EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA PADANG
Andre Cahyana1, Erna Juita2, Afrital Rezki 2
1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat 2Dosen Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat
[email protected] ABSTRACT
This research is wanted to analyze and evaluation of changes land cover areas flood vurnerability in padang city. This research is descriptive quantitative. Sources of data taken in the primary data obtained from the image Landsat TM7 interpretation and secondary data collection from government instituion Bappeda and BPBD Padang city. Analysis techniques of data performed with Remote Sensing Analysis use for land use, Spatial Analysis for land cover change, Formula Percentage of Population use for factors affecting land cover change, and weighting flood vulnerebility parameter scores use for analysis of flood vulnerable areas. The results showed that 1.) Land use in Padang City from 2007 to 2017 consists of 11 land use and dominated by forest 42,092.4 Ha, and settlement. 2.) Changes in land cover in Padang City from 2007 to 2017 consisted of 22 land cover changes covering a total area of 15,763.6 Ha and dominated by rice fields transformed into settlements 3,998,5 Ha, and influenced by settlement expansion factor with area of 7,886.9 hectares can expand land cover change of 13,902.4 Ha, and population growth rate of 76,778 people can expand land cover changes of 15,678.1 Ha 3.) Flood vulnerable areas in the city of Padang is divided into 3 criteria that is : a.) Criteria of low flood vulnerability spread in 5 districts with a total area of 24,908.8 Ha and dominated in Koto Tangah Sub-district with an area 13,299.6 Ha, b.) Medium flood vulnerability criteria, spread over 7 districts with a total area of 16,174.8 Ha, and dominated in Pauh sub-district with an area of 4731.3 Ha, c.) Criteria of high flood vulnerability, spread over 11 districts with an overall area of 28,411.9 Ha, and dominated in Koto Tangah sub-district with an area of 7,698.4 Ha.
Keyword: Land use, Land cover, Changing of land cover, Flood vurnerability.
PENDAHULUAN
Penggunaan lahan adalah
interaksi manusia dan
lingkungannya, dimana fokus
lingkungan adalah lahan, sedangkan sikap dan tanggap kebijakan manusia
terhadap lahan akan menentukan
langkah-langkah aktivitasnya,
sehingga akan meninggalkan bekas
di atas lahan sebagai bentuk
penggunaan lahan (Ritohardoyo,
Menurut Liliesand dan Kiefer (1997) penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan
yang ada dipermukaan bumi,
penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Permukaan
bumi sebagian terdiri dari
kenampakan alamiah penutupan
lahan seperti vegetasi, salju, dan kenampakan hasil aktivitas manusia dalam penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan
diartikan sebagai suatu proses
perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun
sementara dan merupakan
konsekuensi logis dari adanya
pertumbuhan dan transformasi
perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri (Muiz, 2009).
Sedangkan perubahan tutupan lahan lebih kepada adanya perubahan vegetasi, dalam penggunaan lahan
dapat dikelompokan ke dalam
penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian meliputi hutan, sawah, ladang, perkebunan, dan lainnya. Penggunaan lahan nonpertanian seperti pemukiman, industri, dan perkantoran. (Arsyad, 2006 dalam Nilda, 2014).
Daerah rawan banjir
merupakan suatu wilayah yang diperkirakan akan menjadi sasaran banjir, wilayah yang rawan akan terjadinya banjir biasanya terletak pada daerah datar, dekat dengan sungai, berada di daerah cekungan dan daerah pasang surut air laut ( Hermon, 2012 ).
Tersedianya berbagai fasilitas dan kemudahan di daerah perkotaan mendorong terjadinya peningkatan
perubahan penggunaan lahan.
Akibatnya terjadi eksploitasi
sumberdaya alam yang berlebihan, perubahan tata guna lahan yang tak terkendali, dan menurunnya daya
dukung lingkungan. Salah satu
dampak dari aktivitas tersebut adalah
peningkatan bencana khususnya
banjir baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Kodoatie 2013 dalam Iswandu 2016).
