• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan internasional antar negara tidak selalu berjalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan internasional antar negara tidak selalu berjalan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Hubungan-hubungan internasional antar negara tidak selalu berjalan dengan baik. Sikap negara yang akan selalu mengejar kepentingan nasional mereka, menyebabkan terjadinya benturan kepentingan antar negara di dunia. Kepentingan-kepentingan tersebut dapat menciptakan hubungan kerjasama yang baik antar negara dan juga dapat menyebabkan timbulnya konflik. Jika kerjasama tidak terjalin, maka yang terjadi adalah konflik. Konflik dapat mengancam hubungan diplomatik yang ada bahkan dampak terburuknya adalah memicu perang antar negara.

Konflik antar negara dapat terjadi antara lain karena masalah perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain.1

Secara geografis Laut Cina Selatan terbentang dari arah barat daya ke timur laut, yang batas selatannya adalah 3º Lintang Selatan antara Sumatera dan Konflik Laut Cina Selatan adalah salah satu konflik di kawasan Asia Timur yang timbul karena adanya kepentingan negara akan sumber daya alam yang melimpah di kawasan tersebut. Selama berabad-abad sejumlah negara memperebutkan wilayah ini dan berakibat pada perselisihan yang tak kunjung selesai. Sampai saat ini, belum ada titik temu dari negara-negara yang terlibat untuk menyelesaikan konflik.

(2)

Kalimantan (Selat Karimata), dan batas utaranya adalah Selat Taiwan, dari ujung utara Taiwan ke pesisir Fujian di Cina daratan.2 Laut Cina selatan merupakan laut setengah tertutup atau semi-closed sea3 dengan luas sektor 3.500.000 km. Laut

Cina Selatan berbatasan langsung dengan negara Cina, Makao, Hongkong, Taiwan, Filipina, Malaysia, Brunei, Indonesia, Singapura, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Di wilayah perairan tersebut tersebar beberapa gugus kepulauan, yaitu: (1) gugus Kepulauan Pratas; (2) gugus Kepulauan Paracel; dan (3) gugus Kepulauan Spratly. Selain itu ada juga gugusan karang Macclesfield Bank.4

Potensi sumber daya alam yang ada pada Laut Cina Selatan menjadi faktor terbesar dari timbulnya konflik. Laut ini memang dikenal memiliki kandungan minyak dan gas alam yang melimpah bahkan mengandung banyak ikan yang dapat menjadi sumber gizi penduduk Asia.5 Selain itu, posisi strategis Laut Cina Selatan juga menjadi faktor lain mengapa kawasan ini diperebutkan. Lebih dari setengah lalu lintas pengangkut minyak dunia melalui Laut Cina Selatan dari Timur Tengah menuju Cina, Jepang, Taiwan dan Korea Selatan setiap tahunnya.6

2 Poltak Partogi, et all. Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya terhadap Kawasan. Jakarta:

P3DI DPR RI. 2012. Hal. 124

3 Menurut UNCLOS 1982 pasal 122 laut setengah tertutup berarti suatu teluk, lembah laut, atau

laut yang dikelilingi oleh dua atau lebih negara dihubungkan dengan laut lainnya atau samudera oleh suatu alur yang sempit atau yang terdiri seluruhnya atau terutama dari laut teritorial dan zona ekonomi eksklusifnya dua atau lebih negara pantai.

4 Asnani Usman & Rizal Sukma. Konflik Laut Cina Selatan Tantangan Bagi ASEAN. Jakarta: CSIS.

1997. Hal. 2

5 Bambang Cipto. Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong terhadap Dinamika,

Kondisi Riil dan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007. Hal. 205

(3)

Laut Cina Selatan dapat menjadi sumber kehidupan bagi negara-negara di sekitarnya. Kawasan ini banyak berkontribusi dalam hal pemenuhan kebutuhan negara-negara yang akan berdampak juga kepada perekonomian negara. Hal tersebut menjadi alasan mendasar bagi negara-negara yang memiliki kepentingan atas Laut Cina Selatan. Mereka terus mempertahankan klaim atas wilayah bahkan menduduki pulau-pulau agar dapat memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.

Sengketa Laut Cina Selatan telah muncul sejak abad ke-19, ketika Inggris menduduki dan mengklaim Kepulauan Spartly. Kemudian pada abad ke-20 Cina ikut mengklaim kawasan tersebut dan disusul oleh Perancis sekitar tahun 1930-an. Saat Perang Dunia II berlangsung, kawasan ini berhasil direbut Jepang dari Perancis sampai ketika perang berakhir Cina dan Perancis kembali mengklaim kawasan tersebut. Filipina yang membutuhkan sebagian kawasan Laut Cina Selatan untuk kepentingan keamanan nasionalnya juga ikut mengklaim.7

Sifat sengketa di Laut Cina Selatan pada dasarnya disebabkan oleh dua hal, yaitu:

Sejak tahun 1970, klaim terhadap kawasan Laut Cina Selatan mulai meningkat.

8

(1) Hukum Laut atau United Nations Convention On the Law of the Sea (UNCLOS) yang mulai berlaku pada 1982 dan diratifikasi oleh beberapa negara di sekitar perairan tersebut. Mengacu pada peraturan-peraturan yang ada tentang perairan internal, perairan kepulauan, perairan teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen dan laut lepas, negara-negara sekitar berupaya

7 Bambang Cipto. Op. Cit. Hal. 206 8 Poltak Partogi. Op. Cit. Hal. 124

(4)

untuk memperluas wilayahnya. Dengan kata lain, negara-negara terkait telah menyalahgunakan hukum laut yang ada.

(2) Klaim yang tumpang tindih. Pada umumnya keenam negara yakni Cina, Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia dan Brunei Darussalam menggunakan dasar historis dan geografis dalam memperebutkan hak milik atas kawasan tersebut.9

Klaim Cina diajukan berdasarkan prinsip “historic waters” atau perairan yang menurut sejarah Cina merupakan bagian dari wilayah atau yurisdiksi Cina. Klaim mereka tidak didukung dengan landasan dan tidak ada kejelasan batas-batas wilayah yang diklaim. Selain dari pada itu, penafsiran yang berbeda-beda mengenai Hukum Laut (UNCLOS 1982) juga membuat negara-negara mengklaim berdasarkan perluasan yuridiksi berdaulat.

Cina menjadi negara yang paling banyak mengklaim wilayah Laut Cina Selatan. Klaim Cina atas wilayah tersebut didasarkan pada kepemilikan bangsa Cina atas kawasan laut dan kepulauan Paracel dan Spratly sejak 2000 tahun yang lalu. Pada tahun 1947, Pemerintah Cina mengeluarkan peta yang menggambarkan kedaulatan Cina atas Laut Cina Selatan dan dikenal dengan istilah “nine dashed

lines”. Peta tersebut memuat sembilan garis putus-putus yang melingkupi hampir

seluruh kawasan Laut Cina Selatan.

