• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI

PROVINSI RIAU

Djaimi Bakce dan Syaiful Hadi

(Pusat Pengkajian Pembangunan Pedesaan dan Kemiskinan Universitas Riau)

ABSTRAK

Salah satu indikator pencapaian pembangunan daerah dapat diUhat dari tingkat daya saing daerah. Penetapan daya saing daerah dapat juga digunakan untuk memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk mencapai tujuan pembangunan daerah. Tipelogi daya saing daerah dapat dibagi menjadi tiga kategori, yakni rendah, sedang dan tinggi. Secara umum tujuan dari peneiHtin ini adalah untuk memetakan dan menganalisis tipologi daya saing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut digunakan metode analisis komponen utama dan analisis korelasi.

Hasil temuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa daerah dengan kategori tipologi daya saing rendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Indragiri Hilir. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori daya saing sedang adalah Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kuansing, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar. Sementara itu, kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori daya saing tinggi adalah Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Bengkalis. Indikator transportasi dan komunikasi, aktivitas perekonomian penduduk, dan indikator kesenjangan daerah berkorelasi secara nyata dengan enam indikator daya saing daerah yang dianalisis. Dengan demikian tiga indikator inilah yang perlu diprioritas dalam rangka mempercepat peningkatan daya saing kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Kata Kunci: tipelogi, daya saing, indikator, korelasi.

PENDAHULUAN

Perubahan paradigma pembangunan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi pembangunan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sebagai konsekuensinya, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dituntut untuk mampu memahami dan mengelola serta mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki sesuai dengan wewenang yang dimiliki untuk dapat mendukung tercapainya tujuan pembangunan daerah.

Demikian halnya dengan daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau. Setelah mengalami pemekaran wilayah, saat ini di Provinsi Riau terdapat dua kota dan 10

(2)

2

kabupaten. Dua kota yang dimaksud adalah Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Sementara itu 10 kabupaten tersebut adalah Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kuansing, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Masing-masing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau memiliki kekhasan tersendiri dari aspek sumberdaya yang dimiliki. Kondisi tersebut memberikan peluang bagi daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau untuk dapat memberdayakan keragaman potensi yang dimiliki secara optimal yang selanjutnya dapat meningkatkan daya saingnya masing-masing. Dengan demikian, penerapan kebijakan otonomi daerah akan dapat mendukung keberhasilan penyelenggaraan pembangunan daerah, sehingga nantinya akan dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat

{social welafare) masing-masing daerah.

Selama periode 2001 - 2009, rata-rata laju pertumbuhan pertumbuhan PDRB harga kosntan termasuk migas tertinggi terdapat pada sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan yaitu sebesar 14,16% per tahun, diikuti sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Bangunan dan Jasa-Jasa yang masing-masingnya sebesar 10,13% per tahun, 9,69% per tahun, 9,16%) per tahun dan 8,59% per tahun. Sektor-sektor lainnya mempunyai rata-rata laju pertumbuhan berkisar antara 0,52% - 8,59%) per tahun. Sektor terendah laju pertumbuhnya adalah sektor Pertambangan dan Penggalian yang hanya rata-rata tumbuh sebesar 0,52%) per tahun (BPS Provinsi Riau, 2010).

Disamping perubahan struktur perekonomian di Provinsi Riau yang menunjukkan terjadi pergeseran dominasi sektor pertambangan migas ke sektor industri pengolahan, permasalahan lainnya dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi antara kabupaten/kota yang tidak seimbang. Kondisi ketidakseimbangan tersebut apabila terus berlangsung akan menimbulkan permasalahan dan konflik ekonomi, sosial, politik, dan Iain-lain antara daerah kabupaten/kota, yang pada giliran akan memperlemah daya saing Provinsi Riau secara keseluruhan. Untuk mengantisipasinya, diperlukan kebijakan pembangunan daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau yang

(3)

mampu mengintegrasikan seluruh sektor terkait di dalamnya {integrated development), sehingga mampu memperkuat daya saing Provinsi Riau pada masa mendatang.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui penetapan tipologi daya saing daerah, yakni melalui penetapan kategorisasi daya saing daerah. Penetapan tipologi daya saing daerah sangat diperlukan oleh masing-masing daerah dalam upaya memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk mencapai tujuan pembangunan daerah.

