• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH JUMLAH OBAT TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL ARTESUNAT-KARBOKSIMETIL KITOSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH JUMLAH OBAT TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL ARTESUNAT-KARBOKSIMETIL KITOSAN"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH JUMLAH OBAT TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL

ARTESUNAT-KARBOKSIMETIL KITOSAN

(Dibuat dengan Metode Gelasi Ionik dalam Larutan

Etanol:Air)

MEIDA AYU KUSUMA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DEPARTEMEN FARMASETIKA

(2)

SKRIPSI

PENGARUH JUMLAH OBAT TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL

ARTESUNAT-KARBOKSIMETIL KITOSAN

(Dibuat dengan Metode Gelasi Ionik dalam Larutan

Etanol:Air)

MEIDA AYU KUSUMA

NIM: 051111072

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DEPARTEMEN FARMASETIKA

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul:

PENGARUH JUMLAH OBAT TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL ARTESUNAT-KARBOKSIMETIL KITOSAN

(Dibuat dengan Metode Gelasi Ionik dalam Larutan Etanol:Air)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Airlangga untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi/karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 28 September 2015

MEIDA AYU KUSUMA NIM: 051111072

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Meida Ayu Kusuma

NIM : 051111072

Fakultas : Farmasi

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil skripsi yang saya tulis dengan judul:

PENGARUH JUMLAH OBAT TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL ARTESUNAT-KARBOKSIMETIL KITOSAN

(Dibuat dengan Metode Gelasi Ionik dalam Larutan Etanol:Air)

adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila di kemudian hari diketahui bahwa skripsi ini merupakan hasil dari plagiarisme, maka saya bersedia menerima sangsi berupa pembatalan kelulusan dan atau pencabutan gelar yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 28 September 2015

MEIDA AYU KUSUMA NIM: 051111072

(5)

Lembar Pengesahan

PENGARUH JUMLAH OBAT TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL ARTESUNAT-KARBOKSIMETIL KITOSAN

(Dibuat dengan Metode Gelasi Ionik dalam Larutan Etanol:Air)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

2015

Oleh :

MEIDA AYU KUSUMA NIM : 051111072

Skripsi ini telah disetujui Tanggal,28 September 2015 oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

Dra. Retno Sari, M.Sc, Apt Dr. Dwi Setyawan, SSi.,M.Si.,Apt.

NIP. 196308101989032001 NIP. 197111301997031003

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PENGARUH JUMLAH OBAT TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL ARTESUNAT-KARBOKSIMETIL KITOSAN (Dibuat Dengan Metode Gelasi Ionik dalam Larutan Etanol-Air)” ini dengan baik, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya.

Pada kesempatan kali ini perkenankanlah saya sebagai penulis untuk menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain : 1. Dra. Retno Sari, M.Sc, Apt. sebagai pembimbing utama yang

dengan sabar, sayang dan pengertian telah membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir.

2. Dr. Dwi Setyawan, SSi., M.Si., Apt. sebagai pembimbing serta yang telah membimbing dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir.

3.Drs. Bambang Widjaja, M.Si dan Dewi Melani

H.,S.Si.,M.Phil.,Ph.D. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan pemahaman demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Prof. Dr. Moh. Nasih,SE., MT., Ak. selaku Rektor Universitas Airlangga dan Dr. Hj. Umi Athijah, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan belajar dan menempuh pendidikan program Sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

(7)

5. Dra. Hj. Esti Hendradi, Apt., M.Si, Ph.D sebagai Kepala Departemen Farmasetika yang telah memberikan kesempatan untuk mengerjakan skripsi di Laboratorium Teknologi Farmasi. 6. Mahardian Rahmadi, S.Si. M.Sc., Ph.D, Apt sebagai dosen wali

yang telah mendampingi, serta para dosen dan guru yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan selama perjalanan sarjana ini. 7. Ibu, Bapak dan Adik tersayang yang telah mencurahkan segalanya

dan senantiasa membimbing, mendukung, memberi semangat serta memberikan doa restunya.

8. Seluruh staf karyawan Departemen Farmasetika, terutama Bapak Supriyono, Bapak Harmono, mbak Nawang, dan Ibu Arie atas kerjasamanya di laboratorium untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Tim Nano-Nanopartikel 2015 (Okta, Astrid dan Nissa) atas kerja

sama, kebersamaan, dan keceriannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Era, Okta dan Faris yang selalu jadi tempat curhat, suka dan duka dari semester satu sampai akhirnya sarjana.

11. Teman-teman seperjuangan pejuang skripsi Tekfar yang senantiasa bekerja sama dan menghabiskan waktu bersama demi penyelesaian skripsi ini.

12. Keluarga CTM serta teman-teman angkatan 2011 yang selalu menghibur, membantu, memberikan do’a dan semangat, serta mengisi hari-hari selama di farmasi ini

13. Semua pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(8)

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan.

Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama untuk bidang farmasi.

Surabaya, 28 September 2015

(9)

RINGKASAN

PENGARUH JUMLAH OBAT TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN EFISIENSI PENJERAPAN

NANOPARTIKEL ARTESUNAT-KARBOKSIMETIL KITOSAN

(Dibuat dengan Metode Gelasi Ionik dalam Larutan Etanol:Air)

Meida Ayu Kusuma

Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikel atau partikel padat dengan ukuran antara 10-1000 dan terdiri dari polimer dan bahan obat dimana obat dapat terjerap,terenkapsulasi atau tercampur dengan polimer. Nanopartikel memiliki keunggulan yaitu dapat meningkatkan bioavailabilitas obat sukar larut, penghantar obat tertarget, memperpanjang efek obat di jaringan dan meningkatkan stabilitas obat. Polimer yang dapat digunakan adalah polimer yang biodegradable dan biokompatibel seperti karboksimetil kitosan (KM kitosan). Km kitosan dapat membentuk nanopartikel dengan metode gelasi ionik melalui ikatan sambung silang antara gugus COO- pada KM kitosan dan kation Ca2+ dari CaCl2 sebagai penyambung silang. Namun, CaCl2 merupakan senyawa higroskopis yang dapat mengakibatkan hasil akhir nanopartikel tidak kering sempurna,sehingga proses gelasi ionik dilakukan dalam larutan biner-etanol air.

Pada penelitian ini digunakan model bahan obat yaitu artesunat yang termasuk BCS kelas II, yang memiliki sifat sukar larut dalam air dan bioavailabilitasnya rendah.Oleh karena itu, dibuat nanopartikel artesunat yang diharapkan mampu meningkatkan bioavailabilitasnya. Dalam pembuatan nanopartikel terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi karakteristik nanopartikel yang dihasilkan, salah satunya adalah jumlah obat yang ditambahkan pada nanopartikel.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah artesunat terhadap karakteristik fisik artesunat-KM kitosan yaitu bentuk, morfologi dan perolehan kembali artesunat. Pada penelitian

(10)

ini digunakan 4 jumlah artesunat yang berbeda yaitu 100mg(FD1), 125mg(FD2), 150mg(FD3) dan 175mg(FD4), dengan jumlah KM kitosan 500mg dan CaCl2 250mg. Nanopartikel artesunat-KM kitosan dibuat dengan metode gelasi ionik dengan penyambung silang CaCl2 dan dikeringkan dengan pengeringan semprot.

Hasil pemeriksaan spektrum inframerah pada nanopartikel terlihat bahwa gugus OH/NH dan COO memiliki pita serapan yang lebih runcing dan mengalami pergeseran pada bilangan gelombang 3432,11-3434,41 cm-1 untuk OH/NH dan 1553,20-1558,52 cm-1 untuk gugus COO, hal ini menunjukkan adanya interaksi antara molekul KM kitosan dan CaCl2. Pada pemeriksaan jarak lebur nanopartikel artesunat-KM kitosan sudah tidak terlihat puncak endotermik dari artesunat,hal ini menunjukkan artesunat sudah terjerap dalam nanopartikel. Pemeriksaan nanopartikel dengan difraksi sinar X diketahui bahwa puncak-puncak dari kristalin artesunat sudah tidak terlihat pada sistem nanopartikel,muncul puncak baru yang menunjukkan adanya ikatan sambung silang antara KM kitosan dan CaCl2. Pemeriksaan ukuran dan morfologi nanopartikel menggunakan SEM menunjukkan partikel dihasilkan berbentuk bulat dan tidak berongga, tetapi ukurannya masih heterogen. Perolehan kembali artesunat FD1,FD2,FD3 dan FD4 berturut-turut adalah 41,99%, 58,82%, 56,32% dan 73,15%. Dari hasil uji statistik ANOVA satu arah yang dilanjutkan dengan uji HSD didapatkan harga sig < 0,05 menunjukkan ada perbedaan bermakna antar formula,hanya FD2 dan FD3 yang memiliki harga sig >0,05 . Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah artesunat dalam nanopartikel artesunat KM kitosan dapat meningkatkan perolehan kembali artesunat dalam nanopartikel

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jumlah artesunat berpengaruh terhadap karakteristik fisik dan efisiensi penjerapan nanopartikel. Semakin meningkat jumlah artesunat dapat meningkatkan perolehan kembali artesunat dalam nanopartikel artesunat-KM kitosan. Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan perolehan kembali artesunat dalam nanopartikel artesunat-KM kitosan dan perlu optimasi lagi tentang proses gelasi ionik sehingga didapatkan nanopartikel dengan ukuran yang homogen.

