7
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengenalan Telapak Tangan Manusia
Menurut Zhang (2004), telapak tangan manusia adalah sebuah pola yang disusun dari karakteristik fisik dari kulit manusia yang terdiri dari garis, titik dan tekstur. Telapak tangan manusia memiliki banyak fitur yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu seperti garis tangan, kerutan, ridges, dan titik
minutiae. Selain itu telapak tangan juga memiliki luas permukaan yang lebih besar
dibandingkan dengan jari tangan. Menurut Zhang, terdapat enam buah fitur utama yang dapat diperoleh dari telapak tangan.
i. Fitur Geometri: Fitur geometri yang sesuai seperti panjang, lebar, dan luas dari telapak tangan sangat mudah untuk diperoleh.
ii. Fitur Garis Tangan: Bentuk dan lokasi dari garis tangan merupakan karakteristik fisik yang paling penting untuk mengidentifikasi individu karena stabil atau jarang untuk berubah bentuk.
iii. Fitur Kerutan: Pada telapak tangan terdapat banyak kerutan yang berbeda dengan garis tangan karena keriput pada telapak tangan lebih tipis dan lebih tidak beraturan. Kerutan dapat diklasifikasi menjadi kerutan kasar dan halus sehingga fitur yang lebih detail dapat diperoleh.
iv. Titik Datum: Dua buah titik akhir diperoleh dengan menggunakan garis tangan ini bernama titik datum. Titik datum berpotongan di
kedua sisi telapak tangan yang memberikan sebuah cara yang stabil untuk mendaftarkan telapak tangan.
v. Fitur Titik Delta: titik delta didefinisikan sebagai pusat dari wilayah yang seperti delta pada telapak tangan. Titik delta menyediakan pengukuran yang unik dan stabil untuk otentifikasi dan identifikasi menggunakan telapak tangan.
vi. Fitur Minutiae: Sebuah telapak tangan pada dasarnya disusun dari
ridges, yang memungkinkan fitur minutiae digunakan sebagai alat
pengukuran lain yang signifikan.
Empat fitur pertama dapat diperoleh dengan menggunakan telapak tangan yang bertinta maupun tidak, sedangkan dua terakhir fitur hanya bisa diperoleh dengan menggunakan telapak tangan bertinta yang biasanya memiliki resolusi yang relative tinggi.
Selain kaya akan fitur, telapak tangan juga memiliki keunggulan dibandingkan teknologi biometrik berbasis tangan lainnya:
i. Dibandingkan dengan jari, telapak tangan memiliki permukaan yang lebih besar sehingga lebih banyak fitur yang dapat diekstrak. ii. Kecil kemungkinan seorang individu untuk melukai telapak
tangan, dan fitur garis pada telapak tangan stabil sepanjang hidup seseorang.
iii. Dibandingkan teknologi geometri tangan 3D, telapak tangan memiliki lebih banyak fitur unik yang dapat digunakan untuk identifikasi.
iv. Karena sensor pengambil gambar telapak tangan menggunakan resolusi yang lebih rendah dibanding sidik jari, maka waktu komputasi yang dihasilkan baik disisi preprocessing dan fase ekstraksi fitur jauh lebih cepat.
2.2. Feature Extraction
Tantangan dalam pengenalan telapak tangan adalah untuk menemukan suatu hal yang dapat digunakan untuk membedakan telapak tangan setiap manusia, karena hampir mustahil untuk membandingkan dan mengamati perbedaan atau kesamaan antara telapak tangan manusia. Oleh karena itu dibutuhkan proses untuk mengubah data menjadi data yang dapat diolah untuk mengamati perbedaan dan kesamaan antar telapak tangan yang disebut ekstraksi fitur. Pada umumnya, data hasil dari ekstrasi fitur sangatlah besar, dan membuat proses klasifikasi menjadi tidak efisien. Oleh karena itu reduksi dimensi dibutuhkan untuk memperkecil ukuran data agar proses pengolahan menjadi lebih efisien (Maaten, Postma, & Herik, 2009). Salah satu metode yang digunakan untuk ekstraksi fitur dan reduksi dimensi adalah wavelet transform.
