• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Literatur 2.1.1 Keberhasilan Usaha

Menurut Suryana (2009), wirausaha adalah orang yang menciptakan kesejahteraan untuk orang lain, menemukan cara-cara baru untuk menggunakan sumber daya, mengurangi pemborosan, dan membuka lapangan kerja yang disenangi masyarakat. Wirausaha juga dapat didefinisikan sebagai orang yang memiliki, mengelola, dan melembagakan usahanya sendiri. Pengertian kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses (Suryana, 2009).

Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru yang lebih efisien, Universitas Sumatera Utara memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen (Suryana, 2009)

Suryana (2013) Ciri-ciri umum kewirausahaan dapat dilihat dari berbagai aspek kepribadian, seperti jiwa, watak, sikap, dan prilaku seseorang. Ciri-ciri

(2)

yang meliputi enam komponen penting, yaitu: percaya diri, berorientasi pada hasil, berani mnegambil resiko, kepemimpinan, keorisinilitasan dan berorientasi pada masa depan. Ciri-ciri tersebut dapat dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut.

a. Penuh percaya diri, indikatornya adalah penuh keyakinan, optimis, berkomitmen,disiplin, bertanggung jawab

b. Memiliki inisiatif, indikatornya adalah penuh energy, cekatan dalam bertindak, dan aktif

c. Memiliki motif berprstasi, indikatornya adalah berorentasi pada hasil dan wawasan kedepan.

d. Memiliki jiwa kepemimpianan, indikatornya adalah berani tampil beda, dapat dipercaya,tangguh dalam bertindak.

e.

Berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan, dan oleh karena itu menyukai tantangan.

Menurut Soedjono (1993) dalam Suryana (2013) kemampuan afektif mencakup sikap, nilai, aspirasi, perasaan, dan emosi yang semuanya sangat bergantung pada kondisi lingkungan yang ada, dimensi kemampuan afektif dan kemampuan kognitif merupakan bagian dari pendekatan kemampuan kewirausahaan.

Menurut Suryana (2009) faktor penyebab keberhasilan berwirausaha ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:

1. Kemampuan dan kemauan. Orang yang tidak memiliki kemampuan tetapi banyak kemauan dan orang yang memiliki kemauan tetapi tidak memiliki kemampuan, keduanya tidak akan menjadi wirausaha yang sukses.

(3)

2. Tekad yang kuat dan kerja keras

3. Mengenal peluang yang ada dan berusaha meraihnya ketika ada kesempatan.

Menurut Suryana (2009) faktor penyebab kegagalan berwirausaha ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :

1. Tidak kompeten dalam hal manajerial 2. Kurang berpengalaman

3. Kurang dapat mengendalikan keuangan 4. Gagal dalam perencanaan

5. Lokasi yang kurang memadai 6. Kurangnya pengawasan peralatan 7. Sikap yang kurang sungguh-sungguh

8. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan kewirausahaan.

Kewirausahaan mempelajari tentang nilai kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi sedangkan obyek studi kewirausahaan adalah kemampuan yaitu kemampuan merumuskan tujuan hidup, kemampuan memotivasi diri, kemampuan berinisiatif, kemampuan membentuk modal, kemampuan mengatur waktu dan kemampuan membiasakan diri untuk belajar dari pengalaman (Suryana, 2013).

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Keberhasilan usaha merupakan tanda bahwa seseorang telah mencapai tahap dimana usaha yang dilakukannya membuahkan hasil. Ketika usaha bertahan cukup lama, usaha tersebut dapat dikatakan berhasil dan mempertahankan keberhasilan usaha yang telah dicapainya. Kaitan keberhasilan

(4)

usaha dengan kebertahanan usaha adalah, bahwa setiap usaha yang bertahan pasti merupakan usaha yang berhasil, mampu bertahan di tengah persaingan, dan menerapkan strategi yang tepat supaya keberhasilan usahanya dapat betahan lama.

2.1.2 Teori Motivasi

Menurut Robbin (2002) motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu. Menurut Mathis and John H.Jackson (2006), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi bagaimana individu yang ada bekerja, faktor-faktor tersebut adalah:

1) Kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan tersebut 2) Tingkat usaha yang dicurahkan

3) Dukungan organisasi.

Motivasi seorang pegawai disebabkan adanya rangsangan-rangsangan yaitu sebagai berikut :

1. Gaji yang mencukupi, terpenuhi kebutuhan hidupnya, dana sakit yang tersedia, bonus, dana pensiun.

2. Lingkungan dan tempat kerja yang baik.

4. Kesempatan untuk dapat mengambil keputusan dan menentukan kebijakan sendiri.

5. Tantangan pekerjaan

6. Keistimewaan, kedudukan dan gengsi pribadi

7. Perasaan seseorang anggota organisasi mau disejajarkan dirinya atau sikap simpatik rekan dan pimpinan.

(5)

8. Jaminan masa dinas dan jabatan, rumah dan kendaraan

Sumarwan (2011) menyatakan bahwa David McClelland mengembangkan teori dan memberikan kontribusi bagi pemahaman motivasi yang disebut sebagai McClelland’s Theory of Learned Needs. Teori ini menyatakan bahwa ada tiga kebutuhan dasar yang memotivasi seseorang. Ketiga kebutuhan tersebut yaitu:

1. Kebutuhan sukses

Kebutuhan sukses adalah Seseorang yang memiliki kebutuhan tersebut akan terus bekerja keras, tekun dalam bekerja, tabah dan tawakal akan hasil yang telah diusahakan, ia juga akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan berusaha menghadapi tantangan dan rintang dengan kemampuan semaksimal mungkin. Kebutuhan sukses ini memiliki kesamaan dengan kebutuhan ego dan kebutuhan aktualisasi diri dari Teori Maslow.

2. Kebutuhan berafiliansi

Kebutuhan berafiliansi merupakan suatu kebutuhan yang diinginkan oleh seseorang untuk membina hubungan baik dengan orang lain. Orang-orang yang memiliki kebutuhan berafiliansi yang tinggi biasanya cenderung menghindari rasa kecawa karena tidak diterima oleh suatu kelompok sosial tertentu dan memilih untuk memperoleh kesenangan dari kasih sayang dalam membina hubungan sosial, biasanya dalam menjalin hubungan baik mereka yang memiliki kebutuhan berafiliansi akan terlibat aktif dalam berbagai kegiatan sosial, seprti siap dalam menghibur dan menolong orang

(6)

lain yang berada dalam masa sulit. Kebutuhan berafiliansi memiliki kesamaan terhadap kebutuhan sosial dari Teori Maslow.

3. Kebutuhan kekuasaan

Kebutuhan akan kekuasaan ini menjurus kepada pernyataan bahwa orang yang memiliki kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi akan cenderung menaruh perhatian besar untuk dapat mempengaruhi dan mengendalikan orang lain serata mengontrol lingkungannya , termasuk mempengaruhi orang-orang yang berada disekeliling mereka. Orang-orang dengan kebutuhan kekuasaan tinggi biasanya mencari posisi sebagai seorang pemimpin, karena mereka penuh daya, sangat menuntut, keras kepala dan suka mengajar dan pandai berbicara dihadapan umum. Kebutuhan ini memiliki kesamaan dengan kebutuhan aktualisasi diri dari Teori Maslow.

Menurut Sunyoto (2012) dalam Gemina et al (2016) bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) daya penggerak kemauan bekerja seseorang, setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Selanjutnya menurut Basrowi, (2014) dalam Gemina et al (2016) bahwa dengan berwirausaha akan membuat seseorang termotivasi untuk memperoleh imbalan minimal dalam bentuk laba, kebebasan, impian personal yang memungkinkan menjadi kenyataan, kemandirian, disamping memiliki peluang pengembangan usaha dan memiliki peluang untuk mengendalikan nasibnya sendiri.