(11)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ARTESUNAT AMOUNT ON PHYSICAL CHARACTERISTIC OF ARTESUNATE-CARBOXYMETHYL

CHITOSAN NANOPARTICLES

(Prepared by Ionic Gelation in Etanol:Aqueous Solution) Meida Ayu Kusuma

Nanoparticles is defined as particles or a dispersion of solid particles with a size ranging from 10-1000 nm that consist of polymer and drugs in which drugs can be entrapped,encapsulated or mixed with polymer. Nanoparticles has advantages as controlled release system, targeted delivery system and can improve the bioavailability of poorly water soluble drugs. Biocompatible and biodegradable polymers such as carboxymethyl chitosan (CM chitosan) polymer can be used as nanoparticles matrix. This study use artesunat as model BCS class II drug which is difficult to dissolve in water and low bioavailability. Artesunat nanoparticles is expected to increase it’s solubility and bioavailability.

The objective of this study was to investigate the effect of artesunate amount on physical characteristic of artesunate-carboxymethyl chitosan nanoparticles. Nanoparticles with different amount of artesunate were prepared by ionic gelation using CM chitosan as polymer and CaCl2 as cross linker in etanol:aqueous solution and dried by spray drying.

The result showed that artesunate amount has effect on morphology and recovery of artesunate-carboxymethyl chitosan nanoparticles. Particle size of dried particles was heterogen and morphology of obtained particles were spherical. As the amount of artesunate increased,the drug efficiency increased.

Keyword : Nanoparticles, Artesunate, Charboxymethyl chitosan, Ionic gelation.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Nanopartikel ... 6

2.1.1Definisi Nanopartikel ... 6

2.1.2Penggunaan Nanopartikel ... 7

2.1.3Metode Pembuatan ... 8

2.1.4Faktor yang Mempengaruhi Nanopartikel... 13

2.2 Karboksimetil KItosan ... 15

2.3 Kalsium Klorida ... 17

2.4 Artesunat ... 17

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 19

3.1 Uraian Kerangka Konseptual. ... 19

3.2 Skema Kerangka Konseptual ... 21

3.3 Hipotesis ... 21

BAB IV METODE PENELITIAN ... 22

4.1 Bahan dan Alat ... 22

4.1.1Bahan ... 22

4.1.2Alat. ... 22

4.2 Metodologi Penelitian ... 22

4.2.1Pemeriksaan Bahan Baku ... 22

4.2.2Rancangan Formula Nanopartikel ... 26

4.2.3Pembuatan Formula Nanopartikel ... 26

4.2.4 Pemeriksaan Karakteristik Fisik Nanopartikel ... 28

4.2.5Penyajian Data ... 33

4.2.6Analisis Statistik... 35

BAB V HASIL PENELITIAN ... 36

5.1 Identifikasi Bahan Baku ... 36

(13)

5.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Formula

Nanopartikel Artesunat-:KM kitosan ... 38

5.2.1 Pemeriksaan Spektra Inframerah Nanopartikel Artesunat-:KM kitosan ... 38

5.2.2 Pemeriksaan Jarak Lebur Nanopartikel Artesunat-:KM kitosan ... 39

5.2.3 Pemeriksaan Difraksi Sinar X Nanopartikel Artesunat-:KM kitosan ... 40

5.2.4 Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Nanopartikel Artesunat-:KM kitosan ... 41

5.2.5 Pemeriksaan Kandungan Bahan Obat dan Perolehan kembali Nanopartikel Artesunat-:KM kitosan ... 43

5.3 Analisis Data ... 46

BAB VI PEMBAHASAN ... 48

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

7.1 Kesimpulan ... 56

7.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

IV.1 Rancangan formula nanopartikel artesunat-KM kitosan .... 26 V.1 Pemeriksaan kualitatif artesunat ... 36 V.2 Pemeriksaan kualitatif KM-kitosan ... 37 V.3 Hubungan konsentrasi artesunat dengan serapan pada

panjang gelombang maks 230,99nm ... 44 V.4 Kandungan artesunat dalam nanopartikel ... 45 V.5 Perolehan kembali artesunat pada nanopartikel

artesunat-KM kitosan ... 46 V.6 Hasil uji HSD perolehan kembali artesunat ... 47

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Nanosfer dan nanokapsul ... 6

2.2 Skema proses pengering semprot ... 12

2.3 Rumus struktur KM kitosan ... 16

2.4 Rumus struktur artesunat ... 18

3.1 Alur kerangka konseptual... 21

4.1 Alur penelitian ... 25

4.2 Skema pembuatan nanopartikel artesunat-KM kitosan ... 28

5.1 Spektra inframerah (A)artesunat, (B)KM kitosan, (C)nanopartikel kosong dan nanopartikel dengan perbandingan artesunat : KM kitosan (D)4:20, (E)5:20, (F)6:20, (G)7:20 ... 38

5.2 Termogram (A) artesunat, (B) KM kitosan, (C) nanopartikel kosong dan nanopartikel dengan perbandingan artesunat : KM kitosan (D) 4:20, (E) 5:20, (F) 6:20, (G) 7:20 ... 39

5.3 Difraktogram sinar X dari (A) artesunat, (B) KM kitosan, (C) CaCl2, (D) nanopartikel kosong dan nanopartikel dengan perbandingan artesunat : KM kitosan (E) 4:20, (F) 5:20, (G) 6:20, (H) 7:20 ... 40

5.4 Hasil SEM nanopartikel dengan pebandingan artesunat : KM kitosan (A) 4:20, (B) 5:20, (C) 6:20, (D) 7:20 pada perbesaran 5000X... 41

5.5 Hasil SEM Nanopartikel dengan pebandingan artesunat : KM kitosan (A) 4:20, (B) 5:20, (C) 6:20, (D) 7:20 pada perbesaran 10.000X ... 42

5.6 Spektra UV pengaruh bahan tambahan terhadap serapan artesunat ... 43

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sertifikat analisis Karboksimetil kitosan ... 61

2. Sertifikat analisis artesunat ... 62

3. Spektrum Inframerah Karboksimetil kitosan ... 63

4. Spektrum inframerah artesunat ... 64

5. Hasil Pemeriksaan DTA KMkitosan dan Artesunat... 65

6. Hasil Pemeriksaan difraksi sinar X ... 66

7. Hasil Pembuatan Formula Nanopartikel ... 72

8. Tabel ukuran nanopartikel ... 73

9. Penentuan panjang gelombang maksimum artesunat ... 74

10. Penentuan pengaruh bahan tambahan ... 76

11. Penentuan Kurva Baku artesunat ... 77

12. Penetapan kadar artesunat dalam nanopartikel ... 79

13. Tabel dan contoh perhitungan kadar ... 80

14. Tabel dan perhitungan perolehan kembali ... 81

15. Hasil statistic perolehan kembali artesunat ... 82

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikel atau partikel padat dengan ukuran antara 10-1000 nm. Nanopartikel berbasis polimer dibentuk dari polimer yang biokompatibel dan biodegradabel dimana obat terlarut, terjebak, terenkapsulasi atau tercampur dengan matriks nanopartikel (Yadav et al., 2012). Nanopartikel memiliki keunggulan yaitu dapat meningkatkan stabilitas obat, sebagai sistem pelepasan terkontrol dan sistem penghantaran tertarget (Mohanraj et al., 2006). Nanopartikel telah terbukti menjadi solusi secara teknologi untuk mengatasi keterbatasan seperti kecepatan dissolusi yang rendah,dengan mengecilkan ukuran dan meningkatkan luas permukaan, meningkatkan availabilitas dari obat yang kelarutannya kecil, memiliki potensi sebagai pembawa untuk penghantaran obat untuk berbagai rute seperti oral,nasal dan ocular, mampu sebagai adjuvant yang baik bagi vaksin, menjadi penghantar obat tertarget, meningkatkan bioavailabilitas, memperpanjang efek obat di jaringan, membantu kelarutan obat pada penghantaran intravascular, dan meningkatkan stabilitas agen antiterapetik dari enzim pendegradasi (Date et al.,2010 ; Oliveira et al., 2013 ; Tiyaboonchai, 2003 ).

Karboksimetil kitosan (KM kitosan) adalah polimer alam yang diperoleh dari reaksi kitosan dengan monoklorasetat pada kondisi basa. KM kitosan bersifat biokompatibel, biodegradabel, memiliki aktivitas antimikroba dan kemampuan membentuk film

(18)

(Mourya et al., 2010). Karakteristik yang signifikan dari KM kitosan adalah kelarutannya dalam air dibandingkan kitosan. Kelarutan KM kitosan dalam air meningkat karena adanya gugus karboksil, KM kitosan tidak hanya memiliki kelarutan di air yang baik,tetapi juga memiliki viskositas yang tinggi,volume hidrodinamik besar, tidak toksik dan memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan fiber dan hidrogel (Farag et al., 2013).