10

9 Humaltike Kristine. Kepentingan Indonesia Memprakarsai Code of Conduct (COC) of Parties di

Laut Cina Selatan. 2014

Pemerintah Cina juga menyebut nine dashed lines sebagai wilayah tradisional

fishing ground mereka. Seperti Cina, negara Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia

dan Brunei Darussalam yang dalam hal ini juga mengklaim bahwa sebagian

http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/71609/Humaltike%20Kristine.pdf?seq uence=1 diakses pada 18 April 2017 pukul 01:52 WIB

(5)

wilayah Laut Cina Selatan masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara mereka berdasarkan pendekatan geografis yang diakui oleh UNCLOS 1982.

Vietnam merupakan negara dengan klaim terbanyak kedua setelah Cina. Vietnam mengklaim gugusan Kepulauan Paracel yang terletak di tenggara Hainan beserta dengan ZEE dan landas kontinennya, dan juga seluruh kawasan kepulauan Spartly.11 Berbeda dengan Cina dan Vietnam, Filipina hanya mengklaim suatu gugusan pulau Scarborough Shoal di kepulauan Spartly beserta landas kontinennya.12 Sementara itu Malaysia hanya mengklaim sejumlah kecil kawasan di kepulauan Spartly yang masuk ke dalam ZEEnya.13 Kemudian negara yang paling sedikit mengklaim adalah Brunei Darussalam yang mengklaim Louisa Reef, yang juga diklaim oleh Malaysia, dan Rifleman Bank.14

Konflik Laut Cina Selatan sangat berpotensi menimbulkan instabilitas kawasan. Klaim tumpang tindih wilayah di Laut Cina Selatan telah menimbulkan ketegangan hubungan di antara pihak yang bersengketa, bahkan sempat terjadi konflik militer yang menimbulkan korban jiwa. Pada tahun 1991, untuk memformalkan klaim terhadap Spratly dan Paracel, Cina mengeluarkan Law on

the Territorial Sea and the Contiguous Zone of the Republic of Tiongkok. Lalu

empat tahun kemudian, instalasi militer Filipina di Karang Mischief, Kepulauan Spratly direbut Cina. Pada Mei 2000, giliran Filipina yang melakukan tindakan

11 Ibid. Hal. 12

12 Ibid. Hal. 13 13 Ibid. Hal. 14 14 Ibid. Hal. 15

(6)

dengan menembak mati satu nelayan dan menangkap tujuh nelayan Tiongkok yang melewati perairan Filipina di dekat Pulau Palawan.15

Beberapa tahun belakangan, ketegangan atas klaim di Laut Cina Selatan semakin meningkat. Negara-negara yang terlibat dalam persengketaan terus berupaya mempertahankan klaimnya. Bahkan negara-negara tersebut telah memperkuat kemampuan militer mereka, dan beberapa juga tengah mengeksplorasi jalan legal.

Demikian juga konflik antar Cina dan Vietnam yang terjadi pada tahun 1974 di Paracel. Konflik tersebut menewaskan lebih dari 70 tentara Vietnam dan 18 tentara Cina. Cina memenangkan konflik ini dan terus menguasai kawasan yang disengketakan bahkan memasukkan pulau Paracel sebagai bagian kota administratif Sansha Provinsi Hainan. Konflik selanjutnya terjadi pada Maret 1988 dalam mempertebutkan karang Jolusan (Kepulauan Spartly). Konflik ini kembali dimenangkan oleh Cina dan menewaskan 60 tentara Vietnam. Pada bulan Mei 1992 terjadi baku tembak antara Cina dan Vietnam setelah Cina memasukkan seluruh wilayah Laut Cina Selatan menjadi bagian dari wilayahnya.

16

Cina misalnya, telah membangun pangkalan laut di Sanya yang dapat berfungsi sebagai gerbang menuju Laut Cina Selatan.17 Tahun 2013, Cina juga meningkatkan anggaran militernya sampai 150 miliar dolar.18

15 Dadang Sobar Wirasuta. Keamanan Maritim Laut Cina Selatan: Tantangan dan Harapan. Jurnal

Universitas Pertahanan Indonesia. Vol. 3 (3). 2013. Hal. 80

16 Jon Lunn and Arabella Lang. The South China Sea Dispute: July 2016 Update. House of

Commons Library. Number 7481, 12 July 2016.

http://researchbriefings.parliament.uk/ResearchBriefing/Summary/CBP-7481#fullreport diakses pada 18 April 2017 pukul 02.00 WIB

17 Poltak Partogi. Loc. Cit

(7)

Modernisasi militer juga dilakukan negara-negara ASEAN. Beberapa tahun terakhir terjadi perubahan dalam prioritas kebijakan pertahanan Vietnam. Program modernisasi kekuatan bersenjata Vietnam telah mengalami percepatan dan angkatan laut Vietnam sudah menerima sejumlah perlengkapan militer baru.19

Posisi Laut Cina Selatan yang begitu rawan dengan adanya konflik implikasinya sangat besar di kemudian hari terjadi konflik bersenjata di perairan tersebut. Konflik Laut Cina Selatan akan mempengaruhi stabilitas kawasan, apalagi empat diantara enam negara yang terlibat dalam konflik merupakan negara anggota ASEAN. Sampai saat ini belum juga ada institusi atau Organisasi Sementara itu Filipina mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan kapabilitas militer Filipina. Di bawah pemerintahan Presiden Aquino, pemerintah Filipina melancarkan program untuk meningkatkan kekuatan the Philippine Air Force dan

Philippine Navy.

Sementara tumpang tindih klaim belum dapat diselesaikan, insiden-insiden terus bermunculan di kawasan Laut Cina Selatan. Keunggulan militer Cina yang jauh melampaui kekuaran negara-negara pengklaim lainnya telah mendorong Cina untuk lebih berani bertindak mempertahankan klaimnya. Dengan demikian, potensi terjadinya konflik bersenjata jauh lebih besar dibandingakn pada periode 1990an. Adanya tindakan-tindakan Cina yang mengancam kebebasan navigasi dan kelancaran jalur perdagangan internasional juga akan megundang lebih banyak pihak yang berkepentingan untuk terlibat jika terjadi konflik di Laut Cina Selatan.

