• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saat ini ia seperti anjing liar. Sedih, tiada yang mau membantunya. Dingin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Saat ini ia seperti anjing liar. Sedih, tiada yang mau membantunya. Dingin."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

an memusnahkan bukti itu. Kalau situasi sudah

begini, Tie Cheng Gang mati pun sudah tidak ada tempat lagi.

Saat ini ia seperti anjing liar. Sedih, tiada yang mau membantunya. Dingin. Lapar.

Bahkan kehidupan anjing liar mungkin lebih baik daripada dirinya. Ia membalik tubuh, menelentang, menatap langit.

Bintang-bintang bertebaran di angkasa. Begitu terang. Begitu indah.

Sinar bintang selalu memberi harapan. Tiba-tiba ia terpikir nama seseorang. Lao Bo!

Satu-satunya orang yang bisa ia percaya di dunia ini dan memecahkan masalahnya hanya Lao Bo.

Tidak ada yang lain! *

Tempat itu sangat indah, rumput sangat hijau, pemandangan begitu mempesona.

Berbaring di tepat itu siapa pun bisa melihat gunung yang hijau, awan yang bergerak perlahan, juga bisa melihat pemandangan kota yang indah di kaki gunung.

Itulah sebuah kota tua.

Kota itu sudah hancur sepuluh tahun yang lalu, tapi Wan Peng Wang memperbakinya dan menjadikannya hidup kembali.

Berkat jasanya, kota itu sudah menjadi pusat perkumpulan Shi Er Fei Pang Bang dengan ketuanya Wan Peng Wang.

Ia tinggal di kota itu.

Orang-orang di dunia persilatan tidak ada yang berani sembarangan di sana, bahkan merusak sehelai rumput pun mereka tidak berani.

Sekarang bunga-bunga berguguran dan rerumputan mulai menguning. Namun dua sejoli itu tidak perduli.

Asalkan bisa berkumpul bersama hal lain mereka tidak perdulikan lagi. Walau bunga mekar atau layu, entah musim semi atau gugur, asalkan bisa

(2)

b e r s a m a mereka bahagia.

Mereka masih muda dan saling mencinta.

Yang lelaki berusia delapan belas, sang gadis berusia hampir sama, berbaring di pelukannya. Bagi mereka, angin begitu halus dan hujan begitu lembut. Wajah si gadis selalu tersenyum puas. Ia berterima kasih atas kehidupan yang begitu indah.

Tapi bila ia melihat rumah kokoh di bawah gunung sana, keceriaannya seketika menghilang. Matanya dikabuti kesedihan.

Si Gadis menghela nafas, “Xiau Wu sebenarnya kau tidak boleh mencintaiku dan tidak boleh memperlakukanku begini baik.”

Tangan Xiau Wu lembut merapikan rambutnya, “Kenapa?” “Karena aku tidak pantas menerimanya.”

Mata gadis itu mulai memerah dan air mata mengalir. “Kau tahu, aku hanya seorang pelayan, tubuhku milik orang lain. Jika orang menyuruhku mati pun aku tidak bisa hidup lagi.”

Xiao Wu memeluknya erat. “Dai Dai, janganlah kau berkata begitu. Hatimu adalah milikku, hatiku pun milikmu. Jangan takut.” Ia memeluk begitu erat membuat si gadis luluh.

Tapi air mata Dai Dai terus mengalir. Dengan sedih ia berkata, “Aku tidak takut dengan yang lain, hanya kuatir hubungan kita diketahui orang lain.”

Ia sangat takut karena pernah melihat majikannya marah. Majikannya adalah Wan Peng Wang. Bila Wan Peng Wang marah, tidak seorang pun yang bisa menahannya.

Gadis itu membalas pelukan Xiao Wu. “Majikanku tidak akan mengijinkan kita bersama. Dia selalu bertindak kejam pada pelayan-pelayannya. Kalau dia

(3)

tahu…”

Xiao Wu tiba-tiba menutup mulut Dai Dai dengan mulutnya, tidak mengijinkannya melanjutkan kata-kata.

Tapi bibir Xiao Wu sendiri terasa dingin dan gemetar. Sesaat ia melepaskan gadisnya dan berkata, “Aku tidak akan mengijinkan siapa pun memisahkan kita. Tidak pernah…”

Ia menghentikan kata-katanya karena merasa tubuh Dai Dai tiba-tiba mengejang kaku. Ia segera membalik tubuh dan melihat Wan Peng Wang sudah berdiri di sana.

Di mata setiap orang, Wan Peng Wang bagaikan dewa. Bila benar ada dewa, dewa itulah Wan Peng Wang.

Orang ini tubuhnya seolah lebih besar dan tinggi daripada dewa. Wajahnya lebih berwibawa daripada dewa. Walau ia tidak bisa membuat petir, sekali tangannya mengayun bisa secepat angin dan sekeras petir.

Xiao Wu adalah seorang pelajar, namun kungfunya lumayan lihai. Tapi begitu tangan Wan Peng Wang mengayun, ia tidak mampu menahan dan

mengelakkannya.

Ia hanya bisa mendengar suara tulang retak. Dalam keadaan separuh sadar ia mendengar tangis Dai Dai serta langkah suara Wan Peng Wang yang

mendekati.

“Aku tahu kau adalah anak Wu Lao Dao, ia pernah bekerja padaku,” kata Wan Peng Wang pada Xiou Wu, “Hari ini aku tidak membunuhmu, tapi lain kali kalau berani datang kemari akan kubuh kau dengan cara ditarik lima ekor kuda.”

Bila Wan Peng Wang sudah berkata begitu, setiap orang pasti

mempercayainya. Bila ia mengatakan akan membunuh dengan cara ditarik lima ekor kuda, ia tidak akan menggunakan cara lain untuk membunuh.

“Gotong dia pulang! Beritahu kepada Wu Lao Dao jika ingin anaknya selamat, jangan biarkan keluar rumah!”

Semenjak itu Wu Lao Dao tidak pernah mengijinkan anaknya keluar rumah karena ia sangat menyayangi anaknya.

(4)

merana. Maka ia mendatangi Wan Peng Wang agar Dai Dai bisa menikah dengan anaknya.

Jawaban yang ia dapat hanyalah sebuah gaplokan.

Bila Wan Peng Wang menolak, ia hanya akan menolak satu kali saja karena tidak ada yang berani meminta untuk kedua kali.

Saat panen musim gugur, nyawa Xiao Wu hampir berahir.

Xiao Wu tidak mau makan dan minum, tidak mau tidur dan tetap terjaga. Dalam jaganya, setiap hari ia seperti linglung terus menerus menyebut nama Dai Dai.

Hati Wu Lao Dao serasa hancur mendengar tangis anaknya. Ia rela

mengorbankan segalanya demi sang anak, tapi sekarang ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Ia hanya bisa pasrah melihat anaknya mati perlahan. Ia sendiri sudah tidak mau hidup lagi.

Di saat itulah ia menerima sebuah undangan perayaan ulang tahun, datang dari temannya sejak kecil.

Walau umurnya tidak jauh berbeda, tapi ia memanggilnya, “Lao Bo”. Hanya dua kata itu saja.

Lao Bo, berarti “Paman Bo”, itu sudah menunjukkan betapa Wu Lao Dao

sangat menghormati Lao Bo. Ia sangat benci pada dirinya karena tidak sedari kemarin teringat nama itu.

Satu-satunya orang yang bisa menjadi dewa penolong anaknya hanyalah Lao Bo.

Tidak ada yang lain! Lao Bo adalah Sun Yu Bo. *

Dunia ini memang tidak adil dan banyak orang yang mengalami ketidakadilan itu.

Untunglah selain Thian, masih ada orang bernama Sun Yu Bo.

Walau kau sangat miskin tetapi manakala kau mengalami suatu ketidakadilan dan datang padanya, maka ia akan mengangap masalahmu sebagai

(5)

Sun Yu Bo tidak akan mengecewakan orang yang datang padanya.

Kau tidak perlu membayar apa pun, semua pasti akan ditolongnya, entah ia teman atau bukan, miskin atau kaya, ia tetap akan membantumu. Karena, ia senang menegakkan keadilan dan membenci segala ketidakadilan seperti petani membenci hama.

Walau ia tidak menerima bayaran, secara tidak sengaja orang-orang sudah memberi sesuatu kepadanya. Bayaran itu berupa penghormatan dan

persahabatan. Karena itu pula mereka memanggilnya Lao Bo, “Paman Bo”. Dan ia bangga dengan panggilan itu.

*

Ia memang senang membantu orang seperti ia menyukai bunga yang bermekaran.

Karenanya tidaklah mengherankan jika tempat tinggal Lao Bo bagai sebuah kota bunga.

Di setiap musim berbeda pasti ada jenis bunga yang berbeda keindahan dan berbeda waktu mekarnya. Dan Lao Bo selalu berada di tempat di mana bunga mekar sedang indah-indahnya.

Bunga yang paling banyak mekar saat ini adalah chrysan, maka Lao Bo pun berada di sana sambil menjamu para tamunya.

Tamu-tamu Lao Bo datang dari berbagai daerah dan wilayah, membawa

berbagai macam bingkisan, mulai dari yang mahal hingga buah dan sayuran, atau hanya sekedar membawa diri dan perasaan hati yang tulus.

Lao Bo menganggap mereka sama, ia tetap akan melayani setiap tamunya dengan cara yang sama. Terutama pada hari ini, ia lebih ramah daripada biasanya karena hari ini istimewa.

Inilah hari ulang tahunnya.

Sebenarnya tubuh Lao Bo tidak tinggi, tapi orang-orang bilang tubuh Sun Yu Bo terlihat paling tinggi.Wajahnya selalu tersenyum, tapi keramahannya tidak mengurangi wibawanya. Semua orang tetap menghormatinya.

Di samping Lao Bo berdiri Sun Jian yang lebih muda. Jelas terlihat mereka lebih menghormati Sun Yu Bo daripada Sun Jian.

(6)

mengandung tenaga besar yang tidak ada habisnya

Sun Jian adalah putra Lao Bo. Seperti ayahnya, ia juga senang menolong orang. Ia sering melepas bajunya buat membantu siapa pun. Tapi orang selalu menganggap ia tidak seperti ayahnya.

Sifat Sun Jian sangat keras seperti bara, setiap saat dapat meledak. Sifat seperti itu sering membuatnya salah langkah. Karena itu juga ia sering kehilangan teman.

Orang lain bukan tidak mau mendekatinya, melainkan takut pada sifatnya itu. Tapi kaum perempua adalah pengecualian.

Walau perempuan takut padanya, tapi sulit menolak daya tariknya. Banyak perempuan rela mengikutinya.

Sekarang Sun Jian berdiri di luar taman chrysan menemani ayahnya menyambut tamu.

Ia kesal karena sudah lama berdiri di sana. Untungnya sekarang sudah waktunya makan dan sudah cukup banyak tetamu yang hadir.

Di antara para tetamu ada yang ia kenal, tapi banyak juga yang tidak ia kenal. Salah seorang di antaranya adalah pemuda yang mengenakan pakain

sederhana dan berwajah dingin. Pemuda itu datang membawa bingkisan yang tidak terlalu mahal juga tidak terlalu murah.