Dari hasil penelitian Dwi Gemina, Endang Silaningsih, dan Erni Yuningsih (2016) menemukan hasil bahwa motivasi usaha berpengaruh signifikan dan berbanding lurus (positif) terhadap kemampuan usaha, semakin tinggi motivasi usaha akan diikuti tinggi kemampuan usaha. Kemampuan usaha

(7)

berpengaruh signifikan dan berbanding lurus (positif) terhadap keberhasilan usaha, semakin tinggi kemampuan usaha akan diikuti tinggi keberhasilan usaha. Selanjutnya pengaruh motivasi usaha terhadap keberhasilan usaha melalui variabel kemampuan usaha sebagai mediasi signifikan atau dapat diterima, sehingga motivasi usaha berpengaruh terhadap keberhasilan usaha melalui kemampuan usaha. Selanjutnya kemampuan menurut Robbins (2002) suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Relevansi teori motivasi dalam pemecahan masalah berkaitan dengan keberhasilan usaha adalah bahwa motivasi individu dapat mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan yang tujuannya adalah pencapaian yang diinginkan. Motivasi dapat berkaitan erat dengan kesuksesan usaha, dimana peran wirausaha untuk bertindak mengelola usahanya didasarkan atas motivasi keinginan untuk sukses. Hal tersebut dapat dijadikan pemecahan masalah yang terjadi pada Rumah Makan Rahayu, dimana motivasi pemilik generasi pertama untuk bertahan hidup dan mandiri menjadi langkah awal kesuksesan dengan menurunkan motivasi kepada generasi selanjutnya.

2.1.3 Kualitas

Menurut Juran (Hunt, 1993) dalam Nasution (2015) menyatakan kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut :

(8)

b. Psikologis, yaitu cita rasa atau status. c. Waktu, kehandalan.

d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.

e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur.

Feignbaum (1986) dalam Nasution (2015) menyatakan, bahwa kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Sedangkan menurut Goetsch dan Davis (1994) dalam Tjiptono (2003), kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Kotler dan Keller (2009) kualitas adalah total fitur dan karakteristik produk atau jasa berdasarkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.

Menurut Nasution (2015) menyatakan dari semua definisi terdapat persamaan dalam hal elemen-elemen yang terdapat pada kualitas sebagai berikut:

1. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2. Kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.

3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang).

Dimensi kualitas

Dalam Tjiptono (2003), Nasution (2015) mengemukakan ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutaman untuk produk

(9)

manufaktur. Dimensi-dimensi tersebut adalah :

1. Kinerja (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan aspek kedua yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.

3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.

4. Konformansi, merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan, serta sering didefinisikan sebagai konformansi terhadap kebutuhan (conformance to requirements) dalam Tjiptono (2003) dijelaskan sebagai kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.

6. Kemampuan pelayanan (serviceability), meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan. 7. Estetika (aesthetics), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi

produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

(10)

mengevaluasi jasa yang besifat intangible, konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktir berikut :

1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Keandalan, (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (assurance), mencangkup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan. Perspektif kualitas

Garvin (dalam Lovelock, 1994, pp.98-99; Ross, 1993, pp. 97-98) dalam Tjiptono (2003), Nasution (2015) mengidentifikasikan adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu :

1. Transcendental Approach

Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau dketahui tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan.

2. Product-Based Approach

Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur.

(11)

3. User-Based Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas tinggi. Perspektif yang subektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakan.

4. Manufacturing-Based Approach

Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan persyaratannya (conformance to requirements). Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.

5. Value-Based Approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy)

(12)

Tjiptono (2003) menyatakan bahwa kualitas dan kepuasan pelanggan berkaitan sangat erat. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan di mana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas memuaskan.

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Kualitas merupakan dasar untuk menentukan apakah usaha tersebut layak untuk bertahan ditengah persaingan pasar, baik kualitas produk, kualitas layanan maupun kualitas sumber daya. Kualitas akan membawa pengaruh bagi kepuasan pelanggan untuk memenuhi harapan pelanggan dimana kualitas yang tetap stabil, dan bertambah akan membuat pelanggan enggan berpaling, sehingga perusahaan akan mendapati bahwa pelanggan tersebut loyal dan berdampak pada kelangsungan hidup dan kebertahanan suatu perusahaan.

2.1.4 Total Quality Management (TQM)

Santosa (1992) dalam Tjiptono (2003) menyatakan bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.

(13)

Konsep TQM

Menurut Nasution (2015) TQM merupakan sistem manajemen yang berfokus pada semua orang/tenaga kerja, bertujuan untuk terus-menerus meningkatkan nilai yang diberikan bagi pelanggan dengan biaya penciptaan nilai yang lebih rendah daripada nilai suatu produk.

Menurut Bounds et al (dalam Hessel, 2003) dalam Nasution (2015) menyatakan konsep TQM mengandung tiga unsur, yaitu berikut ini:

1. Strategi Nilai Pelanggan 2. Sistem Organisasional

3. Perbaikan Kualitas Berkelanjutan

Menurut Goetsch & Davis (1994) dalam Tjiptono (2000) mengungkapkan pengertian TQM dibedakan menjadi dua aspek. Aspek pertama menguraikan apa TQM itu. TQM didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam menjalankan bisnis/usaha yang berupaya memaksimumkan daya saing melalui penyempurnaan yang terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan organisasi. Sedangkan aspek kedua menyangkut cara mencapainya dan berkaitan dengan sepuluh karakteristik TQM yang terdiri atas :

1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. 2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas.

3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.

4. Memiliki komitmen jangka panjang. 5. Membutuhkan kerja sama tim (teamwork) 6. Memperbaiki proses secara berkesinambungan.

(14)

7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. 8. Memberikan kebebasan yang terkendali. 9. Memiliki kesatuan tujuan.

10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Prinsip TQM

Menurut Hensler dan Brunell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993) dalam Nasution (2015) mengemukakan bahwa ada empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut adalah :

1. Kepuasan Pelanggan

Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan.

2. Respek terhadap Setiap Orang

Karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.

3. Manajemen Berdasarkan Fakta

Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan

(15)

menggunakan data, maka manajemen tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital.

Konsep kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.

4. Perbaikan Berkesinambungan

Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri atas langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.

Hessel (2003) dalam Nasution (2015) telah meneliti hubungan antara penerapan TQM dengan kinerja dan keunggulan kompetitif beberapa perusahaan manufaktur di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas merupakan syarat penting keberhasilan perusahaan, TQM merupakan pendekatan untuk mempertahankan hidup serta meningkatkan daya saing perusahaan, dan penerapan TQM memerlukan dukungan infrastruktur perusahaan.

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Perspektif TQM terhadap kepuasan pelanggan pada hakikatnya adalah bahwa pelanggan merupakan penilai terakhir dari kualitas sehingga prioritas utama dalam jaminan kualitas adalah memiliki piranti yang handal dan sahih

(16)

mengenai penilaian konsumen terhadap perusahaan (Tjiptono; 2000). Prinsip TQM adalah memenuhi kepuasan pelanggan, respek pada kebutuhan setiap orang, melakukan riset bedasarkan fakta lapangan dan selalu melakukan perbaikan terhadap kualitas yang saat ini dimiliki perusahaan sehingga hal tersebut mampu membuat perusahaan lebih unggul dalam persaingan dan akan memiliki kemampuan bertahan hidup yang lebih lama.