Nanopartikel KM kitosan dapat terbentuk melalui proses gelasi ionik antara gugus COO- dari KM kitosan dan Ca2+ dari CaCl2 sebagai cross linker. Gugus karboksimetil yang dimiliki KM kitosan akan menghasilkan ion negatif saat larut dalam air sehingga dapat terbentuk koloid nanopartikel dengan adanya cross linker CaCl2 (Luo

et al., 2012 ; Mourya et al., 2010). Namun, CaCl2 merupakan senyawa higroskopis yang dapat menarik molekul H2O bebas di udara. Jika dalam proses gelasi ionik terdapat Ca2+ yang tidak berikatan dengan KM kitosan,Ca2+ akan mengikat H2O bebas di udara yang akhirnya menyebabkan nanopartikel yang dihasilkan tidak kering sempurna (Feriza, 2013). Hal ini dapat diatasi dengan penambahan etanol dalam larutan CaCl2. Etanol dapat merusak ikatan hidorgen antara KM kitosan dan air sehingga lebih banyak Ca2+ yang dapat berikatan dengan KM kitosan. Selain itu etanol dapat meningkatkan hidrofobisitas permukaan molekul KM kitosan yang menghasilkan interaksi intermolekular yang lebih kuat. (Luo et al., 2012). Gelasi ionik memiliki keuntungan yaitu merupakan metode sederhana yang pembuatannya tanpa menggunakan pelarut organik (Tyaboonchai, 2003).

(19)

Nanopartikel diketahui memiliki keterbatasan yaitu tidak stabil jika berada dalam media cair. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, perlu dilakukan proses pengeringan sehingga dihasilkan nanopartikel kering yang stabil. Salah satu metode pengeringan yang dapat digunakan adalah pengeringan semprot (Tagne et al., 2006). Pengeringan semprot merupakan metode yang dapat mengubah sampel cair ke bentuk kering melalui penyemprotan ke ruangan berudara panas. Metode ini tergolong cepat, sederhana, mudah dan relatif murah untuk skala besar. Ukuran partikel yang dihasilkan dipengaruhi oleh ukuran nozzle, kecepatan penyemprotan, tekanan atomization, suhu inlet udara dan adanya crosslingking (Agnihotri et al., 2004; Kissel et al., 2006).

Sifat nanopartikel yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh perbedaan rasio antara obat dan polimer. Meningkatnya kandungan obat pada nanopartikel berbasis polimer dapat meningkatkan efisiensi penjerapan (Boonsongrit et al., 2005). Peningkatan jumlah bahan obat pada nanopartikel ammonium gycyrrhizinate dengan polimer kitosan dapat meningkatkan ukuran partikel dan kandungan bahan obat (Wu et al., 2005).

Artesunat merupakan turunan dari golongan artemisin yang berasal dari tanaman Artemisina annua (Hafid et al., 2011). Artesunat termasuk BCS kelas II yang menunjukkan sulit larut dalam air dan bioavailabilitasnya rendah (Gupta et al., 2013). Nanopartikel dengan basis polimer karboksimetil kitosan yang telah di sambung silang memiliki kemampuan sebagai sistem penghantaran dengan pelepasan yang terkontrol, sehingga dapat memperbaiki profil farmakokinetik dari artesunat (Mourya et al.,

(20)

2010). Pembuatan nanopartikel artesunat-KM kitosan melalui gelasi ionik-pengeringan semprot dengan perbandingan obat polimer 4:20 telah menghasilkan nanopartikel yang bulat berongga dengan ukuran nanometer dan efisiensi penjerapan yang tinggi (Dhisiati, 2014)

Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini akan dibuat nanopartikel artesunat-KM kitosan dengan jumlah obat yang berbeda menggunakan metode gelasi ionik dalam larutan biner etanol-air yang kemudian dikeringkan dengan metode pengeringan semprot. Nanopartikel KM kitosan-artesunat dibuat dengan jumlah bahan obat yang berbeda yaitu 100mg, 125mg ,150mg dan 175 mg dan jumlah polimer sebesar 500 mg sehingga perbandingan obat polimer adalah 4:20 ; 5:20 ; 6:20 dan 7:20 yang kemudian dilakukan karakterisasi fisik meliputi pemeriksaan spektra inframerah, jarak lebur, difraksi sinar x, bentuk, morfologi dan perolehan kembali artesunat dari nanopartikel artesunat-KM kitosan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah,bagaimana pengaruh jumlah artesunat terhadap

1. Ukuran dan morfologi dari nanopartikel artesunat-KM kitosan 2. Perolehan kembali artesunat pada nanopartikel artesunat-KM

kitosan

yang dibuat dengan metode gelasi ionik dalam larutan biner etanol-air dan dikeringkan dengan pengeringan semprot.

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan

1. Ukuran dan morfologi nanopartikel artesunat-KM kitosan 2. Perolehan kembali artesunat pada nanopartikel artesunat- KM

kitosan

Dengan jumlah artesunat yang berbeda,dibuat dengan gelasi ionic dalam larutan etanol-air dan dikeringkan dengan pengeringan semprot.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari data penelitian akan didapatkan data ilmiah yang bermanfaat untuk pembuatan sistem bahan obat yang bioavailabilitasnya rendah dengan menggunakan karboksimetil kitosan atau polimer lainnya sehingga dapat menghasilkan sistem pelepasan terkontrol yang dapat meningkatkan bioavailabilitas suatu obat.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nanopartikel

2.1.1 Definisi Nanopartikel

Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat dengan ukuran berkisar 10-1000 nm. Obat dapat larut, terjebak, terenkapsulasi atau bercampur dengan matriks nanopartikel. Berdasarkan metode dan preparasinya nanopartikel dibedakan menjadi nanosphere dan nanokapsul. Nanosphere adalah sistem matriks dimana obat terdispersi homogeny pada matriks. Nanokapsul adalah sistem dimana obat dikeliilingi oleh membran polimer (Mohanraj et al., 2006).

Gambar 2.1 Nanosfer (A) dan nanokapsul (B) (Fattal and Vauthier, 2007).

Nanopartikel dengan optimasi fisikokimia dan biologis akan berikatan dengan sel lebih mudah daripada molekul yang lebih besar sehingga nanopartikel sering digunakan sebagai penghantar untuk obat dengan komponen bioaktif yang tersedia (Wilczewska et al ., 2012) .

(23)

2.1.2 Penggunaan Nanopartikel

Nanopartikel memiliki peran khusus pada penghantaran obat tertarget karena sifat dari ukurannya. Nanopartikel memiliki waktu paruh panjang dan dapat menjebak lebih banyak obat. Nanopartikel dari polimer yang biodegradabel dan biokompatibel adalah kandidat yang baik untuk pembawa obat,karena dapat diadsobsi secara utuh di saluran cerna setelah pemberian peroral (Wu et al ., 2005).

Nanopartikel telah terbukti menjadi solusi secara teknologi untuk mengatasi keterbatasan seperti kecepatan dissolusi yang rendah,dengan mengecilkan ukuran dan meningkatkan luas permukaan, meningkatkan availabilitas dari obat yang kelarutannya kecil, memiliki potensi sebagai pembawa untuk penghantaran obat untuk berbagai rute seperti oral,nasal dan ocular, mampu sebagai adjuvant yang baik bagi vaksin, menjadi penghantar obat tertarget, meningkatkan bioavailabilitas, memperpanjang efek obat di jaringan, membantu kelarutan obat pada penghantaran intravascular, dan meningkatkan stabilitas agen antiterapetik dari enzim pendegradasi (Date et al.,2010 ; Oliveira et al., 2013 ; Tiyaboonchai, 2003 ). Nanopartikel berbasis polimer memiliki manfaat spesifik yaitu dapat meningkatkan stabilitas obat dan menghasilkan sistem yang dapat mengontrol pelepasan dari obat (Mohanraj et al., 2006).

(24)

2.1.3 Metode Pembuatan Nanopartikel

2.1.3.1 Gelasi Ionik

Metode ini menggunakan penyambung silang polielektrolit dengan proses berupa kompleksasi antara polielektrolit yang berbeda muatan. Kompleksasi tersebut membentuk membran kompleks polielektrolit pada permukaan partikel sehingga terjadi peningkatan kekakuan (Swarbrick, 2007). Penyambung silang yang sering digunakan adalah kalsium klorida (CaCl2), glutaraldehid, natrium tripolifosfat (Na TPP), natrium hidroksida (NaOH), dan formaldehid (Ko et al., 2002; Sinha et al., 2004).

Metode pembuatan ini merupakan metode yang sederhana dalam suasana cair. Nanopartikel KM kitosan dapat terbentuk melalui proses gelasi ionik antara gugus COO- dari KM kitosan dan Ca2+ dari CaCl2 sebagai cross linker. Gugus karboksimetil yang dimiliki KM kitosan akan menghasilkan ion negatif saat larut dalam air sehingga dapat terbentuk koloid nanopartikel dengan adanya cross linker CaCl2 (Luo et al., 2012 ; Mourya et

al., 2010). Namun, CaCl2 merupakan senyawa higroskopis yang dapat menarik molekul H2O bebas di udara. Jika dalam proses gelasi ionik terdapat Ca2+ yang tidak berikatan dengan KM kitosan,Ca2+ akan mengikat H2O bebas di udara yang akhirnya menyebabkan nanopartikel yang dihasilkan tidak kering sempurna (Feriza, 2013). Hal ini dapat diatasi dengan penambahan etanol dalam larutan CaCl2. Etanol dapat merusak ikatan hidorgen antara KM kitosan dan air sehingga lebih banyak

(25)

dapat meningkatkan hidrofobisitas permukaan molekul KM kitosan yang menghasilkan interaksi intermolekular yang lebih kuat. Konsentrasi etanol sebesar 30% merupakan penggunaan optimal yang dapat menghasilkan koloid homogen, speris dan permukaan yang halus (Luo et al., 2012).