19 Poltak Partogi. Op.Cit. Hal. 27

(8)

Internasional yang dapat menyelesaikan sengketa.20

Visi Masyarakat ASEAN 2025 di dalam poin Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN menginginkan suatu masyarakat yang bersatu, inklusif, dan tangguh pada tahun 2025. ASEAN tetap kohesif, responsif, dan relevan dalam mengatasi berbagai tantangan terhadap perdamaian dan keamanan kawasan serta memainkan peran utama dalam membentuk arsitektur kawasan yang terus berkembang, seraya memperdalam hubungan dengan pihak eksternal dan memberikan kontribusi secara kolektif terhadap perdamaian, keamanan, dan stabilitas global.

Jika hal ini tidak segera disikapi dengan mencari solusi yang efektif, konflik akan semakin berkembang dan membuat keamanan dan stabilitas kawasan terancam.

21

Di dalam salah satu poinnya, ASEAN berupaya mewujudkan suatu kawasan yang dapat menyelesaikan perbedaan dan sengketa dengan cara damai, termasuk menahan diri dari menggunakan ancaman atau kekuatan, dan menerapkan mekanisme penyelesaian sengketa secara damai seraya memperkuat langkah membangun rasa saling percaya, mendorong diplomasi preventif dan inisiatif penyelesaian konflik.22

20 Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Buku Putih Pertahanan Indonesia. Kemenhan:

Jakarta.

Visi ASEAN tersebut menjadi dorongan yang baik bagi penyelesaian konflik Laut Cina Selatan yang memang sedang menjadi perhatian bagi negara-negara ASEAN.

https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2016/04/BPPI-INDO-2015.pdf diakses pada 2 April 2017 pukul 23.05

21 Kementerian Luar Negeri RI. ASEAN 2025;Melangkah Maju Bersama.

http://www.kemlu.go.id/Buku/ASEAN%202025%20Melangkah%20Maju%20Bersama.pdf diakses pada 2 Juni 2017 pukul 16.00

(9)

Upaya-upaya penyelesaian konflik sebenarnya telah menjadi perhatian di masyarakat Internasional sejak awal abad ke-20. Upaya-upaya ini dilakukan untuk menciptakan hubungan antarnegara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.23

Berbagai upaya itu sebenarnya telah dilakukan oleh negara-negara yang terlibat, misalnya seperti kesepakatan yang dibuat antara Cina dengan Filipina (1995) serta Filipina dengan Vietnam (1996) dalam pembentukan Confidence Building Measures, kode etik di antara mereka.

Pencapaian resolusi konflik Laut Cina Selatan tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, tetapi juga secara politik dan keamanan bagi setiap negara yang terlibat. Dampak dari penyelesaian konflik tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat di sekitar Laut Cina Selatan tetapi juga bagi Indonesia dan dunia internasional.

Namun, dalam konteks konflik Laut Cina Selatan, penyelesaian konflik merupakan suatu hal yang cukup sulit untuk dicapai. Sulit karena ada lebih dari lima negara yang terlibat dalam konflik. Solusi utama bagi konflik Laut Cina Selatan adalah ketika ada bukti kuat negara-negara yang mengaku mempunyai otoritas terhadap pulau atau batas wilayah. Meski demikian, yang diperlukan oleh negara-negara yang terlibat adalah bagaimana agar kondisi kawasan tetap stabil, sambil menunggu titik temu dari negara-negara untuk menyelesaikan konflik.

24

23 Huala Adolf. Op. Cit. Hal. 54.

Namun kesepakatan tersebut ternyata tidak cukup kuat untuk membentuk confidence building measures atau

24 Faudzan Farhana. Memahami Perspektif Tiongkok dalam Upaya Peyelesaian Sengketa Laut

Cina Selatan. Jakarta: Peneliti Pusat Penelitian Politik, LIPI. Vol. 11 (1). 2014. Hal. 168.

http://ejournal.lipi.go.id/index.php/jpp/article/viewFile/196/80 diakses pada 2 April 2017 pukul 23.05

(10)

kepercayaan di antara mereka. Nyatanya Cina kembali melaksanakan pembangunan pulau buatan di Laut Cina Selatan

Beberapa waktu terakhir, Filipina memilih untuk menyelesaikan sengketa melalui Permanent Court Abritration (Mahkamah Arbitrase Internasional). Pada tahun 2013 lalu Filipina mengajukan pokok perkara mengenai klaim nine dashed

lines yang dibuat oleh Cina terkait wilayah Scarborough Shoal dan sebuah pulau

karang. Filipina mengatakan klaim Cina atas daerah-daerah tersebut tidak berdasar karena bertentangan dengan Hukum Laut (UNCLOS 1982). Dalam hal ini, catatan maupun rekam jejak sejarah tidak bisa dianggap sebagai basis legal dalam penetapan wilayah.25

Pada Juli 2016, Mahkamah Arbitrase menerima semua gugatan Filipina dan menyatakan bahwa klaim Cina memang tidak memiliki landasan hukum yang benar bahkan tidak sesuai dengan ketetapan UNCLOS 1982. Mahkamah juga menyatakan bahwa reklamasi pulau yang dilakukan Cina di perairan ini tidak memberi hak apa pun kepada pemerintah Cina. Cina bahkan dianggap melakukan pelanggaran atas hak-hak kedaulatan Filipina dan menegaskan bahwa Cina telah menyebabkan kerusakan lingkungan di Laut Cina Selatan dengan membangun pulau-pulau buatan.26

Ditolaknya putusan Mahkamah Arbitrase oleh Cina mengisyaratkan bahwa konflik di Laut Cina Selatan akan memasuki babak baru yang semakin

25 Marcheilla Ariesta Putri Hanggoro. 2015. Indonesia dukung Filipina gugat China di Arbitrase

Internasional. https://www.merdeka.com/dunia/indonesia-dukung-filipina-gugat-china-di-arbitrase-internasional.html diakses pada 29 April 2017 20.50

26 Nograhany Widhi Koesmawardhani. Ini Putusan Lengkap Mahkamah Arbitrase Soal Laut China

Selatan. 2016. https://news.detik.com/internasional/3251971/ini-putusan-lengkap-mahkamah-arbitrase-soal-laut-china-selatan diakses pada 29 April 2017 pukul 21.45

(11)

panas. Cina seakan menunjukkan bahwa mereka akan terus bersikeras dengan klaim wilayahnya dan sama sekali tidak menghiraukan Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) yang ada dan telah disepakati bersama. Hal ini juga seakan menunjukkan bahwa penyelesaian konflik dengan metode hukum juga belum berhasil dicapai.