Namun ayah dan anak Sun tidak mengenalnya. Tentu hal ini tidak masalah karena mereka senang berteman. Pintu rumah Lao Bo selalu terbuka untuk semua orang. Asal kau datang, Lao Bo pasti senang.

Apalagi pemuda asing itu terlihat menyenangkan. Ayah dan anak Sun sangat senang menyambutnya.

Sun Jian juga suka berteman. Karenanya ia sengaja melihat kartu nama yang tertera pada bingkisan yang dibawa pemuda itu.

Namanya Chen Zhi Ming. Nama yang sangat biasa.

Mata Sun Yu Bo sangat awas dalam mengenali bakat dan perbawa

seseorang, segera ia bisiki anaknya, “Apa kau pernah mendengar nama ini?” “Tidak,” balas berbisik Sun Jian.

Sun Yu Bo mengerut dahi. “Dua tahun belakangan ini kau senang berkelana, masakah tidak mengetahui nama ini?”

(7)

“Kemungkinan nasibnya kurang mujur, jadi namanya tidak dikenal.”

Sun Yu Bo berfikir sebentar kemudian katanya, “Nanti kau harus tanya Lu Xiang Chuan, mungkin ia tahu siapa pemuda ini.”

“Baiklah,” jawab Sun Jian.

Walau Sun Jian berjanji untuk bertanya, namun ia tidak sempat

menanyakannya ke Lu Xiang Chuan karena tamu yang berdatangan semakin banyak dan ia segera melupakan kejadian tadi.

Seandainya Sun Jian tidak lupa pun belum tentu ia akan bertanya ke Lu Xiang Chuan. Ia menganggap Lu Xiang Chuan kebanci-bancian dan ia tidak suka

lelaki seperti itu.

Seandainya ia mengikuti nasihat ayahnya guna mencari tahu siapa pemuda itu, mungkin banyak hal yang akan membuat darah bergolak dan air mata mengalir bisa dicegah.

Sebetulnya pemuda itu bukan bernama Chen Zhi Ming, ia datang ke tempat itu hanya untuk membunuh orang, dan orang yang ingin ia bunuh adalah Sun Yu Bo.

Nama asli Chen Zhi Ming adalah Meng Xin Hun. 6. Han Tang

Bila Sun Jian sempat bertanya kepada Lu Xiang Chuan, ia pasti akan

menyelidiki pemuda itu. Jika tidak berhasil, ia tidak akan puas begitu saja dan akan terus mencari hingga menemukan jawaban.

Lu Xiang Chuan sebenarnya tidak seperti perempuan, tapi ia seorang yang teliti, sedemikian teliti dan hati-hatinya sehingga melebihi perempuan. Lu Xiang Chuan dan Sun Jian memiliki sifat yang bertolak belakang, wajah mereka pun berbeda.

Sun Jian berwajah gagah, beralis tebal, bermata besar, berkulit coklat terbakar matahari. Saat ia memelototi dirimu maka kau tidak akan bisa mengalihkan

pandanganmu kepada orang lain dan tidak akan punya kekuatan untuk memandang yang lain.

Lu Xiang Chuan berwajah pucat, terlihat sangat terpelajar, terkadang musuh meremehkannya, menganggap ia tidak bisa apa-apa. Dan ini merupakan

(8)

Lu Xiang Chuan adalah tangan kanan Sun Yu Bo. Ia pesilat tangguh yang tidak memerlukan pedang, golok, pisau, atau parang, karena ia menggunakan senjata rahasia. Seseorang yang di balik tubuhnya penuh dengan senjata rahasia tentu tidak memerlukan senjata lain.

Senjata rahasianya sangat menakutkan, mungkin di dunia ini tidak ada yang bisa menandinginya. Ia bisa mengeluarkan senjata rahasinya kapan pun ia mau.

*

Sun Yu Bo melihat labu dan anggur di dalam keranjang. Ia tahu Zhang Lao Tou sudah datang.

Dalam setahun Zhang Lao Tou rajin bekerja, jarang memiliki waktu luang, jarang menikmati hidup. Hanya saat berkunjung ke tempat Lao Bo ia bisa bersenang-senang, menikmati makanan dan hiburan yang tidak pernah ia nikmati di tempat lain.

Karena itu setiap kali Zhang Lao Tou datang pasti terlihat riang. Tapi kali ini ia

datang dengan air mata bercucuran.

Dengan kasih sayang Lao Bo membawa Zhang Lao Tou ke perpustakaan, memberinya secangkir arak dan pipa rokok agar Zhang Lao Tou bisa lebih tenang.

Ruang itu hening dan kedap suara dengan privasi tinggi, siapa pun yang bercakap di dalamnya tidak akan terdengar orang lain.

Akhirnya Zhang Lao Tou menceritakan kemalangan putrinya yang diperkosa Jian bersaudara. Setelah mendengar cerita itu Lao Bo marah hingga wajahnya kehijauan.

Walau Sun Yu Bo tidak menjanjikan apa pun, tapi Zhang Lao Tou tahu ia pasti akan menyelesaikan masalah dan menghukum dua binatang itu dengan adil. Sewaktu Zhang Lao Tou meninggalkan perpustakaan, hatinya tenang dan sangat berterima kasih.

Demikian pula halnya dengan Fang You Ping yang menceritakan hubungan istrinya dengan Mao Wei, juga Wu Lao Dou yang mengadukan nasib anaknya, Xiao Wu.

(9)

lain. Mereka pulang dengan puas.

Siapa pun yang meminta keadilan pada Lao Bo pasti tidak akan kecewa. *

Setelah para tetamu yang berkeluh kesah pergi, Lao Bo memangil Lu Xiang Chuan.

Lu Xiang Chuan tahu Sun Yu Bo akan memberi tugas padanya. Perintan Sun Yu Bo biasanya sangat sederhana.

Lao Bo mengusulkan agar dalam tiga hari sudah ada yang mendatangi rumah Qu Xing Song guna mencari Jiang bersaudara dan memberi pelajaran pada keduanya. Tidak usah sampai mencabut nyawa, tapi cukup agar mereka terkapar selama tiga bulan.

Lu Xiang Chuan setelah berpikir lalu berkata, “Bagaimana kalau menugaskan Wei Hu dan Wei Bao? Mereka sangat berpengalaman mengurus hal ini.”

Sun Yu Bo mengangguk. Kemudian ia beralih pada kasus Fang You Ping. Setelah menjelaskan permasalahannya, Lao Bo berkata, “Mao Wei harus dihadapi langsung oleh Sun Jian.”

Lu Xiang Chuan tertawa, ia sudah mengetahui maksud Lao Bo. Jika ia menyuruh putranya menghadapi seseorang, berarti kiamat bagi orang itu. Sun Yu Bo berlanjut pada permasalahan Xiao Wu. “Sebaiknya yang

menyelesaikan masalah ini kau sendiri. Wan Peng Wang orang yang sangat menyusahkan, kuharap kau pulang membawa anak gadis bernama Dai Dai itu.”

Lao Bo hanya memerintah, tidak menjelaskan. Ia menyuruhmu melaksanakan perintahnya dan tidak boleh gagal. Bagaimana kau melakukan dan dengan cara apa menyelesaikannya itulah urusanmu sendiri.

Lu Xiang Chuan tahu tugas ini sangat sulit, namun wajahnya tidak menampakkan kesusahan. Semua orang tahu, demi Lao Bo, Lu Xiang Chuan mau melakukan apa pun. Lao Bo memberi tugas yang paling sulit padanya, artinya Lao Bo mempercayainya.

Memikirkan hal ini Lu Xiang Chuan tersenyum sendiri.

Lao Bo seperti bisa membaca isi hatinya, ia menepuk pundak Lu Xiang Chuan. “Kau anak baik, kuharap kau adalah anak lelakiku sendiri.”

(10)

Lu Xiang Chuan menahan gejolak hatinya.

Setelah pembagian tugas selesai, akhirnya Lu Xiang Chuan berkata, “Han Tang sudah datang, ia sudah lama menunggu di luar. Ia ingin berpamitan pada Tuan.”

Mendengar nama Han Tang wajah Lao Bo seketika membeku. “Seharusnya ia jangan datang.”

Lu Xiang Chuan tidak berkata apa-apa karena ia tidak tahu Han Tang orang macam apa. Lu Xiang Chuan jarang bertemu Han Tang, namun kala bertemu ia hanya bisa bergidik ngeri. Mengapa bisa begitu, Lu Xiang Chuan sendiri tidak memahami.

Han Tang tidak galak tapi sopan, matanya selalu memancar dingin. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Ia sendiri tidak mau dekat dengan orang lain. Bila ada yang mendekatinya, ia segera menjauh.

Di depan Lao Bo pun Han Tang jarang membuka mulut. Sepertinya, ia hanya menggunakan isyarat untuk mengutarakan maksudnya.

Lu Xiang Chuan melihat di antara Han Tang dan Lao Bo seperti tidak ada persahabatan, hanya rasa hormat.

Akhirnya Lao Bo menghela nafas. “Jika ia sudah datang, persilahkan masuk.” Begitu Han Tang memasuki perpustakaan, ia langsung berlutut, mencium kaki Lao Bo.

Kelakuan ini sungguh berlebihan, membuat orang tertawa. Namun bila yang melakukan Han Tang, tidak seorang pun yang tertawa. Walau ia melakukan sesuatu yang lucu, orang tidak akan tertawa. Karena ia adalah Han Tang. Dan Han Tang selalu mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati.

(11)

Sun Yu Bo menerima penghormatan itu tanpa basa-basi. Hal ini jarang terjadi. Selamanya Lao Bo tidak mau ada yang berlutut untuknya. Lu Xiang Chuan

tidak mengerti mengapa Han Tang merupakan pengecualian. “Kau baik-baik saja?” tanya Lao Bo.

“Ya.” jawab Han Tang.

“Apa sudah punya kekasih?” tanya Lao Bo lagi. “Belum.”

“Kau harus mencari perempuan.” “Aku tidak percaya perempuan.”

Lao Bo tergelak. “Terlalu percaya perempuan tidak baik, tidak percaya perempuan pun tidak baik. Perempuan bisa menyenangkan lelaki.”

“Perempuan juga bisa membuat lelaki gila,” jawab Han Tang. “Kau sudah melihat si cantik Xiao Fang?”

“Ia tidak melihatku.”

Lao Bo mengangguk seperti menyetujui pernyataan itu.

Han Tang tiba-tiba berkata, “Walau melihatku, ia pasti tidak mengenaliku.” Setelah menyatakan itu matanya yang dingin sedikit terlihat ekspresi, seperti menertawakan sesuatu. Lu Xiang Chuan tidak pernah melihat ekspresi itu di mata orang lain.

“Kau boleh pergi,” kata Lao Bo, “tahun depan tidak perlu kemari. Aku sudah mengerti isi hatimu.”

Han Tang menunduk, setelah lama baru berkata, “Tahun depan aku tetap akan datang. Tiap tahun aku hanya keluar sekali.”