Berdasarkan pengumpulan data dari BPS Kota Padang tahun 2014, wilayah kota Padang antara
tahun 1988-2014 telah terjadi
dinamika tutupan lahan. Lahan
terbangun (permukiman) terus
bertambah luasannya, sebaliknya
luasan daerah resapan mengalami penyempitan dari tahun ke tahun. Luas ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Padang sebesar 95.6% dari luas wilayah pada tahun 1988 dan mengalami penyempitan menjadi 88.1% dari luas wilayah tahun 1998,
tahun 2008 berkurang menjadi
83.8% dari luas wilayah, dan pada
tahun 2014 berkurang menjadi
83.5% dari luas wilayah. Antara tahun 1988-2014 RTH di Kota Padang mengalami konversi menjadi lahan terbangun sebesar 12.1% dari luas wilayah (BPS 2015).
Wilayah kota Padang antara
tahun 2009-2012 telah terjadi
peningkatan perluasan daerah
genangan banjir. Peningkatan dan perluasan daerah banjir di Kota Padang tidak terlepas dari perubahan penggunaan lahan terbuka menjadi tutupan lahan terbangun, khususnya untuk pengembangan permukiman.
Perubahan ruang terbuka hijau
menjadi lahan terbangun akan
mendorong terjadinya perluasan
daerah berisiko banjir. Hal ini terjadi karena semakin sempitnya ruang untuk air melakukan infiltrasi, dan sebaliknya terjadi peningkatan aliran permukaaan dan wilayah genangan banjir (BPBD Kota Padang, 2012).
Pertumbuhan penduduk di Kota Padang dari waktu ke waktu
terus meningkat sehingga akan
meningkatkan laju perubahan
penggunaan dan penutupan lahan, dan semakin berkurangnya daerah resapan menjadi daerah terbangun
serta terjadinya perluasan dan
frekuensi kawasan rawan serta
berisiko bencana banjir dari waktu ke waktu.
Banjir yang melanda
pemukiman masyarakat selalu
berkaitan dengan penataan ruang dan pengelolaan lingkungan. Selanjutnya, untuk mengidentifikasi luas sasaran daerah rawan banjir dengan skala wilayah yang cukup luas, maka dengan teknologi remote sensing,
penginderaan jauh dan Sistem
Informasi Geografi (SIG) sangat membantu para pembuat kebijakan
dalam upaya menentukan perubahan tutupan lahan terbangun dan zona
kawasan rawan banjir, serta
penanggulangan bencana banjir. Oleh karena itu, dengan
adanya permasalahan perubahan
tutupan lahan yang kurang baik dan nantinya juga berdampak terhadap meningkatnya luasan daerah rawan banjir di kota Padang, maka penulis tertarik melakukan suatu penelitian yang berjudul “Evaluasi Perubahan Tutupan Lahan Daerah Rawan Banjir Di Kota Padang”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data, menperoleh informasi, dan menganalisis data tentang : 1.) Penggunaan lahan di wilayah kota Padang dari Tahun 2007, 2012 dan 2017, 2.) Perubahan tutupan lahan dan faktor penyebab terjadinya perubahan tutupan lahan tahun 2007, 2012, dan 2017 di kota Padang, 3.) Peningkatan daerah rawan banjir yang terjadi pada perubahan tutupan lahan di Kota Padang tahun 2017.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode pendekatan deskriptif
kuantitatif dengan pendekatan
analisis spasial dengan bantuan alat analisis GIS (Geography Information
System). Metode Deskriptif
Kuantitatif digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrument
penelitian, analisis dan bersifat kuantitatif / statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah diterapkan ( Sugiyono, 2013).
Lokasi Dan Populasi
Lokasi dan Populasi
penelitian ini di lakukan di seluruh wilayah kota Padang yang secara geografis terletak antara 100º 05’ 05’–100º 34’ 09’’ BT dan 00º 44’ 00’’ - 01º 08’ 35’’ LS. Kota Padang memiliki luas 694.96 km2 dengan populasi 11 kecamatan dan 104 kelurahan.