2.1.5 Teori Lokasi (Place Theory)

Menurut Kotler (2008) salah satu kunci menuju sukses adalah lokasi, lokasi dimulai dengan memilih komunitas. Menurut Suryana (2014) tempat yang menarik bagi konsumen adalah tempat yang paling strategis, menyenangkan, dan efisien. Untuk mencapai sasaran tempat yang baik dapat dilakukan dengan jalan sebagai berikut :

1. Memperbanyak saluran distribusi, misalkan langsung ke konsumen atau tidak langsung, yaitu melalui para agen.

2. Memperluas segmentasi atau cakupannya, misal segmen lokal, regional, nasional dan internasional.

3. Menata penampilan tempat usaha, misal tata etalase, dan posisi produk.

4. Menggunakan cara penyampaian barang seefisien mungkin.

5. Mengubah-ubah persediaan dari gudang yang satu ke gudang/tempat yang lain.

Faktor-Faktor Pemilihan Lokasi

Menurut Tjiptono (2002) pemilihan tempat/lokasi fisik memerlukan pertimbangan cermat terhadap faktor-faktor berikut :

(17)

a. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum.

b. Visibilitas, lokasi atau tempat yang dapat dilihat jelas dari jarak pandang normal.

c. Lalu lintas (traffic).

d. Tempat parkir yang luas, nyaman, dan aman, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat.

e. Ekspansi, yaitu tersedianya tempat yang cukup luas apabila ada perluasan dikemudian hari.

f. Lingkungan, daerah sekitar yang mendukung produk yang ditawarkan.

g. Persaingan, yaitu lokasi pesaing. h. Peraturan pemerintah.

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Teori lokasi relevansinya dalam pemecahan masalah adalah, bahwa lokasi usaha dapat mempengaruhi keberhasilan dan kesuksesan suatu usaha, meningkatkan segmen pasar, memberikan keuntungan lebih dan dapat mudah dijangkau sehingga dapat meningkatkan penjualan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kelangsungan hidup usaha.

2.1.6 Teori Harapan

Menurut Robbins (2002) Pada dasarnya teori ekspektasi menyatakan bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu

(18)

tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil tertentu serta pada daya tarik tersebut bagi individu.

Menurut Victor Vroom, dikenal sebagai Teori Nilai Pengharapan Vroom, yang berbunyi orang termotivasi untuk bekerja apabila usaha yang ditingkatkan atau yang dikerjakan akan mengarah ke balas jasa tertentu dan menilai dari balas jasa tersebut merupakan hasil dari usaha mereka dalam bekerja (Handoko, 2003).

Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin, 2003).

Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.

Teori harapan ini didasarkan atas :

a. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.

b. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.

c. Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

(19)

Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara -1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapainya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasil tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positif satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.

Menurut Robbins dan Judge (2008) teori ini terbukti memberikan sebuah penjelasan yang relatif kuat mengenai produktivitas karyawan, ketidak hadiran, dan perputaran karyawan. Tetapi, teori harapan mengasumsikan bahwa karyawan memiliki sedikit batasan dalam keleluasaan keputusan mereka. Teori ini membuat banyak asumsi yang sama dengan yang dibuat oleh model rasional tentang pembuatan keputusan individual.

Menurut Olson dan Dover dalam Kotler (2005) menyatakan harapan pelanggan sebagai “kepercayaan sebelum mencoba suatu produk yang kemudian hal itu dijadikan sebagai standart untuk mengevaluasi produk atau pengalaman – pengalaman yang akan dating.”

Faktor Harapan Pelanggan

Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa harapan pelanggan terhadap kualitas jasa terbentuk oleh beberapa faktor berikut :

1. Dorongan Layanan Intensif (Enduring Service Intensife) Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk 4 meningkatkan sesitifitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang jasa. Faktor ini merupakan faktor terbesar pembentuk harapan

(20)

pelanggan, karena informasi akan produk dari seseorang yang kita kenal, lebih besar mempengaruhi harapan kita dibandingkan dengan informasi dari produsen

2. Kebutuhan Pribadi (Personal needs) Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya.Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, social dan psikologis.

3. Peningkatan Sensitivitas Layanan (Transsitory Service Intinsifer) Faktor ini merupakan faktor individual yang sementara yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa.

4. Persepsi Alternatif Layanan (Perceived Service Alternative) Persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis.

5. Pesepsi pribadi terhadap peran Layanan (Self –Preceived Service Roles) Persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang didalamnya.

6. Faktor Situasional (Situational Factor) Faktor yang tercipta dan mempengaruhi kinerja, diluar kendali penyedia jasa

7. Janji Layanan secara eksplisit (Explicit Service Promise) Pernyataan (Personal atau non Personal) oleh organisai kepada pelanggan

8. Janji layanan secara Implisit (Implicit Service Promise) Faktor yang tercipta dari diri pelanggan yang disimpulkan oleh pelanggan berdasarkan petunjuk yang digambarkan oleh pelanggan.

(21)

9. Rekomendasi mulut ke mulut (Word of Mouth) Merupakan pernyataan (secara personal maupun non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada pelanggan. Word of mouth ini bisaanya cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikan informasi adalah mereka yang dapat dipercayainya seperti keluarga , teman dan publikasi media massa.

10. Pengalaman masa lalu (Past Experience) Pengalaman masa lampau meliputi hal – hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya di masa lalu

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Teori harapan ini dapat membuat banyak asumsi yang sama dengan yang dibuat oleh model rasional tentang pembuatan keputusan individual. Dimana harapan karyawan dan pelanggan untuk memperoleh apa yang mereka inginkan dengan mengorbankan hal yang mereka miliki dan berharap akan memperoleh apa yang mereka harapkan. Harapan pelanggan sebagai teori relevansinya terhadap pemecahan masalah adalah bahwa baik pemilik usaha, karyawan dan pelanggan memiliki motif untuk mendapatkan sesuatu sesuai yang diinginkannya. Sehingga pemilik mendapatkan kesuksesan, karyawan mendapatkan kompensasi, sedangkan pelanggan mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan.

2.1.7 Kepuasan Pelanggan

Band (1971) dalam Nasution (2015) menyatakan secara sederhana definisi kepuasan pelanggan adalah

(22)

Satisfaction is the state which customer needs, wants and expectations, throug the transaction cycle, are not or exceeded, resulting in repurchase and continuing loyalty. In other words, if customer satisfaction could be expressed as a ratio, it would look like this : customer satisfaction = perceived quality : needs, wants and expectations.

Kepuasan adalah keadaan di mana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan, melalui siklus transaksi, tidak atau melebihi, menghasilkan pembelian kembali dan loyalitas yang berkelanjutan. Dengan kata lain, jika kepuasan pelanggan dapat dinyatakan sebagai rasio, akan terlihat seperti ini: kepuasan pelanggan = persepsi kualitas: kebutuhan, keinginan dan harapan.

Pada prinsipnya, menurut Hunt (1991) dalam Nasution (2015), menyatakan definisi kepuasan pelanggan dapat digolongkan ke dalam lima perspektif, seperti berikut :

Tabel 2.1

Alternatif Definisi Kepuasan Pelanggan

Perspektif Definisi Kepuasa Pelanggan

Normative deficit

definition

Perbandingan antara hasil (outcome) aktual dengan hasil yang kultural dapat diterima

Equity definition

Perbandingan perolehan atau keuntungan yang didapatkan dari pertukaran sosial bila perolehan tersebut tidak sama, maka pihak yang dirugikan akan tidak puas

Normative standard definition

Perbandingan antara hasil aktual dengan harapan standar pelanggan yang dibentuk dari pengalaman dan keyakinan mengenai tingkat kinerja yang seharusnya ia terima dari merek tertentu.

(23)

Atributional definition

Kepuasan tidak hanya ditentukan oleh ada tidaknya diskonfirmasi harapan, namun juga oleh sumber penyebab diskonfirmasi

Procedural fairness definition

Kepuasan merupakan fungsi dari keyakinan atau persepsi kosnumen bahwa ia telah diperlakukan secara adil.