Di dalam hati Lao Bo merasa kasihan padanya, tapi ia tidak menunjukkan itu. Hanya Lao Bo yang mengerti kesulitan Han Tang. Namun Lao Bo tidak mau

membantunya, ia juga tidak dapat membantunya. Karena itukah Lao Bo enggan bertemu Han Tang?

Han Tang sudah membalik tubuh, siap beranjak keluar ruangan.

Lu Xiang Chuan tidak tahan berseru penuh simpati, “Kamarku kosong, tidak ada orang lain, bila kau mau, bisa tinggal sehari dua hari buat mengobrol denganku.”

(12)

Lu Xiang Chuan tiba-tiba merasa Lao Bo menatap tidak senang padanya. Setelah Han Tang berlalu, Lao Bo baru bertanya, “Kau kasihan padanya?” Lu Xiang Chuan menunduk kepala, menganguk.

“Bila kau merasa kasihan pada orang, itulah suatu kebaikan. Tapi, jangan kau merasa kasihan padanya.”

Lu Xiang Chuan ingin bertanya tapi tidak berani.

Akhirnya Lao Bo sendiri yang menjelaskan, “Bila kau kasihan padanya, dia bisa gila.”

Lu Xiang Chuan tidak mengerti.

Lao Bo menarik nafas. “Sebenarnya dari dulu dia sudah gila dan sebenarnya dia sudah mati. Tapi sekarang dia masih bertahan hidup karena dia merasa semua orang tidak ada yang baik padanya. Karena itu, jangan berbaik padanya!”

Lu Xiang Chuan tetap tidak mengerti, akhirnya bertanya, “Sebenarnya dia macam apa? Apa pula yang sudah dia lakukan?”

Wajah Lao Bo terlihat gusar. “Kau tidak perlu tahu dia macam apa! Banyak hal yang tidak perlu kau ketahui!”

Lu Xiang Chuan menunduk dan berkata, “Ya.”

Lao Bo akhirnya menarik nafas. “Biarlah kuberitahu sedikit. Dia sudah melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan orang, juga tidak akan ada orang lagi yang akan melakukannya.”

Memangnya apa yang sudah dilakukan Han Tang?

Lu Xiang Chuan masih menunduk kepala. Saat ia keluar ruangan, tiba-tiba terjadi keributan besar.

Banyak orang berteriak. *

Yang membuat heboh ternyata Tie Cheng Gang. Ia terlihat sangat menakutkan.

Sekujur tubuhnya penuh luka, rambutnya habis terbakar, wajahnya hangus hingga berubah bentuk, matanya merah seperti darah, bibirnya kering dan pecah seperti padang tandus.

(13)

tenggorokannya keluar suara terengah dan berteriak. Hampir tidak ada yang bisa menangkapnya, padahal yang ia teriakkan hanya satu nama: Lao Bo. Ketika itu Sun Jian sedang mengobrol dengan seorang perempuan. Ia tidak tahu siapa perempuan itu, yang pasti perempuan itu bukan istri orang dan bukan perempuan baik-baik. Saat itulah ia melihat Tie Cheng Gang.

Ia sudah lama mengenal Tie Cheng Gang, namun sekarang ia hampir tidak mengenalinya. Sun Jian mendekati Tie Cheng Gang kemudian memapahnya ke dalam.

“Kenapa kau seperti ini?” tanya Sun Jian sambil mengayun tangan meminta arak. Setelah arak datang ia meminumkannya pada Tie Cheng Gang.

Sekarang Tie Cheng Gang sedikit tenang, namun masih belum bisa bicara. Sorot matanya sangat ketakutan.

“Tidak perlu takut,” kata Sun Jian, “Bila sudah di sini, kau tidak perlu takut. Tidak akan ada yang berani melukaimu lagi!”

Belum habis ucapannya, tiba-tiba terdengar orang berkata, “Kalimat terahir itu tidak boleh diucapkan!”

Yang bicara adalah Yi Qiang. Ternyata Huang Shan San You sudah mengejar Tie Cheng Gang hingga ke sini.

“Kenapa tidak boleh?” tanya Sun Jian.

“Mungkin kau belum tahu, ia seorang pembunuh. Yang dibunuh adalah pamannya sendiri,” kata Yi Qiang.

“Aku hanya tahu ia adalah temanku,” kata Sun Jian gusar, “Sekarang ia terluka dan kutahu ia percaya padaku, karenanya datang ke sini. Tiada seorang pun yang bisa membawanya dari sini.”

Yi Qiang marah. “Suruh ayahmu ke luar, kami ingin bicara dengannya.” Urat dahi Sun Jian seketika menonjol. “Omongan ayah akan sama denganku. Siapa pun tidak ada yang bisa membawanya dari sini!”

“Kau sangat lancang! Ayahmu pun tidak berani sembarangan dengan kami!”

Tiba-tiba terdengar jawaban, “Kau salah! Ia lancang karena itulah sifat turunan. Bahkan ayahnya lebih lancang lagi!”

Kata-kata itu terdengar sangat tenang, berwibawa. Yi Qiang bertanya, “Bagaimana kau tahu…”

(14)

“Aku pasti tahu, karena aku ayahnya.”

Yi Qiang melengak. Ia hanya pernah mendengar nama Lao Bo, tapi belum pernah bertemu dengannya.

Yi Yun ikut bicara, “Mungkin Tuan Sun tidak mengenal kami, maka bicara begitu.”

“Andai pun kukenal kalian,” kata Sun Yu Bo, “perkataanku sama saja!” Yi Qiang marah sekali. “Sudah lama kudengar bahwa Sun Yu Bo orang yang sangat adil, kenapa hari ini melindungi seorang pembunuh?”

“Seandainya ia pembunuh pun kita harus menunggu lukanya sembuh, baru

bertanya,” kata Sun Yu Bo, “Apalagi, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa ia pembunuh.”

“Kami melihat dengan mata kepala sendiri, apa itu tidak cukup?” tanya Yi Yun. Sun Yu Bo menanggapi, “Kalian melihat sendiri, tapi aku tidak melihatnya. Aku hanya tahu bila ia seorang pembunuh, ia tidak akan berani menemuiku.”

Memang tidak ada yang berani menipu Lao Bo. Jika ada yang berani tidak jujur pada Lao Bo, sama dengan mencari kubur sendiri.

Yi Yun berteriak, “Apakah kata-kata Huang Shan San You kau tidak percaya?” “Huang Shan San You manusia, Tie Cheng Gang juga manusia. Semua orang punya hak bicara. Sekarang aku mau dengar apa yang ingin ia katakan.” Sekuat tenaga Tie Cheng Gang berteriak, “Mereka adalah pembunuh, aku

punya buktinya. Mereka tahu aku memiliki bukti itu, karenanya mereka ingin melenyapkanku.”

“Mana buktinya?” tanya Sun Yu Bo.

Tie Cheng Gang dengan payah berusaha duduk, dari pakaiannya ia keluarkan sepasang tangan yang sudah kering.

Melihat sepasang tangan itu wajah Huang Shan San You berubah. Yi Shi

berteriak, “Pembunuh ini harus mati, tidak perlu banyak bicara lagi, bunuh dia!” Pedangnya lebih cepat daripada suaranya, secepat kilat menusuk tenggorokan

Sun Yu Bo. Pedang Yi Qiang dan Yi Yun pun tidak kalah cepat, yang mereka arah adalah Tie Cheng Gang dan Sun Jian.

Lao Bo tidak bergerak. Jari-jarinya pun tidak bergerak. Semua orang merasa marah dan berlari ke arah Sun Yu Bo untuk melindungi.

(15)

Saat pedang Yi Shi baru menusuk, ia sudah terjatuh dan tersungkur. Tangannya yang memegang pedang sudah penuh dengan paku.

Paku-paku itu senjata rahasia.

Yi Shi tidak melihat senjata rahasia itu datang dari mana. Ia hanya melihat seorang pemuda terpelajar berdiri di belakang Sun Yu Bo mengayun lengan perlahan. Tiba-tiba, senjata rahasia telah menusuk tangannya.

Rasa sakit tidak ia rasakan karena tiba-tiba mati rasa.

Di sat itu Sun Jian mengamuk seperti singa, ia menerkam Yi Qiang. Ia tidak perduli kalau Yi Qiang masih memegang pedang yang bisa mencabut

nyawanya.

Bila ia sedang marah, walau ada bahaya di depan mata, ia tetap akan menerjang musuhnya.

Yi Qiang tidak pernah berpikir di dunia ini ada orang semacam ini. Saat ia terkejut, pedangnya sudah dicengkram sebuah tangan. Itulah sebuah tangan yang hidup. Hanya terdengar suara ‘krek!’ Dan pedang yang terbuat dari baja murni itu putus menjadi dua.

Dari tangan Sun Jian mengalir darah merah.

Bagi Sun Jian, darah yang tumpah tidak menakutkannya. Baginya, asalkan bisa mengalahkan lawan, apa pun ia tidak perduli

Yin Yun yang berada di sisi Yi Qiang turut terkejut, gerakannya sedikit melambat.

Di saat itulah datang berkelebat seseorang memasuki arena pertempuran.

Begitu cepat, tidak ada yang bisa melihat, yang terlihat hanyalah lelaki itu mengenakan jubah kelabu.

Walau tidak jelas sosoknya, setiap orang jelas mendengar ucapannya, “Siapa yang tidak hormat pada Lao Bo harus mati!”

Mengucapkan kata-kata itu tidak membutuhkan waktu yang panjang. Begitu selesai ucapannya, Huang Shan San You sudah menjadi tiga mayat.

Ketiga biksu itu dalam waktu bersamaan sudah putus nyawa. *

Tidak ada yang bisa melihat jelas kejadian tadi. Namun jika diputar dalam adegan lamban kurang lebih terlihat begini:

(16)

Ketika lelaki berjubah kelabu itu menerjang, belati yang dipegang di tangan kirinya sudah menusuk ketiak Yi Qiang. Begitu berhasil menusuk, tangannya melepaskan belati.

Segera terdengar suara kepalan tangan memukul hidung Yi Shi, tangan kanannya pun mencekal ikat pinggang Yi Yun.

Yi Yun sangat terkejut dan mengayunkan pedangnya. Pedang belum sempat diayunkan, namun orangnya sudah terlempar. Kepalanya remuk membentur batu.

Semua orang bisa mendengar suara tengkorak yang retak.

Sewaktu tangan kanannya melempar Yi Yun, ia segera melumuri wajahnya dengan tangan kiri yang telah bersimbah darah Yi Shi, hingga orang sulit mengenalinya.

Sebenarnya ia tidak perlu melakukan itu, karena semua orang dalam keadaan terkejut, tidak sempat memperhatikan wajahnya.

Yang datang ke tempat itu tokoh-tokoh dunia persilatan. Namun mereka tetap terkejut dengan tindakan tadi.

Membunuh dua hingga tiga orang bagi kaum persilatan bukan hal yang aneh, yang menakutkan justeru cara lelaki jubah kelabu itu membunuhnya. Cepat. Tepat. Kejam. Sangat telengas.

Tidak seorang pun yang pernah melihat cara membunuh secepat, setepat, sekejam, dan setelengas itu.

