• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PERBAIKAN TEKNOLOGI PASCA PANEN PADI DI SULAWESI TENGGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PERBAIKAN TEKNOLOGI PASCA PANEN PADI DI SULAWESI TENGGARA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

467

KAJIAN PERBAIKAN TEKNOLOGI PASCA PANEN PADI DI SULAWESI TENGGARA

Hermanto1), Ansharullah1*), Abdu Rahman Baco1), Muhammad Taufiq R2)

1) Tenaga Pengajar pada Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian Universitas Halu Oleo 2) Staf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara

*Email : aansharullah@gmail.com

Abstrak

Tahap perontokan merupakan salah satu titik paling kritis terjadinya kehilangan hasil dapat mencapai 15 % akibat proses perontokan yang tidak optimal. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehilangan hasil, khususnya pada tahap panen dan perontokan adalah perilaku pemanen dan perontok, disamping jumlah dan kelembagaanya belum diorganisasikan dengan baik. Penelitian bertujuan untuk melakukan pengkajian terhadap optimasi mesin perontok padi yang sudah beredar dimasyarakat guna menekan kehilangan hasil perontokan, disamping melakukan survey terhadap kinerja kelompok jasa pemanen dan jasa perontok guna perbaikan system dan mekanisme kerjanya. Pengkajian akan dilakukan baik secara langsung melakukan pengamatan dan penghitungan sehubungan dengan optimasi perontok dan panen, maupun dengan cara melakukan wawancara langsung kepada petani panen dan pasca panen padi. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa kehilangan hasil panen petani akibat penggunaan alat perontok yang bervariasi dan tidak optimal. Modivikasi perontok yang dilakukan dapat menekan kehilangan hasil sebesar 53,94 %. Namun demikian, modifikasi lanjutan serta validasi alat masih diperlukan sebelum melakukan reko-mendasi teknologi.

Kata Kunci : Panen, perontokan dan kehilangan hasil Abstract

The stage of paddy threshing was one of the most critical point in the yield loss, which might reach 15% lost. Factors that greatly affecting the loss of yield, especially at the stage of harvesting and threshing, were the behavior of harvesters and thresher, and they were either not being well organized. The research was aimed to analyze the optimization of rice thresher machine that has been circulating in the community to reduce the loss of threshing products. The research was also conducted to survey the performance of the group of harvesting and threshing services in order to improve the system and working mechanism. Assessments was conducted either directly by observing and counting with respect to thresher and harvest optimization, as well as by conducting direct interviews to harvesters and post-harvest farmers. The results of the assessment indicated that farmers' crop losses were due to the use of various and non-optimal thresher tools. The improvement by thresher modification may reduce yield loss by 53.94%. However, a further modification and tool validation may be still required before making any technology recommendations.

(2)

468

PENDAHULUAN

Peningkatan produksi padi sawah secara nasional selama tiga decade terakhir diupayakan melalui program intensifikasi, terutama pada lahan sawah beririgasi dengan cara mengingplementasikan teknologi revolusi hijau. Pengembangan varietas padi beurumur pendek dan berpotensi hasil tinggi melalui program Nasional tersebut telah meningkatkan produksi lebih dari 100 % dengan laju pertumbuhan 5,2 % pertahun dalam periode 1970-1984 (Yustisia dkk., 2003). Dengan pertumbuhan tersebut Indonesia dapat mencapai swasembada beras pada tahun 1984 (Napitupulu, 1999). Namun demikian, selama periode 1985-1984 terjadi penurunan tajam laju pertumbuhan produksi padi yang diperkirakan sekitar 2 % per tahun (Zaini dkk, 2002). Sehingga tidak dapat mengimbangi permintaan yang meningkat akibat pertumbuhan penduduk.

Hal ini juga terjadi di Sulawesi Tenggara, bahkan pada periode 200-2006 dimana produktivitas padi cenderung melandai pada kisaran 3,8 – 3,9 ton/ha. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan dilakukan inpor beras yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan reorientasi dan revitalisasi program peningkatan produksi padi berupa pengembangan kelembagaan penunjang dan pengembangan sumberdaya alam, irigasi dan teknologi budidaya. Namun demikian, Fagi dan Hafsah (2003) menyatakan bahwa salah satu strategi di dalam peningkatan produksi padi adalah pengamanan produksi melalui penanganan kehilangan hasil akibat panen dan pasca panen yang tidak tepat.