Sejak proklamasi, Indonesia melalui politik luar negerinya yang bebas-aktif secara terus menerus memberikan kontribusi positif dalam penyelesaian konflik-konflik internasional.27

Sebagai negara terbesar di antara negara-negara ASEAN, Indonesia tentu memiliki tanggung jawab dalam memelihara stabilitas kawasan. Hal ini yang mendorong Indonesia untuk terus mengupayakan hal-hal yang dapat membantu proses penyelesaian konflik tersebut. Selain itu, secara ekonomi, kepentingan Indonesia juga pasti terganggu dengan adanya konflik tersebut. Mengingat angka perdagangan Indonesia dengan negara kawasan Asia Timur cukup tinggi. Proses produksi migas di Natuna juga akan terganggu dan pastinya mengusik pemasukan negara.

Di dalam konflik Laut Cina Selatan, Indonesia juga telah mengupayakan penyelesaian terhadap sengketa-sengketa yang terjadi di kawasan. Hal yang mendasari sikap Indonesia dalam konflik adalah posisinya sebagai negara anggota ASEAN yang meninginkan kondisi yang aman dan stabil di wilayah tersebut.

28

27 Peran Indonesia Mengatasi Berbagai Konflik Internasional. 2015.

http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/09/134582/peran-indonesia-mengatasi-berbagai-konflik-internasional diakses pada 1 Mei 2017 pukul 14.00 WIB

(12)

Terlebih lagi jika dikaitkan dengan klaim nine dashed lines Cina yang mengenai wilayah ZEE Indonesia di utara Kepulauan Natuna. Jika Cina menolak mentah-mentah hasil putusan Mahkamah Arbitrase pada 2016 lalu atas gugatan Filipina, tidak menutup kemungkinan bahwa Cina akan terus bersikeras di dalam mempertahankan klaimnya. Dengan demikian Indonesia seharusnya lebih gencar untuk melakukan diplomasi kepada negara-negara yang terlibat secara langsung dalam konflik. Indonesia harus tetap mengusahakan agar negara-negara pengklaim (claimant states) menyelesaikan konflik dengan jalan damai dan tidak melakukan hal-hal yang memicu perang.

1.2. Perumusan Masalah.

Laut Cina Selatan merupakan kawasan dengan sumber daya alam melimpah dan memiliki posisi strategis. Keistimewaan Laut Cina Selatan tersebut telah menyeret beberapa negara masuk ke dalam persengketaan antara satu negara dengan negara yang lain. Klaim yang tumpang tindih atas kawasan tersebut bermunculan akibat dari kepentingan masing-masing negara. Penyebab sengketa-sengketa yang terjadi di Laut Cina Selatan—terutama di dua gugusan kepulauan Paracel dan Spartly—sebenarnya disebabkan oleh dua hal yaitu penafsiran United

Nations Convention On the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang salah dan klaim

yang tumpang tindih antar negara.

Pada enam tahun belakangan, ketegangan atas klaim di Laut Cina Selatan semakin meningkat. Negara-negara yang terlibat dalam persengketaan terus mempertahankan klaimnya. Bahkan negara-negara tersebut telah memperkuat pertahanan negara dengan meningkatkan kemampuan militer mereka. Hal ini

(13)

menunjukkan bahwa pihak yang mengklaim pun telah melihat potensi perang jika konflik ini tidak segera terselesaikan. Konflik Laut Cina Selatan tentunya akan mempengaruhi stabilitas kawasan karena dapat memicu terjadinya perang, apalagi empat diantara enam negara yang terlibat dalam konflik merupakan negara anggota ASEAN.

Dengan berbagai dampak di atas, Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN, kemudian mengambil inisiatif untuk ikut membantu usaha penyelesaian konflik Laut Cina Selatan. Selain didorong oleh posisinya dalam ASEAN, upaya Indonesia dalam penyelesaian konflik juga didorong oleh kepentingan nasionalnya yang terganggu di kawasan tersebut. Usaha yang dilakukan Indonesia ini merupakan satu-satunya usaha multilateral, di saat negara-negara yang bersengketa, terutama Cina, hanya mau menggunakan pendekatan bilateral.

Pencapaian resolusi konflik Laut Cina Selatan tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, tetapi juga secara politik dan keamanan. Besarnya potensi ekonomi seperti jalur pelayaran, kandungan alam minyak, gas dan mineral serta kekayaan ikannya jika dapat dikelola dengan baik akan sangat bermanfaat bagi setiap negara yang terlibat. Penyelesaian konflik akan memiliki manfaat yang sangat signifikan tidak saja bagi masyarakat sekitar Laut Cina Selatan tetapi juga bagi Indonesia dan dunia internasional.

Indonesia harus selalu mewaspadai situasi keamanan di Laut Cina Selatan karena secara geografis letak Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara yang terlibat sengketa dan juga sangat dekat dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Wilayah tersebut juga merupakan salah satu jalur lintas ekonomi internasional, dimana ekspor impor Indonesia melewati jalur tersebut.

(14)

Selain itu, Indonesia yang menjadi bagian dari masyarakat Internasional, perlu menentukan jalan terbaik bagi penyelesaian masalah Laut Cina Selatan. Karena dengan cara inilah Indonesia dapat menunjukan partisipasinya dalam menjaga perdamaian dunia yang dimulai dengan menciptakan perdamaian di dalam negeri dan di kawasan.

1.3. Pertanyaan Penelitian.

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah:

1. Bagaimana upaya Indonesia dalam menyelesaikan konflik Laut Cina Selatan?

1.4. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Indonesia dalam penyelesaian konflik Laut Cina Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berupa pemahaman terhadap upaya Indonesia dalam penyelesaian konflik Internasional khususnya konflik Laut Cina Selatan.

(15)

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada pembaca mengenai konflik yang terjadi dan diharapkan dapat menjadi bahan kajian akademisi yang berkaitan dengan konflik internasional.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan referensi penelitian sosial bagi Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

1.6 Kerangka Konsep dan Teori.

1.6.1. Hubungan Internasional.

George A. Lopez dan Michael S. Stohl mendefiniskan hubungan internasional sebagai suatu aktifitas manusia dimana para individu atau kelompok dari suatu bangsa atau negara berinteraksi, resmi atau tidak, dengan para individu atau kelompok dari negara lain. Hubungan internasional tidak hanya melibatkan kontak fisik langsung atau tatap muka, tetapi juga transaksi-transaksi ekonomi, penggunaan kekuatan militer dan diplomasi, baik yang sifatnya publik maupun privat.29

Mohtar Mas’oed mengemukakan tentang beberapa pertanyaan yang sering menjadi substansi studi Hubungan Internasional, yaitu: bangsa dan dunia; proses transnasional dan interdepedensi internasional; perang dan damai; kekuatan dan kelemahan;politik internasional dan masyarakat internasional; kependudukan versus pangan; sumber daya alam dan lingkungan; kemakmuran dan kemiskinan;

29 Ambarwati. Op. Cit. Hal 7

(16)

kebebasan dan penindasan; persepsi dan ilusi; apatis dan aktivitas; revolusi dan stablitas; dan identitas dan transformasi.30

Menurut sebagian besar para penganut ajaran tradisionalis, hubungan internasional sendiri adalah studi mengenai pola-pola dari aksi dan reaksi di antara negara-negara berdaulat. Golongan tradisionalis umumnya menyamakan hubungan internasional itu dengan “diplomasi dan strategi” serta “kerjasama dan konflik” atau lebih singkat “studi mengenai perdamaian dan perang”31

1.6.2. Politik Luar Negeri.

.