Sebelum kejut orang-orang hilang, lelaki jubah kelabu sudah pergi entah kemana.

*

Sepasang tangan kering dan keriput akhirnya dengan paksa berhasil direntang. Itulah sepasang tangan yang dibawa Tie Cheng Gang.

Barang yang digengam erat ternyata separuh pita kuning serta secarik kain biru yang terdapat kancing berwarna kuning.

Pita pedang itu dengan pita pedang Huang Shan San You sama. Perca kain dengan pakaian mereka pun sama.

Namun bukti itu tidak penting. Pokoknya, mereka sudah tidak sopan kepada Lao Bo. Karenanya, Huang Shan San You harus mati!

(17)

Kata-kata itu pasti disetujui semua orang. Kata-kata itu pun tidak akan dilupakan semua orang, termasuk Meng Xing Hun.

Ketika Huang Shan San You tewas, Meng Xing Hun sudah meninggalkan taman crysan itu.

Ia tidak perlu ada di sana lagi karena sudah cukup melihat dan mendengar. Ia pun sekarang cukup tahu kekuatan Lao Bo: seorang putra, seorang tangan

kanan, lelaki jubah kelabu, dan entah apa lagi?

Profesinya adalah pembunuh. Tugasnya membunuh orang. Langkah pertama yang harus dilakukan seorang pembunuh bayaran adalah mengetahui kekuatan target sasarannya.

Itulah yang terpenting, hal lain bisa menunggu lain hari. Ia tidak tergesa. Batas waktu yang diberikan Kakak Gao masih 113 hari lagi.

*

Sun Jian paling benci pada orang yang kerjanya tidak tegas, pun ia tidak suka mengulur-ulur waktu.

Dalam mengerjakan segala sesuatu, ia lebih menyukai cara langsung, tepat menuju sasaran, dan tidak mau dihalangi sebelum mencapai tujuan.

Ketika Lao Bo menyuruhnya mencari Mao Wei, tanpa banyak kata ia langsung menuju rumah Mao Wei.

Mao Wei sedang duduk di ruang tamu, minum-minum ditemani anak-anak buahnya.

Ketika itulah penjaga pintu menghantarkan kertas putih yang bertuliskan dua huruf sangat besar: Sun Jian.

Mao Wei mengerut alis. “Siapa pernah dengar nama ini?” 7. Sun Jian

“Sepertinya dia anak Sun Yu Bo,” jawab salah seorang anak buahnya. “Maksudmu Sun Yu Bo yang biasa dipangil Lao Bo itu?”

“Benar, ia senang dipanggil Lao Bo.” “Ada apa anaknya mencariku?”

“Kata orang, Lao Bo senang berteman. Mungkin dia datang buat berteman dengan Tuan.”

(18)

hanya memilih kata-kata yang enak didengar majikannya. Mao Wei tertawa. “Kalau begitu, persilahkan masuk.”

Sun Jian tidak perlu dipersilahkan masuk, ia sudah masuk sendiri sebab tidak suka menunggu terlalu lama di luar. Mereka yang melarangnya sudah terkapar dan tidak dapat bangun.

Mao Wei berdiri dan memelototinya.

Sun Jian tidak berlari, juga tidak melompat, namun hanya dengan dua tiga langkah ia telah berada di hadapan Mao Wei. Tidak ada yang bisa melukiskan kecepatan geraknya.

Mao Wei mulai takut. “Apa Tuan yang bernama Sun?”

Sun Jian hanya mengangguk, balik bertanya, “Dan kau adalah Mao Wei?” “Apa maksud Tuan ke sini?” tanya Mao Wei.

“Apa kau mengenal istri Fang You Ping?” Sun Jian balas bertanya, “Benarkah kau berhubungan gelap dengannya?”

Pertanyaannya cekak aos, langsung ke permasalahan, membuat wajah Mao Wei seketika berubah. Anak buahnya pun sudah berada di dekatnya. Satu di antaranya yang berwajah bopeng mendekati Sun Jian, bermaksud mendorong dada putra Lao Bo itu.

Sun Jian membentak, “Kau berani?!”

Bila Sun Jian marah dari tubuhnya memancar tenaga yang sulit ditakar kekuatannya. Tangan si Bopeng segera ditarik kembali.

Menjadi tukang pukul memang tidak mudah, harus siap menjual nyawa demi majikan. Beberapa tahun belakangan Mao Wei semakin terkenal, sehingga si Bopeng jarang mengeluarkan tenaga guna menjalankan tugas.

Sudah beberapa tahun ini si Bopeng keenakan hidup, ia tidak ingin kehilangan pekerjaan. Segera ia mengepal tangan memukul dada Sun Jian.

Sun Jian tiba-tiba memegang pergelangannya, membalikan telapaknya, dan seketika memukul punggungnya.

Si Bopeng berteriak. Bersamaan dengan teriakan si Bopeng, terdengar tulang retak. Begitu ia roboh, tubuhnya langsung lemas seperti lumpuh.

Sun Jian melakukannya dengan tuntas, ia tidak ingin terlalu banyak berurusan dengan kroco seperti ini.

(19)

Anak buah yang tadi bersama-sama si Bopeng garang mengurung Sun Jian, sekarang tidak ada yang berani menyerang. Mereka sadar, melaksanakan tugas memang penting, tapi kalau harus menyerahkan nyawa begitu saja, mereka harus berpikir ulang.

Sun Jian enggan berurusan dengan mereka. Ia terus memelototi Mao Wei. “Pertanyaanku tadi sudah kau dengar?”

Wajah Mao Wei sudah merah dan nadi di leher sudah merongkol keluar. “Apa hubungannya denganmu?” tanyanya.

Sekali tangan Sun Jian mengayun langsung menghajar rusuk Mao Wei. Ini bukan jurus yang istimewa, tapi sangat cepat dan tepat, sama sekali tidak memberi kesempatan Mao Wei mengelak.

Teriakan Mao Wei lebih histeris daripada si Bopeng. Sudah puluhan tahun ia tidak kena pukul orang.

“Kali ini kau beruntung, tidak kupukul wajahmu. Lain kali, aku tidak akan sungkan lagi.”

Wajah Mao Wei sudah mengerut kejang menahan sakit, tapi ia masih berusaha mengangguk.

“Sekarang aku bertanya, dan kau harus jawab sejujurnya, mengerti?” tanya Sun Jian sambil menjambak baju di dada Mao Wei. Ia memelototinya dengan tajam.

Mao Wei hanya bisa mengangguk.

“Betulkah kau menggoda istri Fang You Ping?” Mao Wei mengganguk lagi.

“Apa kau masih ingin berselingkuh dengannya?”

Mao Wei menggeleng kepala. Tiba-tiba dari tenggorokkannya keluar teriakan bercampur erangan, “Perempuan itu anjing betina, dia pelacur!”

Sun Jian melihat Mao Wei begitu marah. Sudah tentu kelak ia tidak akan berselingkuh lagi dengan perempuan itu. Mao Wei pasti menilai bahwa siksaan yang ia terima saat ini gara-gara perempuan itu.

Mao Wei, seperti kebanyakan orang yang bersalah, saat mengalami masalah cenderung menyalahkan orang lain. Ia sama sekali tidak merasa bersalah dan tidak mau disalahkan.

(20)

Sun Jian merasa sangat puas. “Baiklah, bila kau berjanji tidak akan berselingkuh lagi dengannya, umurmu lebih panjang.”

Mao Wei menarik nafas, mengira urusan selesai.

Ternyata Sun Jian masih berkata, “Kelak bila perempuan itu berselingkuh lagi dengan orang lain, aku tetap akan mencarimu.”

Mao Wei terkejut. Ia langsung protes, “Perempuan itu sudah terlahir sebagai pelacur, mana bisa kuawasi dia?”

“Kupikir kau pasti punya cara yang baik,” dingin jawaban Sun Jian. Sesat Mao Wei tertegun, akhirnya berkata, “Baiklah, aku mengerti!” Pertama kali Mao Wei melihat senyum di wajah Sun Jian saat ia berkata, “Betul, perempuan itu memang sudah ditakdirkan sebagai pelacur, kapan pun ia bisa berselingkuh lagi. Kau sudah mempunyai cara. Bila dijalankan, semakin cepat semakin baik.”

“Aku tahu,” kata Mao Wei patuh.

Tiba-tiba tangan Sun Jian kembali bergerak, kali ini menghantam tepat ulu hati Mao Wei.

Mao Wei langsung terbungkuk. Sayur dan arak yang tadi dimakannya tumpah semua.

Wajah Sun Jian tetap tersenyum. “Ini bukan untuk memberi pelajaran, melainkan hanya kenang-kenangan saja.”

Sekali Sun Jian memukul orang, sekurangnya setengah bulan tidak bisa bangun. Barusan ia bilang, itu bukan pukulan sesunguhnya, membuat Mao Wei tertawa tidak menangis pun tidak.

Tapi ia tahu, setiap kata Sun Jian harus didengar!

Sun Jian mendekati meja dan menghabiskan arak yang tersisa. Seketika ia mengerut dahi. “Dasar Orang Kaya Baru, tidak bisa membedakan arak bagus atau jelek, mana bisa membedakan perempuan baik atau tidak?”

Mao Wei menanggapi. “Walau perempuan itu pelacur, tapi sungguh perempuan yang menarik.”

“Bagaimana dengan istri-istrimu?” “Mereka tidak dapat menandinginya.”

(21)

percaya kata-katamu. Arak saja tidak bisa kau bedakan, apalagi perempuan!” Belum habis perkataannya, ia sudah berkelebat masuk ke bagian dalam

rumah karena melihat di balik tirai banyak perempuan yang mengintip. Begitu masuk ke dalam, Sun Jian langsung memilih yang tercantik dan

membopongnya.

Perempuan itu sangat terkejut, tidak berani bergerak. Mao Wei pun terkejut. “Kau… apa yang kau lakukan?”

“Tidak melakukan apa-apa, hanya melakukan yang biasa kau lakukan,” jawab Sun Jian. Dengan sebelah tangan ia membopong perempuan itu, sebelah tangan lainnya menarik Mao Wei dan membentak, “Hayo, antar aku keluar.” Ia tidak ingin di tengah jalan bercapai lelah menghadapi para pengawal Mao Wei. Bukannya takut, hanya malas direpotkan saja.

Terpaksa Mao Wei mengantarkannya keluar. Air matanya hampir menetes. “Asal kau mau melepaskan Feng Jian, akan kuberi kau 1.000 tail emas.” Sun Jian mengedip mata sambil menepuk pantat perempuan yang

digendongnya. “Apa harga Feng ini begitu mahal?” Mao Wei tidak menjawab.

“Apa kau menyukainya?” Tetap tidak menjawab.

Sun Jian tertawa. “Lain kali kalau kau ingin berselingkuh dengan istri orang, kau pikir dulu istri sendiri.”

*

Seekor kuda tinggi besar berada di depan pintu. Itulah kuda yang sangat bagus.

Begitu Sun Jian keluar pintu, ia langsung meloncat ke atas kuda, tidak memberi kesempatan Mao Wei bertindak.

Itulah pelajaran yang diberikan Sun Jian.