2.2.1 Wavelet Transform
Wavelet yang berarti gelombang kecil dan pembelajaran tentang
transformasi wavelet adalah sebuah alat baru untuk analisa sinyal seismik. Analisa wavelet menjadi metode baru untuk memecahkan masalah yang sulit pada kompresi data, signalprocessing, imageprocessing, pengenalan pola. Wavelet membuat informasi seperti music, suara, gambar dan pola untuk didekomposisi menjadi bentuk dasar pada posisi dan skala yang berbeda dan kemudian direkonstruksi dengan presisi yang tinggi (Sifuzzaman, Islam, & Ali, 2009).
Transformasi wavelets dapat dibagi menjadi dua, Continuous Wavelet
Transform (CWT) dan Discrete Wavelet Transform (DWT). Seluruh fungsi
wavelet Ψ terbagi atas beberapa jenis yang berupa Haar Wavelet, Meyer
Wavelet, Morlet Wavelet, Mexican Hat Wavelet dan Daubechies Wavelet(Lee
& Yamamoto, 1994).
2.2.1.1 Continuous Wavelet Transform
CWT memungkinan terjadinya analisa deret waktu pada frekuensi tertentu atau kumpulan frekuensi, yang membuatnya sangat berguna
Gambar 2.3Mother Wavelets a)Haar b)Daubechies c)Meyer d)Morlet e)Mexican Hat
untuk ekstraksi fitur (Merino, et al., 2014). Sebuah CWT dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut:
, 1
| | ·
Dimana:
, = sinyal yang sudah ditransformasi dengan fungsi dari parameter translasi dan parameter ukur s.
= Mother Wavelet Sinyal Awal
2.2.1.2 Discrete Wavelet Transform (DWT)
Pada DWT, deret waktu dianalisa dengan menggunakan metode
coding sub-band, yang menyediakan resolusi rendah untuk frekuensi
rendah, dan resolusi tinggi untuk resolusi yang tinggi (Merino, et al., 2014). Pada DWT, sinyal dibagi menjadi dua bagian, bagian dengan frekuensi rendah dan bagian dengan frekuensi tinggi dengan menggunakan dua buah filter yang disebut low-pass filter dan high-pass
filter. Hasil filter diambil untuk melalui proses yang disebut down-sampling, dan nama dari seluruh proses ini adalah dekomposisi. Proses
dekomposisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
· 2
· 2
Dimana adalah hasil high-pass filter, adalah hasil
sinyal awal, 2 adalah high-pass filter dan 2 adalah
low-pass filter(Polikar, 1999). Proses dekomposisi dapat dilakukan
secara terus-menerus hingga tercapai hasil dekomposisi yang diinginkan pada level-n.
Setelah dekomposisi tingkat pertama, wavelet menghasilkan empat
sub-band, yaitu: LL1, LH1, HL1, dan HH1. Untuk setiap tingkat
dekomposisi yang berhasil, sub-band LL akan menjadi input untuk ke
level dekomposisi selanjutnya. Untuk dekomposisi tingkat kedua,
proses DWT dilakukan pada LL1 sehingga menghasilkan LL2, LH2,
HL2, dan HH. Begitu juga ketika ingin melakukan dekomposisi tingkat
ketiga, DWT dilakukan pada LL2 sehingga menghasikan empat buah
sub-band yang berupa LL3, LH3, HH3, dan HL3(Sharma & Swami,
2.2.1.3 Dual Tree Complex Wavelet Transform (DTCWT)
Konsep dual-tree complex wavelet transform pertama kali diperkenalkan oleh Kingsbury pada tahun 1998. Menurut Kingsbury
DTCWT memiliki kelebihan dari Discrete Wavelet Transform berupa
perkiraan akan pergeseran invariant yang baik, memiliki selektivitas arah yang baik pada kasus dua dimensi (2D) dengan filter seperti gabor, memiliki perfectreconstruction, redundansi yang terbatas.