Kecepatan pengadukan merupakan faktor penting dalam pembentukan nanopartikel. Peningkatan kecepatan pengadukan mengakibatkan distribusi ukuran partikel semakin sempit dan masih terbentuk agregat. Adanya peningkatan gaya geser membantu meningkatkan monodispersi. Namun, pengadukan yang intens dapat menghancurkan gaya repulsif antar partikel dan mengakibatkan agregasi partikel (Fan et al., 2012).

2.1.3.2 Pengeringan Semprot

Nanopartikel diketahui memiliki keterbatasan yaitu tidak stabil jika berada dalam media cair. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, perlu dilakukan proses pengeringan sehingga dihasilkan nanopartikel kering yang stabil. Salah satu metode pengeringan yang dapat digunakan adalah pengeringan semprot (Tagne et al., 2006). Pengeringan semprot merupakan metode yang dapat mengubah sampel cair ke bentuk kering melalui penyemprotan ke ruangan berudara panas. Metode ini tergolong cepat, sederhana, mudah dan relative murah untuk skala besar. Ukuran partikel yang dihasilkan dipengaruhi oleh ukuran nozzle, kecepatan penyemprotan, tekanan atomization, suhu inlet udara dan adanya crosslingking (Agnihotri et al., 2004; Kissel et al., 2006). Ada 4 tahap utama dalam metode penggeringan semprot.

(26)

a) Atomisasi Sampel

Proses atomisasi akan mengubah sampel ke dalam bentuk tetesan-tetesan kecil (Agnihotri et al., 2004). Proses ini dibantu dengan beberapa teknik yang membuatnya terbagi menjadi beberapa macam atomizer antara lain rotary atomizer, di mana pada atomizer tipe ini terdapat cakram berputar yang mampu membentuk tetesan droplet; pressure atomizer yang membentuk tetesan droplet dengan memberi tekanan pada atomizer; dan two fluid nozzle yang memungkinkan adanya kontak antara udara dan sampel sehingga terjadi pemecahan sampel ke dalam bentuk tetesan droplet. Proses atomisasi ini berdampak langsung terhadap ukuran partikel yang terbentuk (Kissel et al., 2006).

Pemilihan atomizer tergantung viskositas dari larutan yang dimasukkan serta karakteristik produk yang diinginkan. Cakram berputar pada rotary atomizer dapat digunakan untuk cairan yang sangat kental sehingga memungkinkan untuk membentuk partikel kecil. Sedangkan two-fluid nozzles biasanya memiliki diameter internal antara 0,5 dan 1,0 μm, sehingga membentuk partikel dengan diameter kurang dari 10 μm (Kissel et al., 2006).

Selain itu, semakin tinggi energi pada atomizer yang digunakan, akan terbentuk tetesan yang lebih halus. Ukuran partikel akan semakin meningkat bila viskositas, tegangan permukaan cairan awalnya tinggi, dan feed rate yang tinggi (Gharsallaoui et al., 2007).

(27)

b) Kontak tetesan dengan udara

Dalam ruang pengeringan, tetesan kecil yang sudah terbentuk akan bertemu dengan udara panas dan dalam beberapa detik sebanyak 95% air yang berada dalam droplet akan mengalami evaporasi (Patel et al., 2009).

c) Evaporasi Pelarut

Dengan bentuk tetesan kecil dan adanya suhu yang tinggi, akan memudahkan terjadinya evaporasi pelarut dengan cepat dari permukaan droplet dan saat kandungan air dalam permukaan droplet sudah mencapai batas minimumnya, droplet ini akan berubah menjadi partikel kering (Agnihotri et al., 2004; Patel et al., 2009).

d) Pemisahan produk kering dari udara.

Dalam tahap ini produk kering akan memisah dengan dibantu adanya udara sejuk di area siklon yang terletak di luar pengering. Sebagian besar partikel padat tertampung, sementara partikel yang lebih halus melewati siklon untuk dipisahkan dari udara pengering. Pemisahan ini berdasar pada perbedaan densitas (Patel et al., 2009; Gharsallaoui et al., 2007).

Alat pengering semprot terdiri atas tanki sampel, rotary atau nozzle atomizer, pemanas udara, ruang pengeringan, dan siklon untuk memisahkan serbuk dari udara.

(28)

Gambar 2.2 Skema proses pengering semprot (Agnihotri et al., 2004).

Faktor yang mempengaruhi pembentukan mikropartikel dengan metode spray drying, antara lain :

a. Ukuran nozzle

Pada pembuatan mikropartikel dengan polimer chitosan didapatkan hasil dengan meningkatnya ukuran nozzle maka makin meningkat juga ukuran partikel yang dihasilkan (He et al., 1999).

b. Kecepatan Pompa

Ukuran mikropartikel yang dibuat dengan kondisi pump rate tinggi, menghasilkan ukuran partikel yang lebih besar karena droplet yang dihasilkan lebih besar dibandingkan pump rate yang rendah (He et al., 1999).

(29)

c. Kecepatan Udara

Ukuran mikropartikel akan meningkat seiring dengan menurunnya flow rate. Oleh karena itu, mikropartikel dengan ukuran yang kecil dibuat dengan flow rate yang lebih besar (He et al., 1999).

d. Suhu udara masuk

Suhu inlet hanya mempunyai sedikit pengaruh terhadap ukuran partikel. Ketika suhu dirubah dari 140°C ke 180°C, karakteristik partikel hampir sama dan ukuran partikel hanya berkurang sedikit (He et al., 1999).

Yang perlu diperhatikan dalam metode ini, adalah adanya suhu tinggi (sekitar 120C – 150C) untuk terjadinya evaporasi. Dengan demikian bahan obat harus bersifat tahan panas serta perlu diperhatikan adanya penggunaan pelarut organik yang dapat meledak pada suhu tinggi dan membutuhkan perbaikan yang mahal. Untuk meminimalkan degradasi komponen yang sensitif terhadap panas, droplet hanya akan berada dalam waktu yang pendek di dalam pengeringan semprot (Williams and Vaughn, 2007).

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Nanopartikel a) Berat Molekul Polimer

Meningkatnya berat molekul polimer mengakiatkan peningkatan viskositas larutan polimer dan membentuk ikatan yang kuat. Berat molekul yang terlalu tinggi dapat

(30)

mengakibatkan polimer kurang terlarut dalam pelarutnya (Ko et al., 2002).

b) Konsentrasi Polimer

Ukuran nanopartikel akan meningkat jika konsentrasi polomer ditingkatkan. Hal ini disebabkan, kandungan polimer yang terkandung dalam droplet larutan pada volume yang sama lebih banyak seiring dengan meningkatnya konsentrasi polimer ( He et al., 1999).

c) Rasio Obat-Polimer

Untuk menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil,maka dapat dilakukan dengan meningkatkan perbandingan bahan obat-polimer. Besarnya efisiensi enkapsulasi akan mengakibatkan peningkatan terhadap kandungan bahan obat. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa untuk memanipulasi ukuran partikel dapat dilakukan dengan cara mengatur perbandingan bahan obat dengan polimer (Rastogi et al., 2006; Swarbrick, 2007).

Pada pengamatan menggunakan SEM,meningkatnya kandungan bahan aktif pada nanopartikel berbasis polimer menunjukkan permukaan nanopartikel yang lebih kasar (Sinha et al.2004). Efisiensi penjerapan bahan obat meningkat dengan meningkatnya konsentrasi bahan obat (Boonsongrit et al, 2005). d) Jenis Penyambung Silang

Aktivitas dalam proses sambung silang ionik akan berbeda jika karakteristik anion dari penyambung silang juga berbeda. Hal itu dapat memengaruhi morfologi nanopartikel yang

(31)

dihasilkan serta pelepasan bahan obat dari nanopartikel (Shu and Zhu, 2000).

e) Jumlah Penyambung Silang

Jumlah penyambung silang yang terlalu kecil akan menyebabkan nanopartikel yang dihasilkan menjadi rapuh atau mudah pecah sehingga dapat memengaruhi laju pelepasan nanopartikel yang dibuat. Kadar penyambung silang yang terlalu besar juga dapat membentuk nanopartikel yang tidak homogen (Jin et al., 2009; Ko et al., 2002).

f) Waktu Kontak dengan Penyambung Silang

Kandungan bahan obat dalam nanopartikel dan pelepasan bahan obatnya dapat dipengaruhi oleh waktu kontak dengan penyambung silang. Waktu kontak dengan penyambung silang yang lama akan mengakibatkan peningkatan kandungan bahan obat dalam nanopartikel karena sempurnanya reaksi penyambung silang (Ko et al., 2002).

