• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN KUALITAS KABEL LISTRIK PIILN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS METODE PDCA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN KUALITAS KABEL LISTRIK PIILN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS METODE PDCA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN KUALITAS KABEL LISTRIK PIILN UDARA

DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS METODE PDCA

DENY AGUSTIAN DAN HARI MOEKTIWIBOWO

Program Studi Teknik Industri, Universitas Suryadarma, Jakarta.

Email:

dagustian@yahoo.com

ABSTRACT

This researh explained about how to reduce the defects or failure in the end product power cable NFA2X 2x10 mm ² 0.6 / 1 kV which include : " Defect Appearance" ie, defect or damage is visible on the surface or physical appearance of the cable, such as insulation thickness , color insulation and defect marking , with this type of defect by 4 % and " defect function " ie, defects or damage cause a malfunction of the cable as well, breaking the cable conductor of 0.5 %, conductor resitance > standard of 1% and a breakdown voltage of 34 %. Defect or failure is the most dominant breakdown voltage test " caused by insulation failure at one point on the cable to withstand the test voltage of 3.5 kV given / AC for 5 minutes in accordance with the standards SPLN 42-10 1993 .

Improved results of the analysis conducted on the electrical wiring NFA2X 2x10 mm ² 0.6 / 1 kV using PDCA 8 ( Eight ) steps and aids statistics, the results obtained from the two different methods were carried out, ie the percentage decrease in the level of failed test breakdown voltage of 19.7 % in getting from before improvement by 34 % with the total cost of repairs Rp 3,405,888, - and after repair using the first method was 14.3 % with a total repair cost of Rp 1,376,352, - so the reduction in repair costs incurred by the company amounted to Rp 2,029,536, - with the percentage decrease costs by 60 %. Improvements to the second method in getting a decrease of 11.8 % from the prior percentage improvement of 34% with a total repair cost of Rp 3,405,888, - and after improvement of 22.2 % with a total repair cost of Rp 1,516,320 , - and a reduction in repair costs incurred by the company amounted to Rp 1,889,568, - the percentage rate of cost reduction by 65 % . From these results it is known that the factors causing the failure of the test comes from the 5 factors, namely : humans, machines, methods, materials and the environment, with the most dominant cause of the factors derived from the method used, ie high temperature in zone 5,6 and 7 801 extrusion machines .

Keywords : PDCA 8 steps, breakdown voltage, saving cost.

PENDAHULUAN

Salah satu aktivitas dalam

menciptakan kualitas agar sesuai standar

adalah dengan menerapkan sistem

pengendalian kualitas yang tepat, mempunyai tujuan dan tahapan yang jelas, serta memberikan inovasi dalam melakukan pencegahan dan penyelesaian

masalah-masalah yang dihadapi

perusahaan. Kegiatan pengendalian kualitas dapat membantu perusahaan

mempertahankan dan meningkatkan

pengendalian terhadap tingkat kerusakan produk (product defect) sampai pada tingkat kerusakan nol (zero defect).

Permasalahan yang dihadapi oleh

PT. BICC BERCA Cables adalah

besarnya tingkat gagal uji produk akhir pada kabel NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV yang meliputi Defect Appearance, yaitu cacat atau kerusakan yang terlihat di permukaan atau berhubungan dengan penampilan fisik kabel yang mencapai 14 %, dan juga Defect Function, yaitu cacat

(2)

kepada keselamatan pengguna seperti halnya : putusnya konduktor kabel yang mencapai 4 % dan juga kegagalan uji tegangan tembus ( Breakdown Voltage ) sebesar AC 3,5 kV/5 menit ( SPLN 42-10 ;1993), dengan prosentase tingkat

kegagalan mencapai 34 %. Dari

pemasalahan tersebut diperlukan sebuah tindakan yang dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses isolasi kabel NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV pada sistem produksi, sekaligus memperbaiki proses produksi yang ada pada saat ini dengan sebuah metode yang tepat dalam mendukung pengendalian kualitas yang dilakukan, sehingga diharapkan tingkat kegagalan dapat berkurang atau bahkan tidak ada.