Sun Jian tidak banyak bicara, tapi setiap kata yang keluar dari mulutnya sulit dilupakan.

Kuda sudah menempuh jarak puluhan kilometer, perempuan yang berada di pundak Sun Jian tiba-tiba tertawa.

(22)

Feng Jian tetap tertawa. “Aku? Tidak! Sebenarnya sudah sedari tadi kuingin mengikutimu pergi.”

“Kenapa?”

“Karena kau lelaki jantan, kusangat tertarik padamu.” “Apa perlakukan Mao Wei baik padamu?”

“Ia punya banyak uang, sangat pelit, tapi cukup baik padaku. Kalau tidak, mana mau ia mengeluarkan 1.000 tail emas?”

Sun Jian mengangguk, tidak bicara lagi.

Feng Jian justeru berkata, “Aku di punggungmu, sungguh tidak nyaman, lebih baik turunkan aku. Aku ingin duduk di pangkuanmu.”

Sun Jian menggeleng-geleng kepala. Tadi ia memilih perempuan ini karena punya alasan sendiri, terutama karena tatapan perempuan ini yang begitu binal padanya.

Feng Jian menghela nafas. “Kau memang lelaki aneh.”

Sun Jian membedal kuda lebih cepat lagi. Di depan tampak hutan yang luas. Begitu sepi, tidak ada orang.

“Kemana kau mau membawaku?” tanya Feng Jian. “Ke suatu tempat yang tak terpikir olehmu.”

Feng Jian tertawa genit. “Kutahu kau tertarik padaku. Sebenarnya mau di sini atau di sana, di mana saja, ya sama saja…” Karena tidak mendapat tangapan, ia melanjutkan, “Aku mengenal seorang perempuan bernama Zhu Qing.”

“Oh!” hanya itu reaksi Sun Jian.

“Perempuan itu memang ditakdirkan sebagai pelacur. Tiap hari kerjanya hanya begituan melulu. Bila menyuruhnya tidak selingkuh, seperti berharap matahari terbit dari utara. Aku tidak mengerti dengan cara apa Mao Wei akan

menghukumnya.”

Sun Jian berkata dingin, “Pelacur yang mati tidak akan bisa selingkuh lagi.” Seiring ucapannya, tangan yang tadi membopong Feng Jian tiba-tiba dilepas begitu saja.

Seketika perempuan itu jatuh seperti kantung terigu. “Ada apa denganmu?” teriak Feng Jian.

(23)

Dingin tatapan Sun Jian dari atas kuda.

Feng Jian mengulur tangan. “Cepatlah tarik aku ke atas.”

Tanya Sun Jian, “Bila aku menarikmu naik, buat apa kubiarkan kau jatuh?” Tadinya Feng Jian masih ingin bersikap genit, tapi sekarang wajahnya telah kaku karena takut.

8. Lu Xiang Chuan

Dengan berteriak, Feng Jian berkata, “Kau menculikku! Apa kau membawaku ke sini hanya untuk dilempar begitu saja?”

“Sedikit pun tidak salah.” “Apa maksudmu?”

Sun Jian tertawa dan ia membedal kuda meninggalkan Feng Jian. Ia merasa tidak perlu menjelaskan perbuatannya.

Feng Jian marah dan memaki. Seluruh perkataan kotor keluar dari mulutnya, kemudian menangis tersedu.

Ia menangis bukan karena tulangnya sakit terjatuh tadi, bukan pula karena harus pulang jalan kaki. Ia menangis karena tahu Mao Wei tidak akan

mempercayai kata-katanya, juga tidak percaya bahwa Sun Jian tidak melakukan apa-apa padanya.

Bila Sun Jian benar-benar melakukannya, Feng Jian malah merasa tidak sakit hati.

Memang terkadang di dunia ini terdapat semacam perempuan yang tidak bisa membedakan antara harga diri dan penghinaan.

Feng Jian adalah perempuan semacam itu. Jika orang lain menghinanya, ia malah senang. Jika tidak menghinanya, harga dirinya malah terganggu. Ya, mengapa Sun Jian tidak melakukannya?

Harga diri Feng Jian sungguh terusik. Selamanya ia tidak bisa mengerti maksud Sun Jian.

Padahal, Sun Jian melakukan itu hanya ingin agar Mao Wei tahu bagaimana rasanya bila istri diculik orang. Ia pun sengaja menculik Feng Jian, sekali pandang ia bisa mengenali istri macam apa perempuan itu. Karenanya, ia perlu memberi pelajaran.

(24)

*

Hutang darah bayar darah, pikir Sun Jian. Bukankah itu yang diajarkan Lao Bo?

Lao Bo menggunakan cara seperti ini untuk membunuh penjahat, pikirnya

dalam hati. Sun Jian tidak bisa memikirkan cara yang lebih baik lagi, karena memang tidak ada cara yang lebih baik daripada caranya itu. Memikir apa yang telah ia lakukan, Sun Jian tertawa sendiri.

Lao Bo tidak pernah memberi petunjuk cara membereskan masalah. Sun Jian percaya, jika Lao Bo sendiri yang melakukannya, belum tentu akan lebih baik daripada caranya tadi.

Dalam beberapa tahun ini Sun Jian sedikit demi sedikit merasa sudah bisa meniru cara dan teknik Lao Bo memecahkan masalah.

Dan Sun Jian merasa sangat puas. *

Senja.

Lao Bo masih berada di taman bunga.

Ia sedang membuang ulat yang berada pada sekuntum chrysan serta menggunting dedaunan yang layu.

Itulah bagian dari pekerjaannya. Lao Bo senang melakukan pekerjaan itu sendiri. Itu adalah hiburan dan hobinya, dan karenanya ia tidak memberi pekerjaan membuang ulat dan menggunting daun pada orang lain.

Di saat itu Wen Hu dan Wen Bao bersaudara masuk. Lao Bo meletakkan gunting yang dipegangnya.

Menghadapi anak buah pun bagian dari pekerjaannya. Ketika bekerja, ia akan lakukan dengan sepenuh hati. Begitu pula saat ia melaksanakan hobi dan kesenangannya. Lao Bo tidak mencampuradukkan kedua tugas itu.

Wen Hu dan Wen Bao, dua pemuda sangat pemberani, sering melakukan

tugas berat. Wajah mereka mulai keriput, apakah karena tugas yang dipikul terlalu berat?

Wajah itu kali ini pun terlihat lelah. Dua hari ini mereka telah bekerja keras. Tapi hanya dengan melihat senyum Lao Bo, kelelahan itu seketika lenyap.

(25)

Wen Hu menjawab penuh hormat, “Ya.”

“Ceritakanlah padaku,” perintah Lao Bo dengan gembira.

“Kami sudah menyelidiki, ternyata Xu Qing Song punya seorang putri, dan kami pun menculiknya.” kata Wen Hu langsung pada masalah.

Tanya Lao Bo, “Berapa usia Nona Xu? Apa sudah menikah?”

“Putri Xu Qing Song dua puluh satu tahun,” jawab Wen Hu, “dan belum menikah, wajah maupun sifatnya sangat buruk. Konon, Nona Xu pernah bertunangan, tapi ia mengusir calon mertuanya.”

“Teruskan ceritamu,” Lao Bo mengangguk.

“Sebelumnya, kami berkenalan dulu dengan Jiang bersaudara, mencekok mereka dengan arak sampai mabuk, lalu membawa kehadapan Nona Xu,” jelas Wen Hu.

Wen Bao melanjutkan cerita kakaknya dengan bangga, “Jiang bersaudara

selagi mabuk seperti lalat melihat darah, tidak perduli siapa pun perempuan itu. Begitu bertemu Nona Xu, mereka segera melakukan pekerjaan bejat itu.” Giliran Wen Hu meneruskan, “Begitu selesai melakukannya, kami beri mereka pelajaran.”

Kata Wen Bao, “Kami menghajar mereka dengan hati-hati, selalu menghindari kepala bagian belakang supaya tidak sampai gegar otak. Tapi dalam dua tiga bulan, berani jamin, mereka tidak bisa bangun dari tempat tidur.”

Wen Hu dan Wen Bao memiliki jurus lihai, yang satu bernama “Jurus Memukul Harimau”, satunya lagi “Jurus Telapak Tangan Besi”. Kungfu mereka pun

seperti anak buah Lao Bo yang lain, tidak ada yang aneh-aneh, tapi kecepatan dan kekuatannya sangat dahsyat.

Lao Bo selalu berkata, kungfu bukan untuk dipamerkan. Jadi, tidak perlu aneh-aneh.

Kalau Jiang bersaudara tidak mabuk, barangkali masih bisa menahan serangan mereka. Tapi karena sudah mabuk, yang terdengar hanya jerit kesakitan. Jiang bersaudara tidak bisa apa-apa lagi.

“Kemudian kami menyewa tandu, mengantarkan mereka pada Xu Qing Song,” jelas Wen Hu.

(26)

Penjelasan Wen bersaudara sangat singkat. Begitu habis cerita, mereka langsung berhenti. Mereka tahu, Lao Bo tidak suka bertele-tele.

Nyatanya, mendengar sampai di sini, senyum Lao Bo hilang.

Hati Wen bersaudara seketika tengelam. Melihat ekspresi Lao Bo, mereka menduga telah berbuat salah. Dan siapa melakukan kesalahan harus

dihukum, begitu prinsip Lao Bo.

Setelah lama, Lao Bo berkata gusar, “Kalian tahu sudah melakukan kesalahan apa?”

Wen bersaudara menunduk kepala.

Kata Lao Bo, “Jiang bersaudara tidak bisa bangun dalam tiga bulan itu tidak masalah, ketidakadilan Xu Qing Song pun pantas diberi ganjaran. Untuk kedua hal ini kalian sudah melakukan tugas dengan baik.” Tiba-tiba nada bicara Lao Bo semakin tegas, “Lantas, apa kesalahan Nona Xu hingga kalian

memperlakukannya seperti itu? “

Wen bersaudara seketika berkeringat dingin. Mereka hanya bisa tertunduk. Bila Lao Bo sedang marah, siapa pun tidak berani memandangnya.

Setelah lama, kemarahan Lao O sedikit reda. “Ini ide siapa?” tanyanya. Wen bersaudara menjawab bersamaan, “Aku!”

Lao Bo melihat keduanya, kemarahannya semakin berkurang. Perlahan ia berkata, “Wen Hu lebih jujur, pasti bukan idenya.”

Tunduk Wen Bao semakin dalam. “Sejak awal kakak sudah tidak setuju dengan ideku ini.”

Lao Bo menatap Wen Bao, “Apa kau sudah menikah?” “Belum,” jawab Wen Bao.

“Segera ambil undanganku. Kita kerumah Xu Qing Song melamar Nona Xu.” Kaki Wen Bao seperti digigit ribuan semut. “Tapi… tapi…”

Lao Bo kembali marah, “Tidak ada tapi-tapian, segera lamar Nona Xu. Idemu sudah mencelakai orang, kau harus bertanggung jawab. Biar pun sifat Nona Xu tidak begitu baik, kau tetap harus mengalah.”

Siapa pun melakukan kesalahan harus dihukum. Sepertinya hanya Lao Bo yang bisa memikirkan cara menghukum Wen Bao.