2.2. Karboksimetil Kitosan

Karboksimetil kitosan (KM kitosan) merupakan turunan kitosan yang memiliki gugus hidrofil tambahan yaitu gugus karboksimetil. KM kitosan telah banyak diteliti karena kemudahannya untuk disintesis,bersifat ampholytic dan memungkinkan untuk banyak aplikasi. Karakteristik yang signifikan dari KM kitosan adalah kelarutanya dalam air. Dibandingkan dengan kitosan,kelarutan KM kitosan di air terlihat meningkat karena adanya gugus karboksil. KM kitosan dapat larut di larutan asam,basa maupun netral ketika DS

(32)

karboksimetilasi dari kitosan adalah lebih dari 60%. (Mourya et al., 2010).

Gambar 2.3 Rumus Struktur KM kitosan

Karboksimetil kitosan dapat dihasilkan dari beberapa metode antara lain reduksi alkil dimana gugus NH2 dari kitosan bereaksi dengan gugus karbonil dari aldehid-asam glikosilat dan dihidrogenasi oleh reaksi dengan NaBH4 untuk membentuk N-Karboksimetil kitosan. Dengan metode ini gugus karboksimetil akan menempati posisi dari atom N. Namun, reaktifitas aldehid sangat tinggi sehingga menyebabkan di-substitusi N-Karboksimetil kitosan (N,N-di N-Karboksimetil kitosan). Metode lainnya adalah alkilasi langsung,metode ini menggunakan monohalocarboxylic acids sebagai asam monoklorasetat untuk membentuk N-karboksialkil and O-karboksialkil kitosan (Mourya et al., 2010).

Nanopartikel sebagai sistem penghantaran terkontrol didapatkan melalui gelasi ionik dari KM kitosan dengan Ca2+.

(33)

200-300 nm dan indeks polidispersitas (PI) lebih kecil dari 0,1. PI yang kecil mengindikasikan dispersi yang homoogen dari nanopartikel KM kitosan. (Mourya et al., 2010).

2.3. Kalsium Klorida

Kalsium klorida memiliki rumus kimia CaCl2 dengan berat molekul 110,98. Kalsium klorida berbentuk serbuk kristal, granul putih atau tidak berwarna dan higroskopis. Larut dalam 0,25 bagian air dan mudah larut (1-10 bagian) dalam etanol, dan dalam etanol mendidih; sangat mudah larut dalam air panas (<1 bagian) (Budavari, 2001; Depkes RI., 1995; Rowe et al., 2009). Kalsium klorida (CaCl2) merupakan kation divalen (Ca2+) yang dapat membentuk kompleks dengan O-Karboksimetil kitosan, pada pembuatan droplet hydrogel untuk nanopartikel (Jayakumar et al., 2010).

2.4. Artesunat

Artesunat merupakan turunan dari golongan artemisin yang berasal dari tanaman Artemisina annua (Hafid et al., 2011). Artesunat memiliki aktivitas untuk penghambatan plasmodium valcifarum dan P.vivax pada penderita malaria dan memiliki aktivitas potensial dalam menghambat proliferasi sel kanker melalui kemampuan untuk menginduksi sel agar mengalami apoptosis Artesunat memiliki onset terapi yang cepat setelah mengalami biotransformasi menjadi dihidroartemisin,tetapi artesunat dieliminasi dengan cepat setelah dikonsumsi,hanya 6 jam setelah pemakaian peroral (Meng et al., 2014).

(34)

Gambar 2.4 Rumus struktur artesunat

Artesunat berbentuk serbuk halus berwarna putih,tidak berbau dan hampir tidak berasa. Artesunat sukar larut dalam air,sangat larut dalam diklorometana R, larut dalam etanol (~750 g/L) TS dan aseton R. BM 384,4 (Budavari,2001; Sweetman.,2009). Titik leleh artesunat berkisar antara 131-135C,sedangkan titik didihnya pada 507,12C (pada 760 mmHg). Densitasnya 1,32 g/cm3; indeks refraksinya Dn20 1,54.

Artesunat adalah antimalaria poten terhadap darah schizonticidal yang aktif membasmi Plasmodium falciparum. Artesunat termasuk BCS kelas II yang menunjukkan sulit larut dalam air dan bioavailabilitasnya rendah (Gupta et al., 2013).

(35)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Uraian Kerangka Konseptual

Nanopartikel artesunat-KM kitosan terdiri dari artesunat sebagai bahan obat dan KM kitosan sebagai polimer. Artesunat merupakan obat golongan BCS kelas II yang memiliki kelarutan dan biavailabilitasnya rendah (Gupta et al., 2013) sedangkan KM kitosan merupakan polimer yang biokompatibel, biodegradable dan lebih larut dalam air dibandingkan dengan kitosan ( Mourya et al., 2010). Nanopartikel dibentuk melalui proses gelasi ionik antata gugus COO- dari KM kitosan dan Ca2+ dari CaCl2 sebagai penyambung silang (Mourya et al., 2010). Pada proses gelasi ionik ada ca2+ bebas yang dapat menyebabkan hasil akhir nanopartikel tidak kering sempurna, untuk mengatasi hal tersebut proses gelasi ionik dilakukan dalam larutan etanol-air (Feriza, 2013 ; Luo et al., 2012) . Nanopartikel bersifat tidak stabil jika berada dalam media cair, sehingga diperlukan suatu proses pengeringan untuk memperbaiki stabilitasnya,salah satu metode pengeringan yang dapat digunakan adalah pengeringan semprot (Tagne et al., 2006).

Pembentukan nanopartikel dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah perbedaan jumlah obat. Perbedaan jumlah obat dapat mempengaruhi karakteristik fisik dari nanopartikel yang dihasilkan. Pengaturan ukuran partikel dapat dilakukan dengan cara mengatur perbandingan bahan obat dengan polimer (Rastogi et al., 2006; Swarbrick, 2007). Peningkatan jumlah obat akan

(36)

meningkatkan efisiensi penjerapan, ukuran partikel dan kandungan bahan obat (Boonsongrit et al., 2005 ; Wu et al., 2005).

Pada Penelitian ini akan dibuat Nanopartikel artesunat-KM kitosan dengan 4 jumlah artesunat yang berbeda : 100 mg , 125mg, 150 mg dan 175 mg dengan jumlah polimer 500 mg dan CaCl2 250 mg, sehingga dapat diketahui pengaruh jumlah artesunat dalam pembentukan nanopartikel artesunat- KM kitosan dengan metode gelasi ionik dalam larutan biner etanol-air yang selanjutnya dikeringkan dengan pengeringan semprot terhadap karakteristik fisik nanopartikel yang terbentuk.

(37)

3.2 Skema Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Alur Kerangka Konseptual

3.3 Hipotesis

Meningkatnya jumlah artesunat yang digunsksn dalam pembuatan nanopartikel artesunat-KM kitosan akan meningkatkan

kandungan dan perolehan kembali artesunat.

Km kitosan

 Biokompatibel

 Biodegradable

 Lebih larut air daripada kitosan (Mourya et al.,2010)

CaCl2

kation divalen (Ca2+) , dapat

membentuk komplek dengan COO- Cmkitosan (Mourya et al., 2010)

Kelebihan Ca2+  nanopartikel basah setelah pengeringan (Feriza, 2013).

Interaksi sambung silang gelasi ionik dalam larutan etanol:air –pengeringan semprot

Jumlah obat

Konsentrasi polimer

Berat Molekul polimer

Jenis penyambung silang Jumlah penyambung silang Artesunate BCS klas II  kelarutan dan Bioavailabilitas rendah (Gupta et al.,2013) Sistem nanopartikel artesunate-Km kitosan dibuat dengan perbedaan jumlah obat Sistem pelepasan terkontrol

( Mourya et al., 2010) Morfologi,

Efisiensi penjerapan

Peningkatan jumlah bahan obat pada nanopartikel dapat meningkatkan ukuran partikel dan kandungan bahan obat ((Boonsongrit et al., 2005 ; Wu et al., 2005). dipengaruhi Berpengaruh pada

Semakin banyak artesunat yang digunakan akan meningkatkan kandungan bahan obat dalam nanopartikel dan perolehan kembali artesunat akan semakin besar.

(38)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Bahan dan Alat 4.1.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah artesunat (Goldliloo Pharmaceutical);etanol pro analisis (EMSURE®); karboksimetil kitosan (derajat substitusi 81,9%, derajat deasetilasi 96,5%, viskositas 1% 22 mpa.s, China Eastar Group Co., Ltd.); CaCl2.2H2O pro analysis (Merck);Metanol;aquadest.

4.1.2. Alat

Spray Dryer (SD-basic Lab Plant UK Ltd. Type SD B09060019); Neraca analitik (Mettler Toledo AL 204); Spektrofotometri UV-Vis ( Cary WinUV Ver.1.00 ( 9 ) c) ; Spektrofotometer FT-IR (Jasco FT-IR/5300); Differential Thermal Apparatus (Mettler Toledo FP-65 DTA P-900 Thermal); Digital Viscosimeter (Brookfield Viscosimeter DV-II) ;XRD; Ultrasonic (LC-60H); dan Scanning Electron Microscopy (inspect S50 Tipe FP 2017/12).

4.2. Metodologi Penelitian 4.2.1. Pemeriksaan Bahan Baku

Pemeriksaan dilakukan terhadap bahan baku yang bertujuan untuk memastikan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian telah memenuhi ketentuan yang tertera pada pustaka.