METODE

Kabel listrik adalah alat atau media yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal atau energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya.Kabel listrik merupakan kawat penghantar listrik berinti tunggal, dua atau lebih kawat berisolasi.Kabel listrik biasanya terdiri dari isolator dan konduktor. Isolator di sini adalah bahan pembungkus kabel yang terbuat dari bahan thermoplastik atau thermosetting, sedangkan konduktornya terbuat dari bahan tembaga ( Copper ) ataupun aluminium ( Aluminum ).

Gambar 1. Kabel NFA2X-T 2x10 mm² 0,6 / 1 kV

Kabel listrik jenis NFA2X 2x10 mm² 0.6/ 1 kV adalah kabel listrik pilin udara

berisolasi XLPE (Cross Linked

Polyethylene), dengan netral bukan sebagai penggantung, berinti dua (inti fasa dan netral) dengan tegangan pengenal 0,6/1 kV, berpenghantar aluminium murni yang dipilin bulat dengan luas penampang 10 mm².

Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang

digunakan dalam penyusunan penelitian ini dilakukan dengan tahapan tahapan sebagai berikut.

(3)

Gambar 2. Diagram Alir Metodologi Penelitian

Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dominan terjadinya gagal uji tegangan tembus (Breakdown Voltage) sebesar 3,5 kV/AC selama 5 menit pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0,6/1 kV dan juga untuk menurunkan

tingkat gagal uji tegangan tembus (Breakdown Voltage) yang mencapai 34 %. Dengan pendekatan metode PDCA 8 (Delapan) langkah menggunakan alat bantu seven tools, Diagram alir penelitian ditunjukan pada gambar berikut.

(4)

Gambar 3. PDCA Delapan Langkah

Pengolahan data dengan Metode

PDCA 8 (Delapan) Langkah

menggunakan alat bantu 7 tools yang ada, yaitu : stratifikasi, check sheet, histogram, grafik, control chart, diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan (cause effect diagram / fishbone diagram) dan diagram pareto. Digunakannya tools tersebut karena disesuaikan dengan kebutuhan untuk pengolahan data pada penelitian ini, dan juga peran utama dari tools tersebut

adalah mengumpulkan data dengan

karakteristik yang berbeda pada setiap tools agar mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan nantinya digunakan untuk

memahami persoalan yang terjadi, menganalisis persoalan, mengendalikan

proses, mengambil keputusan dan

membuat rencana. Keterkaitan metoda PDCA 8 langkah dan 7 tools terdapat pada tabel pengolahan data dan analisa berikut :

(5)

Tabel 1 Objectivitas 8 Langkah Perbaikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada setiap proses produksi, tidak semua proses dapat berjalan baik sesuai dengan standar yang diharapkan. Pada kenyataannya seringkali masih ditemukan ketidaksesuaian antara produk yang dihasilkan dengan yang diharapkan, dimana kualitas produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar. Hal tersebut

disebabkan adanya

penyimpangan-penyimpangan dari berbagai faktor, baik yang berasal dari bahan baku, tenaga kerja maupun kinerja dari fasilitas-fasilitas mesin yang digunakan dalam proses produksi.

Hasil observasi lapangan yang

dilakukan akan mengangkat

permasalahan pada proses produksi kabel

NFA2X 2x10 mm² 0,6/1 kV yang

menyebabkan defect pada kabel. Defect diartikan dengan cacat atau kerusakan. Menurut Poppy Handayani (2012), Defect terbagi menjadi dua, yaitu Defect Appearance dan Defect Function. Defect

Appearance adalah cacat atau kerusakan

yang terlihat dipermukaan atau

berhubungan dengan penampilan fisik kabel. Sedangkan Defect Function merupakan cacat yang menyebabkan kegagalan fungsi yang nantinya akan

berdampak kepada keselamatan

pengguna (PLN) dan pemakai

(Masyarakat umum).

Penerapan

Metode

PDCA

8

(Delapan)

Langkah

dalam

Mengurangi Gagal Uji (Defect) Pada

Kabel Listrik Pilin Udara NFA2X

2x10 mm² 0.6/ 1 kV

Langkah Pertama : Menentukan Tema dan Analisis Situasi

Menentukan Tema dan Analisis Situasi adalah mengumpulkan data sehingga didapatkan histogram untuk masing-masing defect atau kegagalan yang disajikan agar dapat terlihat jelas.