(27)

“Tuan Xu pasti mengijinkan. Apalagi, sekarang,” jawab Lao Bo.

Siapa pun bisa menduga, Xu Qing Song pasti setuju, takut putrinya tidak bisa menikah lagi, pun Wen Bao pemuda yang baik.

*

Lao Bo menggunting dedaunan yang berlebihan. Ia tidak suka bunga yang terlalu banyak daun karena merusak keindahan.

Ia juga tidak suka melihat hal yang rumit, karena kerumitan adalah sesuatu yang berlebihan dan harus bisa disederhanakan.

Anak buah Lao Bo yang benar-benar bisa diandalkan tidak terlalu banyak, tapi ia percaya setiap anak buahnya punya kemampuan tinggi dan sangat setia

padanya.

Lao Bo selalu puas pada anak buahnya. Ia pun tahu mereka selalu

melaksanakan tugas dengan baik. Karenanya, sudah lama Lao Bo tidak turun tangan langsung di lapangan.

Walau ia lama tidak turun tangan, Lao Bo yakin masih punya kekuatan yang cukup untuk mengalahkan lawan-lawannya.

Sewaktu pedang Yi Shi menyerang, Lao Bo sudah membaca kekurangan ilmu

pedang lawan. Biar pun tidak dilindungi anak buah, ia tetap bisa mengalahkan Yi Shi.

Dalam bertempur, Lao Bo selalu menunggu kesempatan terakhir mengalahkan lawan, karena di saat itulah lawan berada dalam keadaan lengah dan lelah, tenaga belum sepenuhnya pulih. Lawan-lawannya selalu mengira, kesempatan terakhir pasti berhasil. Di saat terakhir yang sangat menetukan itu, Lao Bo biasanya melakukan serangan balik.

Serangan balik yang mematikan.

Hanya saja menunggu dan menentukan saat tepat melancarkan serangan balik yang mematikan tidaklah mudah. Dibutuhkan kesabaran, keberanian, ketenangan, serta pengalaman yang luas.

Sampai di sini, Lao Bo menghela nafas. Ia tahu Lu Xiang Chuan bukan anak kandungnya, tapi kesetiaannya melebihi Sun Jian anak kandung sendiri. Lao Bo sangat percaya dan suka pada Lu Xiang Chuan. Ia membagi separuh harta dan usahanya kepada Lu Xiang Chuan karena sifatnya sangat tenang

(28)

dan lincah.

Sifat ini sangat berlawanan dengan Sun Jian yang ceroboh dan pemarah. Bisnis Lao Bo sangat luas dan besar, ia harus memiliki anak buah semacam Lu Xiang Chuan untuk menjaga dan meneruskan usahanya. Apalagi ketika dulu di awal mendirikan bisnis, tidaklah mudah.

Perjuangan awal membutuhkan curahan tenaga, air mata, dan jiwa-jiwa muda pemberani seperti Lu Xiang Chuan.

Tiba-tiba Lao Bo teringat lelaki berjubah kelabu.

Di hadapan anak buahnya ia tidak pernah membicarakan lelaki ini, tapi anak buahnya bisa menduga lelaki jubah kelabu pernah muncul dalam kehidupan Lao Bo.

Demi Lao Bo, si Jubah Kelabu rela melakukan hal yang orang lain belum pernah lakukan.

Sesungguhnya Lao Bo menyadari, jika membiarkan si Jubah Kelabu tetap hidup, bisa menambah kesulitan. Dalam melakukan pekerjaannya, lelaki itu selalu menggunakan kekerasan. Sementara Lao Bo punya cara yang lebih jitu daripada menempuh jalan kekerasan.

Dalam kematangan usianya sekarang, Lao Bo bukan ingin melenyapkan nyawa orang, melainkan ingin mendapatkan kesetiaan dan penghormatan. Sebab, bagi Lao Bo, membunuh tidak ada gunanya sama sekali. Tapi, mendapatkan penghormatan dan kesetiaan akan lebih bermanfaat.

Alasan dan kemauan Lao Bo ini tidak dimengerti Sun Jian yang masih muda, apalagi lelaki jubah kelabu itu.

Lao Bo menarik nafas. Sungguh, ia tidak suka cara-cara yang ditempuh si Jubah Kelabu.

*

Setiap orang yang menjalankan bisnis pasti memiliki rahasia, karenanya

disebut rahasia bisnis. Tapi dengan si Jubah Kelabu, rahasia bisnis tidak bisa lagi disebut rahasia.

Si Jubah Kelabu mengetahui terlalu banyak rahasia Lao Bo.

Seperti pada kebanyakan orang, jika rahasianya diketahui terlalu banyak, mungkin sudah sejak dulu si Jubah Kelabu dilenyapkan. Tapi, Lao Bo bukan

(29)

kebanyakan orang. Karena itu, si Jubah Kelabu tidak ia lenyapkan. Itulah perbedaan Lao Bo dengan orang lain.

Dalam mencapai tujuan, terkadang Lao Bo menghalalkan segala cara. Namun dalam segala cara yang halal itu sedapat mungkin ia mengharamkan

pembunuhan. Lao Bo sangat menghargai jiwa orang dan sangat lapang dada serta berjiwa besar.

Tidak ada yang bisa membantah ini.

Seberapa banyak dan besarnyakah bisnis Lao Bo? Dalam bidang apa saja usahanya?

Ini adalah rahasia. Kecuali Lao Bo sendiri, mungkin tidak ada yang tahu. Yang pasti, usahanya begitu banyak sehingga harus melibatkan begitu banyak

orang.

Karenanya, Lao Bo terus mencari tenaga-tenaga muda berbakat. Dalam hal ini, matanya sangat trampil menilai seseorang.

Dalam penilaiannya itulah nama Chen Zhi Ming muncul ke perhatiannya. Lao Bo sangat menyukai pemuda bernama Chen Zhi Ming. Ia merasa, asalkan diarahkan dan dilatih, sebentar saja pemuda itu akan menjadi pembantu yang berguna. Tapi sayang semenjak hari ulang tahunnya pemuda itu tidak muncul lagi.

‘Sepertinya aku sudah semakin tua, banyak hal tidak bisa dijalankan sempurna, sampai lupa meminta alamatnya,’ sesal Lao Bo dalam hati. Lao Bo menarik nafas dan menepuk-nepuk pinggang sendiri. Ia memandang

matahari yang terbenam. Apakah dirinya sudah seperti matahari itu, sebentar lagi harus tenggelam?

Sesaat ia teringat Lu Xiang Chuan. Tiap kali Lu Xiang Chuan menjalankan tugas, Lao Bo tidak pernah khawatir.

Tapi kali ini Lao Bo tidak setenang biasanya. Lao Bo tahu kekuatan Wan Peng Wang dan juga sangat tahu cara apa yang biasa dipakai Wan Peng Wang.

Terlalu menghawatirkan anak buah menjalankan tugas adalah perasaan seorang tua, Lao Bo menghela nafas. Mungkin ia memang sudah tua.

Di bawah mentari senja ia berjalan menuju rumah. Sesaat melintas dalam benak Lao Bo untuk melepas segala kegiatan bisnisnya.

(30)

Mungkin sudah waktunya pensiun?

Tapi itu hanya pemikiran sesaat. Begitu matahari terbit esok pagi, Lao Bo akan mengubah pikirannya lagi.

Di dunia ini ada semacam orang yang tidak bisa dikalahkan oleh apa pun, termasuk ‘tua’ dan ‘kematian’.

Orang semacam itu tidak banyak, dan Lao Bo salah satunya. *

Sewaktu Lu Xiang Chuan berada di dalam kereta, yang dipikirkannya bukan bagaimana cara memperlakukan Wan Peng Wang. Yang dipikirkannya adalah si Pembunuh Berjubah Kelabu yang membunuh orang seperti memotong rumput.

Sewaktu si Jubah Kelabu mencabut nyawa Huang Shan San You, Lu Xiang Chuan tidak sempat melihat wajah yang sudah langsung dilumuri darah itu. Tapi sepertinya ia bisa menebak siapa orang ini. Namun Lu Xiang Chuan tidak berani bertanya pada Lao Bo.

Hal yang Lao Bo tidak mau bicarakan, tidak ada yang berani memaksanya. Jika Lao Bo tidak mau membicarakan, bertanya pun sia-sia.

Perasaan Lu Xiang Chuan menyatakan, si Jubah Kelabu adalah Han Tang. Cara orang ini membunuh sangat kejam dan cepat. Lu Xiang Chuan

selamanya belum pernah melihat orang membunuh secepat dan sekejam itu. Lao Bo pernah bilang pada Lu Xiang Chuan, pekerjaan Han Tang tidak pernah dilakukan orang lain, nanti pun tidak ada orang yang bisa melakukannya. Kedudukan Lu Xiang Chuan semakin tahun semakin tinggi, kekuasaannya semakin besar. Ia sudah memimpin banyak bawahan. Tapi ia tahu, biar pun memakai semua cara guna mencari tahu tentang Han Tang, percuma saja. Meteor, Kupu-kupu dan Pedang I -2

By admin • Nov 1st, 2008 • Category: 2. Silat China, KL - Meteor, Kupu-kupu dan Pedang

Semua orang pasti punya masa lalu, tapi Han Tang sepertinya tidak memiliki masa lalu.

*

(31)

Kereta itu seperti sebuah tempat tidur yang nyaman, begitu empuk, getaran pun hampir tidak terasa.

Bila Lu Xiang Chuan menjalankan tugas, ia akan melakukannya dengan

sepenuh hati dan konsentrasi. Selain apa yang harus ia kerjakan, hal lain tidak terlintas di benaknya.

Yang ia tahu, tugas kali ini teramat sulit.

“Lelaki harus seperti lelaki, kata-katanya harus seperti lelaki, kerjanya pun harus seperti lelaki,” begitu kalimat yang sering diucapkan Lao Bo.

Dan masalah antara Lao Bo dan Wan Peng Wang adalah masalah lelaki. Orang lain akan merasa aneh, karena urusan sepele Lao Bo sampai bermusuhan dengan Wan Peng Wang.

Hanya Lu Xiang Chuan yang mengerti maksud Lao Bo.

Sasaran misi Lao Bo sebenarnya adalah Wan Peng Wang sendiri. Jika kali ini Wan Peng Wang merestui hubungan Dai Dai dengan Xiao Wu, berarti ia

sudah tunduk pada Lao Bo dan ia akan berteman dengan Lao Bo. Bila tidak, ia akan menjadi musuh Lao Bo.

Lao Bo pernah berkata, “Aku tidak begitu mengerti orang. Bagiku, di dunia ini hanya ada dua jenis manusia. Kalau dia bukan musuh berarti dia adalah

teman. Apakah ingin menjadi musuh atau teman, tergantung diri sendiri. Tidak ada pilihan lain!”

Lu Xiang Chuan tahu, dalam prakteknya, Lao Bo tidak pernah memberi kesempatan pada orang lain untuk memilih. Karena siapa pun yang memilih jadi musuh Lao Bo, pasti mati.