Sumber : Nasution (2015:41)

Gazpers (1997) dalam Nasution (2015) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pelanggan adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen/pemasok produk (perusahaan). Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau ekspektasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya.

2. Pengalaman masa lalu ketika mengonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.

3. Pengalaman dari teman-teman, di mana mereka akan menceritakan kualitas produk yang akan dibeli oleh pelanggan itu.

4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi pelanggan.

Menurut Tjiptono (2003) kompleksitas persaingan suatu industri menyebabkan setiap perusahaan harus selalu berusaha meningkatkan kualitasnya agar kepuasan pelanggan dapat terwujud. Adanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya (Fandy Tjiptono, 1994, p.9 dalam Tjiptono 2003) :

(24)

2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang. 3. Dapat terciptanya loyalitas pelanggan.

4. Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan.

5. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan. 6. Laba yang diperoleh dapat meningkat.

Menurut Wilkie (1990, p.622) dalam Tjiptono (2003) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Sedangkan Kotler (2008) menyatakan kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

Proses Kepuasan Pelanggan

Menurut Nasution (2015:43) menyatakan fokus pelanggan adalah bagian dari proses yang mengarah ke perbaikan kontinu organisasi yang dilakukan dengan langkah-langkah, yaitu menentukan siapa pelanggan, menentukan atribut atau indikator apa dari barang atau jasa yang paling penting bagi pelanggan, menyusun atribut atau indikator dalam urutan yang paling penting bagi pelanggan, menentukan tingkat kepuasan pelanggan terhadap masing-masing atribut atau indikator, menghubungkan hasil umpan balik dari pelanggan, mengembangkan perangkat matriks tentang bagaimana peringkat kinerja untuk mengetahui kinerja mana yang paling rendah, serta memperbaharui umpan balik dari pelanggan secara kontinu. Selanjutnya bila pebaikan proses tersebut dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, maka beralih ke perbaikan proses paling

(25)

penting berikutnya, yaitu melalui komunikasi kontinu secara terbuka dengan semua pihak tentang perbaikan proses yang telah dilakukan.

Kunci membentuk fokus kepuasan pada pelanggan adalah menempatkan karyawan untuk berhubungan langsung dengan pelanggan dan memberdayakan karyawan untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk memuaskan para pelanggan (Nasution ,2015)

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Kepuasan pelanggan dinilai sebagai hasil dari kualitas sumber daya yang dihasilkan perusahaan yang sesuai dengan harapan pelanggan. Kepuasan pelanggan dikatakan menentukan keberhasilan suatu usaha dikarenakan kepuasan pelanggan akan menentukan tingkat loyalitas yang dimiliki pelanggan. Semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan, diharapkan loyalitas juga semakin meningkat yang berdampak pada pemasukan dan keberhasilan usaha.

2.1.8 Strategi Bauran Pemasaran (Marketting Mix)

Menurut Kotler dan Armstrong (2004) bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan , yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan tanggapan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Menurut Kotler dan Amstrong, (2009) bauran pemasaran merupakan segala sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan dalam mempengaruhi permintaan produknya, bauran pemasaran dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu 4P (Produk, Price, Place, Promotion).

(26)

1. Product/Produk

Produk adalah elemen pertama dan terpenting dalam bauran pemasaran. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, organisasi, informasi, dan ide. (Kotler dan Keller 2009). Elemen-elemen yang termasuk dalam bauran produk antara lain ragam produk, kualitas, design, fitur, nama merek, kemasan, serta layanan.

2. Price/Harga

Harga adalah satuan moneter atau ukuran lainnya yang ditukarkan untuk mendapatkan hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang ataupun jasa (Tjiptono, 2008). Menurut Kotler (2005) harga adalah satu-satunya unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sedangkan unsur-unsur lainnya menghasilkan biaya.

3. Place/Tempat

Tempat atau saluran pemasaran meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran. Saluran distribusi adalah rangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran distribusi dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen (Kotler, 2005).

(27)

4. Promotion/Promosi

Pada hakikatnya promosi merupakan segala bentuk kegiatan yang dimaksudkan untuk menyampaikan atau mengkonsumsikan suatu produk kepada pasar sasaran, guna dapat memberi informasi tentang kegunaan, keistimewaan, dan yang paling penting adalah tentang keberadaanny, untuk mengubah sikap ataupun untuk mendorong orang untuk bertindak (Tjiptono, 2008).

Definisi promosi menurut Kotler (2005) adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk mengomunikasikan manfaat dari produknya, membujuk, dan mengingatkan para konsumen sasaran agar membeli produk tersebut.

Menurut Suryana (2014) bauran pemasaran (marketing mix) meliputi 5P yaitu :

a. Probe/search ( penelitian dan pengembangan pasar)

Langkah pertama dalam kegiatan pemasaran adalah meneliti kebutuhan dan keinginan konsumen. Meliputi orientasi konsumen, kualitas, kenyamanan dan kesenangan, inovasi, kecepatan, pelayanan dan kepuasan pelanggan.

b. Product

Perlu diingat bahwa produk selalu mengalami daur hidup (product life cycle), yang terdiri atas tahap pengembangan, tahap pengenalan, tahap pertumbuhan penjualan, tahap kematangna, tahap kejenuhan, dan penurunan.

(28)

c. Place

Tempat yang menarik bagi konsumen adalah tempat yang paling strategis, menyenangkan, dan efisien.

d. Price

Harga yang tepat adalah harga yang terjangkau dan paling efisien bagi konsumen. Wirausahawan bisa menciptakan harga yang paling efisien dengan inovasi dan kreatifitasnya. Menentukan harga yang tepat memerlukan banyak pilihan tidak saja berdasarkan intuisi, perasaan, tetapi juga harus berdasarkan pada informasi, fakta, dan analisis lapangan.

e. Promotion

Promosi adalah cara mengkomunikasikan barang dan jasa yang ditawarkan supaya konsumen mengenal dan membeli. Tujuan promosi adalah untuk memperkenalkan barang dan jasa agar diketahui, dibutuhkan, dan diminta oleh konsumen.

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Model bauran pemasaran sebagai teori yang relevan dalam pemecahan masalah penelitian berkaitan dengan kesuksesan Rumah Makan Rahayu, adalah melihat Produk, Harga, Tempat dan Promosi yang dilakukan oleh Rumah Makan Rahayu untuk diidentifikasi sebagai penunjang atau aspek untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan sehingga dapat menimbulkan kepuasan pelanggan.

(29)

2.1.9 Resources Based View (RBV)

Menurut Amit dan Schoemaker, (1993); Barney, (1991); Dierickx dan Cool, (1989); Prahalad dan Hamel, (1990); Mahoney dan Pandian, (1992); Penrose, (1959); Peteraf, (1993); Wernerfelt, (1984) dalam Simatupang (2013) teori RBV mengatakan bahwa keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan yang superior bertumpu pada kapabilitas perusahaan yang spesifik. Bahkan Barney (1991) dalam Simatupang (2013) menyatakan bahwa kapabilitas dimaksud haruslah yang bernilai, langka, tidak bisa ditiru dan tidak bisa digantikan.

Kuncoro (2005) menyatakan pandangan RBV berpendapat bahwa sumber daya yang dimiliki perusahaan jauh lebih penting daripada struktur industri dalam memperoleh dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Pendekatan ini memandang organisasi sebagai sekumpulan aset dan kapabilitas. Menurut pendekatan ini, beberapa aset (sumber daya) kunci tertentu akan memberikan perusahaan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Walaupun demikian, sebuah perusahaan akan berhasil jika memiliki sumber daya yang paling sesuai dan yang paling baik untuk usaha dan strateginya. Pendekatan ini mengaitkan kapabilitas internal perusahaan dengan lingkungan eksternal (apa yang diminta pasar dan apa yang ditawarkan pesaing). Keunggulan kompetitif akan diperoleh organisasi yang memiliki aset atau kapabilitas yang khas. Profitabilitas perusahaan ditentukan oleh jenis, jumlah, sumber daya, dan kapabilitas yang ada.

