• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Wardiman Djoyonegoro, sedikitnya terdapat tiga syarat utama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Wardiman Djoyonegoro, sedikitnya terdapat tiga syarat utama"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menurut Wardiman Djoyonegoro, sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yakni: (1) sarana gedung, (2) buku yang berkualitas, (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional. Beliau juga mengemukakan bahwa hanya 43% guru yang memenuhi syarat, artinya sebagian besar guru (57%) tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional. Pantas apabila kualitas pendidikan Indonesia jauh dari harapan, dan kebutuhan. (Mulyasa, 2007: 3)

Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memeluk sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua. Mereka tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itu pun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/ sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat sebagai guru. (Daradjat, 2009: 39)

Fakta tentang kualitas guru menunjukkan, bahwa sedikitnya 50% guru di Indonesia tidak memiliki kualitas sesuai Standardisasi Pendidikan Nasional

(2)

(SPN). Berdasarkan catatan Human Development Index (HDI), fakta ini menunjukkan bahwa mutu di Indonesia belum memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar. (Taniredja, 2015: 1)

Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, telah membawa pencerahan kepada insan pendidik, baik guru maupun dosen. Undang-Undang tersebut memberikan arahan tentang pentingnya guru khususnya dan dosen untuk memiliki kualifikasi dan kompetensi tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas kesehariannya.

Peran guru untuk membangun generasi yang berakhlak mulia tentunya tidak terlepas dari suasana religius yang diciptakan di semua lembaga pendidikan. Pengembangan budaya religius di sekolah sesungguhnya adalah pembudayaan atau pembiasaan nilai-nilai pendidikan agama Islam dalam kehidupan di sekolah. Agar pengembangan budaya religius berhasil dengan baik, diperlukan beberapa setrategi diantaranya, memberikan contoh (teladan), membiasakan hal-hal yang baik, menegakkan disiplin, memberikan motivasi dan dorongan, memberikan hadiah terutama secara psikologis, menghukum (mungkin dalam rangka kedisiplinan), dan pembudayaan agama yang berpengaruh bagi pertumbuhan anak. (Prasetya,2014: 484)

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Widianto dan Wisnawati, bahwa peran guru Pendidikan Agama Islam(PAI) dalam meningkatkan

(3)

disiplin ibadah shalat siswa di SMAN 2 Kota Bekasi yaitu, guru harus memberikan tindakan nyata dalam hal ibadah. Dimana seorang guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai seorang guru, informan, fasilitator dan pembimbing yang baik, yang nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi siswa yang diharapkan kelak dapat meningkatkan disiplin ibadah shalat dalam kehidupan sehari-hari. (Widianto, 2015: 61)

Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) berperan sangat kompleks, karena selain menjadi pendidik di kelas, guru PAI juga berperan sebagai suri tauladan dan motivator terhadap perilaku beribadah siswa di lingkungan sekolah. Berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak sekolah dan pihak guru PAI diantaranya yaitu kegiatan sholat dhuha, BTAQ, tausiyah, dan juga konseling seputar agama Islam. Semua kegiatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan perilaku beribadah siswa setiap harinya. Selain itu, guru PAI juga berperan menjadi orang tua kedua di sekolah, yang nantinya jugaharus bersiap menjadi tempat mengadu saat siswa sedang menghadapi masalah.(Tsani, 2015: 41)

Seorang pendidik sebenarnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, terlebih lagi jika seorang guru itu adalah guru agama. Dia mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan berat dari pendidik pada umumnya. Selain harus mampu mengantarkan peserta didik ke dalam kesuksesan belajar, dia juga bertanggung jawab membina siswa tersebut sesuai dengan ajaran agama Islam dan dia mempunyai tanggung jawab yang

(4)

Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama adalah orang tuanya sendiri. Orang tuamempunyai tanggung jawab yang besar terhadap perkembangan anak kandungnya (peserta didik). Firman Allah Swt:

ََّّىلٱبَهُدىُقَواربَى ۡمُكيِلۡهَأَى ۡمُكَسُفوَأْآَٰىُقْاىُىَماَء َهيِذَّلٱبَهُّيَأَٰٓ َي

َّ ةَكِئَٰٓ َلَمبَهۡيَلَعُةَربَجِحۡلٱَىُسب

ََّلِغ

اَدِشظ

ََّنوُزَم ۡؤُيبَمَوىُلَعۡفَيَى ۡمُهَزَمَأَٰٓبَمَهَّللٱَوىُص ۡعَي َّلَّد

َّ

٦

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS At-Tahrim: 6)

Mengingat keterbatasan orang tua dalam memberikan pendidikan di rumah karena harus mencari nafkah untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga mereka, maka orang tua kemudian menyerahkan anaknya kepada pendidik di sekolah (murrabi, mu‟alim, atau mu‟adib) untuk mendidik. Para pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak.Dalam terminologi pendidikan modern, para pendidik ini disebut orang yang memberikan pelajaran kepada anak didik dengan memegang satu disiplin ilmu tertentu di sekolah.

Demikian pula dalam pandangan Islam, pendidik mempunyai kedudukan tinggi sebagaimana yang dilukiskan dalam hadis Nabi Saw, bahwa “Tinta

(5)

seorang ilmuan (ulama) lebih berharga dari pada darah seorang Syuhada”.Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain sebagainya. Batasan ini bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Di samping itu, pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.

Pendidikan formal diselenggarakan dalambentuk madrasah atau sekolah umum serta jenis kejuruan lainnya.Pada dasarnya sekolah merupakan suatu lembaga yang membantu bagi tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat Islam, dalam bidang pengajaran yang tidk dapat secara sempurna dilakukan dalam rumah dan masjid.Pendidikan formal harus dapat menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk individu melalui pembekalan dalam semua bidang studi.Melalui pembekalan materi bidang studi anak dikembangkan logikanya, sesuai dengan jenis dan jenjangnya masing-masing, sehingga anak dapat berpikir nalar. Untuk mencapai hal tersebut maka sekolah melalui guru-gurunya harus mampu memberi pengalaman kepada anak dalam mengembangkan konsep, prinsip, generalisasi intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi, tanggung jawab, keterampilan dan lain-lain. Dengan kata lain, sekolah harus mampu menumbuhkembangkan ke ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik agar anak mampu menolong dirinya sendiri (dalam hidup di masyarakat maupun untuk kelanjutan studinya)

(6)

Di dalam pendidikan formal, Pendidikan Agama sangatlah penting, Pendidikan Agama dimaksudkan untuk meningkatan potensi religius dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maaha Esa dan berakhlak mulia.

Pengembangan budaya religius di sekolah sesungguhnya adalah pembudayaan atau pembiasaan nilai-nilai pendidikan agama Islam dalam kehidupan di sekolah. Hal ini disebabkan karena sekolah merupakan pendidikan formal yang bertugas mempengaruhi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan anak secara optimal. Pelaksanaan pendidikan agama Islam dibutuhkan pembiasaan atau praktek-praktekagama yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Dari proses pembiasaan itulah akan membentuk pendidikan Tauhid pada anak, yang akan membawa pada proses kesadaran bahwa apa yang dilakukan manusia setiap hari akan senantiasa terlihat dan tercatat dengan baik oleh Allah Swt. Dengan demikian Pendidikan Agama di sekolah bukan hanya pada tataran kognitif saja, namun bagaimana membentuk kesadaran pada siswa untuk melaksanakan dan membudayakan nilai-nilai pendidikan agama dalam kehidupan sehari-hari (Prasetya, 2014: 484)

SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga sebagai sekolah menengah atas merupakan lembaga pendidikan swasta yang didirikan oleh Muhammadiyah. SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga memiliki visi kokoh dalam aqidah, maju dalam iptek dan mantap dalam akhlakul karimah ini sangat mengunggulkan

(7)

nilai-nilai keagamaan dan ilmu pengetahuan sehingga peserta didik akan tumbuh kesadaran untuk berbakti kepada agama, masyarakat dan negara.

Berdasarkan hasil observasi pendahuluan yang peneliti peroleh di SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga, terdapat bentuk pelaksanaan pengamalan ibadah yang dilakukan oleh para siswa di lingkup sekolah. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengamalan-pengamalan ibadah seperti membaca Al-Qur‟an secara rutin sebelum pembelajaran dimulai, kegiatan baca tulis al-Qur‟an (BTA), melakukan sholat sunnah dhuha, melakukan sholat fardhu dhuhur secara berjamaah dan melakukan sholat jum‟at berjamaah bagi laki-laki.

Dari latar belakang masalah diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang seperti apa bentuk kontribusi guru terhadap pengamalan ibadah siswa di sekolah. Maka penelitian ini terangkai dalam judul “Kontribusi Guru Pendidikan Agama Islam terhadap Pengamalan Ibadah Siswa di SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana kontribusi guru pendidikan agama Islam terhadap pengamalan ibadah siswa di SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga?

(8)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi guru pendidikan agama Islam terhadap pengamalan ibadah siswa di SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara teoritis dan praktis.

1. Secara Teoritis :

a. Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu Pendidikan Agama Islam. Selain itu juga untuk merangsang dilakukannya penelitian yang lebih mendalam dan menyeluruh terhadap permasalahan dalam penelitian ini.

2. Secara praktis a. Bagi Sekolah

Sebagai salah satu bahan masukan bagi sekolah terutama SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga dalam meningkatkan pengamalan ibadah siswa

b. Bagi Siswa

Sebagai bahan masukan bagi siswa-siswi agar dapat lebih semangat dan antusias dalam pengamalan ibadah.

(9)

c. Bagi Guru

Sebagai bahan masukan untuk para guru khususnya guru PAI agar lebih berperan aktif dalam membina, memotivasi dan memberikan tuntunan yang benar tentang pengamalan ibadah siswa

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah keterampilan dan pengetahuan peneliti dalam melakukan penelitian, penelitian ini diharapkan dapat menggali mengenai kontribusi guru PAI dalam pengamalan ibadah siswa.

E. Fokus Penelitian

Yang dimaksud pengamalan ibadah adalah suatu usaha untuk menjalankan ajaran-ajaran agama dalam bidang Tadarrus al-Qur‟an, baca tulis al-Qur‟an, sholat dhuha, sholat dhuhur berjamaah dan sholat jumat bagi laki-laki secara baik dan benar berdasarkan hasil angket dan wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 14 Februari 2017 dan tanggal 16 Agustus 2017. Pengamalan ibadah disini adalah pengamalan ibadah yang hanya dilakukan di lingkup sekolah saja. Jadi, peneliti hanya akan fokus meneliti tentang pengamalan-pengamalan ibadah siswa yang hanya dilakukan di dalam sekolah,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pelaksanaan program corporate social responsibility yang dilakukan oleh BI dan UNIB di Desa Srikaton, Kecamatan Pondok Kelapa,

Novel ini banyak mengandung masalah sosial moral di dalamnya.Selain itu, bahasa yang digunakan pengarang sangatlah mudah untuk dipahami oleh seorang pembaca.Oleh karena

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura.Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

42 Kekuasaan yang dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan benda ekonomis melainkan secara yuridis, artinya pemberi fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda bergerak

Keluarga mengatakan bahwa anak sudah memiliki hasrat atau nafsu untuk makan meskipun dalam jumlah yang sedikit dan anak lebih banyak minum daripada makan Pasien

Kehancuran terjadi ketika peradilan umum disebut dapat dipilih oleh para pihak melalui akad untuk menyelesaikan sengketa mereka, karena kedudukan peradilan umum yang bersifat

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45