DTCWT juga memiliki dua buah tree, tree yang pertama memberikan bagian yang nyata dari proses transformasi, sedangkan yang kedua memberikan bagian imajiner dari proses transformasi. Kedua transformasi wavelet menggunakan dua filter yang berbeda untuk melakukan proses inverse agar masing-masingtree mencapai kondisi PR (Perfect Reconstruction) (Selesnick, Baraniuk, & Kingsbury, 2005).
DTCWT terbagi menjadi dua buahfilter bank dimana bagian atas
adalah bagian nyata dari wavelet yang dinyatakan dengan tanda , sebagai low-pass / high-pass filter dan bagian bawah adalah bagian imajiner yang dinyatakan dengan tanda , sebagai
pass / high-pass filter.Filter yang terdapat pada transformasi DTCWT
dibagi menjadi 2 tipe, filter pada saat level dekomposisi 1 dan filter pada saat level dekomposisi lebih dari 1. Pada saat level dekomposisi DTCWT adalah 1, filter yang digunakan terdiri dari antonini, legall, near_sym_a, dan near_sym_b filter. Sedangkan untuk dekomposisi lebih dari 1, filter yang digunakan adalah Q-Shift Filter. Transformasi DTCWT 2D menghasilkan enam subband gambar di setiap tingkat yang berorientasi pada sudut: 15°, 45°, 75°, sedangkan yang dihasilkan pada DWT
adalah 3 buah subband dengan sudut 90,45, dan 0, atau yang dikenal sebagai subband vertical, diagonal, dan horizontal.
2.2.2 Grey-Level
Coocurence
Matrix
Tekstur mewakili sifat spatial level 1 yang dapat di ekstrak dari gambar
digital. Hal ini dapat didefinisikan dengan hubungan antara tingkat warna abu-abu
dalam pixel sekitar yang berkontribusi pada keseluruhan tampilan gambar. Salah satu metode yang paling populer untuk mengukur tekstur adalah Grey-Level
Coocurence Matrix (GLCM). Matrix ini mengandung frekuensi relatif dengan 2 pixel tetangga yang terdapat pada satu gambar, satu dengan corak abu-abu I dan
dengan corak abu-abu J(Marceau, Howarth, Dubois, & Gratton, 1990).
Untuk menjelaskan karakteristik tekstur tertentu dari gambar, beberapa fitur statistik seperti homogenitas (kesamaan), contrast, dan entropy dapat dihitung menggunakan GLCM. Setiap pengukuran dapat digunakan untuk membuat gambar tekstur yang baru yang dapat digunakan dalam ruang fitur spectral untuk klasifikasi. Selain itu metode statistik deskriptif ini memiliki keuntungan ganda dalam mendapatkan informasi spatial pada level yang signifikan untuk membedakan kategori yang berguna. Oleh karena itu metode ini
relatif sederhana untuk diterapkan pada sistem komputer dan algoritma klasifikasi yang ada(Marceau, Howarth, Dubois, & Gratton, 1990).
2.3. Pattern Recognition
Klasifikasi pola merupakan tahapan selanjutnya setelah melakukan ekstraksi fitur. Menurut Theodoridis & Koutroumbas (2008), pattern recognition adalah sebuah bidang keilmuan dengan tujuan untuk melakukan klasifikasi objek menjadi beberapa kategori atau kelas. Objek yang diklasifikasi dapat berupa gelombang sinyal, gambar, atau jenis pengukuran yang perlu diklasifikasi.