Kuncoro (2005) menyebutkan bahwa sumber daya meliputi seluruh aset –aset keuangan, fisik, manusia, budaya perusahaan yang digunakan oleh

(30)

perusahaan untuk mengembangkan, menciptakan, dan menjual produk atau jasanya kepada pelanggan. Walaupun setiap perusahaan memiliki sumber daya, tidak seluruhnya dapat dikatakan khas dan mampu memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Agar sumber daya dapat menjadi unik (unique), pendekatan resource-based menyatakan bahwa sumber daya harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain : sukar dalam hal pembuatan, pembelian, substitusi, dan peniruannya. Model RBV pada intinya menekankan bagaimana mendapatkan penghasilan diatas rata-rata dengan menempuh tahapan berikut :

1. Identifikasi sumber daya perusahaan 2. Menetukan kapabilitas perusahaan

3. Tentukan bagaimana sumber daya dan kapabilitas perusahaan dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang mampu mengungguli para pesaing

4. Lokasikan suatu industri dengan peluang yang dapat dieksploitasi dengan sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki.

5. Pilih strategi yang paling baik untuk mengeksploitasi sumber daya dan kapabilitas.

6. Mengimplementasikan strategi yang dipilih agar mengungguli pesaing dan memperoleh penghasilan di atas rata-rata.

Model RBV berpendapat bahwa Core Competencies merupakan basis keunggulan kompetitif perusahaan, keunggulan stratejik, dan kemampuan untuk memperoleh Above-average Returns. Core Competencies adalah sumber daya dan kapabilitas yang dapat menjadi sumber Competitive Advantage (Kuncoro;2005)

(31)

Menurut Barney (2001) asumsi bahwa sumber daya dan kemampuan dapat didistribusikan secara heterogen di seluruh perusahaan yang bersaing, bahwa perbedaan ini dapat bertahan lama, dan mereka dapat membantu menjelaskan mengapa beberapa perusahaan secara konsisten mengungguli perusahaan lain. Dari perspektif ini, pandangan berbasis sumber daya sebenarnya terdiri dari banyak alat terkait, namun berbeda, teoritis yang digunakan untuk menganalisis sumber tingkat perusahaan dari keunggulan kompetitif berkelanjutan. Barney et al (2001) menyampaikan salah satu implikasi dari pandangan ini adalah bahwa ada kebutuhan untuk memelihara karyawan secara terus-menerus mengubah identifikasi yang terletak dengan identitas organisasi yang terus berubah didasarkan pada komitmen terhadap serangkaian nilai dan hasil yang tidak berubah, dari budaya stabil sepenuhnya diuraikan.

RBV mengidentifikasi beberapa karakteristik yang disebut mekanisme isolasi, yang membuat sumber daya sukar untuk ditiru dan menjadi berharga (Pearce & Robinson, 2003: 126-131 dalam Kuncoro, 2005:42)

1) Superioritas kompetitif, dengan sumberdaya yang ada dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara lebih baik dibanding pesaing.

2) Kelangkaan sumber daya

3) Kemudahan ditiru, model RBV mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat sumber daya sulit ditiru: keunikan fisik, sumber daya yang unik secara fisik sukar untuk ditiru; jalur (path) ketergantungan, diperoleh melalui proses, memakan biaya mahal serta sulit untuk dilakukan percepatan; ambiguitas kausal, situasi yang sulit dipahami

(32)

oleh para pesaing secara tepat tentang bagaimana suatu perusahaan menciptakan keunggulan yang telah dinikmatinya ; economic deterence, keadaan dimana butuh investasi yang besar untuk meniru sumber daya yang dimiliki.

4) Apropriability, sumberdaya yang dikembangkan dan dikendalikan oleh perusahaan akan lebih berharga daripada sumberdaya yang mudah dibeli, dijual, atau berpindah dari suatu perusahaan ke perusahaan lain. 5) Daya tahan, ketahanan sumberdaya dalam mengalami penyusutan. 6) Dapat digantikan (substitutability), tersedia alternatif lain selain

sumberdaya yang dimiliki.

Menurut Kuncoro (2005) pandangan resource-based ini memberi pemahaman bahwa dengan adanya keunikan sumberdaya akan dapat menghasilkan kinerja organisasi yang unggul dalam bersaing. Kunci model RBV didasarkan atas tiga sumber daya dasar yang merupakan fondasi utama dalam menemukan dan mengembangkan kompetensi inti, yaitu :

a. aset yang terlihat (tangible asset) adalah aset yang paling mudah diidentifikasi dan sering ditemukan pada neraca perusahaan. Yang termasuk ke dalam aset ini diantaranya adalah fasilitas produksi, bahan mentah, sumberdaya finansial, estate real, dan komputer.

b. aset tak terlihat (intangible asset) adalah c. kapabilitas organisasi.

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Sumber daya yang dimiliki sebuah perusahaan merupakan aset penting untuk meningkatkan kemampuan dan kebertahanannya menghadapi krisis.

(33)

Sumber daya yang memiliki kapabilitas dianggap sebagai kunci keberhasilan usaha, sehingga apabila suatu usaha dapat bertahan lebih lama daripada pesaing kemungkinan besar mereka memiliki aset yang berbeda yaitu sumber daya itu sendiri.

2.1.10 Market Based View (MBV)

Menurut Hoskisson, Hitt dan Ireland (2004); Porter (1980, 1985, 1996) dalam Simatupang (2013) teori MBV menyatakan bahwa kinerja perusahaan ditentukan oleh posisi unik perilaku stratejik perusahaan dalam menanggapi persaingan pasar. Sedangkan menurut Spanos dan Liokas, (2001) dalam Simatupang (2013) menyatakan teori MBV merupakan modifikasi teori Organisasi Industri ke dalam ranah manajemen stratejik.

Menurut Bain, (1956); Mason, (1939) dalam Simatupang (2013) teori Organisasi Industri sangat dikenal dengan kerangka pemikiran Structure-Conduct-Performance yaitu struktur industri menentukan perilaku industri dan kinerja industri. Di tambah menurut Scherer, (1980) dalam Simatupang (2013) Struktur industri dimaksud terdiri dari jumlah pembeli dan penjual, diferensiasi produk, entry barriers, struktur biaya, integrasi vertikal dan diversifikasi. Menurut kerangka Struktur-Perilaku-Kinerja (SCP) Bain dan model lima kekuatan Porter, yang merupakan dua teori paling terkenal dalam Pandangan Berbasis Pasar tentang teori strategi, banyak sarjana percaya bahwa aplikasi luas dari IT akan menyebabkan lebih intens persaingan antar perusahaan, dan IT dapat membawa keunggulan kompetitif perusahaan dengan meningkatkan kemampuan mereka untuk mengambil keuntungan dari peluang, bertahan

(34)

melawan ancaman, dan mengubah posisi pasar mereka. (Jiayu Chi, Ling Sun(2015)

Pendekatan industrial organization untuk keunggulan bersaing menyarankan bahwa faktor-faktor eksternal (industri) lebih penting dibandingkan dengan faktor-faktor internal perusahaan dalam meraih keunggulan bersaing. Pengelolaan secara strategis dari perspektif I/O membuat perusahaan berusaha untuk bersaing di industri yang menarik, menghindari industri yang lemah dan berganti, dan memperoleh pemahaman penuh hubungan faktor eksternal kunci di dalam industri yang menarik itu (David dan David 2016).