Tipologi daerah memberikan bentuk penyajian khusus dari hasil analisis daerah yang dapat memberikan pengertian mengenai permasalahan-permasalahan spesifik di suatu daerah berdasarkan indikator-indikator yang digunakan. Selain itu, melalui penetapan tipologi daerah dapat diperoleh informasi pembanding terhadap daerah-daerah lain, termasuk mengenai keunggulan suatu daerah-daerah dan hubungannya dengan daerah-daerah lain (Bappenas, 2000). , ,

Menurut Simanungkalit (2003), pada era otonomi daerah peran tipologi daerah menjadi semakin penting, mengingat beragamnya potensi sumberdaya daerah-daerah di Indonesia, khususnya daerah kabupaten/kota. Ada daerah yang sangat potensial {rich

region), rata-rata {average region) dan daerah kurang potensial {poor region).

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan dan menganalisis tipologi daya saing daerah kabupaten/kot di Provinsi Riau. Secara spesifik bertujuan untuk: (1) menentukan kategori tipologi daya saing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau, (2) menentukan karakteristik tipologi daya saing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau, (3) menganalisis keterkaitan antara indikator daya saing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau, dan (4) merumuskan implikasi kebijakan peningkatan daya saing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau.

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Riau. Keseluruhan daerah kabupaten/kota yang dimaksud terdiri atas:

1. Daerah kabupaten, yakni Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir,

(4)

Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kuansing, dan Kabupaten Kepulauan Meranti..

2. Derah kota, yakni Kota Pekanbaru dan Kota Dumai.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data potensi daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2010 {cross-section data) yang sebagian besar berdasarkan pada data Statistik Potensi Desa (Podes) Provinsi Riau. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Riau dan beberapa data pendukung lainya, seperti Riau Dalam Angka, Indikator Sosial Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau, PDRB Daerah Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau dan Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau.

Untuk melengkapi keseluruhan data tersebut, penelitian ini juga menggunakan data dari berbagai sumber lainnya, seperti Departemen Dalam Negeri, Bappenas, Bappeda Kabupaten/Kota di Provinsi Riau dan sumber-sumber terkait lainnya yang relevan.

Selanjutnya, seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam masing-masing kelompok indikator atau perubahan daya saing daerah. Pengelompokan indikator tersebut berdasarkan pada pemilihan faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing daerah sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya dan disesuaikan dengan ketersediaan data yang ada.

Metode Analisis Data

Pengolahan data penelitian dilakukan berdasarkan pada masing-masing kelompok indikator daya saing daerah sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Setelah diolah, data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif {descriptive analysis), analisis faktor {factor analysis) dan analisis korelasi

{correlation analysis). Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi dan

keragaman daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau yang mencakup kondisi fisik dan administrasi daerah, sosial ekonomi daerah, pertumbuhan ekonomi daerah, dan Iain-lain yang terkait dengan tujuan penelitian.

Dalam notasi matriks, analisis faktor pada umumnya ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Susetyo, 1990; Rush et al, 1995; dan Sharma, 1996):

(5)

X - A f + e (1) dimana:

X = Matriks berdimensi m dari kasus-kasus atau peubah-peubah yang dianalisis atau yang diteliti.

A = Matriksberdimensi mxn, disebut faktor loadings

f = Matrik berdimensi n, disebut sebagai faktor bersama (common factor) e = Matriksberdimensi m, disebut sebagai faktor spesifik

Melalui analisis faktor diperoleh suatu faktor yang merupakan kumpulan beberapa peubah atau kasus sebagai suatu perinci tipologi suatu daerah. Jumlah faktor sebagai perinci tersebut ditetapkan dengan membatasi eigen value yang lebih besar atau sama dengan 1 (eigen value>l). Selain itu, melalui analisis faktor ini juga dapat dihasiikan keragaman suatu peubah yang diperoleh dari hasil penjumlahan antara sumbangan keragaman peubah tersebut yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor bersama (communality) dan yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor-faktor bersama

(uniqueness). . , , .