Data Primer
Data primer yang langsung diperoleh dari interpretasi Citra
Landsat, yang nantinya dapat
data berupa Penggunaan lahan dan Penutupan Lahan.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang menjadi sumber acuan dan analisis yang diperoleh dari perpustakaan dan instansi terkait yang termasuk data sekunder adalah Peta Administrasi, Data
Jumlah dan Laju Pertumbuhan
Penduduk, Data Perluasan
Pemukiman, Data Curah Hujan, Data
Jenis Tanah, Data Kemiringan
Lereng, dan Data Elevasi.
Analisis Citra Penginderaan Jauh
Analisis ini dilakukan dengan interpretasi Citra Landsat melalui teknologi penginderaan jauh yang digunakan untuk inventarisasi data, meliputi identifikasi dan alokasi penyebaran secara spasial, yang
nantinya menghasilkan data
penggunaan lahan kota Padang tahun 2007, 2012, dan 2017.
Analisis Spasial Perubahan Penutupan Lahan
Dalam teknik analisis spasial menggunakan teknik overlay atau tumpang susun peta penggunaan lahan tahun 2007, 2012, dan 2017 menggunakan software
arcview 3.3 untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang menjadi acuan untuk menghasilkan data perubahan penutupan lahan tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, 2012 sampai dengan tahun 2017, dan tahun 2007 sampai dengan tahun 2017. Analisa data sekunder digunakan untuk mengetahui faktor-faktor dominan apa saja yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan yang menghasilkan data perluasan pemukiman, jumlah dan laju pertumbuhan penduduk.
Analisis Daerah Rawan Banjir
Analisis terhadap daerah
rawan banjir, yaitu dengan cara scoring (pengharkatan) pada tiap parameter kerawanan banjir dan
overlay, dengan menggunakan
bantuan Sistem Informasi Geografi (SIG) yang dapat menerima dan memproses data dalam jumlah besar dalam waktu relatif singkat serta memudahkan penyajian informasi. Adapun parameter penentu daerah rawan banjir antara lain, tutupan lahan curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, dan elevasi. (Asep Purnama, 2008). Untuk lebih
parameter banjir yang akan dilakukan dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel .1. Pembobotan Parameter Banjir
No Parameter Banjir Bobot (%) 1 Tutupan Lahan 30 2 Curah Hujan 20 3 Kemiringan Lereng 20 4 Tekstur Tanah 20 5 Elevasi 10
Sumber: Primayuda (2006) dalam Suhardiman (2012)
Dari pembobotan parameter banjir tersebut, maka dilakukan
penentuan nilai daerah rawan
bencana banjir dengan penjumlahan
skor masing-masing parameter
banjir, menggunakan persamaan
Asep Purnama, (2008) sebagai
berikut :
Keterangan:
K = Kerawanan Bencana Banjir W = Bobot untuk parameter ke-i Xi = Skor kelas parameter ke-i
Nilai daerah rawan banjir ditentukan dari total penjumlahan skor masing-masing parameter banjir
yang nantinya menghasilkan
tingkatan nilai rawan banjir sebagai berikut :
Tabel .2. Nilai Tingkat Daerah Rawan Banjir No Tingkat Rawan Banjir Jumlah Nilai Parameter 1 Rawan Banjir Rendah 0,75 – 1,5 2 Rawan Banjir Sedang 1.5 – 2,25 3 Rawan Banjir Tinggi >2,25
Sumber: Asep Purnama (2008)
dalam Suhardiman
(2012)
Setelah didapat nilai
kerawanan banjir maka peta tersebut ditumpang susunkan dengan peta administrasi daerah kota Padang sehingga akan didapatkan daerah cakupan rawan banjir. Hasil analisis daerah rawan banjir akan diterapkan pada peta rawan banjir. Penyajian hasil akan dilakukan dengan bantuan software ArcGis.
