• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Marini MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 1 ARTIKEL ILMIAH

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

(2)

Marini MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 2 ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Oleh : Marini MR

(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Univesitas Jambi) Dosen Pembimbing I: Drs. Sufri,M.Si

Dosen Pembimbing II: Drs. H. Zaimi Effendi, M.Pd

ABSTRAK

Salah satu kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berpikir analitis. Karena berpikir analitis memudahkan siswa berpikir secara logis, gaya belajar tipe investigatif merupakan gaya belajar yang mempunyai ciri-ciri yaitu: berpikir logis, analitis, kritis, rasa ingin tahu yang tinggi dan rendah hati. Karena gaya belajar tipe ini sesuai dengan kemampuan berpikir analitis. Siswa tipe investigatif menyukai berpikir logis dan analitis untuk menangani permasalahannya.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskritif yang dilaksanakan di SMP Negri 9 Kota Jambi. Subjek penelitian berjumlah 2 orang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan berpikir analitis siswa yang memiliki gaya belajar tipe investigatif dalam pemecahan masalah matematika dan untuk menganalisis kesalahan dan hambatan yang dialami siswa investigatif dalam menyelesaikan soal sistem persamaan linear dua variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa pertama tipe investigatif berada pada kategori tinggi yaitu 80%, karena siswa pertama tipe investigatif tidak memenuhi 1 indikator kemampuan berpikir analitis yaitu tidak mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah dan siswa kedua tipe investigatif berada pada kategori sangat tinggi yaitu 95%, siswa kedua tipe investigatif pada soal no 1 tes kemampuan berpikir analitis tidak memenuhi 1 indikator yaitu tidak mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan soal, jadi dapat disimpulkan bahwa persentase rata-rata dua siswa yang dikategorikan memiliki kemampuan berpikir analitis dengan gaya belajar tipe investigatif adalah 87,5% termasuk pada kategori sangat tinggi, dan siswa tipe investigatif dominan tidak memenuhi 1 indikator yaitu tidak mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan soal. Adapun kesalahan dan hambatan yang sering dialami siswa yaitu (1)ketidakcermatan dalam membaca, (2)ketidakcermatan dalam berpikir, (3)kelemahan dalam analisis masalah (4)kekuranggigihan. Dari hasil wawancara terlihat bahwa siswa tipe investigatif memiliki aspek kekurangigihan atau mudah putus asa sebelum menyelesaikan masalah karena siswa tipe investigatif pertama tidak melakukan pengecekan kembali terhadap hasil jawaban dan tidak percaya diri atas hasil jawabannya, siswa tipe investigatif kedua tidak percaya diri dalam menyelesaikan soal tes kemampuan berpikir analitis. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan berpikir analitis dengan gaya belajar tipe investigatif siswa pertama dan kedua yaitu kekuranggigihan, tidak percaya diri atau ragu dalam menyelesaikan soal dan menyelesaikan soal secara teknis belaka tanpa pengecekan kembali, bila tidak berhasil maka akan langsung menyerah.

(3)

Marini MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 3 ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Oleh : Marini MR

(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Univesitas Jambi) Dosen Pembimbing I: Drs. Sufri,M.Si

Dosen Pembimbing II: Drs. H. Zaimi Effendi, M.Pd I. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasa, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyasakat, bangsa dan negara.

Dalam sebuah negara, pendidikan merupakan suatu pengaruh yang besar dalam perkembangan kualitas generasi. Oleh karena itu, setiap negara berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Terutama bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Mutu pendidikan yang ada di Indonesia pada saat ini masih jauh ketinggalan jika di bandingkan dengan negara-negara maju lain. Salah satu masalah utama dalam pendidikan di Indonesia yaitu masih rendahnya hasil belajar, terutama dalam pendidikan matematika.