Permasalahan kehilangan hasil padi, khususnya di Sulawesi Tenggara harus segera ditangani agar penekanan hasil dan peningkatan mutu seoptimal mungkin dapat diperoleh dengan sentuhan teknologi tepat guna. Tahap perontokan merupakan salah satu titik paling kritis terjadinya kehilangan hasil padi di Sulawesi Tenggara. Diperkirakan kehilangan hasil dapat mencapai 15 % akibat proses perontokan yang tidak optimal (Kartono dan Ratule, 1996). Dewasa ini mesin perontok padi telah berkembang pesat ditengah masyarakat tani. Perkembangan alat perontok dari berbagai jenis, tipe dan ukuran di masyarakat, ini tidak ditunjang dengan spesifikasi alat yang tepat dan system operasi tidak optimal. Oleh karena itu, optimasi mesin perontok yang berkembang di masyarakat tani perlu segera dilakukan.

Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap kehilangan hasil, khususnya pada tahap panen dan perontokan adalah mekanisme kerja pemanen dan perontok. Di Sulawesi Tenggara, kelompok jasa pemanen dan jasa perontok sudah cukup berkembang namun belum optimal karena mekanisme kerja belum baik. Akibatnya, proses pemanenan dan perontokan menjadi terhambat sehingga kerontolan gabah dilapangan menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, perbaikan mekanisme kerja panen dan perontokan juga sangat penting artinya didalam menekan kehilangan hasil padi sawah di Sulawesi Tenggara. Pengkajian bertujuan untuk melakukan pengkajian teknologi panen dan pasca panen padi, khususnya optimasi alat perontok dan mekanisme kerja pasca panennya, dengan keluaran teknologi dapat diadopsi oleh petani pelaku panen dan perontokan padi sawah di Sulawesi Tenggara.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, pada bulan April – Juli tahun 2009. Analisa kuantitas kehilangan pada tiap tahap dilakukan di laboratorium Teknologi Pangan, Universitas Halu Oleo (UHO).

(3)

469 Pemilihan lokasi didasarkan pada hasil survey dan merupakan salah satu sentra produksi padi prospektif di Sulawesi Tenggara.

Alat dan Bahan

Bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian meliputi : tanaman padi sawah siap panen, timbangan gantung kapasitas 25 kg, timbangan analitik, tikar plastic, karung goni, karung plastic, kantong plastic, patok, tali rapiah, pisau, papan contoh, pisau, alat komunikasi, alat tulis, alat pengukur waktu (stopwatch), mesin perontok 5,5 PK.

Prosedur Penelitian

Pengkajian dilakukan pada tahun 2009 di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Pemilihan lokasi didasarkan pada hasil survei dan merupakan salah satu sentra produksi padi prospektif di Sulawesi Tenggara. Penelitian dibagi 2 tahap yang terdiri atas :

Tahap I : Survei dan penetapan lokasi

Tahap II : Perontokan dan perhitungan kehilangan

Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data awal untuk mendapatkan daerah yang cocok dijadikan lokasi percobaan penelitian. Dilakukan oservasi terhadap tanaman padi meliputi musim tanam padi, luas areal, sistem pemanenan, sistem perontokan, jumlah petani, potensi pengembangan tanaman padi serta berbagai informasi penting yang menunjang pengumpulan data kehilangan hasil panen.

Data yang akan dikumpulkan terdiri dari data teknis lapangan, data primer, dan data sekunder hasil wawancara. Data teknis diperoleh dari hasil pengamatan dan perhitungan langsung berkaitan dengan optimasi panen dan perontok. Data primer diperoleh langsung melalui metode observasi dan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (koesioner) kepada petani responden. Data survey yang telah dikumpulkan, selanjutnya ditabulasi dan dianalisa secara statistik

Optimasikerja mesin perontok dianalisis berdasarkan proses kerja yang dihasilkan. Perbedaan proses kerja alat berupa jumlah kehilangan hasil pada masing-masing tahap dianalisis menggunakan uji duncan pada taraf kepercayaan 95 % (SAS, 1999).