Pada dasarnya pengenalan pola terbagi menjadi dua jenis yaitu supervised pattern recognition dimana classifier memanfaatkan seluruh informasi yang dimiliki oleh data latihan (memiliki label class) dan unsupervisedpattern
recognitiondimanalabel class pada data latihan tidak disediakan dan classifier
harus mengungkap kesamaan dan mengelompokan datavector yang sama. Supervised pattern recognition terbagi atas beberapa jenis classifier yang umumnya adalah K- Nearest Neighbor (K-NN), SVM, Neural Network, Fuzzy, dsb.
Connie, Teoh, Goh, & Ngo (2005), membandingkanCosine Measurement pada K-NN dengan Probabilistic Neural Network (PNN) untuk melakukan pengenalan telapak tangan dan PNN memberikan akurasi yang paling tinggi dibandingkan metode lainnya yaitu sebesar 97%. Di tahun 2008, Zhu, Zhang, Xing, & Zhang menggunakan fuzzy logic sebagai classifier dan mendapatkan hasil sebesar 98.13%. Chakraborty, Bhattacharya, & Chatterjee (2013) menggunakan
back propagation neural network dan mendapatkan hasil akurasi rata-rata yang
2.3.1 Fuzzy System
Fuzzysystem adalah sebuah sistem dengan logika dasar berupa perkiraan
dan bukan hasil pasti, dan penalaran. Tidak seperti sistem logika klasik, sistem dengan logika fuzzy memiliki tujuan untuk membuat model yang kurang akurat dimana kemampuan penalaran manusia yang mengambil peran penting untuk membuat keputusan yang rasional pada lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat (Zadeh, 1988).
Di tahun 1962, Pawlak memperkenalkan sebuah pendekatan teori fuzzy yang berbeda yang menggunakan konsep fungsi keanggotaan yang disebut
rough sets. Rough sets memiliki dua jenis perkiraan, perkiraan bawah terdiri
dari seluruh elemen yang memiliki tingkat kepastian penuh ke himpunan yang sesuai, sedangkan perkiraan atas terdiri dari elemen yang mungkin menjadi anggota himpunan. Rough sets sering kali digunakan pada topik
machinelearning sebagai classifier dimana digunakan untuk menemukan fitur
terkecil untuk membedakan antar kelas (Engelbrecht, 2007).
Fungsi keanggotaan juga dikenal sebagai fungsi karakteristik dari himpunan fuzzy, dan mendefinisikan himpunan fuzzy. Fungsi keanggotaan ini juga digunakan untuk mengasosiasikan derajat keanggotaan dari masing – masing elemen ke himpunan fuzzy yang sesuai. Bentuk fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy dapat berupa berbagai bentuk atau dan perancang dari himpunan fuzzy memliki kebebasan dalam memilih fungsi keanggotaan yang sesuai namun fungsi tersebut memiliki batasan yang berupa:
2. Untuk setiap , haruslah unik, yang artinya elemen yang sama tidak dapat digunakan menjadi derajat keanggotaan yang berbeda untuk himpunan fuzzy yang sama.
Fuzzycontroller merupakan salah satu aplikasi yang terbesar dalam
aplikasi fuzzylogic. Dimana fuzzylogic sering dideskripsikan sebagai komputasi dengan kalimat daripada angka, fuzzycontroldideskripsikan sebagai pengendalian dengan kalimat dibanding persamaan matematika. Dengan demikian, strategi pengendalian tidak lagi dideskripsikan dengan menggunakan persamaan diferensial, melainkan dengan menggunakan himpunan aturan linguistik, sehingga lebih mudah mengerti oleh manusia.
Gambar 2.7 Ilustrasi Fungsi Keanggotaan tinggi badan(Engelbrecht, 2007)
Sebuah kontroler fuzzy dapat dianggap sebagai fungsi statis non-linear yang memetakan kontroler input ke kontroler output. Sistem memiliki respon yang harus dipertahankan pada apapun input yang diterima. Sebuah kontroler
fuzzy terdiri dari empat buah komponen utama, yang merupakan integral dari
operasi kontroler:
1. Fuzzyrulebase: basis aturan, atau basis pengetahuan, yang mengandung aturan fuzzy yang merepresentasikan pengetahuan dan pengalaman dari pakar sistem.