Menurut the Trends In International Mathematics and Science Study (TIMSS) Riyanti (2013:7) memberikan hasil bahwa rata – rata skor matematika siswa Indonesia untuk setiap kemampuan diteliti yaitu kemampuan pengetahuan, penerapan, dan penalaran masih dibawah skor matematika siswa Internasional. Skor rata-rata siswa Indonesia berada pada rangking 38 dari 42 negara dengan skor rata-rata 386 dari skor tertinggi 613. Pada tahun 2011, skor rata-rata siswa Indonesia mengalami penurunan sebanyak 11 poin jika dibandingkan dengan perolehan skor rata-rata pada tahun 2007 yaitu sebesar 397. Fakta ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir siswa Indonesia masih rendah, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa.

Salah satu kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berpikir analitis . Karena berpikir analitis untuk dapat memudahkan siswa berpikir secara logis, mengenai hubungan antara konsep dan situasi yang dihadapinnya.

Dalam proses pembelajaran, bahwa setiap siswa memiliki karakteristik atau tingkah laku yang berbeda-beda. Menurut Arikunto (1990:19) karakteristik siswa merupakan keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa dengan hasil dari pembawaan keturunan dan lingkungan sosialnya sehingga menemukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Karakteristik siswa tersebut terdapat dalam segala hal, termasuk dalam kegiatan belajar.

Pemecahan masalah dalam matematika di sekolah biasanya diwujudkan melalui pemberian soal. Dalam penyelesaian soal terlebih dahulu siswa harus dapat memahami isi soal tersebut, setelah itu menarik kesimpulan objek-objek yang harus dipecahkan. Soal diberikan agar siswa mampu mengkoneksikan matematika dengan

(4)

Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 4 pengalaman sehari-hari sehingga memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah tersebut.

Permasalahan yang ditemukan peneliti di SMP Negeri 9 Kota Jambi melalui mewawancara kepada guru matematika kelas VII SMP Negeri 9 Kota Jambi mengatakan banyak siswa yang tidak mampu mengerjakan soal-soal matematika dengan menggunakan kemampuan berpikir analitisnya. Siswa sulit untuk mendefinisikan masalah, kurang memiliki banyak gagasan, sukar menyingkirkan alternatif yang kurang efisien, tidak menentukan pilihan atau opsi ideal tidak mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah. Mereka lambat dalam menyelesaikan soal-soal. Banyak waktu yang terbuang dalam menyelesaikan satu soal saja. Hal ini menunjukan rendahnya kemampuan berpikir analiti yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal .

Pada penelitian ini peneliti hanya akan meneliti mengenai kepribadian tipe investigatif Tipe kepribadian ini juga masih sangat rendah . Pada wawancara salah satu guru SMP N 9 Kota Jambi , siswa yang memiliki tipe investigatif ini di dalam kelas ada 2 atau 3 orang bahkan di dalam kelas itu tidak ada sama sekali.

Salah satu materi di kelas VII SMP yang berkaitan dengan kemampuan berpikir analitis adalah sistem persamaan linear dua variabel. Pada rekap nilai ujian sekolah materi sistem persamaan linear dua variabel memperoleh persentasi 56,60 %. Hal ini menunjukkan materi sistem persamaan linear dua variabel ini harus lebih ditingkatkan agar persentasi ujian sekolah menjadi lebih baik lagi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir analitis siswa sangat diperlukan dalam pemecahan sebuah permasalahan matematika. Karena itu peneliti memandang penting untuk memperoleh informasi tentang bagaimana kemampuan berpikir analitis siswa dengan gaya belajar tipe investigatif dalam pemecahan masalah matematika, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Dengan Gaya Belajar Tipe Investigatif dalam Pemecahan Masalah Matematika

II. KAJIAN PUSTAKA

Kemamapuan berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi.

Menurut Sudjana dalam blog Herdian, M.Pd (2010) Kemampuan analitis adalah kemampuan siswa untuk menguraikan atau memisahkan suatu hal ke dalam bagian-bagiannya dan dapat mencari keterkaitan antara bagian-bagian tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh Bloom yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis menekankan pada pemecahan materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus atau kecil dan mendeteksi hubungan-hubungan dan bagian-bagian tersebut dan bagian-bagian itu diorganisir.