Optimasi kerja mesin perontok dianalisis berdasarkan proses kerja yang dihasilkan. Perbedaan perlakuan proses kerja alat berupa jumlah kehilangan hasil pada masing-masing tahap dianalisi menggunakan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95 % (SAS, 1999)

HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Alat Perontok Padi

Berdasarkan hasil identifikasi perontok yang telah dilakukan di tingkat petani, maka diperoleh hasil secara umum spesifikasi perontok yang digunakan beserta besaran kehilangan hasil pada masing-masing alat perontok (tabel 1). Pada tabel tersebut, Nanpak bahwa kondisi alat perontok yang digunakan mendapatkan kehilangan hasil dari enam buah alat perontok yang didentifikasi, cukup besar dan bervariasi sekitar 34,17-195,91 kg gabah basah/ha. Kehilangan hasil paling tinggi diperoleh pada jenis spesifikasi perontok II, IV dan V. sedangkan pada spesifikasi perontok I, III, VI, kehilangan hasil cenderung lebih rendah. Rendahnya kehilangan hasil padi pada

(4)

470 spesifikasi perontok ini kemungkinan disebabkan oleh kombinasi beberapa komponen perontok yang sudah hampir optimal. Namun demikian kondisi alat perontok I mununjukkan jumlah kehilangan hasil yang paling rendah dibanding perontok lainnya. Oleh karena itu spesifikasi alat perontok I dijadikan dasar utama dalam mendesain perontok baru untuk selanjutnya dilakukan pengujian-pengujian lanjutan.

Tabel 1. Spesifikasi dan kehilangan hasil beberapa alat perontok padi yang digunakan petani di Kabupaten Konawe Selatan

No. Uraian Spesifikasi Masing-Masing Alat Perontok

I II III IV V VI

1 Jumlah jari-jari selinder (buah) 8 6 6 8 8 8 2 Jumlah gigi perontok (buah) 7 16 14 8 8 11 3 Panjang gigi perontok (cm) 10 10 11 10 9 10 4 Jarak ujung gigi dngan lantai dasar bodi perontok (cm) 2 2 0,9 2 1,1 0,8 5 Jarak bundaran pada slinder dengan lantai dasar bodi (cm) 0,5 0,8 2 1 1,9 1 6 Jumlah alur atas selinder (buah) 5 5 5 5 5 5 7 Jarak alur I dari pinggir (buah) - Bawah - Atas 2,5 10 0 9 0 8 3 9 4 13,8 6,8 12 8 Jarak antar alur (cm) I, II, III dan IV 13,8;13,7; 14;14 15;15,8; 17;18 15;16; 18;18 18;18;1 8;18 14,6;17.3; 16;18 14;14; 17;16 9 Tinggi alur atas (cm) - Atas - Tengah - Bawah 3 3 3 2,6 2,6 2,6 2,6 4,9 3 2 2 2 2,2 2,2 2,2 2,5 2,5 2,5 10 Lubang pengeluaran gabah pada pembuangan jerami Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 11 Kehilangan hasil (kg/ha) 34,14 195,91 48,23 105,40 80,72 45,51

Berdasarkan modifikasi yang telah dilakukan, maka kehilangan hasil yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan kondisi awal perontok sebelum dimodifikasi. Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa pada tahap modifikasi I kehilangan gabah dapat ditekan dari 34,17 kg/ha menjadi 15, 74 kg/ha atau terjadi penurunan kehilangan hasil sekitar 53,94 %. Jika dibandingkan antara kondisi perontok awal dengan kehilangan hasil tertinggi (195,91 kg/ha), maka kehilangan hasil perontokan dapat ditekan sebesar 91,97 %. Meskipun terjadi penurunan kehilangan hasil yang cukup signifikan, namun kondidi spesifikasi alat yang demikian mempengaruhi kinerja mesin. Nampaknya modifikasi komponen-kompenen tersebut di atas memperlambat proses kerja mesin yang cenderung tidak kuat menarik beban perontokan.Hal ini diduga disebabkan oleh jarak alur atas yang terlalu lebar, disamping tidak terdapatnya alur di bawah selinder,

(5)

471 sehingga jerami padi cenderung berputar secara acak di dalam selinder. Hal ini terjadi menumpukan jerami sekitar selinder terutmadekat pembuangan jerami. Oleh karena itu modifikasi lanjutan perlu dilakukan khususnya pada komponen-komponen mesin tersebut.

Tabel 2. Tahap-tahap modifikasi alat perontok padi yang dilakukan, beserta kehilangan hasil masing-masing alat perontok.