Politik luar negeri pada dasarnya merupakan action theory, atau kebijaksanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara umum, politik luar negeri atau foreign police merupakan suatu perangkat nilai, sikap, arah, serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dunia internasional.32

Salah satu cara untuk memahami konsep politik luar negeri adalah dengan cara memisahkannya ke dalam dua komponen: politik dan luar negeri. Politik atau

police adalah seperangkat keputusan yang menjadi pedoman untuk bertindak atau

seperangkat aksi yang bertujuan untuk mencapai saasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Police itu sendiri berakar pada konsep “pilihan”: memilih tindakan atau membuat keputusan-keputusan untuk mencapai suatu tujuan.

30 Ibid. Hal. 15

31

Suffri Yusuf. 1989. Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal. 39

32 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu Hubungan

(17)

Sedangkan gagasan mengenai kedaulatan dan konsep “wilayah” akan membantu upaya memahami konsep luar negeri. Kedaulatan berarti kontrol atas wilayah (dalam) yang dimiliki oleh suatu negara. Jadi, politik luar negeri berarti seperangkat pedoman utnuk memilih tindakan yang ditujukan keluar wilayah suatu negara.33

William Natser menyebutkan bahwa politik luar negeri secara luas adalah serangkaian tujuan-tujuan nasional dan strategi-strategi yang memandu pembentukan/perumusan kebijakan-kebijakan tertentu yang memengaruhi pada isu-isu tertentu. 34

K.J Holsti memberikan tiga kriteria untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan politik luar negeri suatu negara, yaitu:

Tujuan politik luar negeri yaitu sebagai citra mengenai keadaan dan kondisi di masa depan suatu negara dimana pemerintah melalui para perumus kebijaksanaan nasional mampu meluaskan pengaruhnya kepada negara-negara lain dengan mengubah atau mempertahankan tindakan negara lain.

35

1. Nilai (values) yang menjadi tujuan dari para pembuat keputusan.

2. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain ada tujuan jangka pendek (short term), jangka menengah (middle term) dan jangka panjang (longterm).

3. Tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada negara lain.

33 Ibid. Hal. 48.

34 Ibid.

(18)

1.6.2. Konsep Kepentingan Nasional.

Kepentingan nasional merupakan konsep kunci dari politik luar negeri.36

Kepentingan nasional dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional suatu negara merupakan unsur-unsur yang membentuk kebutuhan negara yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan, militer dan kesejahteraan ekonomi.

Tindakan-tindakan negara sebagai aktor utama dalam menjalankan politik luar negeri selalu berdasarkan pada kepentingan nasionalnya. Semua negara memiliki kepentingan yang hendak dicapai. Maka dari itu kepentingan nasional berpusat pada perlindungan diri sebuah bangsa. Jadi, konsep kepentingan nasional adalah dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara.

37

Frankel mengatakan bahwa kepentingan nasional dapat melukiskan aspirasi negara, dan kepentingan nasional dapat dipakai secara operasional yang dapat dilihat dalam aplikasinya pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang aktual serta rencana-rencana yang dituju. Dengan demikian baik kebijaksanaan maupun rencana yang dituju berorientasi kepada kepentingan nasional.38

36 J. Frankel. 1991. Hubungan Internasional. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 45 37 Anak Agung. Op. Cit. Hal. 35

38 R. Soeprapto. Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada. 1997. Hal. 143

Pada hakekatnya salah satu pengertian kepentingan nasional yang paling vital adalah perlindungan diri (self-preservation). Konsep kepentingan nasional juga tidak bisa dipisahkan dengan politik luar negeri suatu negara, sepanjang kepentingan nasional tidak

(19)

diterjemahan semata-mata sebagai power. Seperti dikatakan Joseph Frankel, kepentingan nasional merupakan konsep kunci dari politik luar negeri.39

Frederich S Pearson dan J. Martin Rochester menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga kepentingan utama yang dimiliki oleh suatu negara, yaitu: 1). Tekad kuat untuk mempertahankan keberlangsungan hidup negara, termasuk di dalamnya adalah melindungi warga negara dan integritas wilayah; 2). Memajukan kesejahteraan ekonomi penduduknya, dan 3). Mempertahankan hak untuk menentukan diri sendiri (kemerdekaan, kedaulatan, otonomi) mengenai sistem pemerintahan yang akan dianut dan aturan-aturan yang diberlakukan di dalam negeri.40

Kepentingan nasional juga dapat terbagi ke dalam dua pembedaan, yaitu kepentingan nasional yang bersifat vital atau esensial dan kepentingan nasional yang bersifat non-vital atau sekunder.41

2. Kepentingan yang non-vital atau sekunder tidak berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu tetapi tetap diperjuangkan melalui

1. Kepentingan nasional yang bersifat vital adalah sesuatu yang dianggap paling vital bagi negara dan menyangkut eksistensi suatu negara. Kepentingan nasional yang bersifat vital adalah kepentingan yang sangat tinggi nilainya sehingga jika kepentingan vital atau strategis suatu negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut akan menggunakan segala instrumen yang ia miliki termasuk kekuatan militer untuk mempertahankannya,

39 Umar Suryadi Bakry. Pengantar Hubungan Internasional. Jakarta: Jayabaya University Press.

1999. Hal. 63

40 Ambarwati. Op. Cit. Hal.127

(20)

kebijakan luar negeri. Secondary interest meliputi segala keinginan yang hendak dicapai masing- masing negara, namun mereka tidak bersedia berperang jika kepentingan tersebut tidak terpenuhi.

