• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGEMUKAN SAPI BALI JANTAN DILAHAN KERING BERBASIS LIMBAH KELAPA SAWIT DI LOKASI PENDAMPINGAN PROGRAM PSDSK PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGEMUKAN SAPI BALI JANTAN DILAHAN KERING BERBASIS LIMBAH KELAPA SAWIT DI LOKASI PENDAMPINGAN PROGRAM PSDSK PENDAHULUAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGEMUKAN SAPI BALI JANTAN DILAHAN KERING BERBASIS LIMBAH

KELAPA SAWIT DI LOKASI PENDAMPINGAN PROGRAM PSDSK

Wahyuni Amelia Wulandari dan Zul Efendi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jln. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 Email: bptpbengkulu@litbang.deptan.go.id

ABSTRACT

Assessment of supplemental feeding of solid waste in the form of fermented palm held in the Kembang Seri Village Jayakarta District Central Bengkulu from January to December 2013. The assessment aims to obtain supplemental feeding response in the form of solid fermentation of cattle daily gain of Bali. The design used was a randomized block design (RBD) with three treatments and six replications. Cattle used were male Bali cattle aged 1,5-2 years were 18 tails. Parameters measured were a body weight gain of Bali cattle and economic analysis. Date were analyzed by analysis of variance and if there is a real difference, followed by a further test of DMRT. The results obtained are the first treatment (cows given forage 10 % of the weight of palm midrib plus 5 kg/head/day) did not give significant effect on body weight gain (P > 0.05) when compared with the second treatment (cows given forage 10 % of the weight of palm midrib plus 5 kg/head/day was added solid fermentation of 3 kg/head/day) and the third treatment (cattle given forage 10 % of the weight of palm midrib plus 5 kg/head/day plus solid fermentation of 2 kg/head/day and bran 1 kg/head/day. While the R/C treatment P1; P2, and P3 was 1.03 ; 1.10 and 1.14.

Keywords : supplementary feed, solid fermentation, body weight, bali cattle

PENDAHULUAN

Dalam rangka memenuhi target produksi daging sapi lokal sebesar 420,3 ribu ton, Kementerian Pertanian mencanangkanProgram Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDSK) tahun 2014, yang terdiri dari 5 Program Pokok yaitu: (1) Penyediaan bakalan/daging sapi lokal; (2) Peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi lokal, (3) Pencegahan pemotongan sapi betina produktif, (4) Penyediaan bibit sapi, dan (5) Pengaturan stock daging sapi dalam negeri.

Pada bulan November 2010 dalam rangka launching Gerakan Aksi Membangun Pertanian Rakyat Terpadu di Provinsi Banten, Menteri Pertanian menyatakan bahwa PSDS juga berasal dari daging kerbau, sehingga Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah melakukan revisi Blue Print Program Swasembada Daging Sapi menjadi Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014. Permasalahan yang dihadapi dalam mendukung PSDSK antara lain: a) panjangnya selang beranak yang masih di atas 15 bulan, (b) tingginya angka kematian anak hingga mencapai lebih dari 20% dan angka kematian induk lebih dari 10%, c) tingginya angka pemotongan sapi betina produktif, d) kurangnya pejantan berkualitas di beberapa wilayah sumber bibit pada pola pemeliharaan ekstensif, e) masih sangat beragamnya produktivitas sapi, dan f) banyaknya pemotongan sapi muda sebelum mencapai bobot optimal (Bahri et al., 2011).

Perkembangan populasi sapi di Provinsi Bengkulu berjalan lambat, ini terlihat dari peningkatan populasi pada tahun 2003 sebanyak 78.362 ekor, kemudian pada tahun 2006 sebanyak 85.429 ekor dan pada tahun 2010 menjadi sebanyak 103.262 ekor atau hanya mengalami peningkatan sebanyak 24.900 ekor yang masih rendah bila dibandingkan angka pemotongan setiap tahunnya berkisar antara 7.277 ekor sampai dengan 14.000 ekor setiap tahunnya pada periode 2003-2010 (Badan Pusat Statistik, 2003-2010).

Salah satu kendala yang dihadapi oleh usaha peternakan adalah belum tercukupinya kebutuhan nutrisi terutama protein pakan, sehingga ternak belum dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Rumput di daerah tropis kebanyakan bermutu rendah dengan serat kasar yang tinggi. Sementara itu penanaman rumput unggul seperti rumput gajah dan sebagainya juga mendapat kendala karena terbatasnya lahan, yang kebanyakan sudah digunakan untuk pemukiman dan lahan pertanian. Keadaan ini merupakan tantangan bagi sektor peternakan, karena perlu mencari pakan alternatif untuk meningkatkan produksi ternak (Sangadji, 2009).

Luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkulu Tengah dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 mencapai 5.589 ha, yang terdiri dari tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 1.287 ha, dan tanaman menghasilkan (TM) seluas 4.302 ha, dengan produksi sawit 21.964 ton, (BPS, 2012). Pada tahun 2012 tanaman TBM mengalami peningkatan sebesar 884 ha yaitu menjadi 2.171 ha, dan TM juga mengalami peningkatan sebesar 501 ha yaitu

(2)

4.803 dengan produksi 3,907 ton perhektar. Hal ini menyebabkan Kabupaten Bengkulu Tengah akan memproduksi hasil sampingan dari minyak sawit berupa lumpur sawi (solid) juga akan meningkat setiap tahunnya yang selama ini dianggap sebagai sampah dan belum dapat dimanfaatkan oleh petani/peternak secara maksimal.

Widjaja et al., (2005),menyatakan bahwa pemberian solid dalam jumlah cukup (ad libitum) memberikan pertambahan bobot hidup sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian secara terbatas, dari hasil pengamatan tidak memberikan efek yang negatif, selain itu pemberian solid dapat mengurangi pemberian jumlah rumput /Hijauan Makanan Ternak (HMT) sebesar 25% dari rata-rata 20 kg/ekor/hari menjadi 15 kg/ekor/hari sedangkan jumlah kotoran yang di produksi berkurang sebesar 37% dari rata-rata 8 kg/ekor/hari menjadi 5 kg/ekor/hari.

Menurut Mathius et al., (2003), solid mengandung protein kasar berkisar antara 12 – 14%, kandungan air yang tinggi penyebab produk sampingan ini kurang disenangi ternak, kandungan energi yang rendah dengan abu yang tinggi juga menyebabkan lumpur sawit tidak dapat di pergunakan secara tunggal, upaya untuk meningkatkan kandungan nutrien dan biologis lumpur sawit (solid) yaitu melalui proses fermentasi, tujuan dari perlakuan fermentasi untuk meningkatkan nilai nutrien yang akan mampu memberikan peluang tersendiri bagi ternak ruminansia untuk dapat memanfaatkan solid secara optimal.

Fenita etal.,(2007),melaporkan bahwa lumpur sawit (solid) yang difermentasikan dengan Neorospora sp mampu menguraikan Serat Kasar (SK) yang komplek menjadi sederhana, sehingga dapat meningkatkan kandungan karoten dari 1873,4 µ/100g menjadi 3735 µ/100g. pada proses fermentasi tersebut sumber nitrogen anorganik dapat di ubah menjadi protein sel mikroba dan juga menghasilkan enzim hidrolitik yang dapat meningtkatkan daya cerna ternak.

Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui respon pemberian solid fermentasi terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak sapi bali jantan di kabupaten Bengkulu Tengah dan produktifitas ternak sapi jantan berumur 1 – 2 tahun.

BAHAN DAN METODE

Kegiatan pengkajian dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2013, di kelompok ternak Sri Rejeki Desa Jayakarta Kecamatan Talang Empat Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu yang merupakan lokasi kegiatan Pendampingan Program PSDSK tahun 2013. Daerah tersebut merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit dan sentra ternak sapi potong di Bengkulu.

Materi yang digunakan dalam pengkajian ini adalah 18 ekor sapi Bali jantan yang berumur 1– 2 tahun yang di bagi kedalam 3 perlakuan pakan dan 6 ulangan. Bobot badan awal rata-rata sapi Bali yang digunakan adalah 174 kg/ekor. Lama penggemukan adalah 3 bulan dan sebelumnya dilakukan prelim selama 2 minggu.

Solid yang di gunakan berasal dari pabrik CPO PT. Agra di Kecamatan Talang Empat, Kabupaten Bengkulu Tengah. Bahan dalam pembuatan fermentasi solid adalah solid 3.000 kg, dedak padi 1.080 kg, kapur pertanian 90 kg, garam 45 kg, gula aren 90 kg, dan air 60 liter untuk melarutkan gula merah. Cara pembuatan fermentasi solid yaitu: menghamparkan solid diatas terpal, lapisan kedua yaitu menghamparkan dedak padi diatas hamparan solid setelah itu menaburkan kapur seterusnya garam yang disusul dengan menyiram larutan gula merah secara merata diatasnya. Selanjutnya adalah mengaduk secara merata dilanjutkan dengan memasukan seluruh bahan kedalam bak kemudian ditutup rapat. Proses fermentasi berlangsung selama 3 hari selanjutnya solid siap diberikan sebagai pakan ternak.

Pakan yang diberikan adalah berasal dari bahan yang mudah diperoleh dilapangan dan harga terjangkau oleh peternak. Sebelum pengkajian dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan prelim selama 2 minggu untuk membiasakan ternak mengkonsumsi pakan konsentrat berbasis kelapa sawit.

Perlakuan pakan yang diberikan yaitu: P1= rumput 10 % dari BB ditambah pelepah sawit 5 kg/ekor/hari (kebiasaan petani), P2= rumput 10 % dari BB ditambah pelepah sawit 5 kg/ekor/hari ditambah solid fermentasi 3 kg/ekor/hari dan P3= rumput 10 % dari BB ditambah pelepah sawit 5 kg/ekor/hari ditambah dedak padi 1kg/ekor/hari ditambah solid fermentasi 2 kg/ekor/hari.

Pengkajian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu: persiapan, identefikasi ternak, adaptasi ternak terhadap pakan tambahan (konsentrat) yang bahan utamanya solid fermentasi (Prelim) yaitu selama 2 minggu, penelitian dilakukan sesuai dengan masing-masing perlakuan pakan selama 3 bulan. Untuk mengetahui pertambahan bobot badan dilakukan penimbangan bobot badan yang dilakukan setiap bulan selama pengkajian berlangsung, penimbangan bobot badan awal dilakukan setelah tahap adaptasi (prelim).

(3)

Data yang diperoleh dari aplikasi pakan tambahan yaitu pertambahan bobot padan (PBB), konsumsi pakan, konversi pakan dan analisis ekonomi. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), bila terjadi perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji DMRT ( Gomes,1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik wilayah pengkajian

Kabupaten Bengkulu Tengah secara administrasi termasuk dalam wilayah Propinsi Bengkulu yang terletak posisi antara 1010 32’– 1020 8’ BT dan 20 15’ – 40 LS yang meliputi 10 (sepuluh) kecamatan 142 desa dan 1 (satu) kelurahan, dengan jumlah penduduk 111,462 jiwa dan luas wilayah berdasarkan Geografic Information System (GIS) 1.223,94 Km2 Kondisi geografisnya topografi sebagian besar merupakan Daerah perbukit dengan ketinggian mencapai 541 m dpl.

Kabupaten Bengkulu Tengah terletak pada ketinggian 0 - 541 m dpl dengan persebaran sporadis sehingga tofografi wilayah bergelombang dan berbukit dengan derajat kelerengan antara 5 - 35 %. Wilayah yang relatif datar dengan tingkat kelerengan rata-rata 5 % terletak di wilayah Kecamatan Pondok Kelapa.Lokasi dengan titik tertinggi hingga 541 m dpl berada di kawasan hutan lindung di perbatasan dengan Kabupaten Kepahiang.Sedangkan daerah terendah terletak di wilayah Kecamatan Pondok Kelapa dengan ketinggian 0 – 15 m dpl.