No. Uraian Tahap Modifiksi Alat Perontok

I II III IV V

1 Jumlah jari-jari selinder (buah) 8 8 8 8 8

2 Jumlah gigi perontok (buah) 7 7 7 7 7

3 Panjang gigi perontok (cm) 10 10 10 10 10

4 Jarak ujung gigi dngan lantai dasar bodi perontok (cm) 2 2 2 2 2 5 Jarak bundaran pada slinder dengan lantai dasar bodi (cm) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

6 Jumlah alur atas selinder (buah) 5 5 5 5 6

7

Jarak alur I dari pinggir (buah) - Bawah - Atas 2,5 10 2,5 10 2,5 10 2,5 10 1,5 10 8

Jarak antar alur (cm) I, II, III dan IV 13,8;1 3,7;18; 18 13,8;13,7; 14;14 13,8;13,7; 14;14 13,8;13,7; 14;14 14;12; 12;12 9

Tinggi alur atas (cm) - Atas - Tengah - Bawah 3 5 2,5 3 5 2,5 3 5 2,5 3 5 2,5 3 5 2,5 10 Lubang pengeluaran gabah pada pembuangan jerami Tidak ada Tidak ada Tidak ada ada ada 11 Penambahan alur bawah selinder

(cm)

Tidak 1,5 3 1,5 1,5

12 Sinkronisasi alur atas dan bawah Tidak Tidak Ya Tidak Tidak 13 Kehilangan hasil (kg/ha) 15,74 7,91 54,98 26,04 27,23 Pada tabel 2 terlihat modifikasi II dilakukan dengan perubahan jarak alur atas terutama dekat pembuangan jerami dipersempit dan juga dilakukan penambahan alur bawah setinggi 1,5 cm. Modifikasi ini dimaksudkan untuk mengurangi perputaran acak jerami dan biji padi yang telah dirontok dibagian bawah selinder. Dengan demikian diharapkan beban kerja mesin berkurang serta kehilangan hasil dapat ditekan. Hasil modifikasi II menunjukkan bahwa kehilangan hasil semakin berkurang (7,91 kg/ha) atau menurun sekitar 49,75 % dari modifikasi I, dan 78,50% sebelum modifikasi alat dilakukan. Disamping itu beban kerja mesin nampaknya lebih ringan dibanding hasil modifikasi sebelumnya.Meskipun demikian modifikasi mesin perlu dilakukan agar kehilangan hasil dan beban keja mesin lebih kecil lagi. Oleh karena itu modifikasi alat tahap III dilakukan terutama pada komponen dianggap bisa berpengaruh terhadap kehilangan hasil dan beban kerja mesin, seperti penambahan tinggi alur bawah selinder dan sinkronisasi antara alur atas dan alur bawah. Hal ini dilakukan berdasarkan pengalaman, diketahui bahwa pergerakan acak jerami dan gabah yang telah dirontok masih terjadi akibat alur bawah yang tidak terlalu tinggi serta tidak sinkronnya perputaran jerami akibat tidak menyatunyaantara alur atas dan alur bawah selinder. Oleh karena itu, tinggi alur bawah dinaikkan dari 1,5 cm menjadi 3 cm dan selanjutnya

(6)

472 disinkronkan dengan alur atas selinder. Namun hasil modifikasi (tabel 2), menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kehilangan hasil yang lebih tinggi (54,98 kg/ha) dibandingkan dengan hasil modifikasi alat perontok sebelumnya (7,91 kg.ha) atau terjadi peningkatan kehilangan hasil sekitar 85,61%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penumpukan jerami selama perputaran selinder, sehingga gabah yang sudah tergulung kembali bersama jerami dan akhinya terbuang keluar bersama jerami. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan minimal jerami khususnya dibawah selinder masih tetap diperlukan agar gabah terontok mempunyai masa untuk terlepas dari kumpulan jerami. Oleh karena itu perubahan alur bawah selinder dilakukan dengan mengurangi tinggi alur dan pemotongan sinkronisasi alur (modifikasi IV. Modifikasi ini diperlukan agar pergerakan minimal jerami di atas dan dibawah selinder tetap terjadi, sehingga kehilangan hasil dapat dikurangi. Selain itu pada tahap modifikasi juga ditambahkan modifikasi lainnya berupa pembuatan lubang bawah pada jalur pembuangan jerami. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengamatan diketahui bahwa setelah keluar dari ruang selinder gabah diharapkan bisa terjatuh ke bawah, sehingga tidak terbuang bersama jerami. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa modifikasi ini bisa kembali menurunkan kehilangan hasil yang diperoleh masih lebih kecil (26,04 kg/ha) dibanding penurunan hasil pada modifikasi II (7,91 kg/ha).