Menurut Kuncoro (2005) pendekatan I/O juga menyatakan bahwa keunggulan kompetitif berhubungan dengan posisi kompetitif (competitif positioning) dalam sebuah industri. Posisi perusahaan dalam industri dan karakteristik industri yang ada akan menentukan potensi profitabilitasnya. Hal ini berarti jika terdapat banyak kekuatan yang negatif dalam sebuah industri atau perusahaan memiliki posisi yang lemah dalam sebuah industri, profitabilitasnya akan lebih rendah dari rata-rata.

Menurut Bea and Haas (2005); Porter (1980) dalam Knecht (2014) berdasarkan pada konsep ekonomi IO, Porter mengembangkan teori market based view (MBV). Salah satu kunci kerangka Porter adalah bahwa kinerja perusahaan tergantung pada daya tarik dengan industri dan posisi perusahaan relatif terhadap competitors.

Henry (2008), p. 69; Weigl (2008), p. 90 dalam Knecht (2014) mengungkapkan kerangka Michael Porter's five Forces ini bisa dibilang salah

(35)

satu kerangka kerja yang paling meluas yang telah diajarkan di sekolah bisnis dari dulu dan bahwa saat ini digunakan oleh sarjana manajemen. Kerangka menawarkan pendekatan yang sistematis untuk menilai persaingan dalam industri dan dapat digunakan oleh perusahaan untuk memilih menarik industri untuk masuk. Hill and Jones (2010); Porter (1979) dalam Knecht (2014) mengungkapkan bahwa daya tarik industri ditentukan oleh lima kekuatan kompetitif yang membentuk kesempatan untuk kinerja yang unggul dalam industri. Kekuatan ini adalah:

(1) ancaman masuk oleh potensi pesaing (2) ancaman pengganti produk

(3) tawar-menawar kekuasaan pemasok (4) tawar-menawar kekuasaan pembeli

(5) intensitas persaingan antara perusahaan-perusahaan mapan

Dalam Simatupang (2013) modifikasi teori Organisasi Industri ke dalam teori MBV dipelopori oleh Porter (1981) dengan mengajukan Kerangka Lima Kekuatan Porter (1980, 1981, 1996) yang intinya menyatakan bahwa kinerja perusahaan yang superior tergantung pada posisi unik perusahaan dalam lingkungan kompetitif yang terbentuk dari lima kekuatan persaingan sebagai berikut: kekuatan pembeli, ancaman pesaing baru, kekuatan pemasok, ancaman substitusi dan intensitas persaingan (Porter, 1980, 1996). Posisi unik untuk memperoleh keunggulan daya saing dan kinerja superior hanya dapat diperoleh dengan menerapkan salah satu strategi generik yaitu biaya rendah, keunikan produk dan fokus (Porter, 1980, 1996). Porter (1989) mengungkapkan secara

(36)

konseptual bahwa kerangka pemikiran yang sama seperti di atas dapat diterapkan pada perusahaan pengembang properti.

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Penggunaan teori market based view sebagai pemecahan masalah bahwa posisi kompetitif perusahaan saat ini menentukan keunggulan kompetitif yang dimiliki. Ketika kapabilitas perusahaan itu lebih tinggi daripada industri sejenis yang ada, maka keunggulan bersaing akan diperoleh, dan profitabilitas akan meningkat. Teori ini menekankan pentingnya peran pasar yang kompetitif sebagai penentu perilaku perusahaan yang berdampak pada kinerja perusahaan sehingga dapat diperoleh keunggulan bersaing yang menyebabkan keberlangsungan hidup dan keberhasilan usaha. Teori ini intinya menyatakan bahwa kinerja perusahaan yang superior tergantung pada posisi unik perusahaan dalam lingkungan kompetitif yang terbentuk dari lima kekuatan persaingan, perusahaan yang berada pada posisi unik karena superior kinerja dan kapabilitas perusahaannya akan memperleh keunggulan bersaing, yang mengakibatkan usaha dapat bertahan dan berhasil.

2.1.11 Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage)

Keunggulan bersaing merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan strategi bersaingnya. Menurut Kuncoro (2005:14) Suatu perusahaan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif ketika perusahaan tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, melakukan sesuatu lebih baik dari perusahaan lain, atau melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain. dengan demikian, keunggulan kompetitif

(37)

menjadi suatu kebutuhan penting bagi sukses jangka panjang dan kelangsungan hidup perusahaan. Para pakar manajemen stratejik mengajukan tiga model untuk mendapatkan keunggulan kompetitif :

a) Model Organisasi-Industri (Industrial Organization,atau I/O)

Menurut model I/O, above-average returns bagi perusahaan sangat ditentukan oleh karakteristik di luar perusahaan. Pendekatan ini berusaha melakukan identifikasi dan mengevaluasi industri dan kekuatan-kekuatan persaingan yang mempengaruhi sebuah organisasi dengan melihat berbagai macam faktor lingkungan eksternal.

b) Model Berbasis Sumber Daya (Resource-Based View, atau RBV)

Pandangan RBV berpendapat bahwa sumber daya yang dimiliki perusahaan jauh lebih penting daripada struktur industri dalam memperoleh dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Pendekatan ini memandang organisasi sebagai sekumpulan aset dan kapabilitas. c) Model Gerilya (Guerilla)

Model gerilya memandang perlunya para pembuat kebijakan menyadari betapa kacaunya lingkungan eksternal sehingga dapat mempengaruhi keunggulan kompetitif dan berapa lama keunggulan kompetitif dapat berlangsung. Melihat besarnya market disruption terhadap industri semacam ini, agaknya dibutuhkan strategi bagaimana tetap “survive” menghadapi badai. Boleh dikatakan industri berada dalam arena hiperkompetisi (hypercompetition), yaitu lingkungan bisnis yang diwarnai dengan perubahan terus-menerus. Dalam lingkungan semacam ini, pemain yang inovatif, agresif, dan fleksibel akan bergerak lebih

(38)

cepat. Untuk dapat memenangkan persaingan dalam lingkungan yang hiperkompetitif diperlukan tiga hal : Pertama, visi terhadap perubahan dan gangguan. Kedua, kapabilitas, dengan mempertahankan dan mengembangkan kapasitas yang fleksibel dan cepat merespon setiap perubahan. Ketiga, taktik, yang mempengaruhi arah dan gerakan para pesaing.

Keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustained competitive advantage) berarti menunjukkan upaya perusahaan/organisasi dalam jangka panjang yang mampu mempertahankan posisi keunggulan kompetitif dalam industri. Keunggulan bersaing Menurut Coulter (2003:211) dalam Kuncoro (2005:85) menyatakan keunggulan bersaing adalah strategi bersaing terhadap sesuatu yang dirancang untuk dieksploitasi oleh suatu organisasi. Mengelola organisasi dan sumber daya dengan baik, dapat membuat suatu perusahaan unggul daripada para pesaingnya.

David dan David (2016) mengungkapkan keunggulan bersaing diperoleh dengan menciptakan nilai bagi para pembelinya yang lebih dari biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Keunggulan bersaing merupakan kemampuan dari perusahaan untuk mempertahankan sumber daya dan kemampuan terbaiknya. Dalam dunia nyata, keunggulan bersaing terkadang bertahan cukup lama, namun terkadang juga hanya bertahan 1 tahun bahkan kurang. Perusahaan membutuhkan suatu strategi yang mampu membuatnya unggul dalam bersaing dan mampu bertahan.