Konsumsi pakan dan kandungan nutrisi pakan

Berdasarkan hasil pengkajian teknologi pakan menggunakan solid fermentasi yang dilakukan dengan penambahan bahan pakan lain seperti dedak padi, gula merah, kapur pertanian dan garam mampu mengurai serat kasar solid yang kompleks menjadi sederhana, sehingga akan meningkatkan nutrisi dari solid. Hal ini terlihat dari kandungan nutrisi solid sebelum fermentasi dan setelah difermentasi pada Tabel 1. Demikian halnya dengan pendapat Fenita, et al., (2010) yang menyatakan bahwa proses fermentasi pada solid dengan menggunakan jamur neurosporasp dapat meningkatkan nilai nutrisi solid itu sendiri seperti protein kasar, lemak kasar, energi metabolisme, abu, calsium dan poshpor hasil analisis proksimat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi nutrisi pakan tambahan solid fermentasi dan dedak.

No Komposisi zat nutrisi Solid Fermentasi3 kg Solid Fermentasi 2 kg +Dedak 1 kg

1 Protein kasar (% BK) 11,64 11,65 2 Serat kasar (% BK) 26,35 21,68 3 Lemak kasar (% BK) 9,07 9,10 4 Energi metabolisme Kkal/g 4161 4210 5 Abu (% BK) 13,85 12,26 6 Ca (% BK) 0,99 0,53 7 P (% BK) 0,56 0,59

Keterangan: Berdasarkan Hasil Analisis Proksimat Laboratorium BMT Balitnak Ciawi 2012.

Pertambahan Bobot Badan

Rata-rata pertambahan bobot badan sapi Bali yang dipelihara selama 3 bulan pengkajian yang diberikan pakan yang berbeda dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa pertambahan bobot badan sapi Bali hasil pengkajian adalah P1 0,21 kg/hari, P2 0,43 kg/hari dan P3 0,47 kg/hari. Rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi Bali yang terendah adalah pada perlakuan P1 (sapi yang diberikan pakan hijauan 10% dari bobot badan ditambah dengan 5 kg/pelepah sapi) yaitu 0,21 kg/hari, sedangkan pertambahan bobot badan harian sapi Bali yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan P3 (sapi yang diberikan pakan hijauan 10% dari bobot badan ditambah 5 kg pelepah ditambah 2 kg solid fermentasi dan 1 kg dedak padi. Tingginya pertambahan bobot badan harian sapi Bali pada perlakuan P3 disebabkan oleh sapi Bali tersebut, selain diberikan hijauan dan pelepah kelapa sawit, sapi juga diberikan pakan tambahan berupa solid yang difermentasi ditambahkan dedak padi. Hasil yang tidak jauh berbeda diperoleh dari penelitian yang dilakukan olehRohaeni etal(2005), dimana bahwa pemberian solid, pelepah bungkil inti sawit yang mempunyai protein 7,8 % memberikan pertambahan bobot badan harian (PBBH) pada ternak sapi jantan yaitu 0,58 kg/hari.

(4)

Tabel 2. Rata-rata Pertambahan Bobot Badan selama penelitian. Perlakuan Bobot Badan Awal

(kg/ekor/) Bobot Badan Akhir (kg/ekor/) PBBH (kg/ekor/hari)

P1 210,83 230,00 0,21a

P2 164,83 203,83 0,43a

P3 139,17 181,67 0,47a

Sedangkan pada perlakuan P1 (sapi yang hanya diberikan hijauan 10% dari bobot badan ditambah dengan pelepah 5 kg/hari memperlihatkan pertambahan bobot badan harian yang paling rendah, hal ini disebabkan oleh ternak sapi yang diberi pakan basal berupa hijauan hanya cukup untuk memenuhi hidup pokoknya saja, sehingga pertambahan bobot badannya masih rendah dibandingkan dengan sapi yang diberikan pakan tambahan.

Tren perkembangan bobot badan sapi Bali yang diberikan pakan berbeda selama 3 bulan dapat dilihat pada grafik 1. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan sapi Bali selama 3 bulan pemeliharan memperlihatkan tren yang lebih baik pada perlakuan P2 dan P3, sedangkan pada perlakuan P1 memperlihatkan perkembangan yang kurang baik, dimana selama 3 bulan pemeliharaan sapi Bali memperlihatkan pertumbuhan yang lamban dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P3.

Grafik 1. PBBH masing-masing perlakuan.

Analisis ekonomi

Hasil ekonomi penggemukan sapi potong dengan beberapa perlakuan pakan pemeliharaan selama 3 bulan disajikan pada tabel 3. Biaya operasional dalam penelitian terdiri dari harga sapi bakalan Rp 35.000,- /kg/ekor bobot badan awal (BBA), sedangkan harga bahan pakan yang di berikan sesuai dengan tabel 3, harga yang di tetapkan sesuai dengan harga pasaran sedangkan pendapatan yaitu diperoleh dari berat badan akhir (BBAk) yang dikalikan dengan harga penjualan senilai Rp. 35.000,-/kg/ekor berat badan akhir (BBAk), keuntungan dari analisis di peroleh dengan jumlah pendapatan yang dikurangi dengan biaya operasional.

Besarnya nilai efisiensi usaha untuk P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 1,03; 1,10 dan 1,14 menurut Sukartawi dalam Utomo, (2009) bahwa yang dikatakan efisiennya suatu usaha tani apabila return cost ratio lebih besar dari pada 1, semakin besar R/C suatu usaha maka akan semakin efisien usaha tersebut. 0 50 100 150 200 250

0 hari 30 Hari 60 Hari 90 Hari

B o b o t B ad an ( kg/ e ko r) Lama Penggemukan P1 P2 P3

(5)

Tabel 3. Analisis finansial penggemukan sapi bali jantan yang diberikan 3 perlakuan pakan berbeda pada umur pemeliharaan 3 bulan. No Uraian 1 Perlakuan 2 3 (Kg) Rp (Kg) Rp (Kg) Rp A Biaya operasional (Rp) 1 Sapi bakalan rata-rata BBA/ekor @ Rp 35.000,-/kg/Bh 221 7.735.000 164,83 5.769.050 139,17 4.870.845 2 Pakan - Rumput Lapang @ Rp 250/kg X 90 hari 21 472.500 16 360.000 14 315.000 - Pelepah Sawit @ Rp 250/kg X 90 hari 5 112.500 5 112.500 5 112.500 - Solid Fermentasi @ Rp 800/kg X 90 hari 3 216.000 2 144.000 - Dedak Padi @ Rp 1.800/kg X 90 hari 1 162.000

Total Biaya Pakan (Rp) 585.000,- 688.500,- 733.500,- 3 Total Pengeluaran 1 + 2 Rp.7.963.000,- Rp. 6.457.550,- Rp. 5.604.345,- B Pendapatan

Rata-rata BBAk x Rp 35.000,- 230 8.050.000 203,83 7.134.000 181,67 6.358.450 C Keuntungan (Rp)

Pendapatan – Biaya operasional Rp. 87.000,- Rp. 677.450,- Rp. 754.105,-

R/C 1,03 1,10 1,14

Keterangan : BBA : Bobot Badan Awal BBAk : Bobot Badan Akhir Bh : Berat hidup

Berdasarkan hasil analisis ekonomi yang dilakukan dalam penelitian maka, P3 yang terlihat lebih efisien dibandingkan dengan perlakuan yang lain dengan nilai R/C = 1,14 penyebabnya adalah terjadinya pertambahan bobot badan hidup (PBBH) yang cukup tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 0,47 kg/ekor/hari.

KESIMPULAN

Pemberian pakan tambahan berupa solid fermentasi dan dedak dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sapi Bali yang dipelihara selama 3 bulan pemeliharaan dibandingkan dengan sapi Bali yang hanya diberikan pakan hijauan saja. Pertambahan bobot badan harian sapi Bali pada perlakuan P1 (sapi Bali yang diberikan hijauan 10% dari BB dan pelepah kelapa sawit 5 kg/ekor/hari adalah 0,21 kg/hari, P2 (sapi yang diberikan hijauan 10% dari BB dan pelepah kelaha sawit 5 kg/ekor/hari dan solid fermentasi 3 kg/ekor/hari adalah 0,43 kg/ekor/hari dan P3 (sapi yang diberikan pakan hijauan 10% dari BB ditambah pelepah kelapa sawit 5 kg/ekor/hari dan solid fermentasi 2 kg/ekor/hari serta dedak 1 kg/ekor/hari adalah 0,47 kg/ekor/hari.

Dari Analisis ekonomi yang dilakukan didapatkan bahwa tingkat keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu Rp. 754.105,-, P2 yaitu Rp. 677.450,- dan terendah adalah P1 yaitu Rp.87.000/ekor/periode.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Propinsi Bengkulu 2010, Bengkulu Dalam Angka Badan Pusat Statistik Propinsi Bengkulu 2012, Bengkulu Dalam Angka

Bahri, S. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Laboratorim Lapang dan Sekolah Lapang Pembibitan dan Penggemukan Sapi Potong (LL dan SL PPSP)/ Syamsul Bahri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan – Bogor. Fenita,Y., Urip,S., dan Prakoso,H., 2007. Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi Dengan Neorospora.SP Terhadap

Performans Produksi dan Kualitas Telur, JITV. Vol.15 No. 2 halaman 88 – 96

Gomes KA. and Gomes AA. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanianedisi kedua, Universitas Indonesia. Rohaeni,E.S., Hamdan,A., dan Subhan,A., 2005. Peluang Pemanfaatan Limbah Sawit Untuk Penggemukan Ternak Sapi, Prosiding Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-sapi Puslitbangnak. Bogor : 101 - 106

Utomo.B.N., Widjaja.E. dan Dara.E.K. (2009). Pengaruh Pemberian Probiotik Lokal (Jamu EKD) Terhadap Pertambnahan Bobot Badan Harian (PBBH) Sapi Bali Jantan di Kalimantan Tengah, Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Volume 12, Nomor 1. BBP2TP. Litbang Pertanian. Halaman 11 – 20 Widjaja.E., Utomo.B.N., dan Sarwani.M., 2005. Inovasi Teknologi Mendukung Sistem Integrasi Ternak Dengan

Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah, Prosiding Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-sapi, Puslitbangnak. Bogor halaman 47 - 58

Mathius.I.W., Sitompul.D., Manurung.B.P., dan Azmi. 2003. Produk Samping dan Pengolahan Buah Kelapa Sawit Sebagai Bahan Dasar Pakan Komplit Untuk Sapi: Suatu Tinjauan, Prosiding Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-sapi, Puslitbangnak. Bogor : 120 - 129

Sangadji, I. 2009. Mengoptimalkan Pemanfaatan Ampas Sagu sebagai Pakan Ruminansia Melalui Biofermentasi dengan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) dan Amoniasi. Disertasi. Program Studi Ilmu Ternak, IPB. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Komposisi nutrisi pakan tambahan solid fermentasi dan dedak.
Grafik 1. PBBH masing-masing perlakuan.
Tabel 3. Analisis finansial penggemukan sapi bali jantan yang diberikan 3 perlakuan pakan berbeda pada  umur  pemeliharaan 3 bulan

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara mutu makanan dalam hal keamanan pangan dengan kepuasan konsumen pada anak sekolah.. Dari

bhabin pekon Sumber Mulyo Polsek Sumberejo Bripka Tuwuh Susongko melaksanakan giat kunjungan / sambang di rumah kediaman Bpk.Supono di pekon. Sumber Mulyo kec.Sumberejo

Capaian kinerja di atas merupakan hasil dari berbagai program yang dilakukan terkait peningkatan sasaran meningkatnya kualitas pendidikan anak usia dini Pada tahun

Rata-rata skor total dari Experiential Marketing menghasilkan angka sebesar 80% yang berarti skor tersebut dalam kategori “baik” yang artinya secara keseluruhan penerapan

Data mortalitas serangga uji, persentase serangan, tinggi tanaman, jumlah anakan padi akan dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), data yang berbeda

Lepidoptera yaitu C. thuringiensis serovar israelensis dikenal sebagai bakteri yang patogen spesifik terhadap serangga anggota Diptera. Oleh karena itu, perlu

Hasil analsisi sehubungan dengan kenyataan cacat seringkali muncul karena adanya kesalahan yang disebabkan oleh proses pengelasan yang muncul saat inspeksi dilakukan, yang

Sedang PT Wanakasita Nusantara telah berupaya mengimplementasikan Pengelolaan Hutan Lestari sesuai dengan Visi dan Misi perusahaan, namun berdasarkan tabel kesesuai Visi dan