(6)

Gambar 4. Histogram Defect Kabel NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV

Dari Histogram tersebut dapat

disimpulkan bahwa defect dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Defect Appearance, yaitu cacat atau

kerusakan yang terlihat dipermukaan

atau berhubungan dengan

penampilan fisik kabel (visual), seperti

halnya kerusakan dikarenakan

ketebalan rata-rata isolasi yang tidak sesuai standar, cacat karena warna isolasi dan cacat karena printing. Kerusakan ini sebanyak 18 haspel / drum dengan total panjang kabel mencapai 72,000 meter.

b. Defect Function, yaitu cacat atau

kerusakan yang menyebabkan

kegagalan fungsi yang dapat

berdampak kepada keselamatan pengguna, seperti :

a) Kerusakan dikarenakan putusnya konduktor kabel sebanyak 2 haspel / drum dengan total panjang kabel mencapai 8,000 meter.

b) Kegagalan hasil uji tahanan

penghantar melebihi batas

maksimum yang dipersyaratkan (Conductor Resistance > Spec), sebanyak 6 haspel / drum dengan total panjang kabel mencapai 24,000 meter.

c) Kegagalan uji tegangan tembus (Breakdown Voltage) sebesar AC 3,5 kV/5 menit ( SPLN 42-10 ), sebanyak 146 haspel / drum dengan total panjang kabel mencapai 584,000 meter.

Selanjutnya untuk menentukan tema yang akan dijadikan penelitian, maka hal

yang dilakukan adalah membuat

stratifikasi dan diagram pareto, sehingga dari stratifikasi dan diagram pareto tersebut dapat diketahui defect paling dominan yang terjadi pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV.

(7)

Tabel 2. Stratifikasi Hasil Uji Kabel NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV Sebelum Perbaikan

Sumber : Data Primer Hasil Pengujian QC Department Periode April - Juni 2013.

Gambar 5. Pareto Defect Kabel NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV

Dari Tabel Stratifikasi dan Diagram Pareto tersebut ditemukan bahwa defect terbesar yaitu kegagalan uji tegangan tembus ( breakdown voltage ) sebesar 34 % atau sama dengan 146 drum kabel dengan panjang 584,000 meter dari total 434 drum kabel dengan total panjang sebesar 1,736,000 meter dengan panjang untuk setiap drumnya adalah 2,000 meter. Salah satu tujuan penetapan tema ini adalah untuk mengidentifikasi defect atau kegagalan yang paling banyak muncul.

Langkah Kedua : Menetapkan Target

Kegagalan uji tegangan tembus

(breakdown voltage) merupakan defect (kegagalan / kerusakan) yang lolos

sampai dengan proses akhir, dan baru terdeteksi ketika adanya pengujian yang dilakukan oleh inspector atau penguji dari Quality Department. defect ini umumnya disebabkan karena adanya pin hole (bintik/lubang) di isolasi kabel yang diakibatkan dari proses mesin atau dari material yang digunakan.

Untuk mengatasi permasalahan yang ada, maka diperlukan target sebagai sumber

acuan dalam penetapan hasilnya.

Berdasarkan data aktual kegagalan dikarenakan tidak lulus uji tegangan tembus (Breakdown Voltage) AC 3,5 kV/5 menit yang mencapai 34 % target yang akan dicapai adalah 0 % seperti terlihat pada gambar berikut.

(8)

Gambar 6. Grafik Target yang Akan Dicapai Langkah Ketiga : Analisis Faktor dan

Menentukan Sumber Penyebab

Pada tahapan analisis faktor dan menentukan sumber penyebab dengan

diagram sebab akibat, dilakukan

brainstorming untuk mendapatkan informasi dalam mencari faktor-faktor penyebab terjadinya kabel gagal uji tegangan tembus (breakdown voltage) pada kabel NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV, yaitu :

1) Man

a. Cleaning screw X-head tidak konsisten dilakukan, jadwal tidak teratur, yang dalam hal ini adalah

menjadi tanggung jawab dari

Production Department.

b. Tidak dilakukan sistem pendinginan screw oleh operator produksi sebelum mesin beroperasi dan saat mesin beroperasi.

c. Drying bin tidak difungsikan pada saat proses berlangsung, sehingga banyak material dengan kondisi lembab yang ikut mengalami proses sehingga menimbulkan bintik lubang / pin hole pada kabel.

d. Keterampilan dan kepedulian

operator yang minim, tidak

a. Mesin ekstrusi yang dipakai tidak

mempunyai mesh screen yang

berfungsi sebagai penyaring (filter) dari kotoran atau gumpalan material-material yang diproses.

b. Monitor (display) mesin 801 yang sudah rusak, banyak parameter parameter tidak dapat terbaca dan terlihat dikarenakan kondisi monitor tersebut yang rusak.