2. Condition Interface (Fuzzifier): fuzzifier menerima output asli dari sistem, dan mengubah nilai non-fuzzy tersebut menjadi derajat keanggotaan yang berhubungan dengan himpunan fuzzy. Proses fuzzifikasi nilai input juga terjadi melalui condition
interface.
3. Action Interface (Defuzzifier): action interface melakukan proses defuzzifikasi nilai output dari sistem untuk menghasilkan nilai
non-fuzzy yang merepresentasikan fungsi kontrol asli yang akan
diaplikasikan ke sistem.
4. Inference Engine: melakukan proses inferensi terhadap input yang
Perancangan kontroler fuzzy melibatkan aspek-aspek berikut: semesta pembicaraan harus didefinisikan, himpunan fuzzy serta fungsi keanggotaan untuk input dan output harus dirancang. Dengan bantuan ahli, aturan linguistik yang medeskripsikan prilaku dinamis harus didefinisikan. Perancang harus menentukan bagaimana mengimplementasikan fuzzifier,
inferenceengine, dan defuzzifier setelah mempertimbangkan seluruh pilihan
yang berbeda. Menurut Engelbrecht terdapat tiga jenis fuzzy kontroler:
1. Table-Based Controller: Digunakan pada semesta diskrit dimana semua kombinasi input dan output memungkinkan untuk dihitung dan kemudian disusun pada sebuah tabel. Untuk mendapatkan output yang sesuai sistem harus melihat tabel, dan hal ini menjadi tidak efisien untuk kondisi input dan output dengan jumlah besar.
2. MamdaniFuzzyController: kontroler tipe Mamdani mengikuti tahapan sederhana sebagai berikut:
1) Identifikasi dan menamai input variabel linguistik dan mendefinisikan rentang numeriknya.
2) Identifikasi dan menamai output variabel linguistik dan mendefinisikan rentang numeriknya.
3) Mendefinisikan himpunan fungsi keanggotaan fuzzy untuk setiap variabel input dan juga variabel output. 4) Membuat basis aturan yang mewakili strategi kontrol.
5) Melakukan fuzzifikasi nilai input
6) Melakukan inferensi untuk menentukan kekuatan dari aturan yang diaktivasi
7) Melakukan defuzzifikasi untuk menentukan tindakan yang sesuai
3. Takagi-Sugeno Controller: pada kontroler Takagi-Sugeno, nilai himpunan output dapat berupa kombinasi linear dari input. Pada dasarnya, struktur aturan dari kontroler fuzzy Takagi-Sugeno adalah sebagai berikut
, , . . . , , , . . . ,
Dimana adalah fungsi logikal, dan adalah beberapa fungsi matematika untuk input; adalah variabeloutput yang telah diinferensi, melambangkan input variabel, dan adalah himpunan
fuzzy yang melambangkan fungsi keanggotaan . Kelebihan utama
yang ditawarkan oleh kontroler Takagi-Sugeno adalah menyediakan kontrol yang lebih dinamis.
2.3.2 Artificial Neural Network
Otak manusia merupakan sebuah komputer yang kompleks,
non-linear dan pararel yang memiliki kemampuan untuk melakukan tugas seperti
pengenalan pola, persepsi dan kontrol motorik lebih cepat dibandingkan komputer lainnya, sebagai tambahan kemampuan lain untuk belajar, mengingat dan menggeneralisasi menjadi penetlitian dalam pemodelan algoritma dari sistem syaraf biologis yang disebut Artificial Neural Network
(ANN). Sebuah ANN adalah sebuah jaringan berlapis dari syaraf buatan.
dan sebuah output layer, setiap jaringan syaraf di satu layer saling terhubung secara keseluruhan atau sebagian dengan jaringan syaraf di layer berikutnya.