Secara matematis, keragaman faktor bersama dapat dirumuskan sebagai berikut:

Var(jcO=A«? +0* (2) dimana:

Var(jr,) = Keragaman peubah x ke-/

hf = Sumbangan keragaman bersama peubah x ke-; yang dapat di jelaskan oleh faktor-faktor bersama ( h^ = af^ )

0^- = Sumbangan keragaman peubah x ke-/ yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor bersama

/ = 1 , 2 , 3 , m

J = 1,2, 3,..., n

Selanjutnya, metode analisis korelasi digunakan untuk mengetahui arah dan level secara nyatasi (pada taraf 1-5%) korelasi atau keterkaitan antara indikator daya saing daerah yang digunakan dalam penelitian ini secara keseluruhan. Arah keterkaitan antara indikator daya saing daerah dapat diketahui melalui nilai koefisien korelasi Pearson (Pearson correlation coefficient) atau disebut juga dengan nilai koefisien korelasi (r) apakah mendekati nilai positif 1 (+1), negatif 1 (-1) atau nol.

Nilai koefisien korelasi tersebut dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini:

i{x,-xXy,-y)

r..y=-f^ ^ (3) 1=1

(6)

dimana:

r^y = Koefisien korelasi antara peubah X dan y

X, = Nilai peubah x ke-i = Nilai peubah y ke-i X = Nilai rata-rata peubah x jp = Nilai rata-rata peubah y

p - Jumlah pengamatan (daerah kabupaten/kota)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Daya Saing Daerah

Analisis faktor dengan metode analisis komponen utama digunakan untuk menentukan karakteristik (tipologi) daya saing daerah. Analisis faktor menggunakan sembilan indikator daya saing (Simanungkalit, 2003), yakni: (1) perekonomian dan keuangan daerah, (2) aktivitas perekonomian penduduk, (3) ketenagakerjaan, (4) kependudukan, (5) transportasi dan komunukasi, (6) kesenjangan daerah, (7) perumahan dan lingkungan, (8) potensi sumberdaya, dan (9) pemerintahan dan rentang kendali.

Berdasarkan indikator perekonomian dan keuangan daerah, terdapat 3 kabupaten yang termasuk dalam kategori rendah, kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sebanyak, 5 kabupaten dan termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 4 kabupaten/kota. Adapun kabupaten yang termasuk dalam kategori rendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kabupaten Indragiri Hilir. Kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sedang adalah Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Rokan Hilir. Kabupaten/kota yang termasuk kategori tinggi adalah Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Siak.

Berdasarkan indikator aktivitas perekonomian penduduk, terdapat 2 kabupaten yang termasuk dalam kategori rendah, kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sebanyak 4 kabupaten dan termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 6 kabupaten/kota. Adapun kabupaten yang termasuk dalam kategori rendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Indragiri Hilir. Kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sedang adalah Kabupaten Kuantan Sengingi, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Rokan Hulu, dan Kabupaten Rokan Hilir. Kabupaten/kota yang termasuk kategori tinggi adalah Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Siak.

(7)

Selanjutnya berdasarkan indikator ketemagakerjaan, terdapat 2 kabupatenA:ota yang termasuk dalam kategori rendah, kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sebanyak 7 kabupaten/kota dan termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 3 kabupaten/kota. Adapun kabupaten yang termasuk dalam kategori rendah adalah Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis. Kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sedang adalah Kota Pekanbaru, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Kabupaten/kota yang termasuk kategori tinggi adalah Kabupaten Kuantan Sengingi, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Pelalawan.