Berdasarkan hasil tersebut, maka pada modifikasi lain perlu dilakukan agar menurunan kehilangan hasil dengan beban kerja mesin yang semakin ringan dapat diperoleh. Oleh karena itu, modifikasi lanjutan (modifikasi V) telah dilakukan dengan fokus penambahan jumlah alur atas dengan asumsi bahwa jerami dan gabah terontok mempunyai kesempatan yang lebih banyak berputar di dalam selinder. Selain itu, penambahan alur atas diharapkan dapat lebih mengurangi beban mesin. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kehilangan hasil (27,23 kg/ha) dibandingkan modifikasi alat sebelumnya (26,04 kg/ha). Namun demikian, bahwa kerja mesin lebih ringan dibandingkan modifikasi-modifikasi yang telah dilakukan sebelumnya.

Dari serangkaian modifikasi-midifkasi yang dilakukan (5 tahap), maka diperoleh kehilangan hasil yang diperoleh bervariasi. Berdasarkan analisa statistika yang dilakukan (tabel 3), maka nampak bahwa kehilangan hasil terendah ditunjukkan oleh modifikasi alat tahap II dan berbeda nyata dengan kehilangan hasil khususnya pada modifikasi alat tahap III, IV dan V. Hal ini menunjukkan bahwa spesifikasi alat pada modifikasi tahap I dapat dijadikan acuan desain alat perontok dalam menekan kehilangan hasil padi pada proses perontokan. Meskipun secara statistika kehilangan hasil yang ditunjukkan tidak berbeda nyata dengan modifikasi I, namun karena pertimbangan beban kerja mesin yang berat pada modifikasi I, maka modifikasi II dianggap tetap lebih baik.

Tabel 3. Analisa statistika hasil modifiksi alat perontok

No. Tahap Modifikasi Alat Perontok Kehilangan hasil (kg/ha)

1. Modifikasi I 15,74bc

2. Modifikasi II 7,91c

3. Modifikasi III 54,98a

4. Modifikasi IV 26,04b

5. Modifikasi V 27,23b

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata pada uji lanjut menggunakan uji Duncan ≤ 0,05%

(7)

473 Pada umumnya pelaksanaan panen dilakukan dengan cara memotong menggunakan sabit biasa (80%). Hal ini disebabkan karena petani di daerah ini menggunakan mesin perontok. Kehilangan hasil pada tahapan panen terutama terjadi pada saat pengunmpulan dan penumpukan hasil panen. Nugraha dkk, (1990) juga melaporkan kehilangan hasil padi akan lebih besar apabila para pemanen menunda perontokan padinya selama satu hingga tiga hari.

Decamping itu kehilangan hasil juga terjadi pada saat pemotongan, akibat banyatnya malai yang tidak terpotong. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa kehilangan hasil panen saat pemotongan sekitar 100 kg/ha atau sekitar 3,5% dari produksi padi rata-rata diwilayah survei. Dari aspek perontokan, hasil survei menunjukkan bahwa kehilangan hasil pada tahap ini relative rebih rendah dibanding pada tahap panen. Berdasarkan dengan wawancara petani, kehilangan hasil pada tahap ini sekitar 80-90 kg/ha. Kehilangan hasil pada saat perontokan terutama disebabkan oleh penumpukan hasil tanpa alas pada arealperontokan , tercecernya gabah saat perontokan, serta konstruksi perontok yang tidak optimal sebagaimana dilaporkan terdahulu.

Dari aspek kerja kelompok pemanen dan diperontok, hasil survei menunjukkan bahwa pelaksanaan panen dan perontokan lebih prioritas dilakukan terhadap lahan sawah milik anggota kelompok atau kerabat terdekat, setelah itu baru melakukan perontokan ketempat lain. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelambatan pelaksanaan pemanenan pada areal panen yang tidak mempunyai akses memadai terhadap kelompok panen dan perontok yang ada. Selain itu keterlambatan pemanenan disebabkan karena terbatasnya kelompok panen dan perontok, jika dibandingkan luasan panen yang ada. Keterlambatan pelaksanaan panen dan perontokan dapat menyebabkan tingginya kehilangan hasil yang diperoleh. Hasil survei juga menunjukkan bahwa system aturan dalam kelompok panen dan perontok tidak jelas disamping struktur organisasinya tidak ada, sehingga masih terdapat beberapa anggota kelompok yang bekerja dengan sasaran hanya untuk mencapai target. Hal ini menyebabkan sikap terburu-buru dalam melakukan panen dan perontokan, sehingga potensi kehilangan hasil semakin tinggi. Pemotongan padi dengan cepat dan terburu-buru menyebabkan tingkat kerontokan gabah tinggi (Setyono, dkk, 2001).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Spesifikasi alat perontok padi yang digunakan petani di lapangan sangat bervariasi dan tidak optimal, sehingga berkontribusi besar terhadap kehilangan hasil panen. 2. Modifikasi alat perontok petani yang dilakukan dapat menekan tingkat kehilangan