Masalahnya, Wan Peng Wang bukanlah seorang penakut. Pilihan yang ia

ambil mungkin tidak sama dengan orang lain. Kalau ia memilih jadi musuh Lao Bo, banjir darah pasti terjadi.

Seandainya hal ini benar terjadi, begitu pikir Lu Xiang Chuan, barangkali Lao Bo masih bisa menang meski resikonya sangat tinggi.

9. Wan Peng Wang

Lu Xiang Chuan sangat teliti. Sebelum menjalankan tugas, ia sudah menyelidiki Wan Peng Wang sedetil mungkin.

(32)

anak haram yang tidak jelas bapak dan dibuang ibunya. Tapi, tidak ada yang bisa membuktikan cerita ini.

Sebelum berumur tujuh belas, tidak ada yang tahu asalnya. Sesudah berumur tujuh belas, ia sudah bekerja pada sebuah perusahaan. Setengah tahun kemudian, ia sudah naik jabatan. Pada umur sembilan belas, ia membunuh bos perusahaannya kemudian menjadi bos perusahaan itu.

Tapi, setahun kemudian ia menjual perusahaan dan menjadi seorang polisi. Dalam tiga tahun, ia sudah menangkap dua puluh sembilan penjahat,

membunuh delapan orang, sisanya ia lepaskan.

Semenjak itu, ia punya dua puluh satu pembantu yang sangat setia padanya. Waktu berumur dua puluh empat, ia keluar dari kepolisian dan mendirikan perkumpulan Da Peng. Mula-mula hanya memimpin 100 orang, tapi sekarang anak buahnya sudah mencapai puluhan ribu orang. Kekayaanya sudah tidak terhitung lagi.

Dulu, tidak ada yang perduli pada kata-katanya. Sekarang, kata-katanya adalah perintah.

Semua kejayaan dan kekayaannya tidak datang tiba-tiba, melainkan melalui pertarungan hidup mati.

Apalagi beberapa tahun ini terdengar kabar Wan Peng Wang telah

mendapatkan sebuah rahasia kungfu aneh yang ia beri nama Fei Peng Si Shi Jiu Shi. Ilmu telapak tangan itu sangat dahsyat, jarang ada yang bisa menandingi.

Lu Xiang Chuan merasa tugasnya sangat berat. Apakah pertarungan antara Lao Bo dengan Wan Peng Wang tidak bisa dihindari? Bagaimana akhirnya? Lu Xiang Chuan tidak berani memastikannya.

Sungguh, bila bukan terpaksa, Lu Xiang Chuan tidak ingin pertentangan ini terjadi!

*

Lu Xiang Chuan khawatir, Wan Peng Wang tidak sudi bertemu dengannya, maka ia sengaja mengajak Nan Gong Yuan.

Nan Gong Yuan adalah turunan keluarga Nan Gong terakhir. Ia seorang

(33)

senang menghamburkan uang. Kekayaan keluarganya semakin lama semakin menipis dan serkarang ia sering meminjam uang pada Lao Bo.

Lu Xiang Chuan percaya, Nan Gong Yuan tidak akan mau kehilangan teman seperti Lao Bo. Karenanya, pasti akan membantunya.

Kebetulan Nan Gong Yuan juga teman Wan Peng Wang.

Wan Peng Wang seorang lelaki berduit. Semakin tinggi kedudukannya, hobinya semakin banyak. Ia senang perempuan, suka berjudi dan berkuda, juga senang mempelajari etika.

Kebetulan kesenangannya sama seperti Nan Gong Yuan, dan Nan Gong Yuan adalah ahli di bidang itu. Karena itulah mereka bisa berteman.

*

Kereta kuda berhenti di luar hutan.

Seseorang berdiri di tepi hutan bertubuh tinggi dan gagah, memakai baju seputih salju.

Di bawah pohon tersedia meja, kursi, kecapi, dan arak. Juga seekor kuda yang tinggi dan bagus.

Lelaki itu dari jauh terlihat masih sangat muda, tapi sudah terlihat keriput di sudut matanya. Ia tampak begitu dewasa dan luwes, sulit dibandingkan

dengan siapa pun.

Lu Xiang Chuan turun dari kereta dan mendekati Nan Gong Yuan. Melihat wajah Nan Gong Yuan yang terlihat kesal, ia menghentikan langkah. Nan Gong Yuan justeru menghampiri.

“Apa ia tidak mau bertemu denganku?” tanya Lu Xiang Chuan. Nan Gong Yuan menghela nafas, “Ia menolak bertemu denganmu.” “Kau sudah jelaskan maksud Lao Bo?”

“Ia tidak pernah berhubungan dengan Lao Bo, kelak pun tidak akan berhubungan dengannya!”

“Bisakah ia berubah pikiran?”

“Tidak ada yang bisa mengubah pikirannya.”

Lu Xiang Chuan tidak bertanya lagi. Ia sudah tahu, jika terus bertanya pun akan sia-sia.

(34)

cara mengurai benang kusut itu. Padahal baginya misi ini harus berhasil, tidak boleh gagal. Jika gagal, bisa berakibat fatal.

Saat ia tercenung, tiba-tiba Nan Gong Yuan berkata, “Tiap tanggal satu setiap bulan, Wan Peng Wang selalu membeli barang antik dan kuno.”

“Besok tangal satu,” gumam Lu Xiang Chuan.

Nan Gong Yuan menghel nafas panjang. “Waktu begitu cepat berlalu, hari berganti bulan, dulu masih muda sekarang rambut sudah memutih. Kehidupan manusia seperti mimpi, tiap hari menghabiskan waktu, entah untuk apa…” Lu Xiang Chuan tertawa kecil, dari dalam saku ia mengeluarkan sebuah amplop. “Mungkin untuk ini,” jawabnya.

“Apa itu?”

“Ini cek 5,000 tail emas. Inilah penghormatan dari Lao Bo.”

Nan Gong Yuan memandang amplop itu, tertawa sinis. “Orang sepertiku tidak pantas diberi penghormatan.”

Seketika Nan Gong Yuan membalik tubuh, berjalan ke meja, dan mulai memainkan kecapi. Hidup ibarat mimpi Manakala tersadar dari mimpi ‘Kan kita hadapi kenyataan?

Tiap hari sibuk, apalah kegunaan?

Lagu yang sedih. Denting kecapi terdengar menyayat hati. Matahari sore menyinari tepi hutan itu.

Tiba-tiba hening.

(35)

keberhasilannya lebih tinggi daripada Nan Gong Yuan, entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang ‘kurang’ pada diri sendiri.

Mungkinkah kekurangannya adalah ‘masa lalu’?

Apakah karena Lu Xiang Chuan hanya memiliki ‘masa sekarang’ dan ‘masa depan’, sementara Nan Gong Yuan memiliki ‘masa lalu’?

Betapa pun kau memiliki uang dan kedudukan, kau tidak bisa membeli masa lalumu!

Tiba-tiba Lu Xiang Chuan terkenang masa lalunya yang sulit. Seketika kemarahan membakar dadanya.

Ia meletakkan amplop itu, sepatah demi sepatah berkata, “Mimpiku selamanya tidak akan pernah terbangun sebab aku tidak pernah bermimpi.”

Nan Gong Yuan tidak mengangkat kepala, hanya menjawab, “Sebenarnya kau pun tahu, terkadang orang tetap harus bermimpi.”

Lu Xiang Chuan tahu itu. Tapi ia punya semacam penyakit. Penyakitnya ialah tidak bisa bermimpi dan karenanya ia merasa tegang.

Ketegangan yang membuatnya lelah.

Lantas, kalau begini, apakah sudah seharusnya ia bermimpi? Memiliki mimpinya sendiri?

Semua itu adalah pilihan. Dan pilihan itu ada pada dirinya! Denting kecapi sudah berhenti.

Lu Xiang Chuan melangkah ke kereta kuda, memberi perintah singkat, “Ke Gu Huang Xian.”

*

Tanggal satu.

Semua pedagang antik sudah tiba di kaki bukit. Mereka datang dari berbagai lokasi, bahkan ada yang datang dari tempat yang sangat jauh.

Ini adalah hari Wan Peng Wang memilih barang antik, dan ia adalah pembeli sekaligus kolektor yang baik.

Di antara para pedagang itu terlihat seorang pemuda yang sangat tenang tapi tidak dikenal para pedagang lain yang umumnya sudah saling mengenal.

Pemuda itu konon datang dari Gu Huang Xian. Dan ia adalah Lu Xiang Chuan. Sebelumnya Lu Xiang Chuan pergi ke Gu Huang Xian terlebih dulu dan baru

(36)

masuk ke kota ini. Awan putih berarak.

Rumah Wan Peng Wang di atas bukit seperti istana di atas awan, sangat tinggi dan seolah tidak terjangkau.

Terdengar suara lonceng seperti keluar dari balik awan.

Para pedagang berjalan beriringan menuju rumah Wan Peng Wang.

Lu Xiang Chuan sangat terkejut ketika melihat Wan Peng Wang untuk pertama kalinya. Ia belum pernah melihat orang seperti Wan Peng Wang.

Wan Peng Wang seperti raksasa di dalam dongeng. Saat ia duduk, tingginya hampir setinggi orang normal yang berdiri.

Ada yang bilang, “Semakin besar tubuh seseorang, semakin sederhana otaknya.”

Namun hal ini tidak berlaku bagi Wan Peng Wang.

Pandangannya sangat dingin, tajam, dan kuat, memancarkan kecerdasan dan keteguhannya. Ia juga penuh percaya diri, membuat orang tidak berani sembarangan dengannya.

Telapak tangannya lebar, besar, dan tebal. Setiap saat ia mengepalkan tangan dengan erat seakan ingin memukul orang.

Saat Lu Xiang Chuan mendekati, mata Wan Peng Wang tiba-tiba menyorot setajam pisau, seolah menguliti Lu Xiang Chuan.

Setelah lama pelan-pelan Wan Peng Wang bertanya, “Apa kau dari Gu Huang Xian?”

Saat itu juga Lu Xiang Chuan tahu sulit mengelabui orang semacam Wan Peng Wang. Sepertinya anak buah Wan Peng Wang telah mendata setiap pedagang yang akan masuk ke rumahnya, ataukah itu justru Nan Gong Yuan yang membocorkan rahasianya?

Apa pun, Lu Xiang Chuan adalah orang yang sangat cerdas dan fleksibel. Seketika ia mengubah rencana dan berkata jujur.

“Bukan,” jawab Lu Xiang Chuan.

Wan Peng Wang pun tertawa senang. “Baiklah, kau orang yang pintar! Bosmu pasti lebih pintar lagi.” Tawa Wan Peng Wang perlahan berhenti. Ia kembali memelototi Lu Xiang Chuan dan bertanya, “Bukankah bosmu Sun Yu Bo?”

(37)

Ditanya seperti itu, seketika timbul rasa hormat di wajah Lu Xiang Chuan. Perlahan ia maju ke muka membawa sebuah piring dan berkata, “Piring giok

ini dari dinasti Han, di atasnya adalah sebuah guci yang dibuat di masa dinasti Qing. Barang ini pemberian Lao Bo untuk Ketua Bang sebagai rasa hormat

beliau. Harap Ketua menerimanya.”