Ronni Sofrani, Joy Kartika dan Asrini Suhita dalam bukunya (2009:20) mengungkapkan pola pikir merupakan sesuatu yang bisa di bentuk sesuai dengan tujuan yang diinginkan. analitis adalah dasar dari sebuah pemikiran urut dan sistematis. Lewat berpikir analitis kita dapat menguraikan masalah ibarat menguraikan benang kusut. Beberapa ciri-ciri si analitis adalah (1) berpikir

(5)

Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 5 sistematis, (2) disiplin tinggi, (3) menghargai fakta yang disampaikan secara logis, (4) menyukai hal-hal yang terorganisir, (5) teliti dan fokus pada detail masalah, (5) cendrung kaku, (6) lama dalam mengambil keputusan.

Menurut Colin Rose Malcom J. Nicholl (2002:254) berpikir analitis adalah menundukkan satu situasi, masalah subjek atau keputusan pada pemeriksaan yang ketat dan langkah demi langkah yang logis. Menguji pernyataan atau bukti atau proposal di depan standar-standar objektif. Menukik ke bawah permukaan hingga kepada akar permasalahan. Menimbang dan memutuskan atas dasar logika dan menjejaki bias yang mungkin muncul. Penggunaan pemikiran analitis adalah dalam mengambil keputusan, memecahkan masalah, menganalisis serta menilai situasi.

Hal senada juga diungkapkan oleh hardy (2007), Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar (valid) sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui.

Menurut Gufron dan Rini (2012:75), siswa dengan gaya belajar investigatif adalah berpikir logis, analitis, kritis rasa ingin tahu yang tinggi, intelektual, serta rendah hati. Dalam penelitian ini investigatif yang berpikir analitis dan logis sehingga dapat dinyatakan beberapa ciri-ciri berpikir analitis. Selanjutnya Menurut (Ronni dkk, 2009), mengungkapkan beberapa ciri-ciri analitis adalah (1) berpikir sistematis, (2) disiplin tinggi, (3) menghargai fatka yang disampaikan secara logis, (4) menyukai hal-hal yang terorganisir, (5) teliti dan fokus pada detail masalah, (5) cendrung kaku, (6) lama dalam mengambil keputusan.

Menurut Colin Rose Malcom J. Nicholl (2002:254) kemampuan berpikir analitis dapat ditinjau dari berpikir analitis dalam pemecahan masalah yaitu, mendefinisikan secara pasti apa masalah yang sebenarnya, memiliki banyak gagasan, menyingkirkan alternatif yang paling kurang efisien dan membuang pilihan-pilihan yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan pilihan (opsi) ideal dengan melihat solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah.

Berdasarkan pendapat diatas, yang dimaksud kemampuan berpikir analitis dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir analitis dimulai dengan:

a. Mendefinisikan secara pasti apa masalah yang sebenarnya. Ini termasuk dalam definisi masalah dengan jelas

b. Memiliki banyak gagasan. Ini termasuk dalam membuat beberapa pikiran alternatif.

c. Menyingkirkan alternatif yang paling kurang efisien dan membuang pilihan-pilihan yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Ini termasuk dalam mempersemit masalah

d. Menentukan pilihan (opsi) ideal dengan melihat solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Ini termasuk memilih dan memeriksa kosequensi atau akibatnya

(6)

Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 6 e. Mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah. Ini termasuk

dalam akibat dan dampak tindakan yang dilakukan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya belajar tipe investigatif cenderung memiliki kemampuan berpikir analitis karena menurut oleh hardy (2007), Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan.

Menurut Holland (Winkel & Hastuti, 2012) menyatakan individu dengan tipe investigatif lebih memilih aktivitas yang sifatnya sains, observasional, simbolis, serta sistematis. Individu tersebut menyukai penelitian terhadap fenomena fisik, biologis, maupun budaya, sebagai usaha untuk memahami dan mengendalikan fenomena tersebut. Individu ini menghindari aktivitas sosial, berulang-ulang, maupun yang bersifat mempengaruhi orang. Perilaku tersebut mendorong individu ini memiliki penguasaan dalam matematika dan ilmu pengetahuan.