hasil minimal 53,94% (spesifikasi perontok modifikasi II).

3. Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat cukup banyak permasalahan panen dan perontokan yang berkontribusi besar terhadap kehilangan hasil yang tinggi, disamping mekanisme kerja kelompok panen dan perontok yang belum optimal. Saran

1. Hasil modifikasi perontok yang diperoleh masih perlu dikaji lebih lanjut, termasuk validasi alat perontok pada skala, kondisi padi dan mesin yang lebih luas dan intensif.

(8)

474 2. Mekanisme kerja panen dan perontok perlu diperbaiki, disamping sosialisasi penangan panen dan perontokan secara intensif ketingkat petani/kelompok tani padi sawah.

DAFTAR PUSTAKA

Kartono, G dan M.T Ratule, 1999. Peranan Pasca Panen dalam Peningkatan Produksi Padi di Sulawesi Tenggara, Tidak diterbitkan, BPTP Kendari, Kendari.

Natitupulu, E, 1999. Keragaman Pangan dan Pertanian, Perkembangan Permintaan dan Ketersediaannya sampai 2025. Workshop Analisis Strategi Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Produksi Pangan dan Pertanian Berkelanjutan, Bogor, 22 Juli 1999.

Nugraha, S, A. Setyono, dan Damardjati, D.S, 1990, Pengaruh Keterlambatan Perontokan Padi terhadap Kehilangan dan Mutu, Kompilasi Hasil Penelitian 1988/1989. Paca Penen, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Sukamandi.

Statical Analysis System (SAS) Institute, 1999,. SAS user’s guide: Statistic, Cary, NC. Setyono, A., Sutrisno, dan Nugraha, S. 2001. Pemanenan Padi oleh Kelompok Jasa

Pemanen dan Jasa Perontok, Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 20; 51-57. Yustisia., S. Sarworini., A.M Bamuamin., B. Rahardjo., dan M.M Hamabali, 2003.

Pengembangan Padi Hibrida di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Prosiding Lokakarya: Pelaksanaan Program Peningkatan Produktivitas Pai Terpadu (P3T) tahun 2002. Pubitbangtan, Bogor.

Zaini, Z., I. Las., Suwarno., Suntoro., dan E. Ananto, 2002. Kegiatan Percontohan Peningkatan Produkstivias Terpadu 2002. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Gambar

Tabel 1.  Spesifikasi dan kehilangan hasil beberapa alat perontok padi yang digunakan  petani di Kabupaten Konawe Selatan
Tabel 2. Tahap-tahap modifikasi alat perontok padi yang dilakukan, beserta kehilangan  hasil masing-masing alat perontok

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks ini, surat edaran Mendagri tentang pedoman umum penyusunan APBD 2005 secara eksplisit menegaskan dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan

Konsisten dengan pendapat Sloan (1996), hal ini mengindikasikan bahwa komponen akrual dan aliran kas yang terkandung dalam laba saat ini memang lebih baik dalam

Berdasarkan hasil penelitian di ketahui bahwa upaya yang dilakukan oleh Pelaksana Program Keluarga Harapan (PKH) dalam mengatasi hambatan saat implementasi Program

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan sistem dalam mendeteksi warna objek serta mengeluarkan suara sesuai dengan warna yang dideteksi oleh sensor

TUJUAN 2 : Meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian yang bermanfaat bagi pengembangan IPTEK dan kesehatan

Bersama dengan ini, atas nama pribadi yang bertempat tinggal di wilayah RT.03 RW.02 Jalan Kalijudan 68 Kelurahan Kalijudan Surabaya dalam hal ini bermaksud

Analisis data yang penulis gunakan yaitu: (1) pendekatan psikologi sastra dengan menggunakan teori Sigmund Freud psikoanalisis, yakni menganalisis kejiwaan yang dialami oleh