Artificial Neural Network telah diaplikasikan ke beberapa jenis
aplikasi untuk klasifikasi, penyamaan pola, optimisasi, kontrol, data mining, dan lainnya. Setiap neuron mengimplementasikan pemetaan nonlinear dari
menjadi [0, 1] atau [-1, 1], tergantung fungsi aktivasi yang digunakan untuk menentukan output dari neuron. Untuk setiap input , berat digunakan untuk menguatkan atau menghabiskan sinyal input. Syaraf buatan
kemudian menghitung net input signal dan menggunakan fungsi aktivasi untuk menghitung outputsignal . Kekuatan dari output signal dipengaruhi oleh nilai pembatas yang dikenal sebagai bias.
Fungsi menerima sinyal net input dan bias, dan kemudian menentukan output dari neuron. Fungsi tersebut dikenal sebagai fungsi aktivasi, pada umumnya ada banyak jenis fungsi aktivasi yang dapat digunakan: Linear, Step, Ramp, Sigmoid, Hyperbolic, dan Gaussian.
Meskipun meskipun fungsi yang disediakan tidak menyediakan pengetahuan, neural network dapat menentukan output yang sesuai dengan menggunakan learning atau belajar dari data yang diberikan. Learning terdiri dari menentukan nilai berat dan batasan pada neuron sampai kriteria tertentu dapat dicapai.Pada dasarnya terdapat tiga jenis pembelajaran atau learning pada neuralnetwork:
1. Supervised Learning, dimana neuron diberikan himpunan data yang berisikan input dan target (output yang diinginkan) yang berhubungan. Tujuan supervised learning adalah menyesuaikan nilai berat sehingga error antara output nyata dari
neuron dan target output t dapat diminimalkan.
2. Unsupervised Learning, yang bertujuan untuk menemukan pola atau fitur pada data input tanpa adanya bantuan dari pihak luar (data tidak memiliki target output). Biasanya digunkan untuk melakukan clustering dan melatih pola.
3. Reinforcement Learning, yang bertujuan untuk memberikan hadiah kepada neuron atau bagian dari neural network jika mendapatkan performa yang baik, dan memberikan hukuman kepada neuron jika mendapatkan performa yang buruk (Engelbrecht, 2007)
Setiap pembelajaran dalam neural network memiliki aturan pembelajaran yang terdiri dari:
1) Augmented Vectors: untuk menyederhanakan persamaan pembelajaran, inputvector ditambah untuk memasukan
inputunit tambahan, 1 yang dikenal sebagai unitbias dan
nilainya selalu -1, kemudian berat 1 digunakan sebagai nilai batasan.Netinputsignal dapat dihitung dengan rumus
∑ dimana 1 1 1.
2) Gradient Descent Learning Rule: Merupakan aturan
definisi dari fungsi error untuk mengukur errorneuron saat memperkirakan target.
3) Widrow-Hoff Learning Rule: juga dikenal sebagai algoritma
least-means-square (LMS), merupakan salah satu dari
algoritma pertama yang digunakan untuk melatih lebih dari satu neuralnetwork berlapis dengan neuron linear yang adaptif. 4) Generalized Delta Learning Rule: merupakan generalisasi dari
aturan latihan Widrow-Hoff yang mengasumsikan diferensiasi dapat dilakukan pada fungsi aktivasi.
5) Error Correction Learning Rule: Aturan ini memiliki asumsi bahwa nilai biner dari fungsi aktivasi yang digunakan.