Menurut Ghufron dan Rini (2013:76) Karakteristik yang ditunjukkan individu tipe investigatif ini adalah:

a. Lebih memilih pekerjaan serta situasi yang melibatkan penelitian dan menghindari aktivitas yang menuntut pekerjaan serta situasi yang dibutuhkan oleh tipe wirausaha.

b. Menggunakan kemampuan investigatif dalam menyelesaikan masalah.

c. Merasa diri memiliki kemampuan intelektual, matematis, serta pengetahuan, dan memiliki kekurangan dalam kepemimpinan.

d. Menghargai ilmu pengetahuan.

Individu dengan tipe investigatif cenderung tidak memiliki perhatian yang besar terhadap masyarakat, Bahkan seringkali bersikap masa bodoh terhadap lingkungan sosialnya. Ia cenderung terisolasi, sering menarik diri dari lingkungan, dan merenungi diri sendiri kendati sedang berada ditengah orang lain, atau bahkan meninggalkan mereka sama sekali. Adapun menurut Spranger (Ghufron dan Rini, 2013:80), menyebutkan individu tersebut cenderung bergaul dengan orang-orang yang dianggap sepaham saja, karena pergaulan dipandang sebagai sarana untuk kemajuan studinya.

Individu tipe investigatif tidak suka mengerjakan sesuatu secara tergesa-gesa atau tanpa persiapan matang karena ia tidak pernah merasa yakin dan pasti tentang apapun. Oleh karena terlalu objektif dalam melihat setiap peristiwa, seringkali ia malah sulit dalam menentukan sikap. Ia senang mempertimbangkan alasan-alasan dari semua sisi sehingga akhirnya justru ragu-ragu dalam memutuskan atau melakukan sesuatu dalam Ghufron (2013:76).

III. METODE PENELITIAN

Penelitian jenis ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang menggunakan metodologi penelitian deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2005:4) penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Oleh karena itu, penelitian ini akan bermula dari penggalian data berupa pandangan dan informan dalam bentuk cerita rinci atau asli yang diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa dan

(7)

Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 7 pandangan para subjek penelitian. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karekteristik objek/subjek yang diteliti secara tepat. Penelitian deskriptif menghasilkan data berupa kata-kata tulisan atau lisan tidak berupa angka-angka.

Hal yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir analitis siswa dengan gaya belajar tipe investigatif dalam pemecahan masalah matematika. Dalam penyelesaian soal siswa dituntut memenuhi indikator berpikir analitis. Pendeskripsian ini ditelusuri melalui pengamatan langsung dalam proses menyelesaikan soal yaitu menganalisis pekerjaan siswa dalam merumuskan soal, menyelesaikan soal tersebut dengan cara wawancara semi terstruktur kepada subjek penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kesalahan dan hambatan siswa tipe investigatif menggunakan berpikir analitis dalam mengerjakan soal. Ungkapan-ungkapan yang disampaikana berupa kata-kata, maka penelitian ini bersifat kualitatif. Maka penelitian ini dikategorikan penelitian kualitatif-deskriptif.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan lembar tes kemampuan berpikir analitis yang diberikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir analitis siswa yan memiliki gaya belajar tipe investigatif yaitu : Siswa Investigatif pertama (S1IF), dan siswa investigatif kedua (S2IF) menyelesaikan soal materi sistem persamaan linear dua variabel dengan baik. S1IF dan S2IF tuntas dalam menyelesaikan soal. Dalam pengerjaan soal-soal yang diberikan peneliti, S1IF, dan S2IF, mampu menjawab setiap soal dengan langkah-langkah yang jelas dan dengan pengerjaan yang selesai. S1IF memperoleh skor nilai 80%, dan S2IF memperoleh skor nilai 95% dalam penyelesaian soal sistem persamaan linear dua variabel berarti kedua siswa investigatif tersebut berada dalam kategori tinggi dan sangat tinggi yang dinilai dari tahapan indikator berpikir analitis

Kemampuan berpikir S1IF dan S2IF dapat terlihat saat menyelesaikan soal sistem persamaan linear dua variabel. Pada siswa S1IF hanya memenuhi indikator kemampuan berpikir analitis yaitu kemampuan dalam mendefinisikan masalah sebenarnya, memiliki banyak gagasan, mampu menyingkirkan alternatif yang kurang efisien, mampu menentukan pilihan solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang diterapkan. Namun pada siswa S2IF mampu memenuhi semua tahapan indikator kemampuan berpikir analitis tapi pada soal no 1 S2IF mengerjakan soal tidak teliti sehingga langkah dalam pengecekan kembali jawaban salah sehinga S2IF tidak memenuhi satu indikator kemampuan berpikir analitis yaitu Kemampuan Kemampuan Mengetaui akibat dan dampak dalam menyelesaiakan masalah.