4) Method

a. Tidak adanya alat spark tester (rusak) yang dapat berfungsi sebagai indikator kebocoran isolasi pada saat proses dimesin ektrusi 801.

b. Tingginya temperature zone

pressured di zone 5, 6 dan 7 yang dapat mengakibatkan material XLPE mengalami pre X-link sebelum material keluar x-head sehingga dapat menimbulkan kerak atau gumpalan pada isolasi setelah proses ektrusi.

c. Dosage pewarna hitam (PE Black Master Batch) yang terlalu besar (1,6%) sehingga dimungkinkan bisa mengakibatkan cepat timbulnya kerak dipermukaan kabel.

(9)

Dari kelima faktor penyebab permasalahan yang didapatkan tersebut, selanjutnya dituangkan didalam suatu bentuk kuesioner, dimana hal tersebut dilakukan untuk mengetahui penyebab paling dominan dari faktor-faktor penyebab terjadinya defect (kegagalan / kerusakan) pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV.

Berdasarkan data hasil kuesioner yang didapatkan, selanjutnya dibuat diagram pareto yang bertujuan untuk melihat faktor penyebab terbesar terjadinya defect atau kegagalan pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV seperti yang ditunjukan pada gambar berikut.

Gambar 7. Pareto Penyebab Defect Paling Dominan Hasil Kuesioner

Dari Diagram Pareto tersebut diketahui bahwa, faktor-faktor dominan

yang sangat mempengaruhi defect

(kegagalan / kerusakan) pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV adalah pada faktor manusia dan faktor metode yang masing-masing mempunyai 4 penyebab kegagalan dapat terjadi. Selain menggunakan Diagram Pareto, digunakan juga diagram sebab akibat

seperti ditunjukan pada gambar 7 yang bertujuan untuk menunjukan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab sehingga dapat terjadi defect (kegagalan / kerusakan) pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV.

(10)

Gambar 8. Diagram Sebab Akibat (Cause Effect Diagram) Langkah Keempat : Mencari Ide

Perbaikan (Root Cause Analysis) dengan 5W2H

Setelah diketahui analisis faktor dan menentukan sumber penyebab dengan alat bantu pengendalian kualitas menggunakan diagram pareto dan juga diagram sebab akibat, maka selanjutnya

diusulkan ide perbaikan dalam

menanggulangi permasalahan yang terjadi pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV, seperti yang dituangkan dalam tabel Root Cause Analysis dengan 5W2H (What, Why, Who, Where, When dan How)

(11)

Langkah Kelima : Implementasi Ide Perbaikan dengan Depenelitian Perbaikan

Man

a. Diterbitkannya “ Publish Document “oleh Process Engineer Department (PE) yang ditanda tangani oleh masing-masing kepala Departemen Produksi, QC, Design, QA, Manager Plant dan GM Operation dengan hasil diputuskannya jadwal cleaning screw X-head maksimum 4 hari. Diputuskannya cleaning screw X-head maksimum 4 hari, karena kemungkinan banyaknya material yang menempel atau meninggalkan sisa pada screw setelah diproses secara terus menerus, sehingga jika dibiarkan melebihi dari 4 hari akan menimbulkan kerak pada hasil ekstrusi

b. Melakukan pengecekan sistem pendinginan screw yang terdapat di

mesin, seperti halnya : cek

temperature control, cek pressure control, dll

Hal ini dimaksudkan, agar sebelum proses berjalan dan mesin dalam kondisi “ON“ sistem pendinginan pada screw sudah berjalan dengan baik.

c. Memfungsikan drying bin ( proses pengeringan / pemberian uap panas

sebelum material masuk ke

cerobong / hopper mesin ) untuk material yang akan diproses pada temperatur 60°C selama 3 jam. Hal ini dilakukan agar material menjadi kering atau tidak lembab pada saat material mulai diproses sehingga tidak menimbulkan bintik lubang (pin hole ).

d. Sosialisasi dan Pelatihan Operator. Hal ini dilakukan agar operator dapat lebih memahami proses yang baik dan benar, sekaligus transfer ilmu kepada operator-operator baru khususnya. Misalnya : Internal Training oleh operator senior yang berpengalaman pada mesin ekstrusi 801, Briefing oleh kepala

memberikan arahan atau tahapan-tahapan proses yang baik dan benar.

