentu saja mempengaruhi model pranata hukum yang harus dipersiapkan. Jika penyiapan pranata hukum yang dilakukan negara nasional seperti Indonesia semata-mata menggunakan model kodifikasi sebagaimana berlangsung selama ini, dikhawatirkan model semacam itu akan sulit mengadaptasikan diri dengan berbagai proses perubahan yang berlangsung sangat cepat.18

17 Abdul Hakim MS, “APEC dan Kepentingan Indonesia”, (http://abdul-

hakim.blogspot.com/2012/09/apec-dan-kepentingan-indonesia.html, diakses pada 5 Oktober 2013) 18 Eman Suparman, Perjanjian Internasional sebagai Model Hukum bagi Pengaturan Masyarakat Global

(10)

10

Aktivitas internasional akan mempengaruhi arah dan perkembangan hukum nasional bangsa-bangsa, termasuk Indonesia. Pengaruh itu antara lain muncul dalam wujudnya kenyataan bahwa bidang hukum internasional semakin mengalami proses nasionalisasi, dimana arena internasional bagi praktik-praktik hukum semakin terbuka luas, dan semakin terasa betapa kekuatan-kekuatan dan logika-logika yang bekerja dalam bidang ekonomi, negara, dan tatanan internasional, telah berdampak pada bidang hukum.

Perjanjian internasional yang dibuat oleh Indonesia, telah meningkat jumlahnya dewasa ini. Pada hakikatnya bersifat lintas sektor dan menjamah beberapa disiplin ilmu hukum di Indonesia seperti Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan bahkan Hukum Perdata. Dengan demikian, pada hakikatnya semua pemangku kebijakan di pemerintahan, legislatif, dan yudikatif memiliki keterlibatan kuat terhadap perjanjian internasional.19

Proses nasionalisasi terhadap kaidah – kaidah hukum internasional menjadi hukum nasional berupa akseptasi atas berbagai kumpulan norma yang diwujudkan melalui kesepakatan negara-negara, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Di dalam hukum perjanjian internasional akseptasi semacam itu dikenal dengan istilah pengesahan atau ratifikasi. Ratifikasi di sini merupakan tindakan suatu negara yang dipertegas oleh pemberian persetujuannya untuk diikat dengan suatu perjanjian internasional. Oleh karena itu, nasionalisasi norma-norma hukum internasional dalam suatu negara pada dasarnya merupakan suatu proses masuk dan diterimanya norma internasional ke dalam pranata hukum nasional suatu negara. Selanjutnya norma-norma tersebut menjadi bagian dari hukum positip negara tersebut. Hal ini sesuai dengan teori transformasi yang dianut oleh Indonesia, bahwa norma – norma hukum internasional dalam hal ini perjanjian internasional, baru bisa dijadikan sebagai suatu sumber hukum nasional jika telah diratifikasi menggunakan suatu peraturan perundang – undangan Indonesia.20

Pada sisi lain, apa yang di atas disebut sebagai arena internasional bagi praktik hukum juga telah tercipta. Sebagai contoh, mekanisme penyelesaian sengketa niaga yang melibatkan pihak-pihak multinasional, hampir dapat dipastikan telah menggeserkan peran dan kompetensi pengadilan negeri. Ada gejala ke arah pengesampingan cara-cara konvensional

19 Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hlm. 2

20 Eman Suparman, Perjanjian Internasional sebagai Model Hukum bagi Pengaturan Masyarakat Global (Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, 2000)

(11)

11

untuk menyelesaikan konflik melalui institusi hukum negara yang bernama pengadilan negeri. Terlebih lagi jika sengketa niaga itu melibatkan pihak-pihak multinasional.

Dan juga, untuk menghadapi kawasan Asia Pasifik sebagai wilayah perdagangan bebas mendatang, mau tidak mau Indonesia harus meninjau kembali perangkat norma hukum yang telah tersedia dan segera membenahi model pembentukan pranata hukum secara sistematis dan berencana. Hal itu menjadi mutlak perlu untuk dilakukan, mengingat di masa-masa mendatang timbulnya kasus-kasus sengketa niaga sebagai akibat berlangsungnya transaksi niaga multinasional semakin tidak mungkin dihindarkan dan karena kasus-kasus yang muncul maupun putusan-putusan yang dihasilkan tidak lagi hanya bernuansa lokal nasional, tapi sudah berkembang ke kancah internasional.21

Berikut ini merupakan contoh – contoh perjanjian internasional berupa konvensi yang dinasionalisasikan norma – normanya ke dalam hukum nasional oleh Indonesia. Dikaji berdasarkan pihak-pihak yang mengadakannya, konvensi ini digolongkan sebagai perjanjian multilateral, yakni perjanjian internasional yang dilakukan antara banyak pihak. Adapun konvensi itu adalah:

- Pengesahan Konvensi Telekomunikasi Internasional (International Telecommunication Convention) Nairobi 1982, dengan instrumen nasional Undang –

Undang Nomor 11 tahun 1985

- Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (United

Nations Convention the Law of the Sea) New York 1982, dengan instrumen nasional

Undang – Undang Nomor 17 tahun 1985 22

Contoh interaksi antara perjanjian internasional dengan hukum nasional Indonesia yang lain yaitu ratifikasi terhadap WTO Agreement yang kemudian disusul dengan pengundangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 merupakan pintu gerbang bagi perkembangan globalisasi ekonomi. Ratifikasi WTO Agreement menimbulkan sebuah konsekuensi yuridis bahwa pemerintah Indonesia harus melakukan harmonisasi ketentuan hukum nasionalnya khususnya di bidang ekonomi agar sesuai dengan standar-standar WTO Agreement.23

21 Ibid

22 Ibid

23 Eman Suparman, Perjanjian Internasional sebagai Model Hukum bagi Pengaturan Masyarakat Global (Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, 2000)

(12)

12

Disadari maupun tidak, kondisi objektif yang dialami Indonesia dari hari ke hari merupakan bukti bahwa sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa Indonesia semakin terkooptasi ke dalam kancah dan percaturan ekonomi global. Hingga muncul fenomena institusi hukum negaranya pun sungguh sangat kena implikasinya dalam konteks pencaturan internasional

(13)

13

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Eksistensi perjanjian internasional semakin meningkat dalam era globalisasi dikarenakan perkembangan kehidupan masyarakat global yang semakin tidak mengenal batas – batas negara, maka kesepakatan – kesepakatan antar negara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian – perjanjian internasional menjadi salah satu sumber hukum yang penting. Dikarenakan pula, semakin banyak masalah – masalah transnasional yang penyelesaiannya hanya dapat dijangkau dengan instrumen perjanjian internasional. Indonesia pun tidak bisa menghindar dari arus globalisasi tersebut, apalagi jika meninjau semakin banyaknya perjanjian – perjanjian internasional yang diikuti oleh Indonesia, baik perjanjian bilateral maupun multilateral.

2. Aktivitas internasional telah mempengaruhi arah dan perkembangan hukum nasional bangsa-bangsa, termasuk Indonesia. Pengaruh itu antara lain muncul dalam wujudnya kenyataan bahwa bidang hukum internasional semakin mengalami proses nasionalisasi, sebaliknya arena internasional bagi praktik-praktik hukum semakin terbuka luas, dan semakin terasa betapa kekuatan-kekuatan dan logika-logika yang bekerja dalam bidang ekonomi, negara, dan tatanan internasional, telah berdampak pada bidang hukum. Oleh karena itu, interaksi antara hukum internasional, dalam hal ini perjanjian internasional semakin kuat eksistensinya terhadap hukum nasional Indonesia. Dibuktikan dengan banyaknya konvensi – konvensi yang telah diratifikasi oleh instrumen hukum nasional Indonesia.

