• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Akuntabilitas sektor publik berhubungan dengan praktik transparansi dan pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya tata kelola yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan (Mardiasmo, 2005).

Dalam sistem tata kelola keuangan negara diperlukan suatu fungsi pemeriksaan yang ditujukan untuk menjamin bahwa pelaksanaan pengelolaan keuangan negara telah sesuai dengan kebijakan yang telah

(2)

digariskan oleh pemerintah. Oleh karena itu, salah satu isi paket undang-undang keuangan negara adalah ketentuan mengenai fungsi pemeriksaan yakni Undang-undang Nomor 15 tahun 2004. Fungsi pemeriksaan yang dimaksud adalah tidak hanya fungsi pemeriksaan internal pemerintah namun juga pemeriksaan eksternal pemerintah yakni oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang memiliki kedudukan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan negara yang berada di luar pemerintah.

Badan Pemeriksa Keuangan Negara Republik Indonesia (BPK-RI) diamanatkan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara untuk melakukan audit atas Laporan Keuangan Pemerintah. Pemeriksaan oleh BPK-RI tidak hanya menghasilkan opini atas laporan keuangan yang diaudit tetapi juga memberikan catatan hasil temuan. Temuan tersebut menjelaskan kelemahan pengendalian internal dan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Hasil audit juga memberikan informasi potensi kerugian negara yang ditemukan dalam proses pemeriksaan akibat dari penyalahgunaan dan inefisiensi penggunaan APBN/APBD. Beberapa hasil audit BPK-RI tersebut ditindaklanjuti menjadi audit investigasi, kasus korupsi, dan kasus pidana.

Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga dalam SPKN menyatakan bahwa pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan

(3)

perundang-undangan. Salah saji tersebut terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Fraud diterjemahkan dengan kecurangan sesuai Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 70, demikian pula error dan irregularities masing-masing diterjemahkan sebagai kekeliruan dan ketidakberesan sesuai PSA sebelumnya yaitu PSA No. 32. Standar pemeriksaan pada dasarnya mensyaratkan bahwa pemeriksa harus menilai resiko salah saji material yang mungkin timbul karena kecurangan dan informasi dalam laporan keuangan.

Kecurangan yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat memberikan efek yang merugikan bagi proses pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa banyak kerugian. Meski belum ada informasi spesifik di Indonesia, namun berdasarkan laporan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), pada tahun 2002 kerugian yang diakibatkan oleh kecurangan di Amerika Serikat adalah sekitar 6% dari pendapatan atau $600 milyar dan secara persentase tingkat kerugian ini tidak banyak berubah dari tahun 1996. Dari kasus-kasus kecurangan tersebut, jenis kecurangan yang paling banyak terjadi adalah asset misappropriations (85%), kemudian disusul dengan korupsi (13%) dan jumlah paling sedikit (5%) adalah kecurangan laporan keuangan (fraudulent statements). Walaupun demikian kecurangan laporan keuangan membawa kerugian paling besar yaitu median kerugian sekitar $4,25 juta (ACFE 2002).

(4)

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai kualitas audit di Indonesia menganalisis banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari audit yang dilakukan oleh auditor. Mabruri (2010) menemukan bahwa obyektifitas, pengalaman kerja, pengetahuan, integritas auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit di lingkungan pemerintah daerah, dan independensi tidak berpengaruh signifikan. Sedangkan, penelitian Januarti (2010) menemukan atribut moral reasoning berpengaruh negatif dengan kualitas audit, sedangkan skeptisme

proffesional berpengaruh positif terhadap kualitas audit laporan keuangan

pemerintah daerah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nataline (2007), menunjukkan bahwa ada pengaruh positif pengalaman kerja terhadap kualitas audit. Auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan atribusi kesalahan lebih besar dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman.

Penelitian Batubara (2008) menggunakan kompetensi sebagai salah satu hal yang mempengaruhi kualitas audit. Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan. Organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk

(5)

membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai.

Singgih (2010) menemukan bahwa independensi memberikan pengaruh yang dominan terhadap kualitas audit, Hussey dan Lan (2001) mengatakan bahwa sebuah audit hanya dapat menjadi efektif jika auditor bersikap independen dan dipercaya untuk lebih cenderung melaporkan pelanggaran perjanjian antara prinsipal (pemegang saham dan kreditor) dan agen (manajer). Pernyataan standar umum kedua dalam SPKN menjelaskan bahwa organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun.

Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan diterapkan terhadap pemeriksaan, menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Kemahiran profesional harus diterapkan juga dalam melakukan pengujian dan prosedur, serta dalam melakukan penilaian dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kemahiran profesional menyangkut dua aspek, yaitu skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai. Hasil penelitian Kopp, Morley, dan Rennie

(6)

membuktikan bahwa masyarakat mempercayai laporan keuangan jika auditor telah menggunakan sikap skeptis profesionalnya (professional

skepticism) dalam proses pelaksanaan audit.

Terkait dengan kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK, berdasarkan Surat Keputusan (SK) BPK RI No.39/K/I-VII.3/7/2007 tanggal 15 Juni 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK RI telah dibentuk unit khusus yang bertanggungjawab untuk menjamin

Quality Assurance (QA) atas mutu pemeriksaan yaitu Unit Inspektorat

Utama (Itama). Berdasarkan hasil reviu semester I tahun 2011 atas kegiatan pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga tahun 2010 masih ditemukan permasalahan-permasalahan terkait perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan.

Dari beberapa penelitian yang dikemukakan tersebut, penulis mencoba menguji kembali faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas audit pada sektor publik dan melihat seberapa besar pengaruh audit yang berkualitas dapat mendeteksi adanya fraud pada Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perspektif auditor BPK terhadap implementasi dari standar umum yang terdapat dalam SPKN untuk menghasilkan audit yang berkualitas dan dapat mendeteksi adanya fraud pada Laporan Keuangan. Standar umum dalam SPKN mengatur mengenai ketentuan mendasar untuk menjamin kredibilitas dan kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK - RI. Kredibilitas sangat diperlukan oleh semua

(7)

organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan yang diandalkan oleh para pejabat entitas dan pengguna hasil pemeriksaan lainnya dalam mengambil keputusan, dan merupakan hal yang diharapkan oleh publik dari informasi yang disajikan oleh pemeriksa. Standar umum ini mengatur mengenai persyaratan kemampuan/keahlian pemeriksa, independensi organisasi pemeriksa, dan pemeriksa secara individual, pelaksanaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan, serta pengendalian mutu hasil pemeriksaan.

Berdasarkan fenomena yang terjadi diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

Pengaruhnya Terhadap Fraud Detection pada Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (Studi atas Perspektif Pemeriksa di BPK-RI Pusat)

B. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini terkait dengan determinasi kualitas audit dan pengaruhnya terhadap fraud detection pada Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit

(8)

2. Apakah independensi berkelanjutan yang dilakukan oleh pemeriksa mempengaruhi kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga?

3. Apakah kemahiran profesionalisme dalam melakukan

pemeriksaan berpengaruh terhadap kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga?

4. Apakah tindakan supervisi dalam melakukan pemeriksaan berpengaruh terhadap kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga? 5. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap fraud detection pada

Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai seberapa besar

pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit Laporan

Keuangan Kementerian dan Lembaga.

2. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai seberapa besar pengaruh independensi terhadap kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga.

3. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai seberapa besar pengaruh kemahiran profesional terhadap kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga.

(9)

4. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai seberapa besar pengaruh tindakan supervisi terhadap kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga.

5. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai seberapa besar kualitas audit berpengaruh terhadap fraud detection pada Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi akademisi dan penelitian selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan perkembangan ilmu pengetahuan mengenai auditing khususnya audit pada sektor publik di Indonesia dan dapat dijadikan sumber informasi serta referensi untuk melakukan penelitian dengan topik-topik yang berkaitan dengan penelitian ini, baik yang bersifat melengkapi maupun melanjutkan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi BPK-RI tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit dan mampu menjadi bahan referensi dalam upaya perbaikan manajemen pemeriksaan sehingga mampu meningkatkan kualitas audit.

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas tertarik untuk membangun suatu sistem yang nantinya bisa membantu masyarakat dalam mendapatkan informasi mengenai suatu wilayah dengan judul “ Sistem

[r]

Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi

Sesuai dengan isi undang-undang perkawinan tersebut di atas, perkawinan yang sah menurut hukum perkawinan nasional adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut tata tertib

Kemudian membuat nasi kendil dan juga menggunakan kendil yang terbuat dari tanah liat yang kemudian kendilnya ini di glundungke (dalam Bahasa Jawa) untuk

Dari hasil penelitian dari Wardoyo dan Agustini (2017) menyatakan bahwa pengaruh risk profile yang diukur dengan menggunakan variabel risiko pasar dan risiko reputasi

Oleh karena itu, peristiwa turunnya Al Qur’an selalu terkait dengan kehidupan para sahabat baik peristiwa yang bersifat khusus atau untuk pertanyaan yang muncul.Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa pertama tipe investigatif berada pada kategori tinggi yaitu 80%, karena siswa pertama tipe investigatif tidak memenuhi 1