Mengacu pada indikator kependudukan, terdapat 2 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori sedang, dan 10 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan yang termasuk dalam kategori rendah tidak ada. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori sedang sedang adalah Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Sementara itu yang termasuk dalam kategori tinggi adalah Kabupaten Kuantan Sengingi, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Bengkali, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Selanjutnya mengacu pada indikator transportasi dan komunikasi, terdapat 3 kabupaten dengan kategori rendah, 5 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori sedang, dan 4 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori tinggi. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori rendah adalah Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Kabupaten dengan kategori sedang adalah Kabupaten Kuantan Sengingi, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Rokan Hilir. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori tinggi adalah Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru, dan Kota Dumai.

Berdasarkan indikator kesenjangan daerah, terdapat 3 kabupaten yang termasuk dalam kategori rendah, kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sebanyak, 5 kabupaten dan termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 4 kabupaten/kota. Adapun kabupaten yang termasuk dalam kategori rendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kabupaten Indragiri Hilir. Kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sedang adalah Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Rokan Hilir.

(8)

8

Kabupaten/kota yang termasuk kategori tinggi adalah Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Siak.

Berdasarkan indikator perumahan dan lingkungan, terdapat 2 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori sedang, dan 10 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan yang termasuk dalam kategori rendah tidak ada. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori sedang sedang adalah Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara itu yang termasuk dalam kategori tinggi adalah Kota Pekanbaru dan Kota Dumai, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Bengkali, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Kemudian berdasarkan indikator potensi sumberdaya, terdapat 2 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori sedang, dan 10 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan yang termasuk dalam kategori rendah tidak ada. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori sedang adalah Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Sementara itu yang termasuk dalam kategori tinggi adalah Kabupaten Kuantan Sengingi, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Bengkali, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Teakhir, berdasarkan indikator pemerintahan dan rentang kendali, terdapat 3 kabupaten yang termasuk dalam kategori rendah, kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sebanyak, 7 kabupaten dan termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 2 kabupaten/kota. Adapun kabupaten yang termasuk dalam kategori rendah adalah Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan. Kabupaten yang termasuk dalam kategori sedang sedang adalah Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Kuantan Sengingi, Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Siak. Kabupaten/kota yang termasuk kategori tinggi adalah Kota Pekanbaru dan Kota Dumai.

Keterkaitan Antara Indikator Daya Saing Daerah

Berdasarkan hasil analisis korelasi dapat dinyatakan bahwa indikator transportasi dan komunikasi, aktivitas perekonomian penduduk, serta indicator kesenjangan daerah berkorelasi secara nyata dengan seluruh indicator daya saing daerah

(9)

yang dianalisis. Sedangkan indicator-indikator lainnya terdapat korelasi yang tidak secara nyata dengan sejumlah indikator lainnya.

Indikator perekonomian dan keuangan daerah berkorelasi secara nyata dengan indikator aktivitas perekonomian penduduk, ketenagakerjaan, transportasi dan komunukasi, dan kesenjangan daerah. Sementara itu, indikator ketenagakerjaan berkorelasi secara nyata dengan indicator perekonomian dan keuangan daerah, transportasi dan komunikasi, kesenjangan daerah, perumahan dan lingkungan, sumberdaya daerah, serta indicator pemerintahan dan rentang kendali.

Indikator kependudukan berkorelasi secara nyata dengan indicator transportasi dan komunikasi, kesenjangan daerah, sumberdaya daerah, dan indikator pemerintahan dan rentang kendali. Sementara itu, indikator perumahan dan lingkungan selain berkorelasi secara nyata dengan indikator aktivitas perekonomian penduduk, ketenagakerjaan, transportasi dan komunikasi, dan kesenjangan daerah, juga berkorelasi secara nyata dengan indikator sumberdaya daerah dan indikator pemerintahan dan rentang kendali.

Kemudian indikator sumberdaya daerah berkorelasi secara nyata dengan indikator aktivitas perekonomian penduduk, ketenagakerjaan, kependudukan, transportasi dan komunikasi, kesenjangan daerah, serta indikator perumahan dan lingkungan. Sementara itu indikator pemerintan dan rentang kendali berkorelasi secara nyata dengan indikator aktivitas perekonomian penduduk; ketenagakerjaan, kependudukan, transportasi dan komunikasi, kesenjangan daerah, dan indikator perumahan dan lingkungan.

Implikasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Daerah

Mencermati hasil analisis yang telah dibahas sebelumnya dapat dirumuskan implikasi kebijakan mengacu pada skala prioritas indikator pembangunan daerah mulai dari yang terendah. Secara berturut-turut implikasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Pengembangan dan peningkatan infrastruktur transportasi berupa pengembangan dan perbaikan jalan, jembatan, terminal dan pelabuhan, khususnya di Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

(10)

10

Disamping itu perlu pula didukung pengembangan dan peningkatan infrastruktur telekomunikasi, listrik, gas dan air bersih.

(2) Menekan kesenjangan daerah melalui program-program pemerataan pendapatan berupa subsidi pendidikan dan kesehatan serta pemberian bantuan sosial dan bantuan kredit tanpa bunga kepada rumahtangga-rumahtangga berpendapatan rendah. Prioritas program menekan kesenjangan daerah hendaknya ditujukan pada Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kabupaten Indragiri Hilir.

(3) Penciptaan kesempatan kerja yang lebih luas melalui program-program padat karya dan upaya menertibkan urbanisasi/imigrasi penduduk ke Kota Pekanbaru, Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis. Disamping itu program pelatihan dan bimbingan dibidang kewirausaliaan dan pelatihan keahlian khusus perlu dilakukan.

(4) Peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya manusia dalam pengembangan sektor industri manufaktur dan jasa di dua kota di Provinsi Riau, yakni Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Sementara itu, pada kabupaten-kabupaten lainnya difokuskan pada pengembangan sektor pertanian, khususnya sub-sektor perkebunan dan perikanan. (5) Pengembangan dan peningkatan perekonomian dan keuangan daerah, khususnya

pada kabupaten-kabupaten hasil pemekaran wilayah melalui pengelolaan dan penggalian sumber-sumber dana yang potensial. Disamping itu pengalokasian dana yang lebih besar pada dana pembangunan perlu dilakukan. Upaya untuk pengembangan dan peningkatan perekonomian dan keuangan daerah terutama sekali perlu diprioritaskan pada Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kabupaten Indragiri Hilir.

(6) Pengembangan dan peningkatan aktivitas perekonomian penduduk, khususnya di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Indragiri Hilir. Aktivitas perekonomian penduduk hendaknya diarahkan pada pengembangan home-industry yang menghasilkan produk-produk yang bemilai tambah tinggi, tidak hanya menghasilkan produk-produk pertanian primer. Upaya pemerintah untuk membantu permodalan dan peningkatan keahlian masyarakat dibidang agroindustri dan meningkatkan jiwa kewirausahaan perlu dilakukan.

(7) Mengurangi tingkat kepadatan penduduk dan meningkatkan taraf hidup penduduk miskin. Upaya ini perlu dilakukan khususnya di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Upaya percepatan pembangunan yang berorientasi ke perdesaan akan mampu

(11)

mengurai kepadatan penduduk yang terkonsentrasi pada dua kota di Provinsi Riau. Sementara itu untuk menekan angka kemiskinan dalam j angka pendek dapat dilakukan dengan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin. Namun dalam jangka panjang perlu dilakukan program-program yang sistematis sehubungan dengan pendistribusian asset dan program-program penciptaan kerja basi masyarakat berpendapatan rendah.

(8) Peningkatan kuantitas dan kualitas perumahan dan lingkungan. Upaya ini perlu diprioritaskan, khususnya di Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kabupaten Indragiri Hilir.