Kesalahan dan hambatan yang dialami siswa investigatif ini secara umum juga hampir sama, hal ini disebabkan kemampuan berpikir analitis siswa tersebut sama.

Adapun hambatan yang dialami siswa investigatif tersebut adalah disebabkan oleh faktor kelemahan dalam ketidakcermatan dalam membaca, ketidakcermatan dalam berpikir, kelemahan dalam analisis masalah, dan kekuranggigihan (Sumardoyo:2010).

S1IF dan S2IF tidak mengalami ketidak cermatan dalam membaca, hal ini terlihat dari transkip wawancara yang telah dilakukan bersama S1IF dan S2IF. S1IF dan S2IF membaca lengkap soal tes kemampuan berpikir analitis sebelum menyelesaikan soal tes kemampuan berpikir analitis.

S1IF dan S2IF cermat dalam berpikir dalam menyelesaikan soal. Hali ini terlihat dari jawaban dan hasil wawancara S1IF dan S2IF terungkap bahwa S1IF dan S2IF

(8)

Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 8 tidak mendahulukan kecepatan dalam menyelesaikan soal tes kemampuan berpikir analitis, S1IF dan S2IF tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan.

S1IF dan S2IF mengalami kekurang gigihan siswa atau siswa mudah putus asa sebelum menemukan penyelesaian masalah, dalam hal ini S1IF dan S2IF sangat kurang gigih atau mudah putus asa sebelum menemukan penyelesaian masalah, hal ini terlihat dari transkip wawancara yang telah dilakukan bersama S1IF dan S2IF (dapat dilihat pada lampiran 9). Dari hasil wawancara terungkap bahwa S1IF dan S2IF tidak melakukan pembuktian atas jawabannya dan tidak percaya diri dalam menyelesaikan soal tes kemampuan berpikir analitis hanya saja dalam menyelesaikan tes kemampuan berpikir analitis S1IF dan S2IF hanya menyelesaikan masalah secara teknis belaka tanpa pemikiran, dalam menyelesaikan masalah pada tes kemampuan berpikir analitis, bila S1IF dan S2IF tidak berhasil maka akan langsung menyerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa S1IF dan S2IF memiliki faktor kekuranggigih atau mudah putus asa sebelum menemukan penyelesaian masalah.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir analitis siswa yang memiliki gaya belajar tipe investigatif berada dalam kategori tinggi dan sangat tinggi. Dalam menganalisis kemampuan berpikir analitis siswa tipe investigatif dalam pemecahan masalah dapat dilakukan dengan memeberikan lembar tugas pemecahan masalah. Dimana, hasil dari pekerjaan subjek penelitian kepribadian investigatif dalam pemecahan masalah telah memenuhi indikator kemampuan berpikir analitis.Hal ini membuktikan bahwa kemampuan siswa dengan gaya belajar tipe investigatif memiliki kemampuan mendefiniskan secara pasti apa masalah yang sebenarnya, dapat memiliki banyak gagasan, dapat menyingkirkan alternatif yang paling kurang efisien dan membuang pilihan-pilihan yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, dapat menentukan pilihan (opsi) ideal dengan melihat solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, dapat mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah.

Penulis menyarankan kepada guru mata pelajaran matematika antara lain: 1. Hendaknya dalam proses pembelajaran guru dapat menggunakan soal-soal kemampuan berpikir analitis, karena kemampuan berpikir analitis dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa.