(39)

4.2.1.1 Identifikasi Artesunat a. Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis dilakukan terhadap bentuk, warna, rasa, dan bau kemudian dibandingkan dengan pustaka. b. Pemeriksaan Jarak Lebur

Jarak lebur ditentukan dengan alat Differential Thermal Apparatus (DTA). Pemeriksaan titik lebur kitosan dilakukan pada suhu 50°-300° C dengan kecepatan kenaikan suhu 10° C per menit, hasil termogram yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka.

c. Pemeriksaan Spektra Inframerah

Spektra inframerah Artesunat dibuat dengan metode cakram KBr. Artesunat digerus hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam pengering hampa udara, selanjutnya dicetak dengan penekan hidrolik ad diperoleh cakram transparan. Selanjutnya diperiksa spektranya pada rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1 dan hasil spektra bahan dibandingkan dengan spektra inframerah Artesunat pembanding.

4.2.1.2 Identifikasi KM kitosan a. Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis dilakukan terhadap bentuk, warna, rasa, dan bau kemudian dibandingkan pustaka.

b. Pemeriksaan Jarak lebur

Ditentukan menggunakan alat Different Thermal Apparatus (DTA). Pemeriksaan titik lebur kitosan dilakukan pada suhu 50°-300° C dengan kecepatan kenaikan suhu 10° C per

(40)

menit, hasil termogram yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka.

c. Pemeriksaan Spektra Inframerah

Spektra inframerah KM kitosan diperoleh dengan metode cakram KBr. KM kitosan digerus hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam pengering hampa udara, selanjutnya dicetak dengan penekan hidrolik ad diperoleh cakram transparan. Selanjutnya diperiksa spektranya pada rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1 dan hasil spektra bahan dibandingkan dengan spektra inframerah KM kitosan pembanding.

d. Pemeriksaan Viskositas

Dibuat larutan KM kitosan 1% b/v dalam aquadest. Kemudian diukur viskositasnya dengan Viscotester (Brookfield Digital Model DV-II). selanjutnya hasil pemeriksaan dibandingkan dengan viskositas KM kitosan pada sertifikat analisis dari bahan.

(41)

Gambar 4.1. Alur Penelitian Pemeriksaan Bahan Baku (karboksimetil kitosan,artesunate)

Pembuatan nanopartikel dengan jumlah artesunate yang berbeda. FD1 = 100mg, FD2 = 125 mg, FD3 = 150mg, FD4 = 175 mg Pengeringan nanopartikel dengan pengeringan semprot suhu 100°C, laju pompa skala 3, ukuran nozzle 1µm, dan tekanan 2 bar (Feriza, 2013).

Karakterisasi nanopartikel, meliputi pemeriksaan :

a. Spektra inframerah b. Titik Lebur

c. difraktogram sinar X

d. Bentuk dan morfologi nanopartikel menggunakan SEM

e. Ukuran nanopartikel menggunakan delsa nano

f. Kandungan dan efisiensi penjerapan

(42)

4.2.2.

Rancangan Formula Nanopartikel

Nanopartikel dibentuk melalui metode gelasi Ionik dengan penyambung silang CaCl2 dalam larutan biner etanol-air yang dikeringkan dengan metode pengeringan semprot. masing-masing formula nanopartikel dibuat dengan jumlah artesunat yang berbeda-beda.

Tabel IV.1 Rancangan Formula nanopartikel Artesunat-KM kitosan

Nama

Bahan Fungsi FD1 FD2 FD3 FD4

Artesunat Bahan Obat 100 mg 125 mg 150 mg 175mg

Etanol Solven 5 ml 5ml 5ml 5ml KM kitosan Polimer 500 mg 500 mg 500 mg 500mg CaCl2 Penyambung Silang 250 mg 250 mg 250 mg 250 mg Keterangan :

FD1 = Formula 1 (perbandingan artesunat-KM kitosan 4:20) FD2 = Formula 2 ( perbandingan artesunat-KM kitosan 5:20) FD3 = Formula 3 (perbandingan artesunat-KM kitosan 6:20) FD4 = Formula 4 (perbandingan artesunat-KM kitosan 7:20) 4.2.3 Pembuatan Formula Nanopartikel

a. Menimbang KM kitosan sejumlah 500 mg kemudian dilarutkan dalam 50,0 ml aquadest, aduk sampai larut dengan magnetik stirrer (500 rmp, 10 menit)

(43)

b. Menimbang artesunat sejumlah sesuai dengan masing-masing formula kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml etanol, aduk sampai larut (bening) dengan magnetik stirrer (500 rpm, 5 menit) c. Menimbang CaCl2 sejumlah 250 mg kemudian dilarutkan dalam

larutan biner etanol:air (44,8 ml : 5,2 ml) , aduk sampai larut dengan magnetik stirrer (500 rpm, 5 menit)

d. Menuang larutan KM kitosan (a) ke dalam larutan artesunat (b) , aduk sampai spektrum dengan magnetik stirrer ( 500 rpm, 30 menit)

e. Meneteskan campuran KM kitosan-artesunat (d) ke dalam larutan CaCl2 dengan menggunakan buret ( 2 tetes/ detik), sambil diaduk dengan magnetic stirrer (500 rpm)

f. Mengaduk larutan (e) dengan magnetik stirrer dengan kecepatan 500 rpm selama 60 menit.

g. Mengeringkan koloid nanopartikel yang terbentuk dengan pengering semprot menggunakan suhu 100°C, laju pompa skala 3, ukuran nozzle 1µm, dan tekanan 2 bar (Feriza, 2013).

h. Mengumpulkan dan mengevaluasi nanopartikel kering yang dihasilkan.

(44)

Gambar 4.2 Skema Pembuatan Nanopartikel Artesunat-KM kitosan

4.2.4 Pemeriksaan Karakteristik Fisik Nanopartikel Artesunat-KM Kitosan

4.2.4.1 Pemeriksaan Organoleptis Nanopartikel

Pemeriksaan organoleptis nanopartikel artesunat-KM kitosan dilakukan dengan cara mengamati kondisi akhir (warna,bentuk) nanopartikel artesunat-KM kitosan setelah pengeringan.

Pengeringan dengan pengering semprot, suhu 100°C, laju pompa 3, nozzle 1µm dan tekanan 2 bar Larutan Kmkitosan dalam air Larutan artesunat dalam etanol Larutan artesunate-kmkitosan

Larutan CaCl2 dalam campuran etanol-air Koloid nanopartikel artesunat-kmkitosan Nanopartikel kering Diteteskan –diaduk ad homogen (500rpm) Diteteskan –diaduk ad homogen (500 rpm) Aduk 500 rpm, 60 menit

(45)

4.2.4.2 Pemeriksaan Spektra Inframerah Nanopartikel

Untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara KM kitosan-CaCl2. Uji spektrofotometri infra merah dengan metode cakram KBr, dilakukan sebagai berikut:

a) Sampel dari masing-masing formula ditimbang sebanyak 2 mg (sampel digerus).

b) Ditambah serbuk KBr pro spektroskopi yang telah dikeringkan sebanyak 300 mg.

c) Campuran tersebut digerus dalam mortir hingga homogen. d) Setelah homogen, dimasukkan ke dalam alat pembuat cakram

KBr, ditekan dengan penekan hidrolik hingga diperoleh cakram yang transparan.

e) Cakram diletakkan dalam sample holder dan direkam. f) Sampel diamati pada panjang gelombang 4000-400 cm-1. g) Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan spektra infra merah

artesunat dan KM kitosan. h)

4.2.4.3 Pemeriksaan Jarak Lebur

Jarak lebur ditentukan menggunakan alat Different Thermal Apparatus (DTA). Pemeriksaan titik lebur kitosan dilakukan pada suhu 50°-300° C dengan kecepatan kenaikan suhu 10° C per menit, hasil termogram dibandingkan dengan termogram masing-masing bahan penyusunnya dan nanopartikel kosong tanpa bahan obat.

(46)

4.2.4.4 Pemeriksaan Difraksi Sinar X

Difraksi sinar X ditentukan menggunakan alat difraktor X’Pert Phillips dilakukan pada suhu ruangan dengan kondisi pengukuran sumber sinar X Kα, target logam Cu, filter Ni, voltase 40 kV, arus 40mA pada rentang 2θ 5-40°.

4.2.4.5 Pemeriksaan Bentuk dan Morofologi Permukaan Nanopartikel

Setelah pengeringan, ukuran dan morfologi partikel, meliputi bentuk dan permukaan, diamati menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Uji menggunakan SEM dilakukan dengan melekatkan partikel pada alat penyangga yang terbuat dari aluminium, selanjutnya emas pada chamber diuapkan sehingga uap emas melapisi seluruh permukaan partikel. Nanopartikel yang terlapisi emas dikeringkan lalu diamati dengan SEM. Visualisasi dilakukan pada 20,00 kV. Foto diambil dengan berbagai perbesaran .