Analisis Persentase Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Teknik analisis data rumus
yang digunakan yaitu rumus
persentase sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan dalam Deskriptif maka digunakan analisis statistik Deskriptif, dengan rumus formula persentase (%) yang diperoleh dari BPS Kota Padang (2010) yaitu:
Pertumbuhan penduduk alami yang merupakan kenaikan atau penurunan jumlah penduduk yang diakibatkan oleh selisih jumlah
kelahiran dan kematian. Untuk
menghitung kenaikan atau penurunan
jumlah penduduk akibat
pertumbuhan penduduk alami
digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
Pt = jumlah penduduk tahun akhir perhitungan
Po = jumlah penduduk tahun awal perhitungan
L = jumlah kelahiran M= jumlah kematian
Laju pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukan tingkat pertambahan penduduk
pertahun dalam jangka waktu
tertentu. Metode yang paling sering digunakan di BPS adalah metode geometrik adalah sebagai berikut (BPS, 2010) :
Keterangan :
r = Laju pertumbuhan penduduk Pt = Jumlah penduduk tahun t P0 = Jumlah penduduk awal
t = Waktu antara tahun dasar dan tahun
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan lahan di Kota Padang pada tahun 2007 terdiri dari 11 penggunan lahan dengan luasan yang terbesar adalah hutan dengan luas 46.519,0 Ha atau 66,9 %, kemudian sawah dengan luas 7.540,9 Ha atau 10,9 %, permukiman dengan luas 6.315,5 Ha atau 9,1 %, pertanian campuran dengan luas 4.012,0 Ha atau 5,8%, pertanian lahan kering dengan luas 3.731,2 Ha atau 5,4%, semak belukar dengan luas 464 Ha
atau 0,7%, pertambangan dengan luas 342,4 Ha atau 0,5%, tubuh air dengan luas 253,8 Ha atau 0,4%, bandara dengan luas 214,1 Ha atau 0,3%, hutan manggrove sekunder dengan luas 72,7 Ha atau 0,1%, sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah tanah terbuka dengan luas 30,2 Ha atau 0,04%.
Pengunaan lahan di Kota Padang pada tahun 2017 terdiri dari 11 penggunan lahan dengan luasan yang terbesar adalah hutan dengan luas 42.092,4 Ha atau 60,6%, kemudian permukiman dengan luas 13.902.4 Ha atau 20,0%, pertanian campuran dengan luas 5.287,8 Ha atau 7,6%, pertanian lahan kering dengan luas 4.997,2 Ha atau 7,2%, sawah dengan luas 1792.1 Ha atau 2,6%, semak belukar dengan luas 464,7 Ha atau 0,7%, pertambangan dengan luas 342,4 Ha atau 0,5%, tubuh air dengan luas 255,2 Ha atau 0,4%, bandara dengan luas 214,1 Ha
atau 0,3%, hutan manggrove
sekunder dengan luas 80.5 Ha atau 0,1%, sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah tanah terbuka dengan luas 30,2 Ha atau 0,04%.
Pertama, Perubahan penutupan lahan di Kota Padang tahun 2007 sampai dengan tahun
2017 mengalami 22 perubahan
tutupan lahan dengan luasan
15.763,6 Ha atau 22,7% dari seluruh luas wilayah Kota Padang (64.946 Ha). Tutupan lahan yang mengalami perubahan terbesar adalah berupa sawah menjadi pemukiman dengan luas 5.390 Ha atau 7,8%, selanjutnya hutan menjadi pertanian lahan kering dengan luas 3.114 Ha atau 4.5%, pertanian lahan kering menjadi pemukiman 1.352,4 Ha atau 1,9%,
sawah menjadi pertanian lahan
kering 1.302.5 Ha atau 1,9%, pertanian lahan kering menjadi sawah 1.180.6 Ha atau 1,7%, hutan menjadi pertanian campuran 1.078,5 Ha atau 1,6%, semak menjadi pemukiman 587.6 Ha atau 0,5% pertanian lahan kering menjadi pertanian campuran 337,9 Ha atau 0,5%, sawah menjadi semak 383,1 Ha atau 0,5%, hutan menjadi pemukimann 257,6 Ha atau 0,4%, pertanian lahan kering menjadi semak 219,5 Ha atau 0,3 %, pertanian campuran menjadi semak 127,8 Ha atau 0,2%, pertanian
campuran menjadi sawah 113,6 Ha atau 0,2%, pertanian lahan kering menjadi hutan 91 Ha atau 0,1%, hutan menjadi sawah 41,7 Ha atau 0,1%, semak menjadi hutan 34,8 Ha atau 0,1%, semak menjadi pertanian lahan kering 26,8 Ha atau 0,1%, semak menjadi sawah 10,3 Ha atau
0,001%, semak menjadi hutan
manggrove sekunder 7,8 Ha atau 0,01%, dan perubahan tutupan lahan terkecil adalah pemukiman menjadi tubuh air 1,4 Ha atau 0,002% dan perubahan tutupan lahan terkecil adalah pemukiman menjadi tubuh air 1,4 Ha atau 0,002%.