(39)

Relevansi Teori dalam Pemecahan Masalah

Dalam David dan David (2016) mengungkapkan keunggulan bersaing merupakan kemampuan dari perusahaan untuk mempertahankan sumber daya dan kemampuan terbaiknya. Sehingga relevansi teori dalam pemecahan masalah berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan sumberdaya perusahaan yang dimilikinya. Semakin unggul sumberdaya yang dimiliki suatu perusahaan, semakin tinggi pula keunggulan bersaing yang dimilikinya. Keunggulan bersaing yang tinggi dapat menentukan keberlangsungan hidup dan keberhasilan suatu usaha.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini dibuat berdasarkan acuan dan keterkaitan teori dari penelitian-penelitian terdahulu. Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian, beserta persamaan, perbedaan, kelemahan dan kelebihan yang mendukung penelitian tentang keberhasilan Rumah Makan Rahayu dalam mempertahankan eksistensinya di tengah persaingan warung sejenis yang ada.

1. Hasil penelitian Angraini Datunsolang, Jenny Baroleh, dan Benu Olfie L.S. (2016)

Penelitian Angraini Datunsolang, Jenny Baroleh, dan Benu Olfie L.S. (2016) berjudul Pengembangan Usaha Kuliner “Waroeng Makan Tepi Laut di Kawasan Mega Mas, Kota Manado”. Penelitian ini membahas mengenai perkembangan suatu usaha kuliner yang berlokasi di “Waroeng Makan Tepi Laut”, Kawasan Mega Mas, Kota Manado dengan menggunakan analisis faktor internal dan eksternal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

(40)

adalah kualitatif deskriptif dengan informan sebanyak 15 orang pengunjung “Waroeng Makan Tepi Laut”.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa “Waroeng Makan Tepi Laut” memiliki lokasi usaha yang strategis, pilihan menu bervariasi, harga yang ditawarkan dapat terjangkau, kualitas pelayanan yang dimiliki “Waroeng Makan Tepi Laut” cukup baik, memiliki ciri khas menu yang disukai oleh para pelanggan/pengunjung, lokasi parkir yang cukup luas dan panggung musik yang disukai oleh para pelanggan/pengunjung.

Faktor-faktor yang diteliti meliputi :

Faktor internal meliputi: bahan baku, lokasi usaha, bangunan usaha, pilihan menu, harga, pelayanan, ciri khas menu, teknologi, lokasi parkir, panggung musik, promosi produk, layanan pesan antar, sarana pra sarana, cabang usaha.

Faktor eksternal meliputi: mitra kerja, berkembangnya sektor pariwisata, pesaing usaha sejenis, kebijakan pemerintah.

Dalam penelitian Angraini Datunsolang, Jenny Baroleh, dan Benu Olfie L.S. (2016) terdapat persamaan dari sisi karakteristik suatu usaha yang dilihat melalui analisis faktor internal dan faktor ekternal usaha. Sedangkan perbedaan dari penelitian Angraini Datunsolang, Jenny Baroleh, dan Benu Olfie L.S. (2016) yaitu metode kualitatif deskriptif. Kelemahan dari penelitian Angraini Datunsolang, Jenny Baroleh, dan Benu Olfie L.S. (2016) yaitu menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui angket atau kuesioner, yang mana dalam memecahkan masalah penelitian kurang mampu menjelaskan secara holistik

(41)

sehingga pertanyaan penelitian belum mampu terjawab secara detail dan menyeluruh serta tidak dibahas mengenai keterkaitan dengan hubungan pelanggan sebagai strategi tambahan.

2. Hasil penelitian Raymondo Wengkau, Chalil dan Maskuri (2015)

Penelitian Raymondo Wengkau, Chalil dan Maskuri (2015) berjudul Strategi Bersaing Rumah Makan Heni Putri Kaili. Penelitian ini membahas mengenai kondisi persaingan restoran Heni Putri Kaili di antara industri restoran di Kota Palu dan untuk mengetahui strategi alternatif yang dapat digunakan oleh restoran Heni Putri Kaili. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dikarenakan bertujuan untuk menganalisis strategi bersaing untuk meningkatkan penjualan dan pengembangan usaha maka digunakan metode analisis data yang digunakan adalah analisis Lima Kekuatan Porter dan SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats).

Menggunakan analisis Porter Five Forces, diperoleh hasil analisis sebagai berikut dibawah ini :

1. Persaingan Antar Pesaing Dalam Industri Sama, karena persaingan pada bisnis ini dapat mengurangi pendapatan atau omzet dari RM. Heni Putri Kaili.

2. Daya Tawar Pemasok, karena RM. Heni Putri Kaili memiliki keteragantungan bahan baku yang sangat tinggi terhadap produk pemasok.

3. Ancaman Produk Pengganti, dimana produk pengganti yang letaknya tidak jauh dari RM, Heni Putri Kaili akan mengancam dengan pengaruh

(42)

ancaman yang besar, sehingga RM. Heni Putri Kaili memerlukan strategi yang baik untuk menghadapi ancaman terhadap produk pengganti.

4. Ancaman Terhadap Pendatang Baru, ancaman pendatang baru akan mengalami sedikit hambatan sehingga pemain baru akan mengalami kesulitan.

5. Daya Tawar Pembeli, karena diketahui bahwa konsumen RM. Heni Putri Kaili adalah orang – orang yang tergolong baru sehingga kecil kemungkinan untuk melakukan daya tawar yang tinggi.

Hasil analisis dengan Porter Five Forces di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi persaingan Rumah Makan Heni Putri Kaili pada industri rumah makan di Kota Palu mengalami Persaingan yang Tinggi. Sehingga RM. Heni Putri Kaili harus memiliki strategi bersaing yang tepat untuk mengatasi masalah – masalah tersebut.

Dalam penelitian Raymondo Wengkau, Chalil dan Maskuri (2015) terdapat persamaan dilihat dari sisi strategi bersaing suatu usaha yang dilihat melalui analisis Porter Five Forces. Sedangkan perbedaan dari penelitian Raymondo Wengkau, Chalil dan Maskuri (2015) adalah penggunaan analisis SWOT, di mana hanya melihat suatu usaha dari sisi strategi yang berkaitan dengan kondisi usaha dengan pesaing. Kelemahan dari penelitian Raymondo Wengkau, Chalil dan Maskuri (2015) yaitu hanya menggunakan analisis SWOT dan Porter Five Forces yang berkaitan dengan strategi bersaing dan hanya melihat dari sisi persaingan usaha, sehingga kurang dapat menjelaskan secara lebih detail mengenai suatu usaha secara

(43)

menyeluruh dan kurang membahas mengenai keunggulan bersaing usaha untuk menciptakan strategi bertahan berkelanjutan.

3. Hasil penelitian Melania Winarta (2015)

Penelitian Melania Winarta (2015) berjudul Strategi Pengembangan Bisnis Makanan pada Usaha Depot Dapur Jawa. Penelitian ini membahas mengenai deskripsi strategi yang pernah diterapkan, untuk menganalisis lingkungan internal dan eksternal serta untuk menyusun alternatif strategi pengembangan bisnis pada Depot Dapur Jawa, alternatif strategi yang digunakan adalah Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunites dan Threats). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Hasil penelitian ini meliputi :

(1) Strategi yang pernah diterapkan oleh Depot Dapur Jawa adalah Backward Integration Strategy yang digunakan untuk memperoleh pengawasan terhadap para pemasok agar bahan baku agar produk yang akan diolah tersebut aman dan strategi Market Penetration Strategy yang digunakan pada pertama kali buka dengan memasang iklan di koran. (2) Analisa lingkungan terdiri dari analisa lingkungan internal dan eksternal. Untuk analisa lingkungan internal terdiri dari aspek pemasaran yang; aspek keuangan; aspek produksi/operasional; aspek sumber daya manusia. Sedangkan analisa lingkungan eksternal terdiri dari rivalry among competing firm, permintaan konsumen; potential entry of new competitors; potential development of substitute product; bargaining power of suppliers; bargaining power of customer.

(44)

(3) Alternatif strategi yang cocok dengan Depot Dapur Jawa adalah Strategi Pengembangan Pasar (Market Development Strategy) yang bertujuan untuk memperbesar pangsa pasar.

Dalam penelitian Melania Winarta (2015) terdapat persamaan melihat strategi usaha dari sisi internal dan eksternal pada rumah makan yang sejenis, sedangkan perbedaannya terletak pada strategi analisis yang digunakan, pada penelitian ini lebih menggunakan analisis SWOT yang mengutamakan strategi yang digunakan Depot Dapur Jawa yang terkait dengan kompetitor dan analisis lingkungan internal maupun eksternal. Karena penelitian ini lebih membahas mengenai masalah strategi internal dan eksternal perusahaan terkait dengan analisis yang digunakan berupa analisis SWOT, sehingga kurang mampu menjawab pertanyaan penelitian dari segi strategi betahan hidup usaha.

4. Hasil penelitian Aldo Hardi Sancoko (2015)

Penelitian Aldo Hardi Sancoko (2015) berjudul Strategi Pengembangan Bisnis Usaha Makanan dan Minuman pada Depot Time To Eat Surabaya. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana strategi pengembangan bisnis yang tepat menggunakan analisa lingkungan internal sudut pandang sumber daya, eksternal jauh & industri, disempurnakan dengan rencana bisnis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Hasil penelitian ini adalah perubahan strategi fokus pada ceruk pasar spesifik disertai rencana bisnis sederhana yang menggantikan strategi cost leadership yang terbukti telah diimplementasikan selama ini oleh objek penelitian. Lebih lanjut hasil penelitian sebagai berikut:

(45)

1. Strategi yang selama ini diimplementasikan oleh Time To Eat adalah cost leadership.

2. Berdasarkan lingkungan internal dari sudut pandang RBV Time To Eat adalah rasa yang alami tanpa zat adiktif dan harga yang lebih murah. Kemampuan Time To Eat dalam penanaman nilai yang ada dapat menciptakan iklim yang kondusif dalam Time To Eat.

3. Lingkungan eksternal memberikan dampak tidak langsung kepada Time To Eat.

4. Analisa SWOT berupa kekuatan Time To Eat yakni rasa yang alami, tanpa zat adiktif, pengalaman koki yang tinggi, lokasi yang strategis, serta reputasi pemilik; kelemahan Time To Eat yakni rendahnya varian menu, minim lahan parkir, minimnya kuantitas SDM, dan belum adanya standar baku untuk memasak; peluang Time To Eat adalah keberadaan fasilitas publik dan tawaran kegiatan sosial yang membutuhkan sajian dari Time To Eat, dan ancaman bagi Time To Eat adalah kompetitor yang menjual produk serupa dengan harga yang ada di bawah Time To Eat dan kompetitor yang letaknya di dekat Time To Eat.

5. Strategi yang relevan bagi Time To Eat adalah strategi fokus pada pasar tertentu.

6. Untuk rencana bisnis dari aspek pasar, langkah STP menjelaskan Time To Eat mengincar target market menengah ke bawah hingga menengah ke atas dan berpenghasilan keluarga lebih dari 2 juta rupiah, pemosisian depot ini adalah pada makanan sehat alami dan harga terjangkau. Kompetitor utama adalah Tio Ciu, kedua adalah d’Parochie.

(46)

7. Untuk rencana bisnis dari aspek SDM, Time To Eat membutuhkan rekrutmen di bagian keuangan atau admin untuk membedakan tanggung jawab keuangan dan proses rencana pendanaannya.

8. Untuk rencana bisnis dari aspek finansial, kalkulasi return on investment menunjukkan angka cukup baik jika dibandingkan dengan bunga deposito tertinggi. Metode perluasan dan optimasi lahan lebih baik daripada penambahan armada.

Dalam penelitian Aldo Hardi Sancoko (2015) terdapat persamaan dari sisi membahas mengenai strategi pengembangan bisnis yang tepat menggunakan analisa lingkungan internal sudut pandang sumber daya, eksternal jauh & industri, sedangkan perbedaan dari penelitian ini juga membahas mengenai strategi yang akan digunakan sebagai rencana bisnis. Kelemahan dari penelitian ini tidak membahas masalah strategi bersaing dan bertahan dari usaha tersebut, hanya membahas mengenai lingkungan internal dan ekternal serta membahas mengenai rencana yang akan digunakan oleh usaha tersebut, yang mana hal tersebut kurang mampu menjelaskan secara menyeluruh mengenai bisnis tersebut secara holistik. 5. Hasil penelitian Mahyudin Damis (2018)

Penelitian Mahyudin Damis (2018) berjudul Strategi Kebertahanan Usaha Warung Kopi Tikala Manado Suatu Tinjauan Antropologi. Penelitian ini membahas mengenai deskripsi strategi bertahan Usaha Warung Kopi Tikala dalam rangka untuk menghadapi ketatnya persaingan bisnis warung kopi sejenis di Manado. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif

(47)

dengan pendekatan terhadap informan kunci terdiri dari manager, karyawan dan pelanggan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi bertahan yang digunakan oleh pengelola Warung Kopi Tikala menggunakan dua strategi, yaitu:

1. Pertama, strategi produksi untuk mengatasi permasalahan pada proses produksi, bahan baku, resep dan kualitas yang masih sama seperti pendahulunya.

2. Kedua, strategi pemasaran untuk mengatasi permasalahan pemasaran berupa promosi menggunakan sosial media, dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan.

Dalam penelitian Mahyudin Damis (2018) terdapat persamaan dari sisi membahas mengenai strategi bertahan usaha, sedangkan perbedaannya terletak pada sisi pembahasan yang menggunakan dasar antropologi. Kelemahan penelitian ini hanya melihat usaha dari sisi pemilik usaha atau dari internal, tidak melihat sisi pelanggan sebagai solusi untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang diungkapkan di atas, penelitian ini mengambil celah penelitian yaitu untuk menjelaskan bisnis usaha Rumah Makan Rahayu dari sudut pandang peneliti sebagai instrumen penelitian yang melihat masalah dari sisi internal dan eksternal serta untuk mengungkapkan strategi bertahan yang dilakukan oleh Rumah Makan Rahayu dalam keberhasilannya bertahan menghadapi persaingan warung makan sejenis.

Referensi

Dokumen terkait

yang dinyatakan dalam Y.. Variabel bebas yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi.. variabel terikat. Variabel bebas

diantaranya yakni kebijakan pemerintah, penetapan peraturan perundang-undangan, atau bahkan putusan pengadilan. Prinsip Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Warga Negara

Tidak lama kemudian menyusul rombongan kolonis kedua, mereka juga disebut dalam Tambo Tinggi dan Tambo Adat Bayang nan Tujuh dan natulensi7 sidang Kerapatan Adat

Setiap tanggal 22-30 setiap bulannya, Komisi Tugas Akhir akan menentukan usulan judul skripsi yang diterima beserta nama dosen pembimbing utama, kedua dan (dosen penguji menjelang

Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa pemberian kepercayaan sepenuhnya pada wajib pajak (dapat dibantu konsultan pajak) untuk menentukan penetapan besarnya

Mahasiswa juga melakukan konsultasi dengan guru pembimbing guna persiapan perangkat pembelajaran yang meliputi: program tahunan, program semester, silabus, Rencana

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Untuk tujuan ini, baik Fakultas maupun Sekolah menyediakan sumber daya akademik maupuan sumber daya pendukung akademik (laboratorium, studio, perpustakaan), bukan