Material

Disimpan ditempat dengan resiko kerusakan atau kelembaban lebih kecil, seperti : Gudang bahan baku yang steril dan terjaga temperatur ruangnya, hal ini dilakukan agar material XLPE maupun PE MB Black yang akan dipakai untuk proses isolasi tidak rusak, gumpal atau lembab yang diakibatkan kemasan

material tersebut rusak dan

terkontaminasi air.

Machine

a. Untuk mengatasi kotoran atau gumpalan material yang terbawa proses dikarenakan mesin tidak

mempunyai mesh screen yang

berfungsi sebagai penyaring (filter) dari kotoran atau gumpalan material, maka hal yang harus dilakukan adalah menggunakan mesin ekstrusi lain yang mempunyai mesh screen untuk proses kabel jenis ini.

b. Mengganti monitor (display) mesin 801 yang rusak dengan monitor baru untuk menghindari pembacaan yang salah pada saat setting awal proses mesin.

Method.

a. Memperbaiki alat spark tester dan memasangnya di mesin ekstrusi 801 sehingga kebocoran proses isolasi pada saat proses dilakukan dapat terdeteksi sejak awal.

Fungsi spark tester : Mendeteksi logam ( jika terjadi kebocoran pada isolasi, penghantar logam aluminum dapat langsung terdeteksi) yang ditandai dengan bunyi atau alarm.

c. Menurunkan temperatur zone

pressured sebesar 5°C pada zone 5, 6 dan zone 7, karena pada zone ini

temperatur yang digunakan

dimungkinkan masih terlalu tinggi, diturunkannya temperatur pada zone ini agar tidak terjadi panas yang

(12)

dapat menyebabkan terjadi pre X-link terhadap material XLPE yang

dapat menyebabkan kerak /

gumpalan pada permukaan isolasi kabel hasil proses ekstrusi.

d. Menurunkan dosage pewarna hitam ( PE Black Master Batch ) dari 1,6 % menjadi 0,8 %. Dari hasil trial yang telah dilakukan, maka didapatkan komposisi dosage ideal sebagai berikut :

- Dosage pewarna hitam > 0.8 % maka lebih cepat menimbulkan kerak.

- Dosage pewarna hitam < 0.8 % maka warna kabel tidak hitam sempurna atau transparan. e. Mengatur pengapian burner di

depan x-head ektrusi menjadi lebih kecil, sehingga tidak cepat timbul kerak atau gumpalan dipermukaan kabel setelah keluar dari proses ekstrusi.

Environment

Untuk mengatasi masalah dari faktor lingkungan ( Environment ), maka diusulkan ide perbaikan dengan memastikan kemasan material XLPE tidak ada yang rusak ataupun sobek sebelum dipakai, agar tidak tidak tercampur debu / kotoran yang dapat mengakibatkan kerak atau

material kasar setelah material keluar dari proses ekstrusi.

Langkah Keenam : Evaluasi Hasil

Jika dilihat pada hasil kuesioner dan juga gambar diagram pareto 4.17, penyebab paling dominan yang mengakibatkan defect pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV adalah dari faktor metode. Dimana terlalu tingginya temperatur yang diberikan pada zone 5, 6 dan zone 7. Dari hasil perbaikan yang dilakukan, selanjutnya didapatkan hasil nyata sebagai berikut :

a. Perbaikan dengan Metode Pertama ( 1 )

Dari hasil Brainstorming pertama selanjutnya dilakukan perbaikan dengan metode : Menurunkan temperature zone pressured sebesar 5°C di zone 5, 6 dan 7 dan juga melaksanakan cleaning screw X-head pada mesin 801 sebelum mesin digunakan kembali untuk proses isolasi kabel yang sama, yaitu proses isolasi untuk kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV. Dari Check Sheet data hasil pengujian di dapatkan hasil startifikasi sebagai berikut.

(13)

grafik prosentase penurunan breakdown tersebut seperti ditunjukan pada gambar

berikut.

Gambar 9. Grafik Penurunan Breakdown dengan Perbaikan Metode Pertama

b. Perbaikan dengan Metode Kedua (2)

Dari hasil Brainstorming kedua,

selanjutnya dilakukan perbaikan dengan metode : Menurunkan dosage MB Black dari 1,6 % menjadi 0,8 %, Mengeringkan

MB dari kelembaban dengan cara

dipanaskan dengan temperatur 60°C selama 3 jam, Memperbarui kondisi

monitor di mesin 801 yang sudah tidak terbaca, Melakukan pengecekan sistem pendinginan screw dan memastikan spark tester terpasang (difungsikan selama proses isolasi di mesin 801). Dari Check Sheet data hasil pengujian setelah perbaikan kedua selanjutnya di dapatkan startifikasi seperti ditunjukan pada tabel 2.

Tabel 5. Stratifikasi Hasil Uji Setelah Perbaikan dengan Metode 2

Sumber : Data Primer Hasil Pengujian QC Department yang diolah, 2013 Hasil Stratifikasi pada tabel tersebut dapat

disimpulkan bahwa, tingkat gagal uji tegangan tembus (breakdown voltage) mengalami penurunan sebesar 11.8 % yang didapat dari sebelum perbaikan sebesar 34 % dan setelah perbaikan yang

dilakukan dengan menggunakan metode kedua adalah sebesar 22.2 %. Gambar grafik prosentase penurunan breakdown tersebut seperti ditunjukan pada gambar berikut.

(14)

Dari hasil perbaikan yang dilakukan dengan kedua metode tersebut (kesatu dan kedua), dapat disimpulkan bahwa metode yang dilakukan pada tahap pertama lebih efektif dibandingkan perbaikan dengan menggunakan metode kedua. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa faktor dominan penyebab defect (kegagalan / kerusakan) pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV adalah benar diakibatkan karena tingginya temperature zone pressured pada zone 5, 6 dan 7 dan juga sistem cleaning screw yang selama ini tidak berjalan dengan baik.

Evaluasi Hasil Ditinjau dari Biaya Repair

Dengan menurunnya tingkat gagal uji tegangan tembus (breakdown voltage) dari 34 % menjadi 14.3 % (perbaikan metode pertama) dan 34 % menjadi 22.2 % (perbaikan metode kedua) maka secara tidak langsung akan mempengaruhi

berkurangnya beban biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan untuk perbaikan (repair). Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi sebuah defect karena gagal uji tegangan tembus (breakdown voltage) bukan hanya biaya material saja, tetapi meliputi biaya tenaga kerja dan juga biaya pemakaian listrik. Total biaya yang dikeluarkan untuk melakukan perbaikan terhadap 1 titik lubang (pin hole) pada setiap 1 drum defect breakdown voltage seperti ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 6. Biaya Perbaikan ( Repair )

Total biaya yang dikeluarkan untuk setiap 1 titik berlubang (pin hole) pada setiap 1 drum yang diperbaiki adalah sebesar Rp 23,328,- sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan sebanyak 146 drum kabel gagal uji

tegangan tembus (breakdown voltage) sebelum perbaikan adalah sebesar Rp

3,405,888,- dan total biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan sebanyak 59

drum kabel gagal uji tegangan tembus

(breakdown voltage) setelah perbaikan

Rp 1,376,352,- dan 65 drum kabel gagal

uji tegangan tembus (breakdown voltage) setelah perbaikan dengan metode kedua sebesar Rp 1,516,320,- Sehingga, didapat

total biaya yang dapat dihemat

perusahaan sesudah dilakukan perbaikan dengan metode pertama sebesar Rp 2,029,536,- dan perbaikan dengan metode

kedua total biaya yang dapat dihemat sebesar Rp 1,889,568,- seperti ditunjukan pada grafik penurunan biaya perbaikan berikut ini.

(15)

Gambar 12. Grafik Penurunan Biaya Perbaikan dengan Metode Kedua

Dari hasil penurunan biaya tersebut, maka didapat prosentase penurunan biaya sebagai berikut :

Langkah Ketujuh : Standarisasi dan Rencana Pencegahan

Pada proses perbaikan (Improvement) maka diperlukan standarisasi yang berfungsi sebagai penopang roda PDCA agar tidak kembali ke proses sebelum dilakukan perbaikan. Standarisasi yang

digunakan adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan Working Instruction (WI). SOP merupakan standar-standar yang sudah dibuatkan sebagai petunjuk bagi karyawan (Production, Maintenance, PE, QC, dll) dalam melaksanakan sebuah proses yang berkaitan dengan pekerjaan, sedangkan WI (Work Intruction) lebih mengarah kepada perintah – perintah atau kebijakan atasan dalam menunjang proses perbaikan (Improvement) agar berjalan sesuai dengan rencana (Poppy Handayani, 2012). Standarisasi proses perbaikan yang sudah dilakukan pada

proses mengurangi kegagalan uji

tegangan tembus dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Standarisasi Improvement Proses Isolasi Kabel

Sumber : PT. BICC BERCA Cables, 2013 Langkah Kedelapan : Penetapan

Rencana Berikut

Setelah menentukan solusi yang bisa diimplementasikan maka dipikirkan cara

Pada penetapan rencana berikutnya dari proses perbaikan yang dilakukan, selanjutnya dilakukan evaluasi ulang untuk memastikan bahwa implementasi solusi

(16)

yang ditetapkan belum sepenuhnya tercapai, aktual dari proses perbaikan baru mengurangi kegagalan (defect) dari 34 % menjadi 14.3 % (Perbaikan Pertama) dan dari 34 % menjadi 22.2 % (Perbaikan Kedua). Agar target bisa mencapai 0 %,

maka perlu dilakukan evaluasi kembali yang bisa meningkatkan kualitas pada proses produksi kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV berikutnya.

Gambar 13. Grafik Target Perbaikan Selanjutnya dari Metode Pertama

Gambar 14. Grafik Target Perbaikan Selanjutnya dari Metode Kedua

KESIMPULAN

a. Faktor-faktor penyebab terjadinya gagal uji tegangan tembus (breakdown voltage) pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV berasal dari faktor :

- Manusia (Man), yaitu cleaning screw X-head tidak konsisten, tidak

- Metode kerja (Method), yaitu tidak adanya spark tester, temperature zone pressured tinggi, dosage MB Black terlalu besar.

- Lingkungan kerja (Environment), yaitu debu / kotoran tercampur material pada saat proses.

Berdasarkan Diagram Pareto dan hasil perbaikan yang didapatkan, maka

(17)

% dengan total biaya perbaikan Rp 1,376,352,) sehingga penurunan biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh

perusahaan adalah sebesar Rp

2,029,536,- dengan prosentase

penurunan biaya sebesar 60 %.

Sementara penurunan tingkat gagal uji dengan menggunakan metode kedua didapatkan penurunan sebesar 11.8 % (sebelum perbaikan 34 % dengan biaya perbaikan Rp 3,405,888,- dan setelah perbaikan 22.2 % dengan total biaya perbaikan Rp 1,516,320,-) sehingga penurunan biaya perbaikannya adalah

sebesar Rp 1,889,568,- dengan

prosentase penurunan biaya sebesar 55 %.

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, Juita. 2005. “Evaluasi Pengendalian Kualitas Total Produk Pakaian Wanita Pada Perusahaan Konveksi.” Jurnal Ventura, Vol. 8, No.

1, April 2005.

Al Fakhri, Faiz. 2010 Analisis Pengendalian Kualitas Produksi di PT. Masscom Graphy dalam Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik “ Diakses tanggal 21 Februari

2013. dari www.google.com Fak. Ekonomi – Universitas Diponegoro. Gasperz, Vincent. 2005. Total Quality

Management. Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Handayani, Poppy. 2012.

MENURUNKAN BIAYA REPAIR DENGAN MENGURANGI DEFECT

UNIT PROSES PAINTING

MENGGUNAKAN METODA PDCA 8 LANGKAH PADA PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR “ Diakses tanggal

8 Mei 2013.

Hatani, La. 2008. “Manajemen

Pengendalian Mutu Produksi Roti Melalui Pendekatan Statistical Quality Control (SQC).” Diakses 21

Februari 2013, dari

www.google.com/Jurusan Manajemen FE Unhalu.

Statistik Untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer, Gramedia.

Nur Ilham, Muhammad. 2012 “ Analisis

Pengendalian Kualitas Produk Dengan Menggunakan Statistical Processing Control ( SPC ) Pada PT. BOSOWA MEDIA GRAFIKA ( TRIBUN TIMUR ) ” Diakses tanggal 21 Februari

2013. dari www.google.com Fak. Ekonomi dan Bisnis – Universitas Hasannudin, Makasar.

Nasution, M. N.. 2005. Manajemen Mutu

Terpadu. Bogor : Ghalia Indonesia.

Poerwanto, Hendra, Pengertian Dan Tujuan Statistical Process Control (SPC) / Pengendalian Kualitas Statistik (PKS) Oleh Sumber : Yamit,

Zulian. 2001. Manajemen Kualitas Yogyakarta : Ekonosia & Ariani, Dorothea Wahyu. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: Andi Offset. Diakses tanggal 26 april 2013. Suardi, Rudi. 2003. Sistem Manajemen

Mutu ISO 9000: 2000 Penerapannya untuk mencapai TQM. Cetakan Kedua. Jakarta : Penerbit PPM.

Sugiono, Syahu. 2003. Kamus

Manajemen (mutu), Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.

Supranto, 2007. Statistik untuk

Pemimpin Berwawasan Global edisi

2, Salemba Empat.

SPLN No.1 : 1995, Departemen

Pertambangan Dan Energi

(Perusahaan Umum Listrik Negara). SPLN No.42-10 : 1993, Departemen

Pertambangan Dan Energi

(Perusahaan Umum Listrik Negara). Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana.

2003. Total Quality Management.

Edisi 5. Yogyakarta : Penerbit Andi. Yuri, M.Z.T, dan Nurcahyo, Rahmat, 2013.

TQM : Manajemen Kualitas Total dalam Perspektif Teknik Industri,

Jakarta, Indeks.

Zulian Yamit, 2003. Manajemen Produksi

dan Operasi Edisi.2, Yogyakarta. Ekonisia.

(18)

tools-yang-digunakan-untuk-pengendalian-kualitas-quality-control/ Diakses tanggal 4 Maret 2013.

http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php?optio n=com_content&view=article&id=972:p

engendalian-kualitas&catid=25:industri&Itemid=14En siklopedia/ Pengendalian Kualitas / Tuesday, 28 February 2012 /sumber Diakses tanggal 4 Maret 2013

http://eskampiun.wordpress.com/2012/06/ 18/siklus-pdca/SUMBER : PDCA Cycle

Model mencari Akar

Masalah-Ikhtisar.com_Manajemen,

Kepemimpinan, Pengembangan

Diri.htm. Diakses tanggal 20 Maret 2013

http://qccindonesia.files.wordpress.com/20 09/10/pdca.jpg?w=460 Diakses tanggal 20 Maret 2013

www.google.com : PDCA /Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Diakses 4 April 2013

Gambar

Gambar 2. Diagram Alir Metodologi Penelitian Untuk mengetahui faktor-faktor
Gambar 3. PDCA Delapan Langkah Pengolahan data dengan Metode
Tabel 1 Objectivitas 8 Langkah Perbaikan
Gambar 4. Histogram Defect Kabel NFA2X 2x10 mm² 0.6/1 kV Dari Histogram tersebut dapat
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh International Council of Nurses (2001) yang menyatakan, bahwa melibatkan partisipasi perawat dalam setiap

Penelitian ini bertujuan mempelajari formulasi minuman teh herbal daun kopi dengan penambahan kulit buah naga merah sebagai minuman teh herbal , serta menganalisis

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH

Implementasi moral Pancasila untuk menguatkan sikap wawasan kebangsaan pada anggota pemuda muhammadiyah di wilayah Kelurahan Loabakung Kecamatan Sungai Kunjang Kota

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, Tuhan Semesta Alam atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

durumlarına ait süperpozisyon kuvvetleri (EY, EIY ve min çubuk kuvvetleri) esas alınarak boyutlandırılır. Dikme ve diyagonal elemanları için ise genellikle, tek

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut, (1) Abd el Rahman sebagai tokoh utama (yang) utama memiliki sifat: rajin beribadah, pemberani, bijaksana, pandai,