Donald E. Nuechterlin menyebutkan empat jenis kepentingan nasional, yaitu:

1. Kepentingan pertahanan, dintaranya menyangkut kepentingan untuk melindungi warga negaranya serta wilayah dan sistem politiknya dari ancaman negara lain;

2. Kepentingan ekonomi, yakni kepentingan pemerintah untuk mengingkatkan perekonomian negara melalui hubungan ekonomi dengan negara lain;

3. Kepentingan tata internasional, yaitu kepentingan untuk mewujudkan atau mempertahankan sistem politik dan ekonomi internasional yang menguntungkan bagi negaranya;

4. Kepentingan ideologi, yaitu kepentingan untuk mempertahankan atau melindungi ideologi negaranya dari ancaman ideologi negara lain;42

1.6.3. Penyelesaian Konflik

Dalam situasi konflik, negara-negara yang terlibat di dalamnya akan mengajukan teknik penyesuaian dan cara penyelesaian yang mereka kehendaki bagi konflik tersebut. Tidak semua konflik atau ketidaksepakatan antara

42 Umar Suryadi Bakry. Op.Cit. Hal. 60

(21)

negara diselesaikan secara formal. Banyak pula persengketaan yang diselesaikan dengan sendiri, terutama kalau dibiarkan.43

1. Penyelesaian konflik secara damai

Penyelesaian konflik dapat terjadi ketika ada perubahan pandangan dari salah satu atau semua pihak yang terlibat dalam konflik. Perubahan pandangan tersebut menyelesaikan pertentangan diantara para pihak yang berkonflik. Penyelesaian konflik sangat perlu untuk dilakukan guna mencegah semakin mendalam dan meluasnya konflik. Ada dua cara dalam penyelesaian konflik yaitu cara damai dan cara kekerasan.

Penyelesaian sengketa secara damai merupakan konsekuensi langsung dari ketentuan Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB yang berbunyi:

‘All Members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the Purposes of the United Nations’.

Ketentuan Pasal 2 ayat (4) ini melarang negara anggota menggunakan kekerasan dalam hubungannya satu sama lain. Oleh karena itu hukum internasional telah menyediakan berbagai cara penyelesaian sengketa internasional secara damai demi terpeliharanya perdamaian dan keamanan serta terciptanya hubungan antar bangsa yang serasi. Penyelesaian konflik secara damai dapat dilakukan melalui dua jalan, yaitu metode hukum dan metode politik.44

43 Dahlan Nasution. Politik Internasional. Jakarta: Erlangga. 1991. Hal. 56 44 Huala Adolf. Op.Cit. Hal. 23

(22)

A. Metode Hukum

- Pengadilan Internasional

Pengadilan Internasional adalah salah satu metode penyelsaian dengan metode hukum. Dalam lingkungan internasional, penyelesaian sengketa melalui pengadilan dilakukan dengan cara mengajukan sengketa kepada Mahkamah Internasional (International Court of Justice). Mahkamah intenasional memiliki wewenang yaitu (1) melaksanakan "contentious jurisdiction" atas perkara biasa dan (2) memberi "advisory opinion" yaitu pendapat Mahkamah yg bersifat nasehat.

B. Metode Politik

- Negosiasi

Negosiasi merupakan proses penyelesaian konflik dimana didalamnya diajukan usul secara nyata demi tercapainya suatu persetujuan. Proses ini melbatkan diskusi langsung antar-pihak yang bersengketa atau pihak luar. Dalam negosiasi, peran diplomasi sangat penting. Perwakilan diplomatik dari masing-masing pihak harus mampu mempertahankan kepentingan negaranya sendiri.

Cara penyelesaian sengketa dengan negosiasi biasanya menjadi cara pertama yang diambil oleh para pihak yang bersengketa. Dengan cara ini, para pihak yang bersengketa dapat melihat proses penyelesaian sengketa dan

(23)

didasarkan oleh kesepakatan atau konsensus para pihak. Dalam pelaksanaannya, ada dua bentuk dari negosiasi yaitu bilateral dan multilateral.45

- Mediasi

Mediasi adalah tindakan dari pihak yang tidak berkepentingan dalam konflik yang bertujuan untuk membawa ke arah negosiasi atau dengan memberikan fasilitas ke arah negosiasi dan juga sekaligus berperan aktif dalam negosiasi pihak yang bertikai. Dalam hal ini antara ke dua pihak yang bertikai akan sepakat menunjuk pihak ketiga menjadi mediator. Adapun pengetahuan yang dimiliki mediator hanya terbatas pada fakta-fakta yang dikatakan pihak-pihak bersengketa. Pihak mediator memimpin atau berpartisipasi dalam proses negosiasi tadi dan secara bersama-sama dengan pihak yang bersengketa.

- Good-Offices (Jasa-jasa Baik)

Jasa-jasa baik (good offices) adalah juga merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak ke tiga yang tidak berkepentingan. Berbeda dengan mediasi, pihak ketiga disini berperan membawa pihak bersengkea ke arah negosiasi atau yang memfasilitasi terselenggaranya negosiasi tanpa berperan serta dalam diskusi mengenai substansi atau pokok-pokok persengketaan yang bersangkutan. Jasa-jasa baik terjadi jika pihak yang bersengketa memberikan kesempatan kepada pihak ketiga untuk membujuk pihak-pihak yang bersengketa melakukan negosiasi.

Pihak ke tiga tidak diperbolehkan menawarkan cara-cara penyelesaian melainkan hanya sebatas menawarkan alasan-alasan yang bersifat netral mengenai perlunya suatu negosiasi. Contoh Organisasi Internasional yang dapat bertindak

45 Huala Adolf. Op. Cit. Hal. 19

(24)

sebagai mediator adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa ataupun Majelis Umum PBB.

- Konsiliasi (Conciliation).

Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau oleh suatu komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi ini disebut dengan komisi konsiliasi. Komisi konsiliasi bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak namun tidak bersifat mengikat. Diterima atau tidaknya usulan tersebut bergantung sepenuhnya kepada pihak yang bersengketa.

C. Arbitrasi

Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat (binding). Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromise, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian, sebelum sengketanya lahir (clause compromissoire). Orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter. Pemilihan arbitrator sepenuhnya berada pada kesepakatan para pihak. Biasanya arbitrator yang dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai pokok sengketa serta disyaratkan netral.

Arbitrase sebagai suatu alternatif penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (badan arbitrase) yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara) secara sukarela untuk memutuskan sengketa yang bukan bersifat perdata dan putusannya bersifat final dan mengikat.

(25)

2. Penyelesaian Konflik Secara Kekerasan.

Apabila negara-negara tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui jalur diplomasi atau damai, maka salah satu cara yang dapat digunakan sebagai jalan keluar penyelesaian sengketa adalah melalui jalur pemaksaan atau kekerasan. Penyelesaian sengketa internasional dengan menggunakan kekerasan secara garis besar dibagi menjadi:46

- Perang

Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian sengketa di mana negara yang ditaklukan tersebut tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Bahkan perang telah juga dijadikan sebagai alat atau instrumen dan kebijakan luar negeri untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka mengenai aturan-aturan hukum internasional. Dalam perkembangannya kemudian, seiring dengan berkembangnya teknologi senjata pemusnah massal, masyarakat internasional menyadari besarnya bahaya dari penggunaan perang, karenanya masyarakat internasional sekarang ini tengah berupaya untuk menghilangkan cara penyelesaian ini atau sedikitnya dibatasi penggunaannya.