4.2.4.6 Pemeriksaan Kandungan Bahan Obat dan Perolehan Kembali Nanopartikel

Penetapan kadar artesunat dalam nanopartikel dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis (Okwelogu, et al., 2011).

a. Pembuatan larutan pereaksi

1. Etanol 20% Dipipet 41,67 ml etanol 96% kemudian ditambah air hingga 200,0 ml.

(47)

2. Asam asetat dalam etanol 20% Dipipet asam asetat 1,144 ml kemudian di tambah etanol 20% hingga 200,0 ml.

3. NaOH 0,1 N Ditimbang NaOH 420 mg kemudian dilarutkan dalam air ad 100,0 mL.

b. Pembuatan larutan baku artesunat dalam etanol

Larutan baku induk artesunat konsentrasi 500 ppm dibuat dengan menimbang teliti artesunat 50 mg,dimasukkan dalam labu ukur 100,0 ml dan melarutkannya dalam etanol sampai volume tepat 100,0 ml secara kuantitatif.

c. Pembuatan larutan baku kerja artesunat dalam etanol Larutan baku induk artesunat 500 ppm diencerkan dengan etanol hingga diperoleh konsentrasi 5 ppm; 10 ppm; 15 ppm; 25 ppm; 50 ppm; 125 ppm dan 250 ppm. Dari masing-masing larutan baku dipipet 5,0 mL kemudian ditambah dengan NaOH 0,1 N dan dipanaskan pada suhu 60°C selama 60 menit. Kemudian didinginkan pada suhu kamar. Setelah itu masing-masing baku kerja ditambah asam asetat dalam 20% etanol sampai 10,0 mL.

d. Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan mengamati serapan dari larutan baku artesunat konsentrasi 7,5 ; 12,5 dan 25 ppm dengan menggunakan spektrofometer UV-vis pada panjang gelombang 200- 400 nm. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang memberikan serapan terbesar.

(48)

e. Pembuatan kurva baku

Memeriksa absorban tiap konsentrasi larutan baku pada panjang gelombang maksimum, kemudian dibuat kurva serapan versus konsentrasi. Kemudian dibuat persamaan kurva baku yang diperoleh dari hasil regresi linier antara absorban larutan baku artesunat dengan dengan konsentrasinya.

f. Penentuan pengaruh bahan tambahan terhadap nilai serapan artesunat

1. Ditimbang nanopartikel KM kitosan 10 mg lalu didispersikan dalam etanol sebanyak 10,0 ml dan disaring.

2. Dipipet 0,5 mL hasil saringan larutan nanopartikel KM kitosan, dimasukkan ke labu ukur 10,0 mL. Dipipet 1,0 mL larutan baku artesunat 500 ppm, dimasukkan ke labu ukur yang berisi larutan nanopartikel KM kitosan dan ditambah etanol ad 10,0 mL. Selanjutnya dipipet 5,0 mLmasukkan di labu ukur 10,0 ml dan ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak 2,0 mL.

3. Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 60°C selama 60 menit. 4. Setelah larutan dingin ad suhu kamar, masing-masing larutan

ditambah asam asetat dalam 20% etanol sampai 10,0 mL. 5. Sebagai pembanding digunakan larutan baku artesunat

konsentrasi 25 ppm.

6. Sebagai blanko digunakan etanol 5,0 mL yang ditambah dengan NaOH 0,1 N sebanyak 2,0 mL.

(49)

7. Masing-masing larutan diamati spektranya pada panjang gelombang 200-400 nm. Spektra yang diperoleh dibandingkan dengan larutan artesunat pembanding.

g. Penetapan kadar artesunat dalam nanopartikel.

Nanopartikel artesunat (50 mg) dilarutkan dalam etanol p.a. ad 25,0 mL, didiamkan selama dua jam, kemudian disonifikasi selama 5 menit dan didiamkan selama 60 menit. Setelah itu, larutan nanopartikel dipipet 5,0 mL kemudian ditambah dengan NaOH 0,1 N sebanyak 2,0 mL. Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 60°C selama 60 menit. Setelah larutan dingin ad suhu kamar, ditambahkan asam asetat dalam etanol 20% ad 10,0 mL. Lalu diukur absorbannya pada panjang gelombang maksimum dan ditentukan konsentrasinya dengan memasukkan data absorban yang diperoleh ke dalam kurva baku. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Dihitung persen (%) kadar artesunat yang didapat dalam nanopartikel.

4.2.5 Penyajian Data

a. Spektra Inframerah dari Nanopartikel

Spektra infra merah dari nanopartikel dibandingkan dengan spektra infra merah Artesunat dan KM kitosan. Terjadinya ikatan ionik yang membentuk nanopartikel KM kitosan-CaCl2 dapat terlihat dari hilangnya beberapa puncak pada spektra inframerah nanopartikel Artesunat-KM kitosan.

(50)

b. Jarak Lebur

Termogram nanopartikel dibandingkan dengan termogram dari artesunat dan KM kitosan.

c. Difraksi Sinar X

Difraktogram nanopartikel dibandingkan dengan difraktogram dari artesunat dan KM kitosan.

d. Bentuk dan Permukaan Nanopartikel

Bentuk dan permukaan nanopartikel Artesunat-KM kitosan disajikan berdasarkan pengamatan visual dari hasil pemotretan SEM pada berbagai perbesaran. Hasil pemotretan nanopartikel dari bentukan beberapa formula dibandingkan.

e. Kandungan Bahan Obat dan Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Kandungan Artesunat dalam nanopartikel dihitung dari serapan yang didapat dari nanopartikel tiap formula yang dibandingkan dengan kurva baku Artesunat, dari hasil bisa dihitung persentase kadar dan efisiensi penjerapan tiap formula nanopartikel. Sedangkan efisiensi penjerapan dihitung dengan rumus:

Efisiensi penjerapan = 𝑀 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛𝑀 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑥 100% Keterangan:

M pengamatan= jumlah bahan obat yang terkandung dalam sistem nanopartikel

M teoritis = jumlah bahan obat yang ditambahkan dalam proses pembuatan

(51)

4.2.6 Analisis Statistik

Data dari masing – masing efisiensi penjerapan, dianalisis secara statistik dengan metode Analysis of Variance (ANOVA) jenis rancangan Completely Randomized Design (CRD) dengan menggunakan program SPSS for Windows Evaluation Version. Rancangan ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna antar formula dengan membandingkan harga F hitung terhadap F tabel dengan derajat kepercayaan (α) = 0,05. Jika dari analisis diperoleh hasil F hitung lebih besar dari F tabel, maka terdapat perbedaan bermakna antar formula.

Perhitungan dilanjutkan dengan uji Honestly Significant Difference (HSD) untuk mengetahui formula mana saja yang berbeda. Adanya perbedaan bermakna antar dua formula dipenuhi bila harga selisih rata-rata dua formula lebih besar daripada hasil perhitungan harga HSD (Daniel, 2005)

HSD = qα ,k ,N–k

n

MSE

Keterangan :

qα , k , N – k : harga q tabel pada (k, N–k)

α : derajat kepercayaan (α = 0,05 )

k : banyaknya kelompok (numerator)

N – k : derajat bebas within groups

(denominator)

MSE : MSE pada uji anova CRD

(52)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Identifikasi Bahan Baku 5.1.1. Identifikasi Artesunat

Hasil pemeriksaan kualitatif artesunat dapat dilihat pada Tabel V.1 .

Tabel V.1 Pemeriksaan Kualitatif Artesuntae No Identifikasi Pengamatan Pustaka 1 Organoleptis Serbuk halus

berwarna putih, tidak berbau dan hampir tidak berasa Serbuk Halus berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa (*) 2 Titik Lebur 142,2°C 131-136 C (*) 3 Spektra IR Gugus C=O (Karbonil) Gugus C-H Gugus C-C (aromatis) Gugus C-O Gugus C=C Bilangan gelombang cm-1 1372 1624 1053 1756 1372,61 1230 Bilangan gelombang cm-1 1420-300 dan 1870-1550 (**) 1225-950 (**) 2000-1620 (**) 1380-1370 dan 1235 (**) 1650-1400 (**) keterangan:

(53)

5.1.2. Identifikasi KM kitosan

Hasil pemeriksaan kualitatif KM-Kitosan dapat dilihat pada Tabel V.2 . Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa KM kitosan yang digunakan sesuai dengan pustaka dan sertifikat analisis KM kitosan.

Tabel V.2 Pemeriksaan kualitatif KM-Kitosan No Identifikasi Pengamatan Pustaka 1 Organoleptis Serbuk berwarna

kuning muda Serbuk berwarna off-white atau kuning muda 2 Viskositas 6 mpa.s ≤ 22 mpa.s 3 Titik Lebur 162,9 °C

4 Spektra IR Gugus O-H dan N-H Gugus C-H Gugus COO asimetrik Gugus COO simetrik Gugus NH3+ Gugus C-OH Bilangan gelombang cm-1 3467 2927 1574 1415 1574,52 1071 Bilangan gelombang cm-1 3369(**); 3420 (***) ; 3455 (****) 2923-2867 (****) 1599 (**) ; 1600 (***) 1412 (**) ; 1419 (***) 1624-1506 (****) 1067 (**) Keterangan:

(*) Sertifikat Analisis KM kitosan (**) Cai et al., 2009

(***) Fan et al., 2006 (****) Mourya et al., 2010

(54)

5.2. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Nanopartikel Artesunat-KM kitosan

5.2.1. Pemeriksaan Spektra Inframerah Nanopartikel Artesuntae-KM kitosan

Analisis dengan spektroskopi inframerah (FTIR) dilakukan pada rentang bilangan gelombang 4000-450 cm-1. Hasil spektra inframerah nanopartikel artesunat-KM kitosan dapat dilihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1 Spektra inframerah (A) artesunat, (B) KM kitosan (C) nanopartikel kosong dan nanopartikel dengan perbandingan artesunat : KM kitosan (D) 4:20, (E) 5:20, (F) 6:20, (G) 7:20.