Faktor yang memengaruhi perubahan tutupan lahan adalah perluasan pemukiman, jumlah dan
laju pertumbuhan penduduk.
Perluasan pemukiman di kota Padang tahun 2007 sampai dengan 2017 dengan luas 7.586,9 Ha dengan
persentase kenaikan perluasan
pemukiman 10,9% dapat
memperluas perubahan tutupan lahan di kota Padang tahun 2017 sampai dengan 2017 sebesar 13.902,4 Ha atau 20,0 % dari keseluruhan
perubahan tutupan lahan di kota Padang.
Sedangkan untuk jumlah
penduduk di kota Padang pada tahun 2007 secara keseluruhan berjumlah sebesar 838.190/Jiwa dan pada tahun 2016 berjumlah 914.496/jiwa. Angka
ini menunjukan bahwa laju
pertumbuhan di kota Padang dari tahun 2007 sampai dengan tahun
2016 mengalami pertambahan
penduduk sebesar 76.778/Jiwa atau 95.30 %, yang nantinya akan
menambah dan memperluas
perubahan tutupan lahan sebesar 15.678,1 Ha atau 22,6% dari luas keseluruhan kota Padang (69496 Ha).
Kedua, Perubahan tutupan
lahan di kota Padang dari tahun 2007
sampai dengan tahun 2017
mengalami peningkatan dan
penurunan pada setiap tutupan
lahannya, terutama di daerah
perkotaan penutupan lahan terbangun
berupa pemukiman akan terus
meningkat luasannya. Sebaliknya penggunaan lahan hutan, sawah
campuran, serta semak belukar akan terus menurun.
Perubahan tutupan lahan
tersebut sejalan dengan pernyataan Rustiadi (2001) dalam Iswandu (2016) bahwa proses alih fungsi lahan umumnya berlangsung dari aktivitas dengan economic land rent yang lebih rendah ke aktivitas-aktivitas dengan economic land rent yang lebih tinggi. Penggunaan lahan
sebagai kawasan terbangun
(permukiman, perkantoran,
pertokoan, dan fasilitas-fasilitas yang
berbentuk bangunan lainnya)
memiliki nilai economic land rent yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya.
Faktor yang mempengaruhi perubahan tutupan lahan berupa
perluasan pemukiman tersebut
sejalan dengan pernyataan Kaur et al. (2004) dalam Iswandu (2016) bahwa perubahan penggunaan lahan untuk
permukiman dipengaruhi oleh
pergerakan manusia dalam
membangun permukiman serta
pindahnya fungsi-fungsi wilayah,
seperti pendidikan, industri,
perdagangan, dan lain sebagainya.
Daerah rawan banjir di kota Padang tahun 2017 di bagi dalam tiga tingkatan kriteria daerah rawan
banjir, kriteria tersebut adalah
sebagai berikut :
Daerah Rawan Banjir Rendah
Daerah rawan banjir rendah tersebar dalam lima kecamatan, dengan luas keseluruhan 24.908,8 Ha
atau 35,8%. Kecamatan yang
tertinggi luasan daerah rawan banjir
rendah adalah kecamatan Koto
Tangah dengan luas 13.299.6 Ha atau 19,1%, kemudian kecamatan Pauh dengan luas 7.882.7 Ha atau 11,3%, kecamatan lubuk kilangan 3.149,5 Ha atau 4,5%, kecamatan Kuranji 510,4 Ha atau 0,7%, dan kecamatan yang terkecil luasan daerah rawan banjir rendah adalah kecamatan Bungus Teluk Kabung dengan luas 66,6 Ha atau 0,1%.
Daerah Rawan Banjr Sedang
Daerah rawan banjir sedang tersebar dalam tujuh kecamatan dengan luas keseluruhan 16.174,8 Ha atau 23.3%. Kecamatan yang tertinggi luasan daerah rawan banjir sedang adalah kecamatan Pauh
dengan luas 4731,3 Ha atau 6,8%,
kemudian kecamatan Lubuk
Kilangan dengan luas 3.851 Ha atau 5,5%, kecamatan Bungus Teluk Kabung dengan luas 3.286,3 Ha atau
4,7%, kecamatan Koto Tangah
dengan luas 2967,9 Ha atau 4,3%, kecamatan Kuranji dengan luas 788,7 Ha atau 1,1%, kecamatan Lubuk Begalung dengan luas 534,2 atau 0,8% dan kecamatan yang terkecil luasan daerah rawan banjir sedang adalah kecamatan Padang Selatan dengan luas 15,4 Ha atau 0,02%.
Daerah Rawan Banjir Tinggi
Daerah rawan banjir tinggi tersebar dalam sebelas kecamatan dengan luas keseluruhan 28.411,9 Ha atau 40,9%. Kecamatan yang terbesar luasan daerah rawan banjir
tinggi adalah kecamatan Koto
Tangah dengan luas 7.698,4 Ha atau 11,1%, kemudian kecamatan Bungus Teluk Kabung dengan luas 4.410,6 Ha atau 6,3%, kecamatan Kuranji dengan luas 3.856,9 Ha atau 5,5%, kecamatan Pauh dengan luas 3.465,9 Ha atau 5,0%, kecamatan Lubuk Kilangan dengan luas 2.464,2 Ha
atau 3,5%, kecamatan Lubuk
Begalung dengan luas 2.360,8 atau 3,4%, kecamatan Padang Selatan 1.176,4 Ha atau 1,7%, kecamatan Nanggalo 928,4 Ha atau 1,3%, kecamatan Padang Timur 856,8 Ha atau 1,2%, kecamtan Padang Utara 720,8 Ha atau 1,0%, dan kecamatan yang terkecil luasan daerah rawan
banjir tinggi adalah kecamatan
Padang Barat dengan luas 481,7 Ha atau 0,7%.
Ketiga, Daerah rawan banjir
di kota Padang tahun 2017 di pengaruhi oleh perubahan tutupan
lahan menjadi lahan terbangun
(Pemukiman), perubahan tutupan lahan terbangun antara tahun 2007
sampai dengan 2017 memiliki
perubahan luasan yang besar hingga mencapai 13902 Ha atau 20,0 % dari seluruh luas kota Padang, yang nantinya dapat memperkecil ruang terbuka hijau dan daerah resapan air yang nantinya juga akan berdampak
terhadap peningkatkan perluasan
daerah rawan banjir tinggi yang tersebar di 11 kecamatan dengan luasan 28.411.9 Ha atau 40% dari
keseluruhan luas wilayah kota Padang.
Berdasarkan hasil analisa
data sekunder dan pengamatan
dilapangan, daerah yang selalu
digenangi banjir tiap tahun paling luas berada di kecamatan Koto Tangah. Secara berurutan mengikuti
kecamatan Nanggalo, Kuranji,
Lubuk Begalung, Bungus Teluk Kabung, Padang Utara, Padang Timur dan kecamatan Padang Barat. Tingginya luas dan frekuensi banjir di kecamatan Koto Tangah dan adanya peningkatan perkembangan wilayah terbangun di daerah tersebut mengakibatkan tingginya perluasan daerah rawan banjir.
Penjelasan daerah rawan banjir di kota padang tersebut sejalan
dengan Kebijakan pemerintahan
Kota Padang, berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)
Kota Padang 2004-2013,
pengembangan Kota Padang
diarahkan ke bagian timur dan kearah utara. Saat ini perkembangan
daerah tersebut lebih banyak
diperuntukkan untuk daerah
pemukiman penduduk. Hal ini tentu
akan menimbulkan perubahan
tutupan lahan alami menjadi kawasan terbangun serta kawasan budidaya. Pada umumnya daerah bagian utara Kota Padang yakni kecamatan Koto Tangah telah terjadi perubahan fungsi lahan dari lahan sawah dan kebun campuran menjadi daerah perumahan.
Menurut Yusuf (2005),
dalam Azhari Syarief (2009) tingkat
bahaya banjir akan selalu di
pengaruhi oleh penggunaan lahan. Banjir dikatakan sebagai bahaya, jika
genangan banjir menimbulkan
kerusakan dan kehilangan harta dan jiwa. Oleh karena itu peningkatan daerah terbangun dan pertumbuhan penduduk didaerah rawan terjadi
genangan banjir mengakibatkan
tingkat bahaya banjir semakin tinggi.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diatas, maka dapat diketahui bahwa hasil penelitian di simpulkan sebagai berikut :
Penggunaan lahan di Kota Padang tahun 2007 sampai dengan tahun 2017 terdiri dari 11 penggunaan lahan, yang di dominasi oleh hutan
42.092,4 Ha, dan pemukiman 13.902,4 Ha.
Perubahan tutupan lahan di Kota Padang Tahun 2007 sampai dengan tahun 2017 mengalami 22 perubahan tutupan lahan dengan luas keseluruhan 15.763.6 Ha, yang di dominasi oleh sawah menjadi
pemukiman 3.998,5 Ha, dan
dipengaruhi oleh faktor perluasan pemukiman dengan luas 7.586,9 dapat memperluas perubahan tutupan lahan seluas 13.902,4 Ha dan faktor laju pertumbuhan penduduk sebesar
76.778 jiwa dapat memperluas
perubahan tutupan lahan sebesar 15.678,1 Ha.
Daerah rawan banjir di kota Padang yang di akibatkan perubahan tutupan lahan ke arah tutupan lahan terbangun akan berdampak terhadap meningkatnya luasan terbagi atas tiga tingkatan kriteria yaitu, kriteria rawan banjir rendah tersebar di 5 kecamatan dengan luas keseluruhan 24.908,8 Ha, kriteria rawan banjir sedang, tersebar di 7 kecamatan dengan luas keseluruhan 16.174,8 Ha, kriteria rawan banjir tinggi,
tersebar di 11 kecamatan dengan luas keseluruhan 28.411,9 Ha.
DAFTAR PUSTAKA
M. Rifky Abu Zamroh, 2014. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Permukiman Di Kecamatan Kaliwungu Dengan
Sistem Informasi Geografis.
Semarang. Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Veteran Semarang. Jawa Tengah
Lillesand, M.T. dan Kiefer, W.R. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Abdul Muiz. 2009. Analisis
Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukabumi. Insitut Pertanian Bogor. Jawa Barat Nilda. 2014. Analisis Perubahan
Penggunaan Lahan Dan
Dampaknya Terhadap Hasil Air
Di Daerah Aliran Sungai
Cisadane Hulu. Universitas
Udayana Denpasar. Bali.
Dedi Hermon. Mitigasi Bencana
Hidrometeorologi. Padang,
Padang University Press. 2012. Iswandi U. 2016. Mitigasi Bencana
Banjir Pada Kawasan
Permukiman Di Kota Padang. Insitut Pertanian Bogor. Jawa Barat.
BPBD, 2012. Catatan Bencana Banjir Kota Padang. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kota Padang.
BPS, 2014. Kota Padang Dalam
Angka 2015. Badan Pusat
Statistik Kota Padang.
Prof. Dr. Sugiyono. Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta Bandung. 2013
Suhardiman. 2012. Zonasi Tingkat
Kerawanan Banjir Dengan
Sistem Informasi Geografis
(Sig) Pada Sub Das Walanae Hilir. Universitas Hassanudin. Makasar.