Setiap kali Lao Bo meminta bantuan, selalu menghantarkan hadiah yang mewah. Maknanya adalah ia ingin menjalin persahabatan. Bila hadiahnya

ditolak, berarti menolak persahabatan. Berarti pula, kau telah menantang Lao Bo!

Namun kali ini bukan maksud Lao Bo menghantar hadiah. Semua ini adalah ide Lu Xiang Chuan. Ia berharap semua permasalahan ini bisa diselesaikan dengan damai.

Mata Wan Peng Wang yang semula menatap wajah Lu Xiang Chuan kini

memperhatikan piring itu. Namun sesungguhnya ia sedang berpikir. Setelah lama Wan Peng Wang baru membuka mulut, “Kudengar Wu Lao Dao adalah

perantauan dari Jiang Bei dan tiga puluh tahun yang lalu menetap di Jiang Nan.” Wan Peng Wang mengangkat kepala dan memelototi Lu Xiang Chuan, “Sun Yo Bo pun demikian, apa benar begitu?”

Lu Xiang Chuan membenarkan, “Lao Bo dan Wu Lao Dao berasal dari desa yang sama. Mereka sama-sama menetap di Jiang Nan.”

Lu Xiang Chuan tahu Wan Peng Wang sudah mengetahui maksud

kedatangannya sehingga tidak perlu menutup-nutupi lagi. Seketika ia merasa Wan Peng Wang lebih menakutkan daripada yang ia bayangkan.

Wan Peng Wang gusar berkata, “Sun Yu Bo menyuruhmu datang ke sini apakah untuk kepentingan anak lelaki Wu Lao Dao?”

“Lao Bo mengetahui masalah hubungan lelaki dan perempuan. Ketua pasti bisa mengijinkan mereka bersama, apalagi gadis itu hanyalah seorang pelayan.”

Kata-kata Lu Xiang Chuan sangat sopan dan tidak langsung pada sasaran, namun menjelaskan keuntungan dan kerugian masalah ini, bahwa demi seorang pelayan harus bermusuhan dengan Lao Bo adalah tidak sebanding. Tapi Wan Peng Wang marah menjawab, “Ini bukan sekedar masalah lelaki

(38)

perempuan, tapi adalah aturan perkumpulan di sini. Siapa pun dilarang melanggar aturan ini!”

Hati Lu Xiang Chuan serasa tenggelam, ia melihat harapannya semakin menipis. Namun sebelum benar-benar pupus, ia tidak akan melepaskannya begitu saja.

“Lao Bo senang berteman, kalau Ketua bisa berteman dengannya, semua akan gembira menyambutnya.”

Wan Peng Wang tidak menjawab. Tiba-tiba ia berdiri dan berkata, “Ikut aku!” Lu Xiang Chuan tidak tahu akan dibawa ke mana, pun tidak bisa menebak

maksud Wan Peng Wang membawanya. Seketika rasa takut menyelimuti

dirinya. Tapi belakangan ia berpikir, jika Wan Peng Wang ingin membunuhnya, saat ini pun dirinya sudah menjadi mayat.

Maka Lu Xiang Chuan mengikuti Wan Peng Wang keluar dari ruangan. Ia baru memperhatikan kemegahan dan kemewahan kediaman Wan Peng Wang. Dan

ia pun mulai menyadari, sekelilingnya tidak terlihat penjagaan. Sedemikian sepi dan lengangnya seolah menunjukan pengawalan yang

lemah. Tapi Lu Xiang Chuan tidak berfikir seperti itu. Ia mengerti, jika rumah ini

terlihat banyak penjaga justeru akan memperlihatkan sosok Wan Peng Wang yang sebenarnya.

Orang seperti Wan Peng Wang tidak begitu saja mau memamerkan kekuatannya.

Begitu juga Lao Bo.

“Lebih baik musuh tidak mengetahui dan tidak bisa memperhitungkan

kekuatanmu karena, bila tidak, sebaiknya kau tidak memiliki musuh,” begitu prinsip Lao Bo.

Prinsip itu sepertinya juga dianut Wan Peng Wang. Hanya “orang kaya baru” saja yang akan memamerkan seluruh harta di tubuhnya!

*

Beranda tampak gelap dan sunyi.

Di ujung beranda terdapat sebuah pintu yang tidak terkunci. Di sana terlihat sebuah ruangan yang sepertinya kosong.

(39)

Bila pintu dibuka kau akan menyadari bahwa tebakanmu keliru.

Ruangan itu penuh barang kuno dan antik. Di istana Kota Raja pun belum

tentu ada barang antik sebanyak dan selengkap ini. Lu Xiang Chuan tidak tahu harus mulai melihat dari mana.

Wan Peng Wang membawanya berkeliling, baru berkata, “Silahkan ambil dua macam barang, hitung-hitung membalas pemberian Lao Bo.”

Lu Xiang Chuan tidak menolak. Terkadang ada permintaan yang ditolak pun tidak ada gunanya. Maka, ia benar-benar memilih dua macam barang.

Yang ia pilih adalah lempengan giok dan sebuah pisau dari Persia. Nilai kedua barang ini hampir sama dengan hadiah yang diberikan Lu Xiang Chuan pada

Wan Peng Wang.

Ini artinya Lu Xiang Chuan bisa menilai barang bagus dan juga menunjukkan bahwa dirinya tidak ingin mengambil keuntungan dengan mengambil barang yang lebih mahal.

Benar saja, mata Wan Peng Wang mengekpresikan pujian. “Kapan pun kau sudah tidak bekerja pada Sun Yu Bo atau bertengkar dengannya, datanglah padaku dan aku pasti akan menerimamu.”

“Terima kasih,” jawab Lu Xiang Chuan.

Diperhatikan seorang seperti Wan Peng Wang, sedikit banyak Lu Xiang Chuan merasa bangga. Namun hatinya juga semakin dingin. Karena ia tahu makna ucapan itu: Wan Peng Wang tidak memberinya kesempatan lagi.

*

Mereka kembali melalui jalan yang lain. Begitu keluar dari pekarangan, terdengar ringkik kuda.

Wan Peng Wang menghentikan langkahnya. “Mau melihat kuda-kudaku?” tawarnya.

Untuk pertama kalinya Lu Xiang Chuan melihat entah rasa senang atau bangga memancar dari diri Wan Peng Wang. Ia merasa undangan ini tidak ada maksud lain seperti seorang tuan rumah memanggil putra putrinya untuk menemui tetamu agar sang tamu memuji anaknya.

Sementara memuji orang pun merupakan keahlian Lu Xiang Chuan. Karena itu, tidak ada salahnya mengikuti tawaran Wan Peng Wang.

(40)

Dengan memuji, kau bisa membuat seseorang senang dan kemudian dapat mengambil keuntungan. Memang, tidak ada salahnya untuk memberi sebuah pujian. Hanya saja saat ini Lu Xiang Chuan belum mengetahui keuntungan apa yang akan ia peroleh.

Istal kuda itu terlihat begitu panjang dan bersih. Hampir semuanya kuda pilihan terbaik.

Lu Xiang Chuan melihat sekor kuda memiliki kandang yang paling besar. Bulunya mengkilat dan tampak licin. Walaupun hanya seekor kuda, tapi perbawanya sangat angkuh dan anggun, seakan tidak ingin bersahabat

dengan manusia. Total harga seluruh kuda yang telah dilihat sebelumnya tidak akan bisa membandingi harga seekor kuda ini.

Lu Xiang Chuan langsung memuji. “Kuda ini sangat istimewa dan sempurna, apakah keturunan Han Xue?”

Wan Peng Wang tertawa polos dan sangat bangga. “Kau sangat mengetahui barang berkualitas.”

Untuk pertama kalinya Lu Xiang Chuan melihat Wan Peng Wang seperti itu. Walau Wan Peng Wang berdiri di tengah rumah yang penuh dengan

kekayaannya, ia tidak pernah berekspresi seperti itu.

Tiba-tiba melintas di hati Lu Xiang Chuan sebuah harapan. Terpikir olehnya sebuah cara yang mungkin bisa membuat Wan Peng Wang tunduk.

Ia tidak tahu seberapa efektifkah caranya itu. Tapi, jika tidak dicoba, bagaimana ia bisa tahu? Karena itu, tidak ada salahnya jika mencoba. 10. Kibaran Bendera Perang

Tengah malam.

Angin menderu bertiup dari barat. Derunya seperti setan mengayun cambuk, melecut hati mereka yang ingin pulang. Tapi Wu Lao Dao tidak bisa pulang, ia harus mengikuti Lu Xiang Chuan pergi ke sana.

Malam hening. Sepi. Mati.

Wu Lao Dao tidak tahu akan dibawa kemana. Lu Xiang Chuan meski muda tapi sangat sopan, membuat Wu Lao Dao enggan bertanya.

(41)

muda, begitu bercahaya, namun Lu Xiang Chuan lebih sulit ditebak hati dan kemauannya.

‘Masa depan pemuda ini pasti berbeda dengan Lao Bo,’ pikir Wu Lau Dao, ‘Akankah ia lebih bersinar?’

Entah sejak kapan angin berhenti. Namun papan nama rumah makan itu masih terayun sisa terpaan angin. Di keremangan malam, samar-samar terbaca: Ba Xian Lao.

Itulah rumah makan terbesar di kota ini.

Seluruh jendela rumah makan besar itu tertutup rapat, terlihat gelap, mungkinkah para pelayan sudah terlelap?

Lu Xiang Chuan mendorong pintu. Tidak terkunci.

Wu Lao Dao mengikuti melangkah ke dalam. Di lantai atas terlihat lampu menyala benderang.

Lantas kenapa dari luat terlihat begitu gelap?

Wu Lao Dao segera menyadari, tiap jendela dipasangi gorden tebal dan hitam, membuat setitik pun cahaya tidak bisa menerobos keluar.

Ternyata telah banyak orang berkumpul di sana.

Menilik cara berpakain, mereka pasti datang dari berbagai kalangan. Walau latarbelakang mereka tampak berbeda, tapi ada satu persamaan. Mereka

Referensi

Dokumen terkait

Pada pemilu pertama pasca Reformasi pelaksanaannya dijadwalkan pada pertengahan tahun 1999. Pemilu 1999 merupakan suatu momentum sejarah yang telah mengkonversi

[r]

Melalui skripsi ini akan dicoba memecahkan permasalahan yang dihadapi Pacific paint dalam hal perencanaan dan pengendalian produksi, sehingga diharapkan skripsi ini dapat

Socialization merupakan suatu proses berbagi pengalaman melalui komunikasi tatap muka dan menciptakan tacit knowledge. Pada tahap Socialization, terjadi proses

Perkembangan titik panas atas hotspot pada hari ini pukul 17.00 WIB berdasarkan pantauan citra satelit Terra/Aqua (BMKG) total Sumatera 3 titik, Riau : 1 Titik,

Dengan demikian sangat dibutuhkan cara atau media yang harus diinformasikan kepada para siswa tentang teknik pembuatan presentasi yang interaktif dan lebih menarik salah satunya

Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses colli adalah suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda asing (misalnya