(9) Penguatan pemerintahan dan rentang kendali pada daerah-daerah yang luas, khususnya di Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Kampar dan Kabupaten PelalaM^an. Peningkatan kuantitas dan kualitas pusat-pusat pelayanan melalui pemekaran kecamatan dan/atau desa serta kuanitas dan kualitas aparatur pemerintahan dan lembaga terkait perlu dilakukan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Terdapat sembilan indikator yang digunakan dalam menentukan tipologi daya saing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau, yakni indikator: (1) perekonomian dan keuangan daerah, (2) aktivitas perekonomian penduduk, (3) ketenagakerjaan, (4) kependudukan, (5) transportasi dan komunukasi, (6) kesenjangan daerah, (7) perumahan dan lingkungan, (8) potensi sumberdaya, dan (9) pemerintahan dan rentang kendali. Berdasarkan sembilan indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah dengan kategori tipologi daya saing rendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Indragiri Hilir. Kabupaten Kota yang termasuk dalam kategori daya saing sedang adalah Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kuansing, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar. Sementara itu, kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori daya saing tinggi adalah Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Bengkalis.

Berdasarkan indikator daya saing, dapat dirumuskan skala prioritas pembangunan kabupaten/kota di Provinsi Riau. Secara berturut-turut indikator daya saing yang perlu diperhatikan adalah: (1) pengembangan dan peningkatan infrastruktur transportasi, (2) menekan kesenjangan daerah, (3) penciptaan kesempatan kerja yang

(12)

12

lebih luas, (4) peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya alam, (5) pengembangan dan peningkatan perekonomian dan keuangan daerah, (6) pengembangan dan peningkatan aktivitas perekonomian penduduk, (7) mengurangi tingkat kepadatan penduduk dan meningkatkan taraf hidup penduduk miskin, (8) peningkatan kuantitas dan kualitas perumahan dan lingkungan, dan (9) penguatan pemerintahan dan rentang kendali pada daerah-daerah yang luas.

Indikator transportasi dan komunikasi, aktivitas perekonomian penduduk, dan indikator kesenjangan daerah berkorelasi secara nyata dengan seluruh indicator daya saing daerah yang dianalisis. Hal ini mengindikasikan bahwa tiga indikator inilah yang hendaknya paling diprioritas dalam rangka mempercepat peningkatan daya saing kabupaten/kota di Provinsi Riau.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencana Pembangunan Daerah. 2011. Data Armual 2011 Provinsi Riau. Bappeda Provinsi Riau. Pekanbaru.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2000. Profil Kabupaten dan Kota. Deputi Regional dan Sumberdaya Alam, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2010. Riau Dalam Angka Tahun 2010. BPS Provinsi Riau. Pekanbaru.

Rush, S., Sumardjo, E. Soetarto, B . Krisnamurti, Y . Syaukat dan M.F. Sitorus. 1995. Metodologi Identifikasi Golongan Miskin dan Daerah Miskin: Suatu Tinjauan Alternatif Grasindo, Jakarta.

Sharma, S. 1996. Applied Multivariate Techniques. John Wiley and Sons, Inc., Toronto. Simanungkalit, J.H.U.P. 2003. Analisis Tipologi Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Barat. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susetyo, B . 1990. Analisis Tipologi Kabupaten dan Kecamatan di Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan Data Potensi Desa 1986. Tesis Magister Sains. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian air kelapa dan pemberian berbagai dosis pupuk urea berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-5 dan ke-6, jumlah daun

Laporan keuangan entitas meliputi : Neraca; Laporan Realisasi Anggaran; Laporan Arus Kas; Catatan Atas Laporan Keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi

Informan lain yang merupakan istri dari Kepala Lingkungan menjelaskan bahwa kegiatan yang ada di banjar adat cukup padat sehingga beliau memutuskan untuk berhenti

Kedua, mekanisme (sistem) yang digunakan di bursa dan pasar modal, yaitu jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima komuditi yang bersangkutan, bahkan

Tuan/puan adalah dikehendaki membuat pilihan Waktu Peringkat (WP) bagi bulan Januari hingga Disember Tahun ……. dengan mengisi salah satu pilihan di dalam petak

Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan percepatan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa

Informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan rumah sakit Hal - hal yang dikeluhkan dan tindak lanjut yang dikeluhkan rumah sakit. √

Penelitian terkait kondisi struktur, komposisi, serta keanekaragaman jenis tumbuhan dalam sistem agroforestry hepangan yang diterapkan oleh masyarakat di kawasan Gumay Ulu