- Retorsi

Merupakan istilah untuk melakukan pembalasan oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas dari negara lain, balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat, misalnya

46 Huala Adolf. Op.Cit. Hal. 30

(26)

pemutusan hubungan diplomatik, pencabutan hak istimewa, penghentian bantuan ekonomi dan penarikan konsesi pajak dan tarif. Keadaan yang memberikan penggunaan retorsi hingga kini belum dapat secara pasti ditentukan karena pelaksanaan retorsi sangat beraneka ragam. Dalam Pasal 2 paragraf 3 Piagam PBB ditetapkan bahwa anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sehingga tidak mengganggu perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan. Penggunaan retorsi secara sah oleh negara anggota PBB terikat oleh ketentuan piagam tersebut.

- Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)

Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ganti rugi, akan tetapi terbatas pada penahanan orang dan benda. Pembalasan merupakan upaya yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul oleh karena negara tersebut telah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan. Perbedaan tindakan repraisal dan retorsi adalah bahwa pembalasan adalah mencakup tindakan yang pada umumnya dapat dikatakan sebagai tindakan ilegal, sedangkan retorsi meliputi tindakan balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat dilakukan dengan bentuk pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu, suatu embargo atau suatu penyanderaan terhadap seseorang. Saat ini pada umumnya bahwa suatu pembalasan hanya dibenarkan apabila negara yang menjadi tujuan tindakan ini bersalah karena melakukan tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran internasional.

(27)

Blokade secara damai adalah tindakan blokade yang dilakukan pada waktu damai. Tindakan ini pada umumnya ditunjukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya di blokade untuk mengganti kerugian oleh negara yang melakukan blokade. Blokade secara damai dapat dipandang sebagai suatu prosedur kolektif yang diakui untuk memperlancar penyelesaian sengketa antara negara. Secara tegas tindakan blokade disebut dalam Pasal 42 Piagam PBB sebagai suatu tindakan yang boleh diprakasai oleh Dewan Keamanan demi untuk memelihara kedamaian dunia

- Intervensi (Intervention)

Intervensi merupakan cara untuk menyelesaikan sengketa internasional dengan melakukan tindakan campur tangan terhadap kemerdekaan politik negara tertentu. Hukum internasional pada prinsipnya menegaskan bahwa suatu negara dilarang untuk turut campur dalam urusan negara lain. Hal ini ditekankan dengan jelas dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (7) Piagam PBB, yang mana melarang negara anggota untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain dalam bentuk apapun. Pengecualian terhadap hal ini diberikan kepada Dewan Keamanan PBB yang mana berhubungan dengan pelaksanaan Bab VII Piagam PBB.

1.7. Studi Terdahulu.

Penelitian mengenai konflik Laut Cina Selatan belum ada di jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU. Namun ditemukan jurnal dari media massa/internet yang juga membahas tentang konflik Laut Cina Selatan. Jurnal tersebut berjudul “Peran Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa

(28)

Laut Cina Selatan” yang ditulis oleh Sandy Nur Ikfal Raharjo, Peneliti Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Penelitian tersebut menjelaskan bagaimana sengketa Laut Cina Selatan menjadi ancaman bagi pertahanan Indonesia karena lokasi yang diperebutkan berada di dekat perbatasan Indonesia. Selain itu, sengketa ini juga menjadi salah satu isu politik yang menjadi ganjalan di ASEAN. Oleh karena itu, Indonesia, baik dalam posisi sebagai negara yang memperjuangkan kepentingannya maupun sebagai pemimpin alami ASEAN, berupaya menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalan damai. Indonesia sebagai negara yang tidak mengklaim membuka peluang bagi dirinya untuk dapat berperan menjadi pihak ketiga dalam proses penyelesaian konflik Laut Cina Selatan. Indonesia sendiri memiliki kepentingan terkait dengan Laut Tiongkok Selatan.

Namun demikian, hal ini tidak lantas menutup peluang Indonesia untuk menjadi pihak ketiga dalam proses penyelesaian sengketa. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, Indonesia muncul sebagai penggagas upaya-upaya perundingan secara damai dengan mengajak negara-negara yang bersengketa agar mau duduk bersama dalam satu forum multilateral. Namun, peran Indonesia tersebut masih menghadapi tantangan-tantangan, baik berasal dari dalam diri Indonesia sendiri berupa relatif lemahnya posisi tawar terhadap Tiongkok dan negara-negara pengklaim lainnya, maupun berasal dari luar Indonesia berupa perbedaan pendekatan dan keterlibatan pihak-pihak asing yang turut memperkeruh sengketa.

Akibatnya, Indonesia kesulitan untuk melakukan intervensi lebih jauh dan masih berkutat pada level intervensi yang rendah berupa konsiliasi. Padahal, dalam tahap konflik yang sudah masuk polarisasi, Indonesia perlu melakukan

(29)

mediasi kekuatan. Dengan kata lain, upaya yang dilakukan Indonesia masih sebatas pengelolaan, belum pada penyelesaian konflik.47

Kedua, kepentingan ekonomi yaitu Laut China Selatan sebagai salah satu sumber pendapatan Indonesia, baik dari bidang minyak dan gas maupun perikanan. Wilayah ZEE Indonesia di Laut China Selatan menyumbang kontribusi yang tidak sedikit terhadap pendapatan migas Indonesia. Selain itu, Laut China Selatan mengandung pula potensi perikanan yang cukup besar bagi Indonesia. Melihat potensi ancaman yang ada, baik ancaman yang berasal dari militer

Selain itu ditemukan juga jurnal berjudul Upaya Diplomatik Indonesia Terhadap Cina dalam Menyelesaikan Potensi Konflik Landas Kontinen Natuna di Laut Cina Selatan yang ditulis oleh Nurul Fitri Zainia Ariffien, Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Mulawarman. Adapun isi dari jurnal tersebut adalah meskipun Indonesia bukan negara pengklaim di wilayah sengketa itu, akan tetapi Indonesia memiliki pula kepentingan di perairan tersebut. Selain kepentingan politik yang terkait dengan stabilitas kawasan, Indonesia juga memiliki kepentingan ekonomi, khususnya pada zona ekonomi eksklusif (ZEE). Untuk kepentingan pertama, stabilitas kawasan di Laut China Selatan akan berimplikasi langsung terhadap Indonesia. Meskipun bukan sebagai negara pengklaim, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan konflik di perairan itu akan berimplikasi langsung terhadap wilayah kedaulatan Indonesia di Laut Natuna dan sekitarnya.