2. Hendaknya dalam proses pembelajaran, guru harus memberikan motivasi dalam belajar kepada siswa investigatif sehingga siswa investigatif dapat lebih cermat dalam berpikir dan gigih lagi dalam menyelesaikan soal matematika.

3. Penulis menyarankan kepada siswa yang bergaya belajar tipe investigatif antara lain :

4. Penulis menyarankan kepada siswa investigatif hendaknya siswa investigatif sering menyelesaikan soal-soal non rutin sehingga siswa investigatif dapat menyelesaikan soal matematika dengan tingakat akurasi jawaban yang lebih tinggi, sehingga tidak ada lagi kesalahan dan hambatan dalam menyelesaikan soal.

5. Siswa tipe investigatif diharapkan dapat mengulang kembali pelajaran yang telah diberikan guru sehingga siswa investigatif tidak lupa dengan materi yang telah diajarkan guru dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir analitis.

(9)

Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 9 DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Firdaus, 2009. Kemampuan pemecahan masalah matematika.

(http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-masalah-matematika/, diakses 4 november 2013)

Ghufron, M.,& Rini Risnawita. S. 2012. Gaya Belajar Kajian Teoritik.Yogyakarta:Pustaka Belajar

Gusmanely,Z. 2012. Analisis kemampuan pemecahan masalah matematika dalam soal cerita pada materi lingkaran di kelas VIII SMP. Skripsi, Universitas Jambi, Jambi

Herdy.2007.kemampuan Berpikir Analitis.

(http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-berpikir-analitis/,dakses 8 Maret 2013)

http://mtkstkip.blogspot.com/2012/08/kemampuan-pemecahan-masalah-matematika.html

Latipah. E. 2012. Pengantar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani.

Marsigit. 2010. Matematika. Jakarta: Yudhistira

Moleong, L.J. 2010.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mujiono & Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Nasution. 2003. “Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Bandung: Bumi Aksara

Polya, G. 1957. How to Solve It. America: Princeton Univercity Press, Princeton, New Jersey.

Riyanti, 2012. Kemampuan pemecahan masalah.

(http://sin-riyanti.blogspot.com/2012/10/kemampuan-pemecahan-masalah-matematis.html, diakses 4 november 2013).

Roebyanto. 2013. Pengertian masalah.

(http://midt-pmm.wikispaces.com/Subunit+1-1, diakses 4 november 2013) Rose Colin & Nicholl Malcolm J. 2011. Accelerated Learning. Bandung: Nuansa

(10)

Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 10 Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Salim,Peter dan Yenny Salim.2002. kamus besar bahasa Indonesia edisi lux. Semarang: Widya karya

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sugianto, U.Maghfiroh 2011, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Universitas Negeri Semarang. Didownload dariwww.unnes.ac.id/1693-1246/ kemampuan berpikir analitis peserta didik.

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Whimbey, Arthur & Lochhead, Jack. 1999. Problem Solving and Comprehension. New York: Lawrence Erlbaum

Widjayanti, B. “Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa calon guru matematika: apa dan bagaimana mengembangkannya”. Jurnal pendidikan matematika ISBN:978-979-16353-3-2 Cipta.

Winkel.W.S & Sri Hastuti. M.M. 2012. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Media Abadi

Ribson Robert L dan Marianne H. Mitchell.2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat prosedur yang efektif untuk menyusun rencana layanan baik layanan medis maupun layanan terpadu jika pasien membutuhkan penanganan oleh tim kesehatan yang

Sedangkan konsep ruang keterlibatan dan keterbukaan pada kawasan wisata baru Borobudur didukung oleh beberapa faktor yaitu ; potensi wisata yang menarik untuk

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

Permasalahan pertama adalah untuk mengetahui bagaimana peramalan curah hujan untuk monitoring kekeringan yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan

Hubungan Kecanduan Online Game Dengan Indeks Prestasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012.. Dengan selesainya KTI ini,

Jika terdapat order dengan planned release date yang lebih akhir memiliki lead time yang dapat dipenuhi hingga batas beban work center, maka order tersebut dipilih untuk

untuk memprediksi hasil akhir dari setiap alternatif yang diajukan. • Situasi keputusan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kuasa-Nya telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan