• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi

2.1.1. Taksonomi Reptil

Reptilia adalah salah satu hewan bertulang belakang. Dari ordo reptilia yang dulu jumlahnya begitu banyak, kini yang hidup hanya tinggal 4 kelompok : buaya dan kerabatnya; kadal; cacing dan ular; kura-kura dan tuatara (Van Hoeve 2003). Kingdom : Animalia Fillum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Reptilia Ordo : Squamata Testudinata Crocodylia Ryhnchocepalia 2.1.2. Taksonomi Amfibi

Goin, Goin & Zug (1978) memasukkan sistematika amfibi kedalam susunan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphyluni : Vertebrata

Class : Amphibia

Ordo : Gymnophiona, Caudata dan Anura

Ordo Caudata merupakan satu-satunya ordo yang tidak terdapat di Indonesia, sedangkan Ordo Gymnophiona (diantaranya Genus Sesilia) jarang ditemukan di Indonesia. Sesilia pernah di temukan di Banten, Jawa Barat dan Kalimantan Timur (Iskandar 1998 dan Veith dkk 2004). Sesilia berbentuk seperti cacing dengan kepala dan mata yang tampak jelas dan mudah dikelirukan dengan

(2)

cacing. Ordo Anura merupakan yang terbanyak ditemukan di Indonesia, yang termasuk dalam ordo ini adalah katak dan kodok (Iskandar 1998).

2.2. Morfologi

2.2.1. Morfologi Reptil

Berbeda dengan amfibi dan ikan, kulit reptil kering. Kulitnya tidak mengandung kelenjar lendir. Kulitnya berlapiskan sisik dan zat tanduk (Mahardono 1980). Sisik merupakan penebalan dari lapisan tanduk bagian luar kulit yang terpisah oleh kulit lunak sehingga tubuh tetap lentur. Sisik merupakan pelindung luka dan lebih penting lagi terhadap pengeringan (Van Hoeve 2003). Ada beberapa jenis reptil yang memiliki zat bau pada sisik seperti kadal yang berguna untuk mengusir musuh. Ada juga jenis reptil yang memiliki kemampuan merubah warna yang disesuaikan dengan warna lingkungannya disebut juga mimikri. Mimikri warna dilakukan dengan cara menggeser-geser pigmen warna, misalnya pada jenis bunglon (Mahardono 1980). Adapun Testudinata memiliki perisai pada tubuhnya. Perisai tersebut terdiri dari dua bagian yakni, pada bagian atas yang menutupi punggung adalah karapas dan bagian bawah yang menutupi perut adalah plastron (Iskandar 2000).

Alat gerak pada kadal, buaya dan kura-kura berbentuk kaki. Pada ular, kaki ini sudah hilang. Alat tubuh yang tidak tumbuh atau mengecil disebut rudimeter. Adapula yang kakinya berubah bentuk serupa sirip untuk berenang, misalnya penyu (Mahardono 1980). Ada jenis reptil yang jari-jarinya memiliki alat penghisap. Dengan alat penghisap tersebut memungkinkan dapat merayap ditempat vertikal, bahkan dapat pula merayap dilangit-langit rumah. Misalnya cicak dan tokek. Cicak mempunyai kemampuan memutuskan tubuh pada bagian ekornya. Kemampuan ini disebut ototomi atau otoamputasi (Van Hoeve 2003).

Hewan reptil bernapas dengan paru-patu. Paru-parunya ada dua buah, kiri dan kanan. Pada ular, paru-paru sebelah kiri umumnya rudimeter, sehingga tampak hanya ada satu paru-paru yang sangat panjang (Van Hoeve 2003). Reptil mempunyai peredaran darah ganda. Dalam sekali beredar, darah dua kali melewati jantung. Pertama-tama paru-paru, disebut peredaran darah kecil, yang ke seluruh tubuh disebut peredaran darah besar (Mahardono 1980).

(3)

2.2.2. Morfologi Amfibi

Amfibi memiliki kulit berglandula yang halus tanpa sisik dan dua pasang tungkai atau berkaki empat Pada saat dewasa ekor yang ada pada Ordo Anura hilang dan kepala langsung bersambung dengan tubuh tanpa leher yang bisa mengerut seperti penyu, serta tungkainya berkembang dengan kaki belakang lebih panjang (Goin, Goin & Zug 1978).