2.3.3 Adaptive Neuro Fuzzy Inference System
Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) merupakan sebuah
sistem model fuzzyinferenceTakagi-Sugeno yang diimplementasikan pada
framework jaringan yang adaptif. ANFIS dapat berfungsi sebagai dasar untuk
membuat sistem fuzzy dengan aturan if-then dengan fungsi keanggotaan yang sesuai untuk menetapkan pasangan input-output.Sebuah jaringanyang adaptif sebuah jaringan merupakan struktur jaringan multilayerfeedforwardyang berisikan node dan hubungan sepanjang node yang terhubung. Dapat dikatakan, sebagian atau seluruh node adaptif, yang berarti hasil output bergantung pada parameter yang berkaitan pada node tersebut, dan aturan belajar menentukan bagaimana parameter harus dirubah untuk meminimalkan ukuran kesalahan yang telah ditentukan. Pada dasarnya aturan
belajar untuk jaringan yang adaptif berbasis gradient descent dan aturan rantai.
Arsitektur ANFIS direpresentasikan oleh dua buah aturan fuzzyif-then yang berbasis dari Takagi dan Sugeno:
1: ,
2: ,
Dimana & adalah input, & adalah himpunan fuzzy, adalah
output dalah wilayah fuzzy yang ditentukan oleh aturan fuzzy, , & adalah parameter perancangan yang ditentukan pada proses pelatihan.
Tugas utama dari algoritma pembelajaran pada arsitektur ANFIS adalah untuk mencocokan seluruh parameter , , dan , , yang dapat dimodifikasi untuk membuat outputANFIS sesuai dengan data latihan. Ketika premis dari fungsi keanggotaan dari , , sudah pasti, output dari modelANFIS dapat dirumuskan sebagai berikut:
Yang merupakan kombinasi linear dari
parameter , , , , , yang konsekuen dan dapat dimodifikasi. Metode
kuadrat terkecil dapat digunakan untuk mendapatkan nilai yang optimal dari
parameter. Ketika parameter premis tidak tetap, ruang untuk mencari
menjadi lebih besar dan konvergensi training menjadi lebih lambat. Algoritma pembelajaran hybrid dengan menggabungkan metode kuadrat terkecil dengan metode gradientdescent diadaptasi untuk menyelesaikan masalah tersebut, dimana metode hybrid disusun oleh forward pass dan
backward pass. Metode kuadrat terkecil (forward pass) digunakan untuk
mengoptimisasi parameter yang konsekuen dengan premis parameter sudah tetap. Ketika parameter konsekuen yang optimal ditemukan, backwardpass akan segera berjalan. Metode gradientdescent (backwardpass) digunakan untuk mengatur parameter premis yang sesuai ke dalam himpunan fuzzy pada wilayah input secara optimal. Output dari ANFIS dihitung dengan menggunakan parameter konsekuen yang ditemukan pada forwardpass. Nilai
error dari output digunakan untuk mengadaptasi parameter premis dengan
menggunakan algoritma backpropagation standar, dan hasil pelatihan dengan algoritma hybridsangatefisien. Dengan menggabungkan metode
fuzzyrule-based dan adaptiveneuralnetwork, ANFISmenghasilkan hasil yang lebih baik
dibandingkan metode fuzzy biasa dan metode ANN biasa (Jang, 1993).
2.4. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang pengenalan telapak tangan dengan berbagai macam metode ekstraksi fitur dan menggunakan berbagai classifier sudah banyak dilakukan. Pada tahun 2002, Zhang, et al menggunakan WaveletEnergyFeatures sebagai metode analisa multi-resolution, dan menggunakan similarity distance sebagai metode pencocokan. Dengan menggunakan symmlet wavelet pada level 4 didapatkan akurasi pengenalan sebesar 99.5%.
Pada tahun 2008, Ekinci dan Aykut melakukan penelitian dengan menggabungkan metode 2D Discrete Wavelet Transform sebagai metode ekstraksi fitur dengan Kernel PCA untuk reduksi dimensi dan menggunakan
Weighted Euclidean Linear Distance-Based Nearest Neighbor sebagai classifier,
akurasi yang didapatkan sebesar 99.654%. Di tahun yang sama Zhu, Zhang, Xing, & Zhang menggunakan probability feature image sebagai metode untuk mendapatkan fitur pada gambar telapak tangan dan menggunakan fuzzy sebagai metode pencocokan hasil yang didapat dengan metode tersebut cukup menjanjikan yaitu sebesar 98.13%.