47 Sandy Nur Ikfal Raharjo. Peran Indonesia dalam Penyelesaian Laut Tiongkok Selatan. Jurnal

Penelitian Politik Vol. 11 (2). 2014.

http://ejournal.lipi.go.id/index.php/jpp/article/viewFile/201/85 diakses pada 15 April 2017 pukul 15.06 WIB

(30)

maupun non militer maka Indonesia perlu mengambil langkah dalam sengketa Laut China Selatan.

Langkah terpenting yang harus dilakukan oleh Indonesia adalah dengan melakukan diplomasi dengan China, baik pada jalur bilateral maupun multilateral. Indonesia perlu mendekati Cina dengan tujuan untuk membujuk negara itu untuk tetap mematuhi DoC (Declaration of Conduct of Parties in the South China Sea) maupun TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) guna mencegah potensi konflik ini menjadi eskalasi konflik yang menggunakan kekuatan militer. Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DoC) merupakan langkah awal dalam penyelesaian konflik dengan kode etik. Dalam deklarasi ini semua negara yang berkonflik termasuk China setuju untuk menjaga stabilitas regional, bekerja sama dan menyelesaikan konflik secara damai. Draf awal kode etik atau zero draft code of conduct Laut China Selatan yang diusulkan Indonesia bertujuan untuk menciptakan rasa saling percaya, mencegah insiden, dan mengelola insiden jika insiden itu terjadi.

Selain itu Perspektif baru Kebijakan Luar Negeri yang dynamic equilibrium menjadi preferensi Indonesia untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul sehubungan dengan konflik di Laut China Selatan. Dynamic Equilibrium merupakan perspektif luar negeri Indonesia yang dianggap telah terimplementasi cukup baik dengan terciptanya Declaration on The Conduct of The Parties in the South China Sea. Melihat dari kepercayaan yang diberikan baik oleh Cina maupun negara besar lainnya seperti Amerika Serikat kepada Indonesia, Indonesia harus terus melanjutkan upaya-upaya yang selama ini telah dijalankan

(31)

agar potensi konflik dapat terus ditekan sampai dihasilkannya jalan keluar yang dapat diterima dan dipatuhi oleh seluruh negara-negara yang bersengketa.

1.8. Metodologi Penelitian. 1.8.1. Metode Penelitian.

Menurut Cassel dan Simon, metode kualitatif merupakan metode penelitian ilmu sosial yang berusaha melakukan deskripsi dan interpretasi yang akurat akan makna dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial. Dalam hal ini, kita melihat pengaruh–pengaruh apa saja yang ditimbulkan oleh suatu hal terhadap hal lainnya sehingga pendekatan penelitian ini fokus kepada bagaimana data-data yang dikumpulkan selama meneliti. 48

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh oleh peneliti dari subjek berupa individu, organisasional, industri atau perspektif yang lain. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana yang berkaitan dengan karakteristik populasi atau fenomena tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dimana peneliti akan mencari upaya apa saja yang dilakukan oleh Indonesia terkait dengan penyelesaian konflik di Laut Cina Selatan

1.8.2. Jenis Penelitian.

49

48 Erlina. Metodologi Penelitian. Medan: USU Press. 2011. Hal. 20 49 Ibid.

1.8.3. Teknik Pengumpulan Data.

(32)

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan melalui metode wawancara yaitu dengan bertanya kepada informan atau narasumber yang terkait dengan penelitian ini.

2. Data Sekunder

Untuk mengumpulkannya penulis melakukan telaah pustaka (library

research) yaitu dengan mempelajari buku-buku, media cetak, jurnal dan

beberapa situs internet yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.8.4. Teknik Analisis Data.

Analisis data kualitatif menurut Bognan & Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa langkah awal dari analisis data adalah mengumpulkan data yang ada, menyusun secara sistematis, kemudian mempresentasikan hasil penelitian.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif kualitatif. Analisis data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh gambaran terhadap proses yang diteliti dan menganalisis makna yang ada dibalik informasi data dan proses tesebut. Selanjutnya aka ditarik kesimpulan

(33)

berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan. Analisis data kualitatif ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu upaya yang dilakukan Indonesia dalam penyelesaian konflik Laut Cina Selatan.

1.9. Sistematika Penulisan.

Agar diperoleh keseluruhan dari isi skripsi tergambar dengan jelas, penulis membagi penulisan skripsi ke dalam empat bab, yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: KONFLIK LAUT CINA SELATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP INDONESIA

Pada bab ini, akan dijabarkan mengenai profil Laut Cina Selatan dan potensi yang dimilikinya, perkembangan klaim negara-negara atas Laut Cina Selatan, posisi Indonesia di ASEAN, serta pengaruh konflik bagi negara Indonesia.

BAB III: UPAYA INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CINA SELATAN.

(34)

Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai upaya-upaya yang dilakukan Indonesia dalam penyelesaian konflik Laut Cina Selatan serta bagaimana dampaknya terhadap stabilitas kawasan.

BAB IV: PENUTUP

Dalam bab terakhir ini, hal yang akan dibahas adalah kesimpulan dari hasil penelitian yang serta merta juga akan menjawab pertanyaan terhadap penelitian yang dilakukan. Kemudian akan berisikan saran-saran yang diharapkan memberi manfaat bagi lembaga yang terkait dan juga kepada penulis.

Referensi

Dokumen terkait

Syvertsen dan Enli (2019) mengatakan bahwa detoks digital juga berdiri sebagai tradisi lama sebagai bentuk resistensi media terhadap teknologi komunikasi baru bagi

nasi yang dibentuk seperti gunungan atau setengahlingkaran yang ditaruh di atas tampah yang dilengkapi dengan lauk pauk, digunakan untuk kenduri. s|gO gOlOG nasi

Rancangan input data Manufacturing Order ini digunakan untuk memasukkan data tentang Manufacturing Order (produksi atau proses produksi), dan merekam data ke dalam

Berkaitan dengan hal tersebut, Komisi VII DPR RI memandang perlu untuk menjadikan Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu objek Kunjungan Kerja Spesifik terkait kesiapan

Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah

global. OECD telah memainkan peranan yang signifikan dengan meluncurkan Action Plan on BEPS. Gayung pun bersambut karena negara-negara anggota Forum G-20 mendukung penuh

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berkah, rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan

Seberapa jauh keterlibatan Aidit dalam peristiwa 65 PERISTIWA 42 tahun lalu itu tetap saja masih menjadi tanda tanya keluarga besar Aidit: apa sebenarnya peran Aidit dalam