%T

Bilangan gelombang(cm-1)

(55)

5.2.2. Pemeriksaan Jarak Lebur Nanopartikel Artesuntae-KM kitosan

Pemeriksaan jarak lebur nanopartikel artesunat-KM kitosan dilakukan menggunakan DTA dan hasil termogram tiap formula dibandingkan dengan termogram dari artesunat, KM kitosan dan nanopartikel kosong.

Gambar 5.2 Termogram (A) artesunat, (B) KM kitosan, (C) nanopartikel kosong dan nanopartikel dengan perbandingan artesunat : KM kitosan (D) 4:20, (E) 5:20, (F) 6:20, (G) 7:20.

Hasil analisis termal pada gambar 5.2 menunjukkan termogram dari nanopartikel artesunat-KM kitosan dengan perbandingan 4:20 (D) sudah tidak memiliki puncak endotermik dan eksotermik dari artesunat, sedangkan formula lainnya

ENDO

TE

R

M

(56)

(formula E,F,G) masih menunjukkan adanya puncak dari artesunat.

5.2.3. Pemeriksaan Difraksi Sinar X Nanopartikel Artesunat-KM kitosan

Pemeriksaan difraktogram sinar X nanopartikel artesunat-KM kitosan dilakukan menggunakan XRD dan hasil difraktogram tiap formula dibandingkan dengan difraktogram dari artesunat, KM-kitosan, CaCl2 dan nanopartikel kosong. Hasil perbandingan difraktogram dapat dilihat pada gambar 5.3.

Gambar 5.3 Difraktogram sinar X dari (A) artesunat, (B) KM kitosan, (C) CaCl2, (D) nanopartikel kosong dan nanopartikel dengan perbandingan artesunat : KM kitosan (E) 4:20, (F) 5:20, (G) 6:20, (H) 7:20. Difraktogram pada gambar 5.3 menunjukkan puncak-puncak kristalin spesifik dari artesunat (A) sudah tidak terlihat

IN

TENSITA

S

(AU

(57)

(E,F,G,H). Namun pada sistem nanopartikel artesunat-KM kitosan (E,F,G,H) terlihat puncak baru pada sekitar 2 θ 31. 5.2.4. Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Nanopartikel

Artesuntae-KM kitosan

Setelah pengeringan, partikel yang dihasilkan diamati menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hasil pengamatan SEM menunjukkan telah terbentuk partikel yang bulat tidak berongga dengan ukuran partikel yang heterogen. Hasil pengamatan SEM dapat dilihat pada gambar 5.4.

Gambar 5.4 Hasil SEM nanopartikel dengan pebandingan artesunat : KM kitosan (A) 4:20, (B) 5:20, (C) 6:20, (D) 7:20 pada perbesaran 5000X.

(58)

Gambar 5.5 Hasil SEM Nanopartikel dengan pebandingan artesunat : KM kitosan (A) 4:20, (B) 5:20, (C) 6:20, (D) 7:20 pada perbesaran 10.000X.

(59)

5.2.5. Pemeriksaan Kandungan Artesunat dan Perolehan Kembali Nanopartikel Artesunat-KM kitosan

5.2.6.1. Pemeriksaan Kandungan Artesunat dalam Nanopartikel

a) Pemeriksaan Panjang Gelombang Maksimum

Artesunat

Dari hasil pengamatan, serapan maksimum baku artesunat 7,5 ppm, 12,5ppm dan 25 ppm diperoleh pada panjang gelombang 230,99 nm.

b) Penentuan Pengaruh Bahan Tambahan terhadap Absorban Artesunat

Penentuan pengaruh bahan tambahan dilakukan dengan cara membandingkan spectra UV dari nanopartikel kosong yang ditambahkan artesunat 25ppm dan dibandingkan dengan larutan artesunat murni 25 ppm.

Gambar 5.6 Spektra UV artesunat 25 ppm dan nanopartikel KM kitosan dengan penambahan artesunat 25 ppm

(60)

Dari gambar 5.6 terlihat bahwa spektra UV antara nanopartikel kosong yang ditambah artesunat 25 ppm berhimpit dengan spektra UV artesunat murni 25 ppm.

c) Penentuan Kurva Baku Artesunat

Hasil pengukuran absorban larutan baku kerja artesunat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel V.3 Hubungan Konsentrasi artesunat dengan serapan pada ƛmaks 230,99 nm

Konsentrasi Baku Serapan

2,5 ppm 0,0369 5,0 ppm 0,0401 7,5 ppm 0,0546 12,5 ppm 0,1329 25 ppm 0,2951 62,5 ppm 0,6823 125 ppm 1,4150

Dari data tersebut didapatkan persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 0,01135X – 0,00963 dan r = 0,99899

(61)

d) Penentuan Kandungan artesunat dalam Nanopartikel Hasil pemeriksaan kadar artesunat dalam nanopartikel dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel V.4 Kandungan artesunat dalam nanopartikel artesunat-KM kitosan.

Sampel Replikasi Konsentrasi ( p p m ) K a d a r ( % b / b ) Rata-Rata ±SD FD1 1 2 48,58 43,21 4,86 4,32 4,80 ± 0,45 3 52,21 5,22 FD2 1 2 85,70 81,90 8,57 8,19 8,40 ± 0,19 3 84,50 8,45 FD3 1 2 104,40 77,40 10,44 7,74 9,38± 1,44 3 99,80 9,98 FD4 1 2 149,30 134,90 14,93 13,49 ± 0,96 13,84 3 131,00 13,10

(62)

5.2.6.2. Penentuan Perolehan Kembali Artesunat

Hasil perhitungan perolehan kembali artesunat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel V.5 Perolehan kembali nanopartikel artesunat-KM kitosan

sampel replikasi (%b/b) Kadar Perolehan Kembali (%) Rata-rata ± Sd FD1 1 2 4,86 4,32 42,50 37,80 41,99 ± 3,96 3 5,22 45,68 FD2 1 2 8,57 8,19 59,99 57,33 58,82 ± 1,35 3 8,45 59,15 FD3 1 2 10,44 7,74 62,64 46,44 56,32 ± 8,66 3 9,98 59,88 FD4 1 2 14,93 13,49 78,91 71,30 73,15 ± 5,09 3 13,10 69,24

Berdasarkan data pada tabel diatas, dilakukan analisis statistic Analysis of Variance (ANOVA) dan jenis rancangan Completely randomized Design (CRD) terhadap data efisiensi penjerapan nanopartikel dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05).

5.3. Analisis Data

Berdasarkan hasil analisis spektrum dengan metode ANOVA satu arah,diperoleh nilai F hitung sebesar 16,469

(63)

dari F tabel sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antar formula nanopartikel artesunat-KM kitosan. Selanjutnya dilakukan uji HSD untuk mengetahui formula mana yang berbeda bermakna. Hasil uji HSD menunjukkan hanya formula FD2 dengan FD3 yang memiliki sig > 0,05 yang tidak memiliki perbedaan bermakna . Hasil uji HSD dapat dilihat pada tabel V.6.

Tabel V.6 Hasil uji HSD Perolehan Kembali

*Terdapat perbedaan bermakna Harga sig. tiap formula FD1 FD2 FD3 FD4 FD1 0,022 * 0,049 * 0,001 * FD2 0,022 * 0,940 0,049 * FD3 0,049 * 0,940 0,022 * FD4 0,001 * 0,049 * 0,022 *

Gambar

Tabel    Halaman
Gambar 2.1 Nanosfer (A) dan nanokapsul (B) (Fattal and  Vauthier, 2007).
Gambar 2.2 Skema proses pengering semprot (Agnihotri et al.,  2004).
Gambar 2.3 Rumus Struktur KM kitosan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian-uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam lagi model-model pendidikan karakter dan hasilnya dalam membentuk kepribadian muslim

Pengambilan data dilakukan pada bulan April 2014 hingga Mei 2014 bertempat di Rumah Tempe Indonesia di Bogor, Jawa Barat. Jenis data yang digunakan pada

YURIDIS TENTANG KEBATALAN DAN PEMBATALAN AKTA NOTARIS DALAM PRESPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.. Seiring perkembangan jaman jasa

2. Terapi non farmakologi dengan memberikan pendekatan serta edukasi untuk nafas dalam dan memenuhi nutrisi cairan dengan minum sedikit-sedikit tapi sering. Serta memenuhi

Bahwa benar, atas perbuatan Terdakwa yang tidak memenuhi janjinya , Saksi-2 dan Saksi-1 Saksi merasa kecewa karena ekonomi rumah tangganya menjadi berantakan

Selama menjadi seorang penari berbagai pengalaman yang menyenangkan pasti sering dijumpai, namun pengalaman yang tidak menyenangkan juga tidak dapat dihindari dan

Selama ini berbagai paguyuban etnis Nusantara yang terdapat di Bali khususnya Denpasar memiliki potensi budaya asalnya namun keberadaannya antara hak dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah program penyelamatan dan rehabilitasi elang bondol di pulau kotok, upaya konservasi dan rehabilitasi elang