Pada tahun 2010 Xu, Suo, Zhao, & Ding, menggabungkan metode
bi-directional compressed 2DPCA dengan PCA yang berbasis gabor wavelet,
dimana gabor wavelet digunakan untuk feature extraction dan menggunakan
B2DPCA dan PCA untuk reduksi dimensi. Dengan metode klasifikasi berupa K-Nearest Neighbor akurasi yang didapatkan sebesar 96.65%.Di tahun 2012, Kekre,
Walsh, Kekre, Hartley, Slant, Helmert dan dengan menghitung jarak Mean Square Error antara matriks sebagai classifier didapatkan hasil yang sangat menjanjikan
dimanasemua akurasi yang didapat diatas 90%,dan didapatkan akurasi tertinggi sebesar 94.45% & 94.35% yang didapatkan dengan menggunakan D.C.T. dan
Walsh Wavelet dengan size 26x26. Pada tahun yang sama Xuan, Li, & Mingzhe
menggunakan gabor wavelet untuk ekstraksi fitur entropy pada gambar dan menggunakan pulse-coupled neural network untuk reduksi dimensi. Dengan menggunakan metode klasifikasi support vector machine, didapatkan akurasi sebesar 99.72%.
Penelitian lain dengan menggunakan wavelet dilakukan oleh Imtiaz & Fattah pada tahun 2013, fitur entropy di ekstrak dari gambar telapak tangan dari database IITD dengan menggunakan discrete wavelet transform 2D
(2D-DWT),PCA sebagai metode reduksi dimensi dan menggunakan Euclidean distance sebagai metode klasifikasi didapatkan akurasi sebesar 99.72%. Di tahun
yang sama Chakraborty, Bhattacharya, & Chatterjee menggunakan Dual Tree
Complex Wavelet Transform 1D (1D-DTCWT) untuk mengekstrak koefisien fitur mean, maximum, dan median pada gambar telapak tangan. Dengan menggunakan backpropagation neural network Levenberf-Marquardt (BPNN-LM) dan Gradient Descent Backpropagation Neural Network (BPNN-GDX) hasil rata-rata yang
dicapai dari kedua metode sebesar 98.35%.Pada tahun 2014, Zaki, et al menggabungkan metode ekstraksi fitur wavelet transform (DWT) dengan metode reduksi dimensi PCA, dengan wavelet tipe Daubechies-4 (level 4) dan metode pencocokan berupa hamming distance didapatkan hasil pengenalan sebesar 99.44%. Pada tahun yang sama John & Raimond menggunakan pulse-coupled
neural network (PCNN) sebagai metode untuk mengekstrak fitur entropy dari
gambar dan menggunakan sebuah classifier yang berbeda untuk metode pencocokan yaitu dengan menggunakan adaptive neuro fuzzy inference system
(ANFIS), hasil yang didapatkan masih kurang tinggi yaitu sebesar 70%.
Metode ANFIS yang merupakan gabungan dari metode fuzzy rule-based dengan adaptive neural network, seharusnya hasil pengenalan dari metode ANFIS jauh lebih baik dibandingkan metode fuzzy atau neural network. Selain itu metode ekstraksi fitur dengan semua jenis wavelet memberikan tingkat akurasi pengenalan yang sangat menjanjikan, namun menurut Kingsbury untuk kasus pengenalan pola,masalah utama yang diderita oleh discrete wavelet transform adalah kurangnya pergeseran invarian sehingga koefisien wavelet yang dihasilkan menjadi bervariasi secara substansial. Karena properti dari pergeseran invarian sangat penting dalam pengenalan pola dancomplex wavelet transformtidak terpengaruhi akan hal tersebut maka DTCWT dapat menjadi solusi untuk menggantikan DWT.Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan metode ekstraksi fitur berupa discrete wavelet transform dan metode pengenalan ANFIS.