B. Saran

Perkembangan hukum perjanjian internasional dalam era globalisasi tentu banyak mempengaruhi pembentukan – pembentukan hukum nasional negara – negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Hal ini pun akan menyebabkan tumpang tindih antara hukum internasional dengan hukum nasional sendiri. Indonesia harus tetap menyaring norma –

(14)

14

norma internasional yang sesuai dengan dasaar dari semua dasar hukum di Indonesia yaitu Pancasila. Walaupun globalisasi sangat membawa dampak bagi kehidupan internasional, baik itu antar negara maupun individu, sebaiknya norma – norma internasional itu tidak melunturkan identitas bangsa Indonesia. Keselarasan antara norma – norma internasional dengan norma – norma yang telah hidup dalam bangsa Indonesia sejak lama itu harus dikondisikan dengan baik. Karena identitas suatu bangsa adalah salah satu hal penting yang mendukung negara tersebut tetap eksis dalam blantika kehidupan yang sudah hampir tidak mengenal batas – batas teritorial negara ini

(15)

15

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Dumoli Agusman, Damos. Hukum Perjanjian Internasional (Kajian Teori dan Praktik

Indonesia). 2010. PT Refika Aditama : Bandung

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. Pengantar Hukum Internasional. 2003. PT Alumni : Bandung

Handout “Pokok – Pokok Kuliah Hukum Internasional” oleh Prof. Dr. L. Tri Setyawanta R, S.H., M.H.

File PDF :

Eman Suparman, Lektor Kepala Hukum Acara Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, “Perjanjian Internasional sebagai Model Hukum bagi Pengaturan Masyarakat Global (Menuju Konvensi ASEAN sebagai Upaya Harmonisasi Hukum”, Tahun 2003

Internet :

Abdul Hakim MS, “APEC dan Kepentingan Indonesia”, (http://abdul-

hakim.blogspot.com/2012/09/apec-dan-kepentingan-indonesia.html, diakses pada 5

Oktober 2013)

Andre Victor Holomoan Nainggolan, “Perjanjian Ekstradisi”,

(http://andrevictornainggolan.blogspot.com/2011/08/perjanjian-ekstradisi.html,

diakses pada 5 Oktober 2013)

Devi Anggraini, “Globalisasi dalam Ruang Lingkup Hubungan Internasional”, (http://devi

anggraini-fisip12.web.unair.ac.id/, diakses pada 4 Oktober 2013)

Doel Zone, “Pengaruh Perjanjian Internasional Terhadap Kebijakan Nasional Indonesia”,

(http://doelzone.blogspot.com/2012/06/perjanjian-internasional.html, diakses pada 4

Oktober 2013)

“Politik Hukum Perjanjian Internasional Indonesia : Suatu Usulan”

(http://www.slideshare.net/atsturdy/politik-hukum-perjanjian-internasional indonesia,

(16)

16

Ronalto Tan, “Selayang Pandang Hukum Perjanjian Internasional”,

(http://pustakailmuhukum.blogspot.com/p/selayang-pandang-hukum-perjanjian.html,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) di prediksi akan mengalami kebangkrutan atau tidak

Scope of work : Factory utility , control panel for utility, SCADA & Monitoring System. • Baria

Dilatar belakangi pembelajaran matematika yang membuat siswa jenuh terutama dalam berhitung yang mana Pada kondisi awal pembelajaran /pra siklus hasil belajar siswa masih rendah,

A. Kerjasama antar Daerah. Kebijakan dan Kegiatan. Pasal 195 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan

Suarat Keputusan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai (SKPFP BM-C) adalah surat keputusan pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai yang telah dibayar atas

Subordo Rotaliina dengan cangkang calcareous hyalin, ditemukan di seluruh stasiun di Pulau Tegal dan memiliki kelimpahan tertinggi dibandingkan Subordo lainnya

Dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan di kelas eksperimen, dapat dinyatakan bahwa pemanfaatan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar dapat menjadikan

Gagasan postmodernisme di dalam pertunjukan teater bukan gagasan yang memisahkan antara bentuk teater postmodernisme dan modernisme, melainkan suatu gagasan transisi di