Katak dapat dikenal dengan mudah, pada tubuhnya memiliki empat kaki dengan kaki depan memiliki empat jari dan kaki belakang memiliki lima jari dengan selaput renang yang terdapat antara jari-jari dan bervariasi di setiap spesiesnya (Mistar 2003). Setiap kelompok katak, mempunyai mata yang khas, tetapi umumnya bermata sangat besar . Kulit tubuh bervariasi dari halus sampai kasar atau tertutup oleh tonjolan-tonjolan pada jenis kodok. (Iskandar 1998).

2.3. Keanekaragaman Herpetofauna di Pulau Sumatera

Sumatera merupakan bagian dari kawasan oriental, sebagian besar fauna utama yang terdapat pada kawasan ini tidak terdapat pula di tempat lain. Hal ini karena adanya pembatas Tanah Genting Kra di selatan Thailand yang merupakan batas antara Kawasan Sunda dan Benua Asia (Whitten dkk 2000). Dari sekitar 2700 jenis ular di dunia, Sumatera memiliki 150 spesies ular dimana 6% merupakan jenis ular laut yang berbahaya (berbisa), 67 % adalah jenis ular daratan yang tidak berbahaya dan 14 % adalah jenis ular daratan yang berbahaya (Whitten dkk 2000).

Indonesia memiliki 39 jenis kura-kura dan ditambah dengan sekitar 100 anak jenis dari 260 jenis yang terdapat di dunia. Di Pulau Sumatera sendiri terdapat 18 jenis kura-kura dimana 3 jenis (Callagus borneoensis, Indotestudo forsteni dan Manouria emys) berstatus apendiks II dan 1 jenis lainya yakni Batagur baska memiliki status apendiks I. Dari 7 jenis buaya yang terdapat di Indonesia, 2 diantaranya terdapat di Pulau Sumatera adalah Tomistoma schlegelii yang memiliki status apendiks I dan Crocodylus porosus yang berstatus apendiks II (Iskandar 2000).

Menurut Iskandar (pers.comm) jenis amfibi yang terdapat di Sumatera adalah 110 spesies. Pada Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

(4)

sebanyak 51 jenis reptil telah ditemukan dengan satu jenis yaitu Draco taeniopterus dari suku Agamidae merupakan catatan baru untuk wilayah Sumatera (Endarwin 2006), sedangkan amfibi telah ditemukan 44 jenis dengan 3 jenis yang belum teridentifikasi (Ul-hasanah 2006). Menurut Sudrajat (2001), pada kawasan Musi banyuasin, Lahat dan Musi Rawas, Sumatera Selatan, terdapat 52 jenis reptil dan amfibi yang berhasil diidentifikasi, dua diantaranya endemik Sumatera yang salah satu diantaranya adalah spesies baru (new species), dua spesies tercatat baru (Newrecord) untuk Sumatera dan beberapa spesies lainnya terbilang langka. Sementara menurut Kurniati (2007) pada lokasi Taman Nasional Kerinci Seblat terdapat 108 jenis reptil dan amfibi. Pada lokasi Eks-HPH PT RKI di Jambi telah ditemukan 31 jenis reptil (Yusuf 2008) dan 37 jenis amfibi (Darmawan 2007). Namun diyakini oleh Mistar (2003) jumlah spesies tersebut akan terus bertambah. Hal ini berkaitan dengan masih sedikitnya informasi tentang keberadaan spesies amfibi di pulau-pulau kecil yang tersebar di sekitar Sumatera.

Menurut Inger dan Voris (2001) terdapat kelemahan serius di data geografis keberadaan spesies-spesies herpetofauna. Herpetofauna di Sumatra dan Sulawesi belum banyak dieksplorasi, meskipun penelitian awal telah dilakukan. Data distribusi spesies juga sangat kurang, bahkan di wilayah yang relatif telah banyak diteliti seperti Kalimantan. Meskipun spesies baru dan wilayah hidupnya telah ditemukan di seluruh bagian daerah yang sedang diteliti, dan diharapkan ada penambahan pengetahuan baru dari hasil temuan tersebut, tetapi secara umum temuan-temuan tersebut tidak mengubah pola umum dari hubungan-hubungan secara geografis wilayah hidup spesies-spesies tersebut yang telah diketahui sebelumnya.

Selama 70 tahun terakhir, di Indonesia terdapat 262 spesies baru yang ditemukan. Jumlah ini lebih kecil daripada spesies yang sama yang ditemukan di luar Indonesia, yaitu sebanyak 762 jenis (Iskandar dan Erdelen 2006). Inger dan Iskandar (2005) menyatakan bahwa dari penelitian yang telah dilakukan di Sumatera Barat diketahui terdapat penambahan pengetahuan baru tentang spesies di wilayah tersebut. Penelitian tersebut menemukan spesies baru yaitu Megophrys parallela dan Rana crassiovis.

(5)

2.4. Habitat Herpetofauna

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari komponen fisik (antara lain : air, udara, garam mineral, tempat berlindung dan berkembang biak), maupun biologi (antara lain : sumber pakan. jenis satwaliar lainnya) yang merupakan suatu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiak satwalia terscbut (Alikodra 1990). Iskandar (1998) membagi amfibi berdasarkan habitatnya, yaitu habitat yang berkaitan dengan kegiatan manusia, di atas pepohonan, habitat yang terganggu, sepanjang sungai atau air mengalir dan hutan primer serta hutan sekunder.

Amfibi dan reptil tidak hanya tergantung pada faktor fisik dari lingkungannya, tetapi juga dari interaksi dengan faktor biologinya yaitu pakan, pesaing, predator dan parasit (Goin dkk 1978). Reptilia hidup diberbagai tipe habitat yakni terestrial (pada semak belukar dan tanah), akuatik (rawa, sungai, danau bahkan laut), semi akuatik dan arboreal (di atas pohon) (Jenkins 2002). Penyu merupakan satwa semi akuatik, dia hidup dilaut dan hanya naik kepantai untuk bertelur (Iskandar 2000). Amfibi merupakan satwa yang hidupnya selalu berasosiasi dengan air, walaupun demikian, amfibi mendiami habitat yang sangat bervariasi, dan tergenang di bawah permukaan air, di lumpur dan kolam sampai yang hidup di puncak pohon yang tinggi (Ommaney 1974 dan Iskandar 1998). Paling tidak tercatat satu spesies yang diketahui mampu hidup di air payau, yaitu F. cancrivora (Iskandar 1998).

Amfibi termasuk binatang berdarah dingin yang suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungannya, namun untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum suhu yang dibutuhkan antara 26°C-33° C (Berry 1975). Reptilia hidup aktif pada suhu diantara 20°C-40° C (Van Hoeve 2003). Reptil termasuk satwa

ektotermal karena memerlukan sumber panas eksternal untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Pada daerah yang terkena sinar matahari, reptil sering dijumpai berjemur pada pagi hari untuk mencapai suhu badan yang dibutuhkan (Halliday dan Adler 2000)

(6)

2.5. Manfaat dan Peranan Herpetofauna

Herpetofauna memiliki berbagai peranan bagi manusia. Peranan tersebut tidak terbatas secara ekologis tetapi juga secara ekonomi. Fungsi ekonomi katak terutama sebagai sumber pangan/protein hewani (Ommanney 1974,Sugiri 1985, Iskandar 1998,Kusrini & Alford 2006). Berdasarkan Kusrini dan Alford (2006) terdapat beberapa jenis katak lokal yang telah diperdagangkan baik untuk keperluan domestik maupun ekspor, antara lain katak sawah (F. cancrivora), katak batu (L. macrodon) dan katak rawa (F. limnocharis). Amfibi juga bisa diperdagangkan sebagai hewan peliharaan ( Iskandar 1998 )

Dari segi ilmiah, amfibi juga berguna bagi manusia sebagai bahan percobaan di bidang medis dan kimia (Iskandar 1998). Keberadaaan spesies amfibi dapat dijadikan bioindikator untuk mengetahui tingkat pencemaran lingkungan (Mulyaniati 1997 dan Iskandar 1998).

Begitu juga dengan reptilia, banyak jenis reptil diperdagangkan untuk dijadikan hewan peliharaan. Beberapa jenis ular dan buaya diambil kulitnya untuk dijadikan sebuah produk seperti tas, ikat pinggang bahkan topi. Di China, ular dan labi-labi biasa diperdagangkan untuk dikonsumsi (Mardiastuti & Soehartono 2003).

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop oppler, ultrasonografi

1) Peserta yang lulus seleksi akan diberikan layanan pendidikan selama 2 (dua) tahun pada lembaga pendidikan yang ditunjuk oleh Kementerian Agama untuk dapat

membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terakhir buat semua semua teman, saudara, keluarga, dan kerabat yang

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan

Untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut, penulis merasa perlu untuk menganalisis lebih lanjut faktor penyebab munculnya kesalahan penggunaan settougo di kalangan

Elemen kedua adalah pentingnya konsekuensi, dan berkaitan erat dengan unsur ketiga, yang merupakan potensi kerugian atau persepsi konsekuensi yang tidak

Tidak kurang dan tidak lebih dari 9 kegiatan yang kami lakukan di desa tersebut, yang sebagian besar merupakan pelayanan kepada masyarakat dan sebagian kecilnya

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadal salmonella thypi dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat